Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus adalah kelompok penyakit metabolik yang

diatandai dengan hiperglikemia yang disebabkan karena gangguan sekresi

insulin dan aksi insulin ataupun keduanya. Hiperglikemia kronis atau

Diabetes Melitus dikaitkan dengan kerusakan secara progresif, kelainan

fungsi,dan kegagalan organ yang berbeda terutama mata, ginjal,

saraf,jantung, dan oembuluh darah. Beberapa proses patogenik juga

menyebabkan kejadian Diabetes melitus (Standar Of Medical Care in

Diabetes, 2018). Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa

peningkatan kadar glukosa dalam darah melebihi batas normal.

Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas penyakit diabetes melitus

(DM), meskipun juga mungkin didapatkan pada beberapa keadaaan yang

lain. Penelitian epidemiologi menunjukan adanya kecenderungan

peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru

dunia.

Brunner and Suddarth (2001, dalam Saferi, 2013:4) diabetes

melitus merupakan sekelompok kelainan bawaan yang memiliki gejala

kenaikan glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Pada diabetes melitus

terdapat gangguan pada kemampuan tubuh untuk bereaksi dengan insulin

1
2

atau terjadi gangguan pada pankreas dimana produksi insulin tidak dapat

dihentikan.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi adanya peningkatan

jumlah penyandang DM yang menjadi salah satu ancaman kesehatan

global. WHO memperkirakan secara global 422 juta orang dewasa yang

berusia diatas 18 tahun hidup dengan diabetes pada tahun 2014. Jumlah

penderita diabetes terbesar diperkirakan untuk wilayah Asia Tenggara dan

Asia Barat terdapat sekitar setengah kasus diabetes yang ada di dunia.

Wilayah Asia Tenggara memiliki prevalensi atau angka kejadian diabetes

sebesar (4,4 %) atau sekitar 29 juta jiwa pada tahun 1980, dan pada tahun

2014 meningkat secara signifikan menjadi (8,4%) atau bila dalam jumlah

angka sekitar 131 juta jiwa menderita penyakit diabetes dalam rentang

waktu 34 tahun. Jumlah penderita diabetes dijabarkan dalam survei karena

memiliki kadar gukosa dalam plasma darah ≥ 7,0 mmol/L dan telah

meningkat dengan signifikan dalam beberapa dekade terkahir, ini

dipegaruhi oleh jumlah populasi pertumbuhan penduduk, peningkatan

usia, dan kenaikan angka kejadian diabetes di setiap usia (World Health

Organization, 2016)

Kejadian diabetes meningkat dalam 3 dekade terakhir lebih cepat

di negara berpenghasilan rendah dan berpenghasilan menengah daripada di

negara berpenghasilan tinggi. Negara Indonesia termasuk dalam kategori

negara berkembang dengan penghasilan rendah-menengah (lower-middle

income) (World Health Organization, 2016).


3

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2013) angka

kejadian di Indonesia mencapai prevalensi (2,1%), angka ini meningkat

dari hasil Riset Kesehatan Dasar sebelumnya pada tahun 2007 yaitu hanya

(1,1%). Angka kejadian tertinggi diabetes yang terdiagnosis terdapat di DI

Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%), dan

Kalimantan Timur (2,3%). Angka kejadian atau prevalensi diabetes

terdiagnosis di Provinsi Bali mencapai (1,3%) atau 39.885 jiwa dari

3.068.044 juta jiwa. Angka kejadian tertinggi diabetes terdiagnosisi

terdapat di daerah Jembrana (1,9%), Buleleng (1,7%), dan Tabanan

(1,5%) (RISKESDAS BALI, 2013). Diabetes adalah penyakti kronis yang

kompleks yang memerlukan perawatan medis terus menerus dengan cara

mengurangi faktor resiko selain kontrol glikemik. Perawatan diri pasien

berupa pedidikan dan dukungan sangat penting untuk mengurangi atau

mencegah komplikasi akut maupun kronis (Standar Of Medical Care

Diabetes, 2018). Dabetes yang tidak terkontrol dengan baik, secara

berkelanjutan dapat menyebabkan kehilangan penghilatan (retinopati),

gagal ginjal, dan beberapa komplikasi kronis lainnya yang berdampak

signifikan pada kualitas hidup (World Health Organization, 2016)

Komplikasi diabetes dapat bersifat akut dan kronis. Komplikasi

akut terjadi jika kadar glukosa darah seseorang meningkat atau menurun

tajam dalam waktu yang relative singkat, kadar glukosa darah bisa

menurun drastis jika penderita menjalani diet yang terlalu ketat.

Komplikasi kronis berupa kelainan pembuluh darah yang akhirnya dapat


4

menyebabkam serangan jantung, ginjal, saraf, dan penyakit lainnya

(Novita, 2012). Identifkasi komplikasi diabetes atau faktor lainya yang

mungkin memepengaruhi manajemen diri pada pasien, seharusnya diangap

sebagai faktor penting untuk memeberikan pendidikan tentang diabetes

(Powers et al., 2016). Banyaknya komplikasi kronik yang diakibatkan oleh

diabetes dan kebanyakan dapat merusak organ vital yang berakibat

kecacatan maupun kematian yang memerlukan pengelolaan terapi yang

berkelanjutan untuk mencapai pengontrolan kadar glukosa darah dan

resiko kardiovaskuler. Penatalaksanaan dan pengelolaan diabetes melitus

tipe-2 di Indonesia difokuskan pada 4 pilar penatalaksanaan diabetes yaitu

diet, edukasi, latihan jasmani atau beraktivitas dan terapi farmakologis

(Ndraha, 2014)

Glukosa darah merupakan zat kunci yang berfungsi untuk produksi

energi mulai dari perinatal, neonatal, hingga postnatal. Pada masa hari

pertama kelahiran, konsentrasi glukosa darah normal puasa disimpan

dalam rentang 3,5 – 5,5 mmol/L (Güemes, Rahman, & Hussain, 2016).

Memahami tingkat kadar glukosa darah dapat menjadi bagian yang

penting untuk pengelolaan diabetes secara mandiri. Panduan yang

diberikan oleh National Institue for Clinical Excellence (NICE) (2018)

terhadap tingkat kadar glukosa darah yang disarankan yaitu tidak

tergolong diabetes sebelum makan 4 – 5,9 mmol/L dan 90 menit setelah

makan 7,8 mmol/L, untuk diabetes tipe 2 sebelum makan 4 – 7 mmol/L

dan 90 menit setelah makan 8,5 mmol/L, untuk diabetes tipe 1 setelah
5

bangun tidur 5 – 7 mmol/L, sebelum makan 4 – 7 mmol/L dan setelah

makan 5 – 9 mmol/L. Kadar gula darah pada penderita yang terdiagnosis

diabetes menurut National Institue for Clinical Execellence (NICE) yaitu

gula darah acak 11,1 mmol/L (200 mg/dL), untuk gula darah puasa 7,0

mmol/L (126 mg/dL), dan untuk gula darah 2 jam post prandial 11,1

mmol/L (200 mg/dL).

Self Management Diabetes Education (SMED) merupakan proses

yang berlangsung secara berkelanjutan dengan memfasilitasi pengetahuan,

ketrampilan dan kemampuan yang diperlukan sebagai perawatan mandiri

pada pendertia diabetes. Berdasarkan standar, proses ini mencakup

kebutuhan, tujuan dan pengalaman hidup dari penderita diabetes menjadi

suatu interevnsi kolaboratif dengan tujuan untuk megelola diabetes dan

mencegah berbagai komplikasi akut maupun kronis (Jones, Berard,

MacNeill, Whitham, & Yu, 2013).

Self Managemen Eduacationt Diabetes (SMED) sangat penting

untuk diberikan pada perawatan diabetes. Self Managemen Eduacationt

Diabetes (SMED)adalah pendidikan kompeherensif yang melibatkan tim

untuk membantu mencapai hasil yang diperlukan untuk memperbaiki

kehidupan orang dengan diabetes . Kebershasilan perawatan diabetes juga

memerlukan suatu pendekatan untuk mendukung atau memotivasi klien

dengan diabetes dalam upaya merubah perilaku. Self Management

Educaton Diabetes (SMED) telah terbukti berpengruh baik pada

manajemen diri klien dalam pengendalian peningkatan kadar glukosa


6

darah (Standar Of Medical care in Diabetes, 2018). Self Management

Education Diabetes (SMED) adalah perencanaan yang meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan penderita diabetes unutk memeperbaiki

kesehatan,mengelola penyakit mereka dan meningkatkan kualitas hidup

mereka (Jones et al., 2013).

Hasil studi pendahuluan di wilayah kerja Puskesmas Buleleng I,

dengan mewawancarai 10 responden dengan kuesioner Diabetes Self

Management Questionnaire , 7 dari 10 responden menunjukan skor rendah

dari total 48 skor, ini menunjukan self management yang kurang .

B. Rumusa Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang dirumuskan

dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Hubungan Self Management

Educcation Diabetes (SMED) Dengan Kadar Glukosa Darah di Puskesmas

Buleleng I”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan

Self Management Education Diabetes (SMED) Dengan Kadar Glukosa

Darah di Puskesmas Buleleng I

2. Tujuan Khusus
7

1. Mengidentifikasi Self Management Education Diabaetes(SMED)

pada penderita diabetes di wilayah Puskesmas Buleleng I

2. Mengidentifikasi kadar glukosa darah pada penderita diabetes di

Puskesmas Buleleng I

3. Menganalisis Hubungan Self Management Education

Diabetes(SMED) dengan Kadar Glukosa Darah di Puskesmas Buleleng

D. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan

penulisan yang hendak dicapai, maka manfaat yang didapat diharapkan

dalam penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai data awal bagi penelitian selanjutnya tentang Hubungan

Self Management Education Diabetes (SMED) Dengan Kadar

Glukosa Darah Di Puskesmas Buleleng I

b. Bagi Institusi Pendidikan

Digunakan sebagai sumber informasi, khasanah wacana

kepustakaan serta dapat digunakan sebagai referensi bagi

penelitian selanjutnya.
8

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Tempat Penelitian

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi tentang Self

Management Education Diabetes (SMED) dalam meningkatkan

manajemen diri pada penderita diabetes

b. Bagi Klien

Penelitian ini dapat dijadikan tambahan wawasan bagi klien

untuk meningkatakan self management pada penyakitnya

c. Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai alternatif dalam

mengurangi atau dalam membantu dalam menstabilkan gula

darah

Anda mungkin juga menyukai