Anda di halaman 1dari 16

ISSN 2355-4721 Kebijakan Keselamatan dan Keamanan Maritim dalam Menunjang Sistem Transportasi Laut

KEBIJAKAN KESELAMATAN DAN


KEAMANAN MARITIM DALAM
MENUNJANG SISTEM TRANSPORTASI
LAUT

MARITIME SAFETY AND SAFETY POLICY


IN SUPPORTING THE SEA TRANSPORTATION SYSTEM

Muh Kadarisman
Universitas Muhammadiyah Jakarta
muh.kadarisman@umj.ac.id

ABSTRACT

The research aimed to analyze maritime safety and security policy in supporting of marine
transportation system. This study uses descriptive method, because the data collected in the
form of words, images, and not the numbers. The data comes from interviews, field
observations, focus group discussions, videotapes, photos, notes or memos, and other
official documents. Data analysis with ethical and emic approach and triangulation
process. Determination of Informant with purposive technique. Result of research: Sea
transport in Indonesia not yet optimally developed, but has strong potency to be developed,
considering its characteristic able to do mass transportation. Therefore, the safety and
security system is a key factor to be considered and as a basis and benchmark for decision
makers. The safety and security system of sea transportation in Indonesia has not run
optimally, there are still many accidents both because of natural factors and human factors.
Government policies in the maritime field, whether the fishery industry or the shipping
industry have not been implemented consistently in accordance with applicable law. So far,
the development of maritime potential has been hit by structural problems, and there is no
national political awareness of the magnitude of the economic, fisheries and maritime
potentials. Little is known about the potential content of Indonesia’s marine resources, thus
opening the door for various research and development of biodiversity.

Keywords: policy, safety, security, maritime, marine transportation.

ABSTRAK

Penelitian bertujuan menganalisis kebijakan keselamatan dan keamanan maritim dalam


menunjang sistem transportasi laut. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, karena
data dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Data tersebut berasal
dari naskah wawancara, observasi/catatan lapangan, Focus Group Discussion, videotape,
foto, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya. Analisis data dengan pendekatan etik
dan emik serta proses triangulasi. Penentuan Informan dengan teknik purposive. Hasil
penelitian: Angkutan laut di Indonesia belum secara optimal berkembang, namun
mempunyai potensi kuat dikembangkan,mengingat karakteristiknya mampu melakukan
pengangkutan secara massal. Oleh karena itu, sistem keselamatan dan keamanan menjadi

177
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017
Muh Kadarisman ISSN 2355-4721

faktor kunci yang harus diperhatikan dan sebagai dasar serta tolok ukur bagi pengambil
keputusan. Sistem keselamatan dan keamanan transportasi laut di Indonesia belum berjalan
optimal, masih sering terjadi kecelakaan baik karena faktor alam mau pun karena faktor
manusia. Kebijakan pemerintah di bidang maritim, baik industri perikanan mau pun industri
pelayaran belum dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan Undang-Undang yang
berlaku. Selama ini pengembangan potensi maritim terbentur masalah struktural, dan belum
ada kesadaran politis secara nasional tentang betapa besarnya potensi ekonomi, perikanan,
dan maritim tersebut. Masih sedikit yang diketahui tentang kandungan potensi sumber daya
kelautan Indonesia, sehingga membuka pintu bagi dilakukannya berbagai penelitian dan
pengembangan keanekaragaman hayati tersebut.

Kata Kunci: kebijakan; keselamatan; keamanan; maritime; transportasi laut.

178
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017
ISSN 2355-4721 Kebijakan Keselamatan dan Keamanan Maritim dalam Menunjang Sistem Transportasi Laut

PENDAHULUAN wilayah satu dengan yang lainnya melalui


perairan, sehingga mempunyai potensi kuat
Seluruh pengguna sarana untuk dikembangkan dan peranannya baik
transportasi laut di Indonesia khususnya dan nasional mau pun internasional dan mampu
di dunia pada umumnya, senantiasa sangat mendorong serta menunjang pembangunan
mengutamakan persoalan keselamatan dan nasional demi meningkatkan kesejahteraan
keamanan, yang selanjutnya baru diikuti masyarakat sesuai dengan mandat Pancasila
dengan aspek biaya yang terjangkau, serta Undang-Undang Dasar 1945.
kecepatan dan ketepatan waktu, serta aspek Dengan demikian, sistem keselamatan dan
kenyamanan. Terjadinya kecelakaan kapal keamanan pelayaran menjadi faktor penting
seperti tenggelam, terbakar, dll adalah yang harus diperhatikan dan sebagai
permasalahan-permasalahan yang berkaitan dasar serta tolok ukur bagi pengambilan
dengan keselamatan dan keamanan keputusan dalam menentukan kelayakan
transportasi laut. Untuk pelaksanaan pelayaran baik dilihat dari sisi sarana
peningkatan keselamatan pelayaran ini, berupa kapal mau pun prasarana seperti
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut sistem navigasi, dan sumber daya manusia
telah mengeluarkan kebijakan dalam yang terlibat di dalamnya.
pencegahan kecelakaan kapal seperti Keselamatan dan keamanan
membuat maklumat pelayaran tentang maritim di sini, adalah kebijakan utama
peningkatan pengawasan keselamatan yang harus mendapatkan prioritas pada
pelayaran bagi kapal penumpang, membuat pelayaran dalam menunjang kelancaran
maklumat tentang kondisi cuaca perairan di transportasi laut Indonesia sebagai negara
Indonesia seperti telegram perihal kesiapan kepulauan. Indonesia memiliki kedaulatan
cuaca buruk di laut. (Ditjen Hubla, 2017). atas keseluruhan wilayah laut lndonesia,
Sejak tahun 2011 hingga sekarang sehingga laut memiliki peran cukup berarti
telah terjadi fluktuasi perkembangan baik bagi sarana pemersatu bangsa dan
jumlah kecelakaan, rata-rata telah terjadi wilayah Republik lndonesia, mau pun laut
penurunan jumlah kecelakaan sebesar sebagai asset bangsa yang tidak ternilai
6,95% per tahun, namun di sisi lain serta masa depan Indonesia. Penguasaan
jumlah korban jiwa meningkat sebesar atas laut tersebut, memiliki konsekuensi
46,71 % per tahun (Ditjen Hubla, 2017). bahwa Pemerintah berkewajiban atas
Ditegaskan di sini, bahwa pelayaran yang penyelenggaraan pemerintahan di bidang
merupakan bagian dari sarana transportasi penegakan hukum di laut, baik terhadap
laut sebagaimana amanat Undang-Undang ancaman pelanggaran, pemanfaatan
Nomor 17 Tahun 2008, adalah menjadi perairan, serta menjaga dan menciptakan
suatu yang sangat strategis bagi wawasan keselamatan pelayaran secara optimal.
nasional RI, serta menjadi sarana vital yang Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 1985
menunjang tujuan persatuan dan kesatuan tentang Pengesahan Negara Kepulauan
Negara Republik Indonesia sebagai Negara (Archipelago State) bagi Indonesia oleh
maritim. konvensi PBB, hal ini berarti Indonesia
Pelayaran atau angkutan laut sebagai negara kepulauan telah diakui
tersebut, merupakan bagian dari transportasi oleh dunia Internasional (Kusumaatmadja,
yang tidak dapat dipisahkan dengan 2002).
bagian dari sarana transportasi lainnya Ditegaskan, bahwa sebagian
dengan kemampuan untuk menghadapi besar wilayah Indonesia merupakan
perubahan ke depan, mempunyai lautan dengan luas perairan 5,8 juta km2
karakteristik tertentu karena mampu dan lebih kurang 17.000 pulau, sehingga
melakukan pengangkutan secara massal. dapat diartikan bahwa ke depan laut
Dapat menghubungkan dan menjangkau merupakan sumber daya alam (SDA) yang

179
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017
Muh Kadarisman ISSN 2355-4721

sangat potensial dan memberikan banyak terdapatnya sejumlah kekerasan di laut


harapan serta kesejahteraan masyarakat. Di berupa pembajakan, perompakan, dan
samping memiliki SDA hayati dalam jumlah sabotase. Dikemukakan, bahwa tindak
besar seperti tumbuhan atau pun hewan laut, kekerasan yang terjadi di perairan Indonesia
terumbu karang dan taman wisata, maka, mengalami kecenderungan kenaikan, dan
laut juga penghasil SDA non hayati seperti akibat dari kondisi tersebut, maka, kerugian
mineral dan barang tambang serta harta Indonesia sebagai akibat dari praktik illegal
karun dan kerangka kapal beserta barang fishing diperkirakan mencapai Rp30 triliun
bawaan yang terkubur di dalamnya per tahunnya (Ditjen Hubla, 2017). Namun
(Sumardjono, 2000). Laut juga penghasil demikian, perlu diwaspadai bahwa hingga
berbagai industri maritim seperti industri kini Indonesia masih harus berhadapan
perikanan, wisata bahari, industri perkapalan dengan banyak data yang dipublikasikan
dan jasa doking, jasa pelabuhan mau pun oleh asing terkait kejahatan di laut yang
sumber daya mineral serta energi. Sebagai kadang terlalu dibesar-besarkan. Disparitas
konsekwensi dari kegiatan tersebut, maka, pembangunan kelautan di Indonesia
perlu ditentukan alur laut kepulauan tersebut, adalah terkait dengan kondisi
Indonesia bagi kepentingan pelayaran lokal bahwa keamanan laut tidak terlepas dari
mau pun internasional, beserta fasilitas kebijakan dan strategi nasional yang
keselamatan pelayaran seperti sarana bantu melingkupi isu-isu penegakan hukum di laut
navigasi pelayaran (SBNP) dan berbagai (Atmasasmita, 2002), search and rescue,
infrastruktur lainnya. Dengan demikian, keselamatan navigasi, perlindungan
penting adanya penekanan tentang kebijakan perikanan, lingkungan, dan keimigrasian.
keselamatan dan keamanan maritim di Fungsi penegakan hukum,
Indonesia, yaitu suatu keadaan yang pengamanan, dan keselamatan yang belum
menjamin keselamatan dan keamanan optimal dilakukan oleh instansi terkait
berbagai kegiatan di laut termasuk kegiatan sesuai dengan peraturan perundang-
pelayaran, eksplorasi dan eksploitasi SDA undangan, diharapkan dapat diatasi melalui
dan hayati serta pelestarian lingkungan lembaga atau Badan Keamanan Laut
hidup. Oleh karena itu, diperlukan adanya (Bakamla) yang kini telah terbentuk. Namun
tata kelautan dan penegakkan hukum di laut demikian, keterbatasan dukungan anggaran
dalam menjamin keselamatan, keamanan, pertahanan dan keamanan di Indonesia juga
ketertiban dan perlindungan lingkungan laut menjadi salah satu permasalahan penting
agar tetap bersih dan lestari sebagai sumber dalam meningkatkan kinerja keamanan laut
kehidupan seluruh masyarakat Indonesia dan tersebut. Ada pun permasalahan ini di
menunjang kelancaran lalu lintas pelayaran. antaranya adalah regulasi dan kelembagaan
Ditegaskan, bahwa keselamatan dan terkait dengan penegakan hukum dan
keamanan pelayaran, merupakan faktor yang keamanan di Indonesia yang masih belum
sangat esensial dalam menunjang kelancaran optimal, serta kurangnya koordinasi
transportasi laut dan mencegah terjadinya antarlembaga yang mempunyai andil di
kecelakaan. bidang kelautan. Selain itu, terdapatnya
Terkait dengan masalah tumpang-tindih (overlapping) tugas yang
kecenderungan keamanan laut, hingga saat beririsan antarlembaga, seperti Polisi Air,
ini masih marak terjadi aktivitas pencurian Airud, Angkatan Laut, Kesatuan Penjagaan
ikan (illegal fishing) dan SDA lainnya Laut dan Pantai (KPLP), Bea dan Cukai,
yang dapat mengancam kehidupan sosial hingga Administrator Pelabuhan (Adpel).
ekonomi masyarakat Indonesia (Humas Kedaulatan negara adalah keamanan
Kemenhub, 2017). wilayah, karena itu laut yang tidak aman
Di samping masalah pencurian menunjukkan negara tidak berdaulat.
SDA, juga diperparah dengan masih Realitanya, kondisi sistem kelembagaan

180
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017
ISSN 2355-4721 Kebijakan Keselamatan dan Keamanan Maritim dalam Menunjang Sistem Transportasi Laut

saat ini yang terjadi adalah banyaknya Lebih lanjut hasil FGD menjelaskan
instansi yang terlibat atau berkepentingan bahwa dalam UU No. 17 Tahun 2008
dalam pelaksanaan penegakan hukum, tersebut, tepatnya Pasal 1 butir 32
keselamatan, dan keamanan di laut. Oleh menegaskan bahwa keselamatan dan
karena itu, tujuan penelitian di sini adalah keamanan pelayaran merupakan keadaan
untuk menganalisis kebijakan keselamatan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan
dan keamanan maritim dalam menunjang keamanan yang menyangkut angkutan di
sistem transportasi laut. Penelitian ini perairan, ke pelabuhan, dan lingkungan
menggunakan metode deskriptif, karena maritim. Sedangkan Pasal 1 butir 33 UU
data dikumpulkan berupa kata-kata, Nomor 17 Tahun 2008 menyatakan, bahwa
gambar, dan bukan angka-angka. Data kelaiklautan kapal adalah keadaan kapal
tersebut berasal dari naskah wawancara, yang memenuhi persyaratan keselamatan
catatan lapangan, Focus Group Discussion kapal, pencegahan pencemaran perairan
(FGD), videotape, foto, catatan atau dari kapal, pengawakan, garis muat,
memo, dan dokumen resmi lainnya. Semua permuatan, kesejahteraan awak kapal dan
data yang dikumpulkan berkemungkinan kesehatan penumpang, status hukum kapal,
menjadi kunci terhadap apa yang sudah manajemen keselamatan dan pencegahan
diteliti. Dalam laporan penelitian ini pencemaran dari kapal, serta manajemen
dikemukakan hasil analisis data yang keamanan kapal untuk berlayar di perairan
sangat kaya tersebut, dan sejauh mungkin tertentu. Dikemukakan bahwa luas wilayah
dalam bentuk aslinya. laut Indonesia adalah sebesar kurang lebih
3.257.483 km2 atau ¾ dari wilayah daratan,
sehingga 70 persen wilayah Indonesia
HASIL DAN PEMBAHASAN tersebut adalah wilayah perairan.
Informasi tersebut didukung hasil
A. Jaminan Keselamatan dan wawancara mendalam (indepth interview)
Keamanan Kegiatan Pelayaran dengan para Informan Kunci mau pun
Dalam membahas hal ini, hasil Informan Pendukung bahwa untuk
FGD menegaskan bahwa keselamatan menghadapi perubahan ke depan, pelayaran
pelayaran di sini adalah keadaan yang atau angkutan laut mempunyai potensi kuat
terwujud dari penyelenggaraan pelayaran dikembangkan, mengingat karakteristiknya
secara lancar, sesuai dengan prosedur mampu melakukan pengangkutan secara
operasi dan persyaratan kelaikan teknis massal di Indonesia. Dengan demikian,
terhadap sarana dan prasarana beserta maka, sistem keselamatan dan keamanan
penunjangnya. Sedangkan keamanan menjadi faktor kunci yang harus
pelayaran adalah keadaan yang terwujud diperhatikan dan sebagai dasar serta tolok
dari penyelenggaraan pelayaran yang ukur bagi pengambil keputusan (decision
bebas dari gangguan dan/atau tindakan maker) guna menentukan kelayakan dan
yang melawan hukum. Merujuk pada keselamatan pelayaran.
amanat Undang-Undang Nomor Nomor 17 Kedua aspek tersebut, dapat dilihat dari
Tahun 2008, bahwa pelayaran di sini sisi sarana berupa kapal mau pun prasarana
adalah bagian dari sarana transportasi laut seperti sistem navigasi serta Sumber Daya
yang sangat strategis bagi wawasan Manusia (SDM) yang terlibat di dalamnya.
nasional serta menjadi sarana vital yang Di samping itu, kebijakan keselamatan
menunjang tujuan persatuan dan kesatuan dalam pelayaran atau transportasi laut
nasional, dikarenakan dapat menunjang tersebut, juga diatur oleh lembaga
dan mempermudah akses penghubungan internasional yaitu International Maritime
dan penjangkauan wilayah satu dengan Organization (IMO) dan bernaung di bawah
yang lainnya melalui perairan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

181
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017
Muh Kadarisman ISSN 2355-4721

(United Nation). merupakan salah satu faktor yang penting


Lembaga internasional tersebut dalam mendukung fungsi transportasi laut.
bertugas mengurusi hal-hal tentang Oleh karena itu, pemerintah setiap tahun
keselamatan jiwa penumpang kapal dan melaksanakan kampanye keselamatan
awaknya, harta laut, serta kelestarian pelayaran untuk memberi kesadaran kepada
lingkungan di laut (Kusumaatmadja, 2002). masyarakat, terutama bagi operator
Selanjutnya dikemukakan hasil proses (stakeholder) dan regulator. Hal ini penting
triangulasi antara Informan Kunci dan bagi Indonesia yang memiliki luas laut
Informan Pendukung yang satu dengan ¾ daripada daratan yang dihuni hampir
lainnya dan dihadapkan dengan alat bukti 250 juta manusia. Ditegaskan bahwa
formal yang ada baik berupa dokumen mau dalam setiap sidang IMO, Indonesia selalu
pun surat-surat lainnya misalnya Surat aktif serta memberi inisiatif terhadap
Keputusan, Surat Kapal, dll sebagai berikut. permasalahan keselamatan, keamanan, dan
Dikemukakan bahwa salah satu faktor perlindungan maritim. Di samping itu,
penting dalam mewujudkan keselamatan Pemerintah Indonesia senantiasa
serta kelestarian lingkungan laut adalah melakukan berbagai pembinaan melalui
keahlian (ability), pengetahuan (knowledge) aturan baik terhadap awak kapal, kapal,
dan keterampilan (skill) dari SDM yang mau pun muatan kapal (Humas Dit
terkait dengan pengoperasian kapal (Humas Lalulintas Angkutan Laut, 2017). Di sini
Kementerian Perhub, 2017). Betapa pun regulator menjadi penentu pembinaan
kokohnya konstruksi kapal, dan betapa pun berjalan atau tidak, karena bergantung
canggihnya teknologi baik sarana bantu mau pada pembinaan, sarana dan prasarana,
pun peralatan yang ditempatkan di atas serta penegakan hukum yang dijalankan.
kapal, namun kalau dioperasikan oleh SDM Selain pembinaan tersebut, hasil
yang tidak memiliki kompetensi sesuai observasi di lapang penelitian
dengan tuntutan tugas mau pun fungsinya menunjukkan bahwa Pemerintah juga
serta faktor disiplin yang tinggi, maka, mendukungnya dengan penegakan aturan
semuanya akan percuma. dan punishmen guna menciptakan disiplin
Lebih lanjut hasil triangulasi dari seluruh pihak yang terlibat dalam
tersebut menjelaskan, bahwa secara faktual pelayaran di laut. Lebih lanjut hasil
80 persen kecelakaan di laut disebabkan observasi menjelaskan, bahwa saat ini
oleh faktor kesalahan manusia (human pemerintah memiliki 288 kapal patroli di
error) (Humas Dithubla, 2017). Oleh karena seluruh Indonesia dengan berbagai kelas
itu, untuk menjamin keselamatan pelayaran yang melayani 55% dari luas wilayah laut.
sebagai penunjang kelancaran lalu lintas Dengan demikian, International
kapal di laut, diperlukan adanya analisis Safety Management Code (ISM Code)
beban tugas (work load analysis) yang sebagai peraturan manajemen keselamatan
sesuai untuk melakukan tugas dan tanggung internasional untuk keamanan mau pun
jawabnya di atas kapal. Berdasarkan keselamatan pengoperasian kapal dan
jabatannya dengan mempertimbangkan pencegahan pencemaran yang ditetapkan
besaran kapal, tata susunan kapal dan daerah oleh Dewan Keselamatan Maritim IMO,
pelayaran. UU Nomor 17 Tahun 2008, Pasal masih dimungkinkan untuk diamandemen
1 butir 40 menyatakan bahwa awak kapal sesuai kebutuhan di lapangan. Berdasarkan
adalah orang yang bekerja atau diperlukan data kecelakaan yang dianalisis oleh IMO
di atas kapal oleh pemilik atau operator diketahui bahwa kecelakaan kapal di
kapal untuk melakukan tugas di atas kapal perairan Indonesia yang disebabkan oleh
sesuai dengan jabatannya. kesalahan manusia (human error) sebesar ±
Hasil observasi menunjukkan, 80 %, dan dari seluruh kesalahan manusia
bahwa faktor keselamatan pelayaran tersebut diketahui pula bahwa sekitar 80

182
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017
ISSN 2355-4721 Kebijakan Keselamatan dan Keamanan Maritim dalam Menunjang Sistem Transportasi Laut

% di antaranya diakibatkan oleh buruknya seawarthiness kapal pengangkut sebagai


manajemen (poor management) perusahaan kewajiban dari pengangkut (carrier) atau
pelayaran. Sistem manajemen perusahaan pemilik kapal (ship owner). Demikian juga
pelayaran atau operator kapal berpengaruh untuk keperluan kontrak pengangkutan,
kuat terhadap keadaan kelaiklautan kapal kapal harus cargowarthiness. Dalam hal
(Humas Dithubla, 2017). kapal tidak laik laut (unsafe ship), sehingga
Hal yang perlu dielaborasi tidak dapat dipertanggungjawabkan, dalam
lebih dalam, bahwa untuk menghindari keadaan tersebut sehingga mengakibatkan
kesenjangan sistem manajemen ini, kecelakaan(Conventian on the International
diterapkan ISM Code. ISM code ditetapkan Regulatian for Preventing Collision at Sea
sebagai bagian yang tidak terpisahkan 1972) (CALREG ’72), dan telah diratifikasi
dengan konvensi The Safety of Life at oleh Indonesia dengan Keputusan Presiden
Sea (SOLAS), (1974). SOLAS tersebut Nomor 50 Tahun 1979 tanggal 11 Oktober
berdasarkan kesepakatan dalam sidang 1979.
Maritime Safety Committee, IMO pada Kebijakan Pemerintah selama
tanggal 24 Mei 1994. Inisiatif perumusan hampir lima dekade ini, yaitu tanpa
ISM code dilakukan oleh committee yang Kementerian yang khusus menangani
sama dengan perumus serta penyempurna bidang kemaritiman, hal ini ternyata
SOLAS dari tahun 1960 hingga 1974/1978 merupakan kesalahan fatal bagi sebuah
yaitu Maritime Safety Committee (MSC) struktur pemerintahan yang mempunyai
(Tebbit, 2000). ISM code ditetapkan luas wilayah laut sebesar kurang lebih
sebagai Chapter IX SOLAS dengan 3.257.483 km2 atau ¾ dari wilayah
pertimbangan kemudahan untuk efektifitas daratan. Hal ini merupakan tantangan
penerapannya mengingat bahwa SOLAS yang seharusnya mampu diakomodasi
sendiri telah diratifikasi oleh negara- oleh Kementerian Koordinator Bidang
negara anggota IMO termasuk Indonesia Kemaritiman, dan meluruskan perspektif
(Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun yang salah tentang maritim tersebut (Humas
1980). Sistem Manajemen Keselamatan Kementerian Perhubungan RI, 2017).
(Safety Management System) (SMS) Ditegaskan di sini, bahwa
adalah fasilitas bagi seluruh personel di pemahaman dan latar belakang perspektif
darat dan di laut untuk melaksanakan maritim merupakan sebuah permasalahan
semua kebijakan perusahaan di bidang yang sangat krusial. Fenomena demikian
keselamatan pelayaran. berimbas ke berbagai kebijakan yang akan
SMS tersebut merupakan dikeluarkan oleh Kementerian Koordinator
operasionalisasi dari ISM code yang Bidang Kemaritiman. Disadari bahwa upaya
mengatur wewenang dan tanggung pembangunan kemaritiman di Indonesia
jawab perusahaan, wewenang dan bukan hal yang mudah, permasalahan
tanggung jawab nakhoda, instruksi dan ini dikarenakan latar belakang karakter
prosedur pengoperasian kapal yang maritim yang kian memudar. Dijelaskan
aman, familiarisasi dan pelatihan- bahwa persepsi tentang kemaritiman masih
pelatihan personel. Dalam SMS tersebut, berupa puzzle yang belum optimal tersusun
dikemukakan hubungan kerja menurut secara benar (Humas Kementerian Perhub
garis-garis komando, koordinatif, dan RI, 2017). Berangkat dari permasalahan ini
konsultatif antara personel darat dengan pula, sehingga Kementerian Koordinator
personel kapal. Berikut tentang keamanan Bidang Kemaritiman RI memiliki peran
dan keselamatan operasi kapal, bahwa yang sangat strategis dan signifikan.
dalam dunia pelayaran niaga seawarthiness Andil yang diberikan oleh
diatur di dalam the Hague Visby Rules seluruh stakeholder yang ahli di bidang
th
mau pun e Hamburg Rules bahwa kemaritiman di antaranya dari kalangan

183
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017
Muh Kadarisman ISSN 2355-4721

pengusaha atau pebisnis, Pemerintah Pusat yaitu penyelidikan lapangan untuk


dan Pemerintah Daerah (Bratakusumah, mengumpulkan data selengkap mungkin
2003), kalangan akademik, kalangan tentang keberadaan SDA di laut tertentu
Legislatif hingga institusi lainnya sebagai (Supriharyono, 2002). Di samping itu,
pemerhati di bidang kemaritiman, tentu sifat kehati-hatian tersebut juga untuk
merupakan masukan yang sangat berharga mengurangi resiko kegagalan, kerugian
dari seluruh elemen bangsa. Upaya materi, kecelakaan kerja dan kerusakan
penyatuan berbagai ide, pemikiran, lingkungan (Keraf, 2002).
masukan, kritik, pertanyaan, penjelasan Sedangkan dari hasil wawancara
yang konstruktif (problem solfing) adalah dengan para Informan Pendukung
hal yang sangat penting bagi negeri maritim menegaskan, bahwa eksploitasi di sini
seperti Indonesia, mengingat sinkronisasi merupakan usaha penambangan dengan
antara pemerintah, BUMN/BUMD, swasta, maksud untuk menghasilkan bahan galian
LSM (misal Koalisi Rakyat untuk Keadilan dan memanfaatkannya. Sedangkan
Perikanan (Kiara)), dan institusi pendidikan kegiatan ini dapat dibedakan berdasarkan
saat ini belum mampu berkolaborasi secara sifat bahan galiannya, yaitu galian padat
optimal. dan bahan galian cair serta gas. Untuk ke
Pelibatan kalangan akademik dua aktivitas baik ekplorasi mau pun
tersebut, menempatkan institusi pendidikan eksploitasi tersebut perlu didukung oleh
bukan hanya menjadi objek dalam hal ini, faktor keselamatannya, yaitu keadaan yang
tetapi sebagai subjek dalam pengambilan terwujud dari penyelenggaraan eksplorasi
kebijakan. Hadirnya sebuah satu kesatuan dan ekploitasi yang lancar, sesuai dengan
antara kebijakan kemaritiman dan seluruh prosedur operasi dan persyaratan kelaikan
stakeholder, tentu akan sangat mendukung teknis terhadap sarana dan prasarana
kemajuan maritim Indonesia. Untuk itu, beserta penunjangnya. Ditegaskan di sini,
strategi dan kebijakan di bidang maritim bahwa secara garis besar sumber daya
(Maritime Policy) harus segera dibenahi kelautan (marine resources) di Indonesia
guna mengoptimalkan potensi yang dimiliki, terbagi dalam tiga kelompok yaitu (Dahuri
baik menyangkut sumber daya laut, industri et al, 2015): a) Sumber daya dapat pulih
mau pun bisnis transportasi. Selama ini (renewable resources), b) Sumber daya
pengembangan potensi maritim terbentur tidak dapat pulih (non-renewable
masalah struktural, dan belum ada resources), dan c) Jasa-jasa lingkungan
kesadaran politis secara nasional tentang (environmental services).
betapa besarnya potensi ekonomi Lebih lanjut dijelaskan bahwa yang
(Kusumastanto, 2002), perikanan, dan termasuk dalam kelompok sumber daya
maritime tersebut. Dengan demikian, dapat pulih, antara lain: 1) Hutan bakau
dibutuhkan kepemihakan kebijakan sektor (mangrove); 2) Perikanan laut, baik
maritim, baik melalui kebijakan makro, perikanan budidaya mau pun perikanan
fiskal, mau pun moneter. tangkap; 3) Terumbu karang (coral reef); 4)
Padang lamun dan rumput laut (seagrass);
B. Jaminan Keselamatan Eksplorasi 5) Bahan-bahan bioaktif (bioactive
dan Eksploitasi Sumber Daya Alam substances). Sumber daya tidak dapat
dan Hayati di Laut pulih (non-renewable resources) meliputi
Terkait bahasan atas indikator ini, seluruh sumber daya mineral dan geologi.
berikut dikemukakan hasil wawancara Mineral terdiri dari tiga kelas yaitu kelas A
mendalam dengan para Informan Kunci (mineral strategis: minyak bumi, gas alam,
bahwa salah satu isu penting dalam dan batubara), kelas B (mineral vital:
perencanaan kebijakan kelautan nasional emas, timah, nikel, bauksit, bijih besi, dan
adalah kegiatan eksplorasi cromite); dan kelas C (mineral industri:

184
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017
ISSN 2355-4721 Kebijakan Keselamatan dan Keamanan Maritim dalam Menunjang Sistem Transportasi Laut

meliputi bahan bangunan dan galian hayati dan non-hayati yang terkandung di
seperti granit, kapur, tanah liat, kaolin dan wilayah pesisir dan laut yang sangat tinggi
pasir). Sedangkan jasa-jasa lingkungan potensinya untuk lebih dimanfaatkan.
(environmental services) meliputi fungsi Kedua, posisi geografis Indonesia yang
kawasan lingkungan pesisir dan lautan sangat strategis baik secara fisik mau pun
sebagai sarana rekreasi, media transportasi ekonomi, telah dan akan terus menjadi
dan komunikasi, sumber energi, sarana pusat perhatian masyarakat dunia, baik
pendidikan dan penelitian, pertahanan dari segi ekonomi mau pun dari segi
keamanan, penampungan limbah, pengatur ilmiah. Ketiga, tingginya keanekaragaman
iklim (climate regulator), kawasan hayati (biodiversity) di wilayah pesisir dan
perlindungan (konservasi dan preservasi), perairan laut Indonesia membuka pintu
dan sistem penunjang kehidupan serta bagi dilakukannya berbagai penelitian dan
fungsi ekologis lainnya. pengembangan keanekaragaman hayati
Sedangkan hasil proses triangulasi pesisir dan lautan dunia (Humas Dithubla,
menunjukkan bahwa sumber daya kelautan 2017).
juga sering diklasifikasikan dalam dua Sedangkan dari hasil FGD
kelompok, yaitu (Sudwikatmono, 2001): memberikan penjelasan bahwa hingga saat
(a) sumber daya hayati (living resources), ini, sektor kelautan di Indonesia masih
dan sumber daya non-hayati (non-living belum dikembangkan secara optimal
resources) (Dahuri, 2003). Pengelompokan dalam pembangunan nasional. Sebagian
semacam ini dijumpai dalam Undang- besar potensi laut masih dimanfaatkan
Undang Nomor 5 Tahun 1983 Tentang Zona oleh pertambangan (32,4 persen dari total
Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Pasal 1 investasi pembangunan di lautan),
butir (a) dan (b) UU No. 5 Tahun perhubungan (28,6 persen), industri (20,8
1983 memberikan definisi sebagai berikut: persen), dan perikanan (16,1 persen),
(a) Sumber daya alam hayati adalah semua sementara peranan wisata bahari baru
jenis binatang dan tumbuhan termasuk mencapai 1,9 persen. Sumber daya hayati
bagian-bagiannya yang terdapat di dasar yang telah dimanfaatkan atau
laut dan ruang air ZEE Indonesia; (b) didayagunakan adalah: a. Sumber daya
Sumber daya alam non hayati adalah unsur perikanan, baik melalui perikanan tangkap
alam bukan sumber daya alam hayati yang mau pun perikanan budidaya. Potensi
terdapat di dasar laut dan tanah di lestari sumber daya perikanan dari
bawahnya serta ruang ZEE Indonesia. perairan Indonesia dan ZEE yang dapat
Negara Republik Indonesia mempunyai dimanfaatkan adalah 6,7 juta ton/tahun; b.
sumber daya kelautan dan perikanan yang Sumber daya non-ikan, seperti kerang
cukup melimpah (Tribawono, 2002). mutiara dan jenis-jenis kerang lainnya
Lebih lanjut dikemukakan bahwa untuk perhiasan; c. Binatang dan
setelah diratifikasinya Konvensi Hukum tumbuhan laut untuk obat-obatan bahan
Laut 1982 dengan UU Nomor 17 Tahun bioaktif. d. Terumbu karang (coral reef)
1985, luas wilayah perairan Indonesia dan hutan bakau (mangrove) sebagai
menjadi 5,8 juta km2, yang terdiri dari ekosistem, terutama dimanfaatkan sebagai
perairan teritorial 0,3 juta km2, perairan daya tarik wisata bahari.
Kepulauan 2,9 juta km2, dan Zona Selanjutnya dijelaskan bahwa
Ekonomi Eksklusif Indonesia 2,7 juta km2. sumber daya kelautan non-hayati yang
Di samping itu, jumlah pulau yang tercatat telah didayagunakan sampai saat ini
adalah 17.508 buah dan garis pantai misalnya minyak bumi dan gas alam, yang
Indonesia membentang sepanjang 81.000 masih memegang peran sangat penting
km2 (Dahuri et al, 2015). Pertama, sumber dalam mendukung pembangunan nasional
daya kelautan, terutama sumber daya Indonesia. Namun, sumber daya

185
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017
Muh Kadarisman ISSN 2355-4721

ini merupakan sumber daya kelautan yang permasalahannya akan bertambah parah,
tak terbarukan (non renewable resources), dengan meningkatnya pencemaran baik
sehingga perlu dimanfaatkan dengan penuh yang berasal dari darat mau pun dari kapal
pertimbangan ke masa datang. Selain itu, atau kegiatan anjungan lepas pantai.
pemanfaatan sumber daya ini harus Kawasan pantai dengan desa pesisir adalah
dilakukan di tempat sumber daya tersebut kawasan dengan degradasi lingkungan
ditemukan dan tidak dapat dipindah- yang tinggi perlu dipertahankan
pindahkan. Luas Lautan 5,8 juta km2 (75% kelestarian lingkungan laut dan pesisirnya,
dari wilayah), yaitu 0,3 juta km2 Laut agar tetap bisa mendukung pengambilan
Teritorial; 2,9 juta km2 Perairan Kepulauan; kekayaan laut secara berkesinambungan.
dan 2,7 juta km2 ZEE, Garis Pantai 81.000 Di sini terdapat ketidakseimbangan antara
km. Perkiraan Potensi Lestari Ikan laut 6,7 kebutuhan untuk pembangunan di satu
juta ton/tahun, yaitu potensi perairan pihak dengan keperluan untuk melindungi
Indonesia: 4,4 juta ton/tahun; ZEE : 2,3 juta kelestarian lingkungan di pihak lain
ton/tahun. Angka aktual penangkapan ikan (Haeruman, 2001).
3,6 juta ton/tahun; Ekspor perikanan US $ Ditegaskan bahwa ketiadaan
2,2 juta/tahun; Angka perkiraan nilai illegal, pengaturan yang terpadu untuk pengelolaan
Unregulated and Unreported (IUU) Fishing sumber daya kelautan telah menyebabkan
US $ 2 miliar per tahun (Dahuri dkk, 2015). tumpang-tindihnya kewenangan antar
Hasil FGD juga memberikan departemen atau instansi Pusat dan Daerah
keterangannya bahwa menurut (Wahyono, 2000). Di laut hampir semua
Sudwikatmono, (2001), kemajuan yang telah sektor mempunyai kewenangan. Visi
dicapai dalam pembangunan untuk sektoral pengelolaan sumber daya kelautan,
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan telah mendorong Departemen atau instansi
masyarakat Indonesia, ternyata diiringi berlomba membuat peraturan perundang-
dengan kemunduran kemampuan SDA yang undangan sendiri untuk mengelola sumber
terbarui sebagai penjaga ketertiban. Padahal daya kelautan sesuai kepentingan masing-
UUD 1945 menegaskan bahwa SDA masing. Demikian pula, ada kecenderungan
tersebut, merupakan aset bangsa yang daerah membuat peraturan daerah
tunduk di bawah otoritas Negara. Artinya berdasarkan kepentingan daerah masing-
potensi sumber daya dan jasa lingkungan masing. Hukum sumber daya kelautan
kelautan selayaknya dikelola secara terpadu Indonesia masih perlu memberikan ruang
untuk kepentingan dan kemakmuran seluruh pada pluralisme hukum, karena persoalan
rakyat Indonesia. kelautan di Indonesia berbeda dengan
Lebih lanjut dijelaskan, bahwa negara maritim lainnya (Dahuri et al, 2015).
wilayah laut dengan pantai merupakan Pengelolaan potensi laut yang
kawasan yang sangat menarik tempat meliputi pengelolaan hasil penangkapan
konsentrasi hasil produk hasil bumi/daratan ikan dan biota laut, SDA, transportasi laut,
dan hasil laut yang paling produktif, karena industri maritim dan jasa maritim
terletak di sepanjang garis khatulistiwa mempunyai ciri-ciri kelautan yang sama
beriklim tropis yang panas, lembab dengan yaitu kegiatan bermedia kelautan yang
curah hujan yang tinggi. Sedangkan Pasal seyogyanya mempunyai landasan
33 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa kebijaksanaan yang saling mengait dan
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang mendukung. Dengan demikian pengelolaan
terkandung di dalamnya dikuasai oleh tidak dapat dilakukan secara sendiri-sendiri
Negara dan dipergunakan untuk sebesar- yang mungkin dapat terjadi perbenturan
besarnya kemakmuran rakyat.” antar instansi yang satu dengan instansi lain,
Penjelasan tersebut dipertegas dari Pemerintah Pusat dan Daerah (Syaukani, et
hasil observasi di lapang penelitian bahwa al, 2003). Oleh karena itu,

186
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017
ISSN 2355-4721 Kebijakan Keselamatan dan Keamanan Maritim dalam Menunjang Sistem Transportasi Laut

untuk menghindari kewenangan sektoral dan tidak searah. Usaha-usaha untuk


yang mengkotak-kotakkan pembangunan mengkoordinasikan, mengintegrasikan dan
kelautan dan menghindarkan pemborosan mensosialisasikan program dan kegiatan
yang mungkin terjadi perlu adanya pengelolaan laut telah diprakarsai oleh
pengelolaan secara terpadu (Satria, 2002). Dewan Kelautan Nasional (DKN), namun
Dengan perkataan lain, pengelolaan masih sebatas menginventarisasi masalah
sumber daya kelautan harus diartikan dalam jajag pendapat, loka karya dan
sebagai pengambilan dan pemanfaatan seminar nasional. Hal tersebut dikarenakan
kekayaan laut itu dapat dilakukan secara wewenang sebuah Dewan tidak menjangkau
berkesinambungan (sustainable). Berbagai sampai pelaksanaan di lapangan, DKN
jenis komoditas dan usaha yang dapat menyelenggarakan fungsi merumuskan
digali dari sumber daya kelautan telah kebijaksanaan, memberikan pertimbangan
dilakukan, antara lain, pemanfaatan laut kepada Presiden dan melakukan koordinasi
untuk perikanan, transportasi, dengan Departemen atau lembaga terkait.
pertambangan, pariwisata, dan lain-lain. Produk DKN berupa kebijaksanaan nasional
Namun perhatian dan investasi yang telah diterapkan oleh Departemen teknis, tetapi
dilakukan terhadap potensi laut belum dalam pelaksanaannya masih banyak
merupakan upaya yang optimal. menghadapi kendala-kendala yang masih
Di samping belum sebanding dengan sulit untuk segera diterapkan di antaranya
perhatian terhadap potensi laut yang pada legal aspek dari masing-masing
dimiliki, juga berbagai kendala dalam Departemen yang merasa paling berhak
melaksanakan pembangunan di sektor menentukan kewenangannya di laut.
kelautan masih harus dihadapi, antara lain. Hal ini terjadi di Selat Malaka,
yaitu: a) Keterlibatan berbagai Departemen Pantai Utara Jawa, Selat Bali dan perairan
dan instansi secara lintas sektoral yang Selat Sulawesi. Pemanfaatan dan eksploitasi
memerlukan adanya koordinasi yang sebaik- yang terus menerus dan berlebihan
baiknya; b) Hambatan-hambatan teknis mengakibatkan menurunnya kualitas dan
eksplorasi dan pengelolaannya yang masih kuantitas sumber daya perikanan di daerah
harus dihadapi dan dicarikan jalan tersebut. Hal ini ditambah lagi dengan
keluarnya; c) Laut tampaknya masih kurang tindakan pengambilan terumbu karang,
menarik minat penanam modal, baik asing pencemaran perairan akibat limbah
mau pun pemodal dalam negeri; d) Masih perkotaan dan industri akan mengganggu
kurangnya SDM yang mampu habitat sumber daya perikanan tersebut
memanfaatkan dan mendayakan potensi (Sudwikatmono, 2001).
kelautan (Byatt, et al, 2001) sesuai dengan Kerusakan terumbu karang akibat
perkembangan iptek mutakhir. Permasalahan penangkapan ikan dengan bom, yaitu suatu
lain yang ditemukan dalam pengelolaan penggunaan ilegal bahan peledak untuk
potensi laut adalah kebijakan Pemerintah menangkap ikan, penggunaan racun asam,
yang telah dicanangkan, tetapi dalam penambangan karang dan polusi. Pemutihan
pelaksanaannya di lapangan tidak semudah terumbu karang, yang disinyalir sebagai
yang direncanakan. akibat meningkatnya suhu air laut, dan
Pemberdayaan kelautan saat ini gejala alam lainnya seperti gempa bumi
dikelola oleh berbagai Departemen dan turut berperan dalam proses perusakan
lembaga yang berkaitan dengan potensi tersebut. Menurut Pusat Pengembangan dan
kelautan, masing-masing Departemen dan Studi Oceanology, LIPI (2001) hanya 7%
lembaga tersebut mempunyai dari batuan karang masih dalam keadaan
perencanaan, program dan kebijaksanaan baik, sedangkan 70% rusak parah. Data
sendiri-sendiri sehingga sering terjadi resmi lainnya menyatakan bahwa dari total
benturan kepentingan, tumpang tindih luas batuan karang di Indonesia yang

187
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017
Muh Kadarisman ISSN 2355-4721

mencapai 60.000 meter persegi, hanya 6% sudah ditetapkan dalam Deklarasi


dalam keadaan baik. Penangkapan ikan Stockholm 1972 (Declaration of the United
dengan bom adalah suatu tindak kejahatan Nations Conference on the Human
dengan sanksi hukuman penjara 10 tahun Environment). Prinsip 17 dari Deklarasi
dan denda sebesar Rp100 juta berdasarkan tersebut menyinggung masalah pengelolaan
UU Nomor 15 Tahun 1985 tentang sumber daya alam, dengan menyatakan:
Perikanan. Namun praktek tersebut telah “Appropriate national institutions must be
menjadi gejala umum di hampir seluruh entrusted with the task of planning,
wilayah perairan Indonesia. Padahal, managing or controlling the environmental
praktek pemboman ikan sebelumnya juga resources of States with a view to
telah memberikan pengaruh merusak enchancing environmental quality”. Hal ini
terhadap sejumlah ikan lainnya. menegaskan tentang pencegahan dan
penanggulangan pencemaran bersumber dari
c. Jaminan Pengelolaan Pelestarian kapal. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
Lingkungan Hidup di Laut UU Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan
Dalam bahasan tentang jaminan Indanesia, mengatur batas-batas laut yang
pengelolaan pelestarian lingkungan hidup di termasuk sebagai perairan Indanesia yaitu
laut ini, berikut dijelaskan hasil FGD bahwa terdiri dari laut teritarial selebar 12 mil laut
istilah pengelolaan merupakan terjemahan dari garis pangkal, perairan kepulauan
dari istilah managemen, yang mencakup berupa seluruh perairan yang dibatasi garis
kegiatan-kegiatan perencanaan, penataan, pangkal lurus kepulauan yang mengelilingi
pelaksanaan, pemanfaatan, dan pengawasan. negara kepulauan Indanesia, dan perairan
Dalam konteks ini, terdapat sebuah definisi pedalaman atau perairan daratan.
yang mendekati pokok persoalan yang Dari hasil wawancara mendalam
dibahas yaitu dalam UU Nomor 23 Tahun dengan para Informan menegaskan bahwa
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan tiga kompanen perairan Indanesia tersebut
Hidup. Pasal 1 butir (2) adalah wilayah kedaulatan negara RI secara
UU ini mengemukakan perumusan vertikal ke ruang udara di atas dan ke dasar
tentang pengelolaan lingkungan hidup, laut bahkan di bumi di bawahnya, termasuk
adalah upaya terpadu untuk melestarikan sumber kekayaan alam yang terkandung di
fungsi lingkungan hidup yang meliputi dalamnya. Kedaulatan negara RI bertambah
kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, luas dengan Zona Ekonomi Eksklusif
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, Indonesia (ZEEI) sebatas 200 mil laut diukur
pengawasan dan pengendalian lingkungan dari garis pangkal lurus kepulauan. Negara
hidup. RI berdaulat melakukan eksplorasi dan
Salah satu kelemahan pokok UU eksploitasi ekonamis zona tersebut,
Nomor 23 Tahun 1997 adalah dalam hal pengelolaan dan konservasi SDA hayati dan
proses hukum pencemar dan perusakan non hayati dari dasar laut dan tanah di
lingkungan. UU ini beserta turunannya, bawahnya serta dari air di atasnya.
terlalu prosedural dalam menjerat pelaku Laut beserta sumber daya yang ada
pencemaran. Sehingga, secara hukum, dilindungi dari pencemaran dan kerusakan
seseorang yang melakukan pencemaran, lingkungan laut. Untuk itu perairan
sangat mudah membuktikan bahwa Indonesia dan ZEEI harus dilindungi
mereka tidak terbukti secara hukum hukum pencemaran secara nasional dan
melakukan kesalahan. Di samping itu, internasional. Ditegaskan bahwa UU
prosedur pembuktian pencemaran Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran
lingkungan terlalu kompleks dan rumit. mensyaratkan upaya pencegahan dan
Hasil observasi menegaskan bahwa penanggulangan pencemaran yang berasal
prinsip pengelolaan SDA, sesungguhnya dari kapal pada pasal-pasal 65, 66, 67, 68

188
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017
ISSN 2355-4721 Kebijakan Keselamatan dan Keamanan Maritim dalam Menunjang Sistem Transportasi Laut

dan ketentuan pidana pada pasal-pasal konvensi tersebut telah diratifikasi masing-
119, 120, dan 121 sebagaimana dapat masing dengan Keputusan Presiden Nomor
dirangkum berikut ini: Resume Ps 65- 46 Tahun 1986 tentang Ratifikasi Konvensi
68 UU Pelayaran. Setiap kapal, dilarang MARPAL dan UU Nomor 17 Tahun
melakukan pembuangan limbah atau bahan 1985 tentang Ratifikasi UNCLAS’82.
lain kalau tidak memenuhi persyaratan. Ditegaskan bahwa pengertian pencemaran
Wajib dilengkapi dengan peralatan pen- adalah memasukkan secara langsung atau
cegahan pencemaran sebagai bagian tidak langsung ke dalam lingkungan laut,
persyaratan kelaiklautan kapal. termasuk estuari suatu zat atau energi yang
Selanjutnya hasil proses triangulasi dapat mengakibatkan kerusakan sumber
menjelaskan bahwa setiap Nakhoda, daya laut, berbahaya terhadap kesehatan
wajib mencegah terjadinya pencemaran manusia, mematikan usaha perikanan,
yang bersumber dari kapalnya. Wajib dan menurunkan kualitas laut sampai
menanggulangi pencemaran yang tingkat tertentu sehingga tidak dapat lagi
bersumber dari kapalnya. Wajib melaporkan dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
pencemaran laut yang bersumber dari Dalam rangka melindungi dan
kapalnya atau dari kapal lain. Setiap memelihara kelestarian lingkungan laut
operator, bertanggung jawab terhadap dari berbagai macam pencemaran terlebih
pencemaran yang bersumber dari kapalnya. pencemaran minyak yang bersumber dari
Wajib mengasuransikan tanggung jawabnya kapal, perangkat hukum nasional dan
terhadap pencemaran yang bersumber internasional telah diberlakukan (Mauna,
dari kapalnya. Resume ps 119-121 UU 2001), yakni 1) Undang-Undang Pelayaran
Pelayaran, bahwa perorangan/oknum, pasal-pasal 65-68 dan 119-1; 2) konvensi
membuang limbah dipidana penjara 5 tahun MARPOL’73/78 yang terdiri dari 20
atau denda Rp120.000.000. Membuang pasal, 3 protokol, 5 lampiran (annex I dan
limbah mengakibatkan kerusakan II mandatary), dan beberapa lampiran
lingkungan hidup dipindana 10 tahun atau tambahan; dan 3) konvensi PBB tentang
denda Rp240.000.000. Nakhoda, tidak hukum laut atau UNCLOS’82 pada part
melakukan penanggulangan pencemaran XII pasal 192-237 mengatur pencemaran
yang bersumber dari kapalnya dipidana bersumber dari kapal dan non kapal. ISM
penjara 2 tahun atau denda Rp48 juta. code dan SMS pada hakikatnya merupakan
Operator kapal, tidak mengasuransikan seperangkat metode meningkatkan kualitas
tanggung jawabnya atas pencemaran yang manajemen perusahaan pelayaran dalam
bersumber dari kapalnya dipidana penjara rangka menghindari risiko kecelakaan
3 bulan atau denda Rp12 juta. dan pencegahan serta penanggulangan
Terdapat hal yang perlu dielaborasi pencemaran yang bersumber dari kapal.
bahwa pada tingkat internasional, Dalam UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang
pencegahan dan penanggulangan Pelayaran, ditegaskan bahwa angkutan
pencemaran diatur dengan konvensi laut diatur dalam Pasal 27 dan 28, dalam
International Maritime Organizatian (IMO) Pasal 27 dijelaskan yaitu; untuk melakukan
melalui Marine Environment Protectian kegiatan angkutan di perairan orang
Committee (MEPC) yaitu yang dikenal perseorangan warga negara Indonesia atau
dengan sebutan Konvensi MARPAL’73/78, badan usaha wajib memiliki izin usaha.
khusus pencemaran yang bersumber dari
kapal (Nonet, 2003). Sedangkan untuk
pencemaran yang bersumber dari kapal SIMPULAN
mau pun non-kapal diatur di dalam 46
pasal konvensi UNCLAS’82 yakni pasal- Pelayaran atau angkutan laut di Indonesia
pasal 192 sampai dengan 237. Kedua belum secara optimal berkembang namun

189
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017
Muh Kadarisman ISSN 2355-4721

mempunyai potensi kuat dikembangkan, kebijakan di bidang kemaritiman yang


mengingat karakteristiknya mampu tepat dan handal. Kebijakan pemerintah di
melakukan pengangkutan secara massal. bidang kemaritiman, baik industri
Kegiatan pelayaran laut tersebut, belum perikanan mau pun industri pelayaran
sepenuhnya mampu mendorong dan belum dilaksanakan secara konsisten
menunjang pembangunan nasional demi sesuai dengan Undang-Undang yang
meningkatkan kesejahteraan masyarakat berlaku. Selama ini pengembangan potensi
sebagaimana yang diamanatkan oleh maritim terbentur masalah struktural, dan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar belum ada kesadaran politis secara
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. nasional tentang betapa besarnya potensi
Oleh karena itu, sistem keselamatan dan ekonomi, perikanan, dan kemaritiman.
keamanan maritim menjadi faktor kunci Sehingga, dibutuhkan keberpihakan
yang harus diperhatikan dan sebagai dasar kebijakan sektor maritim, baik melalui
serta tolok ukur bagi pengambil kebijakan kebijakan makro, fiskal, mau pun moneter.
guna menunjang sistem transportasi laut. Hingga saat ini masih sedikit yang
Pelayaran kapal laut di Indonesia diketahui tentang kandungan potensi sumber
masih sering mengalami kecelakaan, baik daya kelautan nasional Indonesia, namun
karena faktor alam misalnya kapal diprediksi bahwa potensi yang terkandung
tenggelam karena dihantam ombak besar, memberikan akses yang hampir tidak
kapal terbakar karena terkena petir, dll mau terbatas untuk dilakukan eksploitasi demi
pun karena human error misalnya kelalaian kepentingan Negara dan kemakmuran
nakhoda sehingga kapal menabrak karang, masyarakat Indonesia secara optimal. Di
atau kemampuan (ability), pengetahuan samping itu, posisi geografis Indonesia yang
(knowledge) mau pun keterampilan (skill) sangat strategis baik secara fisik mau pun
nahkoda kurang, hingga gagal bersandar ke ekonomi, telah dan akan terus menjadi pusat
pelabuhan, dll yang semuanya membuktikan perhatian masyarakat dunia, baik dari segi
bahwa sistem keselamatan dan keamanan ekonomi mau pun dari segi ilmiah.
pelayaran di Indonesia Tingginya keanekaragaman hayati
belum berjalan optimal. Pemahaman dan (biodiversity) di wilayah pesisir dan perairan
latar belakang perspektif maritim di laut Indonesia, membuka pintu bagi
Indonesia merupakan sebuah permasalahan dilakukannya berbagai penelitian dan
yang sangat krusial. Fenomena demikian pengembangan keanekaragaman hayati
berimbas ke berbagai kebijakan yang akan tersebut.
dikeluarkan oleh Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman RI menjadi sangat
strategis dan signifikan. Upaya DAFTAR PUSTAKA
pembangunan kemaritiman di Indonesia
bukan hal yang mudah, permasalahan Atmasasmita, Romli, 2002. Menata
ini dikarenakan latar belakang karakter Kembali Masa Depan
maritim yang kian memudar. Pembangunan Hukum Nasional,
Persepsi tentang kemaritiman makalah dalam Lokakarya Program
masih berupa puzzle yang belum optimal Legislasi Nasional, Cisarua- Bogor.
tersusun secara benar. Keterlibatan Bratakusumah, Deddy, Supriady &
berbagai pihak (stakeholder) di bidang Dadang Solihin, 2003. Otonomi
kemaritiman tersebut mampu menjadi Penyelenggaraan Pemerintahan
kekuatan penyangga bagi Pemerintah Daerah, Jakarta, Gramedia Pustaka
dalam strategi pengambilan kebijakan, Utama.
merencanakan, memformulasikan, Byatt, A. Fothergill & M. Holmes, 2001.
mengimplementasikan, dan mengevaluasi The Blue Planet: A Natural History of

190
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017
ISSN 2355-4721 Kebijakan Keselamatan dan Keamanan Maritim dalam Menunjang Sistem Transportasi Laut

the Oceans, London, BBC Worlwide – IPB, Partnership for Governance


Ltd. Reform in Indonesia, Jakarta, PT
Dahuri, Rokhmin, 2003. Pustaka Cidesindo.
Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Syaukani, H., HR. Afan Gaffar, & Ryaas
Pembangunan Berkelanjutan Rasyif, 2003. Otonomi Daerah
Indonesia, Jakarta, Penerbit Dalam Negara Kesatuan, Jakarta,
Gramedia Pustaka Utama. Penerbit Pustaka Pelajar bekerjasama
Haeruman, Herman, 2001. Meningkatkan dengan Pusat Pengkajian Etika Politik
Peranan Lautan dalam Pembangunan dan Pemerintahan.
Nasional, dalam buku John Pieris Supriharyono, 2002. Pelestarian dan
(ed), 2001. Pengembangan Pengelolaan Sumberdaya Alam Di
Sumberdaya Kelautan, Jakarta, Wilayah Pesisir Tropis, Jakarta,
Pustaka Sinar Harapan. Penerbit PT Gramedia Pustaka
Kusumaatmadja, Mochtar, 2002. Utama.
Perlindungan dan Pelestarian
Lingkungan Laut, Dilihat dari Sudut Sudwikatmono, 2001. Strategi dan Pola
Hukum Internasional dan Nasional, Pengusahaan Sumberdaya Kelautan,
Jakarta, diterbitkan oleh Pusat Studi dalam buku John Pieris (ed.), 2001.
Wawasan Nusantara bekerjasama Pengembangan Sumberdaya
dengan Penerbit Sinar Grafika. Kelautan, Pustaka Sinar Harapan.
__________, 2002. Hukum Laut Tribawono, H. Djoko, 2002. Hukum
Internasional, Bandung, BPHN - Perikanan Indonesia, Bandung,
Binacipta. Citra Aditya Bakti.
Tebbit, Mark, 2000. Philosophy of Law,
__________, 2002. The Concept of the London, Reutledge.
Indonesian Archipelago, Indonesian Wahyono, Ary et al, 2000. Hak Ulayat
Quarterly X, No. 4. Laut Di Kawasan Timur Indonesia,
__________, 2002. Konsep-konsep Hukum Jakarta, Penerbit Media Pressindo.
Dalam Pembangunan (Kumpulan Direktorat Jenderal Hubungan Darat
Tulisan), Bandung, Alumni. Kementerian Perhubungan, Tahun
Keraf, Sony, 2002. Etika Lingkungan, 2017.
Jakarta, Penerbit Buku Kompas. [UUD 1945] Undang-Undang Dasar
Kusumastanto, Tridoyo, 2002. Reposisi Negara Republik Indonesia 1945.
“Ocean Policy” Dalam Jakarta: UURI
Pembangunan Ekonomi Indonesia [UURI] Undang-Undang Republik
Di Era Otonomi Daerah, Orasi Indonesia No. 23 Tahun 1997
Ilmiah Guru Besar Tetap Bidang tentang Pengelolaan Lingkungan
Ilmu Kebijakan Ekonomi Perikanan Hidup. Jakarta: UURI
dan Kelautan, Fakultas Perikanan [UURI] Undang-Undang Republik
dan Ilmu kelautan, IPB - Bogor, Indonesia No. 6 Tahun 1996 tentang
tanggal 21 September 2002. Perairan Indonesia. Jakarta: UURI
_________, 2003. Ocean Policy Dalam [UURI] Undang-Undang Republik
Membangun Negeri Bahari Di Era Indonesia No. 21 Tahun 1992
Otonomi Daerah, Jakarta, Gramedia. tentang Pelayaran. Jakarta: UURI
Mauna, Boer, 2001. Hukum Internasional, [UURI] Undang-Undang Republik
Pengertian, Peranan dan Fungsi Indonesia No. 17 Tahun 1985
Dalam Era Dinamika Global, tentang Pengesahan United Nations
Bandung, Penerbit: Alumni. Convention on the Law of the Sea
Satria, Arif et al, 2002. Menuju (UNCLOS) 1982. Jakarta: UURI
Desentralisasi Kelautan, diterbitkan [UURI] Undang-Undang Republik
atas kerjasama Pusat Kajian Agraria

191
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017
Muh Kadarisman ISSN 2355-4721

Indonesia No. 5 Tahun 1983 tentang


Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Jakarta: UURI
Hubungan Masyarakat Kementerian
Perhubungan (Humas Kemenhub),
Tahun 2017.
[UURI] Undang-Undang Republik
Indonesia No. 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran. Jakarta: UURI

192
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017

Anda mungkin juga menyukai