Anda di halaman 1dari 20

BAGAIMANA AGAMA MENJAMIN KEBAHAGIAAN

Penyusun :
Aldo Fachrudin Arrozi (18/431314/TK/47907)
Thoriq Wisnu Aditama (18/428983/TK/47485)
Rumaisha Nur Azizah (18/428982/TK/47484)
Ahmad Bukhari (18/428961/TK/47463)
Asri Assifa Nurlaeli (18/428966/TK/47468)

Program Studi Teknik Nuklir


Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Terima kasih juga
kepada teman-teman yang sudah meluangkan waktu untuk membantu
menyelesaikan makalah. Makalah ini berisi tentang informasi-informasi yang
berhubungan dengan cara agama dalam mnjamin kebahagiaan umatnya. Semoga
bermanfaat.
DAFTAR ISI

Halaman Judul .............................................................................................. i


Kata Pengatar................................................................................................ ii
Daftar Isi....................................................................................................... iii
Abstrak ......................................................................................................... v
BAB I Pendahuluan .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................... 2
BAB II Kajian Teori.................................................................................. 3
2.1 Kebahagiaan .......................................................................... 3
2.2 Kebahagiaan Hakiki ............................................................... 3
2.3 Agama .................................................................................. 4
Bab III Pembahasan .................................................................................. 6
3.1 Agama menjamin kebahagiaan............................................... 7
3.2 Aspek kebahagiaan ............................................................... 7
3.3 Hasil Penelitian Tentang Kebahagiaan .................................. 7
3.4 Indonesia Belum Termasuk Negara Bahagia .......................... 9
3.5 Menggali Sumber Historis, Psikologis, Sosiologis, dan
Teologis tentang Pemikiran Agama sebagai Jalan
Menuju Kebahagiaan.............................................................. 10
3.6 Prinsip Bahagia dalam Islam .................................................. 11
Bab IV Penutupan ..................................................................................... 15
4.1 Kesimpulan............................................................................ 15
Daftar Pustaka ............................................................................................ 16
BAGAIMANA AGAMA MENJAMIN KEBAHAGIAAN MANUSIA
ABSTRACT

Kebahagiaan adalah perasaan positif setiap orang yang biasanya dikatikan


dengan kesuksesan. Seseorang yang memperoleh kesehatan, kedamaian,
popularitas, dan jabatan tinggi sering disebut orang bahagia. Namun pada
hakekatnya, manusia akan selalu mencari kebahagiaan karena sering kali
kebahagiaan yang mereka rasakan hanyalah semu. Itu sebabnya mereka bertuhan
karena tuhan adalah sumber kebahagiaan hakiki. Peran agama adalah sebagai
dasar kebahagiaan. Apakah benar? Agama adalah landasan dan fundamen,
sedangkan jabatan dan kedudukan adalah penjaganya. Barang siapa yang tidak
memiliki fondasi, maka akan roboh. Sebaliknya, barang siapa yang tidak
mempunyai penjaga, maka akan kehilangan. Menurut pendapat Ibnul Qayyim al-
Jauziyyah, untuk menggapai kebahagiaan itu mengharuskan adanya kondisi hati
yang sehat (qalbun salīm), maka yang perlu kita lakukan adalah mengetahui
karakteristik hati yang sehat dan cara mengobati hati yang sakit agar hati dapat
kembali sehat. Dari data survei selama 18 tahun yang dilakukan pada 20.000
responden dari tahun 1972-1990 didapatkan mereka yang beragama lebih bahagia
dibandingkan mereka yang tidak beragama. Jadi dapat disimpulkan jika agama
berkaitan dengan kebahagiaan, kepuasan hidup, dan pandangan positif. Dalam kata
lain, agama memberi dampak positif pada penganutnya seperti membuat
ketenangan, optimis, kepercayaan dengan yang lain, dan menghindari hal-hal
negatif. Agama selalu mendatangkan kebahagiaan bagi pemeluknya manakala
mengandung nilai-nilai universal seperti keadilan, kejujuran, solidaritas, dan
kejujuran sehingga menciptakan relasi positif diantara para pemeluknya. Dengan
hidup beragama, maka dapat membawa kebahagiaan bagi lingkungan sosial
maupun diri sendiri.

Kata kunci : Agama, kebahagiaan, kebahagiaan hakiki


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam kehidupan, manusia seringkali mendapat kebahagiaan. Misalkan,


mahasiswa yang berprestasi, wirausahaan yang sukses, dan lainnya.
Kebahagiaan juga bisa didapat dari hal kecil seperti melihat senyuman orang,
saling menyapa dengan teman, dan masih banyak lagi. Namun, manusia tidak
pernah puas akan kebahagiaan hingga mereka menemukan kebahagiaan yang
hakiki. Setiap manusia menghendaki kehidupan yang bahagia. Tidak ada
satupun manusia yang ingin hidup susah, gelisah, dan tidak merasakan
ketentraman. Akan tetapi setiap manusia memiliki prinsip dan cara pandang
yang berbeda dalam mengukur kebahagiaan. Karena yang paling
mempengaruhi sesorang dalam mengukur kebahagiaan adalah prinsip dan
pandangan hidup yang dipijaknya.
Dalam konteks agama sumber kebahagiaan yang hakiki berasal dari tuhan.
Kebahagiaan dalam agama dapat dibagi menjadi kebahagian dunia dan
akhirat. Dalam pencarian kebahagiaan di dunia, manusia memiliki banyak
jalan tersendiri tergantung masing-masing individu. Namun, bagi yang
percaya adanya akhirat, manusia perlu berpegang teguh pada ketentuan-
ketentuan agama.

Dalam menjalankan perintah-perintah dan menjauhi larangan- larangan


dalam agama manusia telah diijanjikan kebahagiaan akhirat. Namun apakah
dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan dalam agama, manusia
akan mendapatkan kebahagian dunia? Dalam Islam, Al-quran dan hadis
merupakan pedoman hidup manusia di dunia. Dengan demikian umat Islam
telah di beri petunjuk bagaimana cara menjalani hidup dan mempersiapkan
kehidupan di akhirat. Begitupula dengan kebahagiaan di dunia dan di akhirat
yang merupakan bagian dari perjalanan hidup manusia. Karena pada dasarnya
kehidupan dunia hanya sementara

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah yang
diajukan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana agama menjamin kebahagiaan?
2. Apa aspek kebahagiaan?
3. Apakah bukti penilitian jika agama dapat menjamin kebahagiaan?
4. Kenapa negara indonesia tidak termasuk negara yang warganya
bahagia?
5. Apa saja sumber pemikiran bahwa agama sebagai jalan menuju
kebahagiaan?
6. Apa prinsip bahagia dalam islam?

1.3 Tujuan Makalah


1. Untuk mengetahui hubungan agama dalam kebahagiaan
2. Untuk mengetahui macam-macam indikator kebahagiaan
3. Untuk membuktikan agama dapat menjamin kebahagiaan
4. Untuk mengetahui penyebab negara indonesia tidak bahagia
5. Untuk mengetahui sumber pemikiran bahwa agama sebagai jalan
menuju kebahagiaan.
6. Untuk mengetahui prinsip bahagia dalam islam

2
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Kebahagiaan

Kebahagiaan didefinisikan sebagai kondisi psikologis yang positif, yang


ditandai oleh kepuasan terhadap masa lalu, tingginya kepuasan terhadap masa
lalu, tingginya tingkat emosi positif, dan rendahnya tingkat emosi negatif (Carr
dalam Astuti, 2007).

Kebahagiaan sesungguhnya merupakan suatu hasil penilaian terhadap diri


hidup yang memuat emosi positif, seperti kenyamanan dan kegembiraan yang
meluap-meluap, maupun aktivitas positif yang tidak memenuhi komponen emosi
apapun, seperti absorbsi dan keterlibatan (Seligman, 2005).

Kebahagiaan merupakan evaluasi yang dilakukan seseorang terhadap


hidupnya, mencakup segi kognitif dan afeksi. Evaluasi kognitif sebagai komponen
kebahagiaan seseorang diarahkan pada penilaian kepuasan individu dalam
berbagai aspek kehidupan, seperti pekerjaan, keluarga, dan pernikahan.
Sedangkan evaluasi afektif merupakan evaluasi mengenai seberapa sering
seseorang mengalamu emosi positif dan negatif (Diener dalam Astuti, 2007).

Menurut Al-Alusi bahagia adalah perasaan senang dan gembira karena bisa
mencapai keinginan/cita-cita yang dituju dan diimpikan. Menurut Syamsi,
kebahagiaan tidak terletak pada apa yang kita miliki, akan tetapi kebahagiaan
terletak pada bagaimana kemampuan kita memanfaatkannya dengan baik dan
tepat. Kebahagiaan juga tidak terletak pada apa yang kita inginkan, tetapi terletak
pada manfaat yang bisa kita dapatkan dari kebahagiaan tersebut.

Berdasarkan penjelasan dari beberapa tokoh di atas maka dapat disimpulkan


bahwa kebahagiaan diartikan sebagai hasil penilaian diri terhadap kepuasan hidup
yang ditandai dengan munculnya emosi dan aktivitas positif di sebagian besar
waktu serta keseimbangan dalam menjalankan hidup yang ditentukan oleh empat
aspek yaitu material, emosional, intelektual, dan spiritual. Setiap orang
merupakan penilai utama mengenai kebahagiaan yang mereka rasakan kerana
mereka adalah pihak yang terlibat langsung.

2.2. Kebahagiaan Hakiki

Menurut Al-Ghzali, kebahagiaan merupakan kunci utama konsep kepribadian


yang diterapkan apabila wujud sesuatu yang dicari di dunia ini, tetapi mungkin
hasilnya akan diperoleh pada hari akhirat dengan keimanan dan ketakwaan kepada
Allah SWT. Tambah beliau lagi, kebahagiaan yang hakiki hanya diberikan pada
roh yang sadar pada hari akhirat kelak. Al-Ghazali membagikan konsep
kebahagiaan kepada dua aspek, yaitu aspek negatif dan positif.

Aspek negatif berhubung dengan berhubung dengan kepuasan manusia di


dunia. Kepuasan yang timbul ini didorong oleh nafsu dan bisikan setan yang
3
senantiasa menyesatkan manusia. Pada pandangannya, dunia hanyalah sebuah
tempat yang dilalui oleh pengunjung dalam laluan perjalanan mereka menuju
akhirat. Manusia kadang terlupa akan tujuan hidupnya di dunia dan mudah tertipu
dengan godaan dunia. Al-Ghazali banyak menekankan kebahagiaan di akhirat
yang merupakan kebahagiaan positif, tetapi bukan berarti beliau menolak akan
kebahagiaan di dunia. Contohnya, kegembiraan hasil perkawinan, memperoleh
makanan dan uang. Yang terpenting dapat mendatangkan manfaat pada manusia
yang dapat menambahkan keimanan pada Allah SWT.

Jadi kebahagiaan di dunia hanya bersifat sementara, sedangkan kebahagiaan di


akhirat bersifat hakiki.

2.3. Agama

Menurut Daradjat (2005), agama adalah proses hubungan manusia yang


dirasakan terhadap sesuatu yang diyakini, bahwa sesuatu lebih tinggi dari pada
manusia. Sedangkan Glock dan Stark mendefinisikan agama sebagai sistem
simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembaga
manakala semuanya terpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang
paling maknawi.

Clffort Geertz mengistilahkan agama sebagai sebuah sistem simbol-simbol


yang berlaku untuk menetapkan suasana hati dan motivasi-motivasi yang kuat
dan tahan lama dalam diri manusia dengan merumuskan konsep-konsep mengenai
suatu tatanan umum eksistensi dan membungkus konsep-konsep ini dengan
semacam pancaran faktualitasm sehingga suasana hati dan motivasi-motivasi itu
tampak realistis.

Menurut Elizabeth K. Nottingham dalam buku Jalaludin, agama adalah gejala


yang begitu sering “terdapat di mana-mana”, dan agama berkaitan dengan usaha-
usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaan diri sendiri dan
keberadaan alam semesta. Selain itu agama dapat membangkitkan kebahagiaan
batin yang paling sempurna dan juga perasaan takut dan ngeri. Meskipun
perhatian tertuju kepada adanya suatu dunia yang tak dapat dilihat (akhirat),
namun agama melibatkan dirinya dalam masalah-maslaah kehidupan sehari-hari
di dunia.

Sedangkan menurut Max Muller dalam buku Allan Menzies mengatakan


bahwa “Agama adalah suatu keadaan mental atau kondisi pikiran yang bebas dari
nalar dan pertimbangan sehingga menjadikan manusia mampu memahami Yang
Maha Tak Terbatas melalui berbagai nama dan perwujudan. Tanpa kondisi seperti
ini tidak akan ada agama yang muncul”. Definisi ini mengindikasikan bahwa
hanya ada satu cara agar manusia bisa meyakini keberadaan Yang Mahatinggi,
yakni dengan menemukan sesuatu yang bisa membantu mereka melewati batasan-
batasan nalar dan yang tidak mereka pahami melalui sebuah proses intelektual.
Definisi Muller yang mengesampingkan sisi praktikal dan elemen pemujaan dari
agama ini bisa dibilang sangat fatal. Hal ini karena sebuah agama tidak akan
muncul tanpa ada keduanya.
4
Dari penjelasan diatas maka agama adalah suatu kepercayaan yang meyakini
adanya keberadaan Yang Mahakuasa yang patut disembah oleh pemujanya agar
memperoleh pertolongan dalam hidupnya.

5
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Agama Menjamin Kebahagiaan

Kunci beragama berada pada fitrah manusia. Dalam teologi islam dijelaskan,
bahwa setiap manusia lahir dalam kesucian yakni suci dari dosa dan beragama
yakni islam. Tugas manusia adalah berupaya agar kesucian dan keimanan terus
terjaga dalam hatinya hingga kembali kepada Allah.

Allah berfirman dalam Al-Quran, Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus


kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS Ar-Rum/30:30).

Yang dimaksud fitrah Allah pada ayat di atas adalah bahwa manusia
diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada
manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak
beragama tauhid itu karena disebabkan banyak faktor antara lain pengaruh
lingkungan.

Salah satu contoh, manusia dilahirkan ke dunia dalam keadaan sempurna;


dilengkapi dengan pancaindera yang sempurna dan hati yang secara rohani telah
beragama Islam. Kelima pancaindera itu memiliki tugas dan fungsi masing-
masing yang tidak sama tetapi saling mendukung. Mata untuk melihat, telinga
untuk mendengar, hidung untuk membau, lidah untuk merasakan, dan kulit untuk
perabaan. Semua itu merupakan fungsi-fungsi yang sesuai dengan fitrah Allah.
Seandainya pancaindera itu difungsikan dengan tidak sesuai dengan fitrah
masing-masing, tentu akan menimbulkan ketidaknyamanan yang ujungnya
ketidaksenangan dan ketidakbahagiaan. Jadi, hidup beragama itu adalah fitrah,
dan karena itu, manusia merasakan nikmat, nyaman, aman, dan tenang.
Sedangkan apabila hidup tanpa agama, manusia akan mengalami ketidaktenangan,
ketidaknyamanan, dan ketidaktentraman yang pada ujungnya ia hidup dalam
ketidakbahagiaan. Oleh karena itu, bahagia adalah menjalani hidup sesuai dengan
fitrah yang telah diberikan Allah kepada manusia.

Menurut Al-Quran, manusia adalah makhluk rohani, makhluk jasmani, dan


makhluk sosial. Sebagai makhluk rohani, manusia membutuhkan ketenangan
jiwa, ketenteraman hati dan kebahagiaan rohani. Kebahagiaan rohani hanya akan
didapat jika manusia dekatdengan pemilik kebahagiaan yang hakiki. Menurut
teori mistisime Islam, bahwa Tuhan Mahasuci, Mahaindah, dan Mahasegalanya.
Tuhan yang Mahasuci itu tidak dapat didekati kecuali oleh jiwa yang suci. Oleh
karena itu, agar jiwa bisa dekat dengan Tuhan, maka sucikanlah hati dari segala
kotoran dan sifat-sifat yang jelek. Bagaimana cara mensucikan jiwa agar bisa
dekat dengan Tuhan? Untuk menjawab hal ini, agamalah yang mampu memberi
penjelasan. Atau dapat dikatakan hanya agama yang mempunyai otoritas untuk

6
menjelaskan hal ini. Tanpa agama, manusia akan salah jalan dalam menempuh
cara untuk bisa dekat dengan Tuhan.

3.2. Aspek Kebahagiaan

Diener dkk (dalam Yanuar, 2012;18) mengelompokkan aspek kebahagiaan


dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1. Komponen aspek kebahagiaan oleh Diener

Komponen Kognitif Komponen Afektif


Domain Kepuasan Affect Positif Affect Negatif
Diri sendiri Pandangan Kebahagiaan Depresi
signifikan orang
lain mengenai
kehidupan dirinya
Keluarga Kepuasan dengan Kegembiraan Kesedihan
jalannya peristiwa
hidup
Teman sebaya Pandangan Perasaan suka cita Iri, Cemburu
signifikan orang
lain mengenai
kehidupan dirinya
Kesehatan Kepuasan dengan Kebanggaan Marah
masa lalu
Keuangan Kepuasan dengan Kasih sayang Stress
masa yang akan
datang
Pekerjaan Keinginan untuk Beriang hati Perasaan malu dan
merubah hidup bersalah
Waktu luang Kepuasan dengan Kepuasan Kecemasan
jalan peristiwa
hidup

3.3. Hasil Penelitian Tentang Kebahagiaan

Riset yang menjadi fondasi hubungan agama dan kebahagiaan, salah satunya
dikerjakan oleh General Sosial Survey. Tak nangung-nanggung, survei ini
dikerjakan selama 18 tahun dari tahun 1972-1990. Survei ini juga melibatkan total
20.000 responden. Survei mengeksplor dua jenis responden. Pertama responden
yang sampai usia 16 tahun masih mengikatkan diri pada agama. Namun ketika
survei dilakukan, responden itu tak lagi mengikatkan diri pada agama. Kedua
sampel yang sampai usia 16 tahun sudah/tetap mengikatkan diri dengan agama.
Ketika survei dilakukan, responden itu masih mengikatkan diri pada agama.

Survei mendapatkan dua komunitas yang kontras, yaitu yang masih beragama
dan yang tak lagi memerlukan agama dalam hidupnya. Kebahagiaan juga
dioperasionalkan dalam tiga kategori: sangat bahagia, bahagia, kurang bahagia.
7
Level kebahagian disimpulkan berdasarkan self-claim: pengakuan dari responden
sendiri. Dari data yang terkumpul dan dibuat uji statistic (lihat pada gambar 1.),
mereka yang berafiliasi dengan agama lebih bahagia dibandingkan mereka yang
tidak berafiliasi dengan agama.

Aneka studi lanjutan mencoba mengulang riset ini dengan responden, dan
metode yang berbeda. Namun secara garis umum, riset lanjutan itu tiada yang bisa
mematahkan kesimpulan: adanya korelasi positif antara kehidupan beragama
dengan kebahagiaan, life satisfaction, subyective well-being.

Sisi apa dari kehidupan agama yang secara langsung menyebabkan


penganutnya lebih bahagia? Studi dari Diener dan Seligman menemukan
jawabannya ada pada social network antara penganut agama itu. Ketika variabel
social network ditiadakan, mereka yang beragama dan tidak beragama tak lagi
berbeda. Studi itu menyimpulan, kehidupan agama lebih mampu melahirkan
social network antar pengikutnya yang lebih meaningful dan akrab. Dalam relasi
social network itu, penganut agama saling berbagi, saling peduli, saling
membantu. Social network ini yang membuat penganut agama lebih berbahagia.

Social network dengan motif agama itu belum tertandingi oleh social network
budaya yang lebih sekuler. Studi dari Salsman dan Carlson menemukan bahwa
kunci penting dalam kehidupan beragama adalah social support. Mereka yang
berkomunitas dalam agama merasakan saling membantu, saling mengasihi selaku
saudara seiman. Rasa saling mendukung dalam keluarga seiman ini yang
membuat penganut agama lebih aman, kuat dan bahagia.

Social support jenis ini tetap lebih powerful dibandingkan social support
kultur yang lebih sekuler. Okulizc-Kozaryn mendetailkan temuan soal hubungan
agama dengan kebahagian. Data yang ia punya menunjukkan nuansa lain. Bahwa
penganut agama yang hidup dalam negara yang kental agamanya lebih bahagia
dibandingkan yang hidup dalam negara yang lebih sekuler. Sebaliknya, mereka
yang kurang beragama lebih bahagia hidup di negara yang sekuler ketimbang di
negara yang kental agamanya. Peneliti ini memberikan tambahan insight bahwa
norma sosial yang dominan di sebuah negara juga mempengaruhi level
kebahagiaan mereka yang bergama ataupun yang tidak beragama.

8
Gambar 1. Religion, politics, and happiness, 2004. Source: General Social
Survey

3.4. Indonesia Belum Termasuk Negara Bahagia

Gambar 2. Laporan Kebahagiaan Dunia 2018

Dapat dilihat pada gambar 2 bahwa Negara Indonesia masih jauh untuk
dikatakan sebagai negara bahagia. Padahal Indonesia adalah negara beragama
sesuai pancasila sila pertama. Berdasarkan data sensus tahun 2010, 87,18% dari
237.641.326 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 6,96% Protestan, 2,9%
Katolik, 1,69% Hindu, 0,72% Buddha, 0,05% Konghucu, 0,13% agama lainnya,
dan 0,38% tidak terjawab atau tidak ditanyakan. Dalam UUD 1945 dinyatakan
bahwa "tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan
mempraktikkan kepercayaannya" dan "menjamin semuanya akan kebebasan untuk
menyembah, menurut agama atau kepercayaannya". Walau negara Indonsesia bisa
dikatakan negara beragama, tetapi realitasnya Indonesia masih jauh untuk
dikatakan sebagai negara bahagia. Berdasarkan laporan kebahagiaan dunia tahun
9
2018, indonesia berada di peringkat 96 dari 156. Pertanyaan menarik, apakah
agama memang bisa membuat seseorang bahagia?

Sebelum itu, kita lihat seperti apa kondisi negara indonesia saat ini. Indonseia
masih memiliki banyak masalah yang belum terselesaikan, masalah terbesarnya
adalah :

1. Maraknya kemunculan kasus korupsi


2. Pelanggaran HAM masih sering terjadi
3. Masalah SARA terus bermunculan
4. Hukum yang bisa dijual dan dibeli
5. Banyaknya konflik di berbagai daerah
6. Teknologi masih rendah

Ini terjadi karena warga negara indonesia masih belum menerapkan syariah
yang telah ditetapkan agama mereka masing-masing. Semua agama mengajarkan
hal baik dan kebahagiaan, jika tidak maka agama itu bukan berasal dari Tuhan
yang benar. Bisa di ketahui dari berbagai masalah yang timbul di Indonesia, jika
banyak dari mereka melenceng dari ajaran agamanya dan itulah yang membuat
mereka tersesat sehingga tidak bahagia dalam hidupnya, malah membawa petaga
bagi orang lain.

3.5. Menggali Sumber Historis, Psikologis, Sosiologis, dan Teologis tentang


Pemikiran Agama sebagai Jalan Menuju Kebahagiaan.

Secara teologis,beragama itu adalah fitrah. Jika manusia hidup sesuai dengan
fitrahnya, maka ia akan bahagia. Sebaliknya, jika ia hidup tidak sesuai dengan
fitrahnya, maka ia tidak akan bahagia. Secara historis, pada sepanjang sejarah
hidup manusia, beragama itu merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling
hakiki.

Dengan akalnya, manusia mencari Tuhan dan bisa sampai kepada Tuhan.
Namun, penemuannya itu perlu konfirmasi dari Tuhan melalui wahyu, agar ia
dapat menemukan yang hakiki dan akhirnya ia bisa berterima kasih kepada Tuhan
atas segala nikmat yang diperolehnya terutama nikmat bisa menemukan Tuhan
dengan akalnya itu.

Agama adalah landasan atau fundamen, sedangkan jabatan atau kedudukan


adalah lembaganya. Barang siapa yang tidak memiliki fondasi, maka akan roboh.
Sebaliknya, barang siapa yang tidak mempunyai penjaga, maka akan kehilangan.
Allah berfirman:

‫ض ُه ْم‬
َ ‫اس بَ ْع‬ َ ‫َّللاِ ال هن‬ َ ‫َّللاُ ْال ُم ْلكَ َو ْال ِح ْك َمةَ َو‬
‫عله َمهُ ِم هما يَشَا ُء َو َل ْوال دَ ْف ُع ه‬ ‫َّللاِ َوقَت َ َل د َ ُاود ُ َجالُوتَ َوآت َاهُ ه‬
‫فَ َهزَ ُمو ُه ْم بِإِذْ ِن ه‬
َ‫علَى ْال َعالَ ِمين‬
َ ‫ض ٍل‬ ْ َ‫َّللاَ ذُو ف‬
‫ض َولَ ِك هن ه‬ ُ ‫األر‬ْ ‫ت‬ ِ َ ‫سد‬َ َ‫ض لَف‬ ٍ ‫ِب َب ْع‬

Yang artinya: “seandainya bukan karena perlindingan allah kepada sebagian


manusia atau sebagian yang lain maka rusaklah bumi ini “ (Quran surah al-
baqarah 251)
10
Yang perlu di ketahui berikutnya adalah faktor-faktor yang menyebabkan hati
manusia menjadi sakit. Dengan kata lain dapat dikatakan beberapa sebab yang
dapat merusak hati manusia sehingga fungsi hati terganggu dan menjadi tidak
normal aliyas sakit.

Secara horizontal, manusia butuh berinteraksi dengan sesamanya dan


lingkungannya baik flora maupun fauna. Secara vertikal manusia lebih butuh
berinteraksi dengan Zat yang menjadi sebab ada dirinya. Manusia dapat wujud/
tercipta bukan oleh dirinya sendiri, namun oleh yang lain. Yang menjadi sebab
wujud manusia tentulah harus Zat Yang Wujud dengan sendirinya sehingga
tidak membutuhkan yang lain. Zat yang wujud dengan sendirinya disebut wujud
hakiki, sedangkan suatu perkara yang wujudnya tegantung kepada yang lain
sebenarnya tidak ada/ tidak berwujud.

Kalau perkara itu mau disebut ada (berwujud), maka adalah wujud idhāfī.
Wujud idhāfī sangat tergantung kepada wujud hakiki. Itulah sebabnya, manusia
yang sebenarnya adalah wujud idhāfī yang sangat membutuhkan Zat yang
berwujud secara hakiki, itulah Allah. Jadi, manusia sangat membutuhkan Allah.
Allahlah yang menghidupkan, mematikan, memuliakan, menghinakan,
mengayakan,memiskinkan, dan Dialah Allah Yang Zahir Yang Batin, dan Yang
Berkuasa atas segala sesuatu.

3.6. Prinsip Bahagia Dalam Islam

3.6.1. Berpegang pada Al-quran dan As-sunnah.


Setiap rasul yang diutus oleh Allah kepada umatnya ,terlebih rasulullah
SAW yang diutus rahmatan lil alami itu diutus untuk menunjukan kepada
umatnya jalan kebahagiaan.rasulullah bersabda, Telah aku tinggalkan untuk
kalian dua perkara yang apabila kalian berpegang kepada keduanya, kalian
tidak akan sesat selamanya yaitu kitabullah (Al-quran) dan sunnah rasulnya
(Al-hadis).

3.6.2. Beriman dan Bertaqwa dengan Sebenar-Benarnya.


Orang yang beriman akan lebih berani menghadapi hidup yang fana ini.
Kebahagiaan batin dan sikap ridha terhadap kehidupan, penciptaan ketaqwaan
yang sebenarnya segala hal yang dianggap menjadi duri kehidupan dan
penghambat kebahagiaan akan menjadi sebuah kebahagiaan karena dia
menganggap bahwa dia memiliki tuhan yang maha besar sehingga segala
problema kehidupan menjadi ringan terlebih cara berfikirnya pun berbeda
dengan orang yang kering.
Kehidupan seorang muslim begitu indah. Apabila diberi kenikmatan dia
bersyukur dan apabila ditimpa musibah dia bersabar. Sebagaimana yang
disabdakan oleh rasulullah SAW:”urusan orang mu’min itu mengagumkan.
Semua urusannya itu baik.jika sedang mendapatkan kenikmatan-kenikmatan
ia bersyuku,dan itu baik baginya, namun jika sedang ditimpa mudharat ia
bersabar, dan itu baik baginya.”

11
3.6.3. Bertawakkal Kepada Allah.
Tawakkal artinya menyerahkan urusan kepada Allah setelah ada proses
sebelumnya. Tawakkal bukan berarti pasrah tanpa berusaha, justru dengan
bertawakkal terdapa hikmah bahwa kita sebagai manusia harus berusaha
karena itu adalah sebuah keharusan namun manusia juga harus berdoa karena
manusia tidak luput dari segala kekhilafan.setelah itu semua maka
bertawakkallah.maka dengan bertawakkal Allah akan mencukupi, maka tiada
kata lagi bagi orang yang bertawakkal kecuali kebahagiaan.

3.6.4. Memahami Makna Kehidupan .


Timbulnya rasa kesusahan pada seseorang itu disebabkan karena tidak
memahami makna kehidupan yang sesungguhnya karena dalam kehidupan ada
berbagai macam ujian baik itu berupa kebaikan dan keburukan serta Allah
jadikan segala sesuatu didalamnya berpasang-pasangan (biner) tidak akan
sesorang merasakan apa yang menurut dia indah dan baik selamanya.kadang
akan merasakan sesuatu yang pahit.namun bagi siapa yang mamahami makna
kehidupan tentu tiadak akan merasakan duri kehidupan karena itu adalah
sebuah keniscayaan.

3.6.5. Menjaga Keharmonisan Kepada Sesama.


Karena orang yang akan selalu bahagia adalah orang yang bisa menjaga
keharmonisan ukhuwah kepada sesama dan bahagia melihat orang lain
bahagia akan merasa bahagia mengingat begitu banyaknya orang yang akan
merasa bahagia.

3.6.6. Menjauhi Perbuatan Tercela.


Menjauhi perbuatan tercela seperti iri, dengki, dendam, dan saudaranya
akan membawa kepada kepada kebahagiaan karena dengan memelihara sifat
tersebut hanya akan menyiksa diri sendiri.terlebih sifat-sifat tersebut termasuk
sifat yang sangat dibenci dalam agama yang mengakibatkan pelakunya
sengsara didunia dan diakhirat.oleh karenanya orang yang berbahagia
adalah orang orang yang menjauhi apa yang telah dilarang agama dan
mengerjakan apa yang diperintahkan agama.

3.6.7. Bersifat Qonaah.


Bersifat qonaah kekayaan yang tidak ternilai harganya. .Allah
SWT.berfirman: ”Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
maupun wanita,maka sungguh akan kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik”. Banyak ahli tafsir yang mengatakan bahwa hayatan thoyyibah
(kehdupan yang baik) adalah qonaah. Imam ali mengatakan: qona’ah adalah
sebaik-baiknya kekayaan.
Qanaah, merasa cukup dan menerima bagian yang ditentukan Allah SWT
adalah gerbang utama menuju bahagi, karena ambisi untu menggapai segala
sesuatu merupakan penyakit jiwa yang bebahaya. Sesungguhnya orang yang
qonaah sadar sepenuhnya bahwa dirinya tidak dapat mewujudkan apa yang
diinginkannya. Oleh karena itu, dia akan mengendalikan dirinya dari
ambisinya. Inilah sumber kebahagiaan.

12
3.6.8. Sederhana dan Tidak Usil.
Kebahagiaan mempunyai dua ajudan yang setia dan sejati, kesederhanaan
dan tidak usil. Agar jiwa dan hati penuh dengan ketentraman dan kedamaian,
maka dua sifat tadi harus ditanamkan pada kehidupan kita. Sederhana adalah
bersikap apa adanya, polos, tidak dibuat-buat dan tidak terlewat batas
formal.setiap orang pasti menginginkan segala urusannya tidak berbelit-belit
dan dibuat-buat karena hal itu dapat menyusahkan dan tidak mendatangkan
kebahagiaan sama sekali.sedangkan tidak usil adalah diantara sumber
kebahagiaan dengan tidak mencampuri serta mengorek kesalahan orang lain.

3.6.9. Introspeksi Diri dan Melihat Diri Sendiri.


Orang yang dapat melihat kesalahan dan kekurangan diri sendiri adalah
orang yang sangat bahagia karena dengan seperti itu dia lebih bisa
memperbaiki dirinya sendiri. Rasulullah bersabda: Berbahagialah bagi siapa
yang disibukkan oleh aibnya sendiri daripada aib orang lain.

3.6.10. Bersikap moderat dan istiqomah.


Bersifat moderat artinya bersikap tidak berlebihan dalam segala urusan,
bersikap tawassuth berada ditengah-tengahnya serta harus istiqomah dalam
mencapai sesuatu atau mengerjakan sesuatu.

3.6.11. Tidak Berbuat Zalim


Dzalim berarti tidak meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Perbuatan
ini dilarang oleh agama, terlebih rasulullah menjelaskan bahwa berbuat dzalim
adalah kegelapan pada hari kiamat sedangkan dalam hadis qudtsi, Wahai
hamba-hambaku sesungguhnya aku mengharamkan atas dzatku berbuat
dzalim dan aku jadikan kedzaliman menjadi sesuatu yang diharamkan maka
janganlah kalian berbuat dzalim.

3.6.12. Berkata yang Baik dan Menangisi Dosa-Dosa.


Agama islam sangat menganjurkan umatnya agar selalu memelihara
lisannya agar selalu berkata baik, bahkan dijelaskan dalam sebuah hadis
bahwa amal yang paling dicintai adalah menjaga lisan. Nabi SAW bersabda:
“Sungguh beruntung/bahagia bagi siapa yang bisa memelihara lisannya,
rumahnya terasa lapang bagi dirinya, dan menangis karena dosa-
dosanya.”(HR.Thabrani).
Bahkan sebuah hadis lain menjelaskan bahwa tujuh golongan yang akan
mendapatkan naungan Allah diantaranya adalah orang yang menyendiri dalam
kesepian hingga air matanya jatuh.
Itulah sebagian diantara kiat-kiat kita dalam meraih kebahagiaan yang
hakiki, kebahagiaan didunia maupun diakhirat. Yang pada dasarnya rumus
kebahagiaan adalah kebahagiaan dalam perspektif islam.

13
3.6.13. Gemar Menuntut Ilmu
Inilah diantara kiat terpenting dari kiat-kiat untuk mencapai kebahagiaan
hidup dunia dan akhirat. Karena dengan ilmu sesorang bisa meraih apa yang
dia cari dari segi keduniaan maupun ukhrawi. Terlebih ilmu yang bisa
mendekatkan diri kita dan menimbulkan rasa takut ke hadrat Allah.
Dengan ilmu berarti dia telah menghilangkan musuh dalam dirinya
diantaranya kebodohan yang ada pada dirinya. Karena kebodohan adalah
musuh manusia yang akan menjeratnya kepada kubang kehinaan. Oleh
karenanya bagi siapa yang menginginkan kebahagiaan hidup didunia maupun
diakhirat syaratnya harus berilmu. Maka isilah waktumu untuk mencari ilmu
sehingga kita dengan sebabnya dijauhkan dari kesengsaraan hidup.

14
BAB IV

PENUTUP

4.1. KESIMPULAN

Agama merupakan fitrah manusia yang diberikan Allah sejak lahir. Oleh
karena itu, dalam kehidupan yang manusia jalankan di muka bumi ini harus sesuai
dengan pedoman Al-Qur’an supaya tetap berada di jalan yang lurus. Jalan
tersebutlah yang menuntun manusia untuk menjaga fitrahnya tetap suci sampai
kembali kepada Allah, sehingga kehidupannya dipenuhi ketenangan, kenyamanan,
dan kebahagiaan.

Adapun aspek-aspek yang menjadi indikator kebahagiaan dalam hidup meliputi


diri sendiri, keluarga, teman sebaya, kesehatan, keuangan, pekerjaan, dan waktu
luang. Semua aspek tersebut akan menimbulkan kebahagiaan, kegembiraan, dan
kepuasan hati sebagai affect positif dalam pelaksanaannya.

Agama terbukti merupakan salah satu hal yang mendorong tercapainya


indikator kebahagiaan manusia dalam hidup, diketahui dari data survei bahwa
mereka yang beragama lebih bahagia dibandingkan mereka yang tidak beragama.
Jadi dapat disimpulkan jika agama berkaitan dengan kebahagiaan, kepuasan
hidup, dan pandangan positif. Dengan kata lain, agama memberi dampak positif
pada penganutnya seperti membuat ketenangan, optimis, kepercayaan dengan
yang lain, dan menghindari hal-hal negatif.

Negara Indonesia walaupun sudah diatur di dalam perundang-undangan


tentang kebebasan memeluk agama, namun dalam praktiknya banyak pemeluk
dari tiap agama tersebut yang belum menjalankan aturan agamanya dengan baik.
Oleh karena itu, Indonesia masih menjadi salah satu negara yang tingkat
kebahagiaan penduduknya rendah.

Kebahagiaan dalam Islam adalah kebahagiaan autentik artinya lahir dan


tumbuh dari nilai-nilai hakiki Islam dan mewujud dalam diri seseorang hamba
yang mampu menunjukkan sikap tobat (melakukan introspeksi dan koreksi diri)
untuk selalu berpegang pada nilai-nilai kebenaran ilahiah, mensyukuri karunia
Allah berupa nikmat iman, Islam, dan kehidupan, serta menjunjung tinggi
kejujuran, kebenaran, dan keadilan dalam menjalani kehidupan pribadi, sosial,
dan profesional. Di dalam agama Islam sendiri terdapat prinsip-prinsip
kebahagiaan dalam beragama. Dengan adanya prinsip tersebut merupakan
penyatuan dari menaati perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya dengan
ikhlas dan benar sehingga menciptakan kehidupan yang bahagia tidak hanya di
dunia tetapi juga di akhirat.

15
DAFTAR PUSTAKA

 Abdullah Al-Qarni ‘Aidh. La Tahzan for Smart Muslimah. Jakarta :


Grafindo Khazanah Ilmu. 2008
 Al-Gazali. Tanpa tahun. Ihya Ulum ad-Diin. Kairo: Daar an-Nahdah.
 Al-Jauzi, Ibn al-Qayyim. 1999. Thib al-Qulub. Mesir: Daar an-Nasaih.
 Hartati Netti, Dkk. Islam dan Psikologi. Jakarta : PT RajaGarindo. 2004.
 Qardhawi, Yusuf. 2009. al-Ibadah fi al-Islam. Kairo: Maktabah Wahbah.
 Said Sarqawi Usman. 1996. Makaanat az-Zikr baina al Ibaadaat. Mesir :
Qaih al-Misriyyah.
 Suryadilaga Sutrisna. The Balance Ways ( Jalan Menuju Keseimbangan
Hidup untuk Kesuksesan dan Kebahagiaan sejati ). Jakarta : Hikmah.2007
 Walgoti Bimo.Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Amdi Offset.
1989

16

Anda mungkin juga menyukai