Penyusun :
Aldo Fachrudin Arrozi (18/431314/TK/47907)
Thoriq Wisnu Aditama (18/428983/TK/47485)
Rumaisha Nur Azizah (18/428982/TK/47484)
Ahmad Bukhari (18/428961/TK/47463)
Asri Assifa Nurlaeli (18/428966/TK/47468)
Segala puji bagi Allah swt yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Terima kasih juga
kepada teman-teman yang sudah meluangkan waktu untuk membantu
menyelesaikan makalah. Makalah ini berisi tentang informasi-informasi yang
berhubungan dengan cara agama dalam mnjamin kebahagiaan umatnya. Semoga
bermanfaat.
DAFTAR ISI
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah yang
diajukan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana agama menjamin kebahagiaan?
2. Apa aspek kebahagiaan?
3. Apakah bukti penilitian jika agama dapat menjamin kebahagiaan?
4. Kenapa negara indonesia tidak termasuk negara yang warganya
bahagia?
5. Apa saja sumber pemikiran bahwa agama sebagai jalan menuju
kebahagiaan?
6. Apa prinsip bahagia dalam islam?
2
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Kebahagiaan
Menurut Al-Alusi bahagia adalah perasaan senang dan gembira karena bisa
mencapai keinginan/cita-cita yang dituju dan diimpikan. Menurut Syamsi,
kebahagiaan tidak terletak pada apa yang kita miliki, akan tetapi kebahagiaan
terletak pada bagaimana kemampuan kita memanfaatkannya dengan baik dan
tepat. Kebahagiaan juga tidak terletak pada apa yang kita inginkan, tetapi terletak
pada manfaat yang bisa kita dapatkan dari kebahagiaan tersebut.
2.3. Agama
5
BAB III
PEMBAHASAN
Kunci beragama berada pada fitrah manusia. Dalam teologi islam dijelaskan,
bahwa setiap manusia lahir dalam kesucian yakni suci dari dosa dan beragama
yakni islam. Tugas manusia adalah berupaya agar kesucian dan keimanan terus
terjaga dalam hatinya hingga kembali kepada Allah.
Yang dimaksud fitrah Allah pada ayat di atas adalah bahwa manusia
diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada
manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak
beragama tauhid itu karena disebabkan banyak faktor antara lain pengaruh
lingkungan.
6
menjelaskan hal ini. Tanpa agama, manusia akan salah jalan dalam menempuh
cara untuk bisa dekat dengan Tuhan.
Riset yang menjadi fondasi hubungan agama dan kebahagiaan, salah satunya
dikerjakan oleh General Sosial Survey. Tak nangung-nanggung, survei ini
dikerjakan selama 18 tahun dari tahun 1972-1990. Survei ini juga melibatkan total
20.000 responden. Survei mengeksplor dua jenis responden. Pertama responden
yang sampai usia 16 tahun masih mengikatkan diri pada agama. Namun ketika
survei dilakukan, responden itu tak lagi mengikatkan diri pada agama. Kedua
sampel yang sampai usia 16 tahun sudah/tetap mengikatkan diri dengan agama.
Ketika survei dilakukan, responden itu masih mengikatkan diri pada agama.
Survei mendapatkan dua komunitas yang kontras, yaitu yang masih beragama
dan yang tak lagi memerlukan agama dalam hidupnya. Kebahagiaan juga
dioperasionalkan dalam tiga kategori: sangat bahagia, bahagia, kurang bahagia.
7
Level kebahagian disimpulkan berdasarkan self-claim: pengakuan dari responden
sendiri. Dari data yang terkumpul dan dibuat uji statistic (lihat pada gambar 1.),
mereka yang berafiliasi dengan agama lebih bahagia dibandingkan mereka yang
tidak berafiliasi dengan agama.
Aneka studi lanjutan mencoba mengulang riset ini dengan responden, dan
metode yang berbeda. Namun secara garis umum, riset lanjutan itu tiada yang bisa
mematahkan kesimpulan: adanya korelasi positif antara kehidupan beragama
dengan kebahagiaan, life satisfaction, subyective well-being.
Social network dengan motif agama itu belum tertandingi oleh social network
budaya yang lebih sekuler. Studi dari Salsman dan Carlson menemukan bahwa
kunci penting dalam kehidupan beragama adalah social support. Mereka yang
berkomunitas dalam agama merasakan saling membantu, saling mengasihi selaku
saudara seiman. Rasa saling mendukung dalam keluarga seiman ini yang
membuat penganut agama lebih aman, kuat dan bahagia.
Social support jenis ini tetap lebih powerful dibandingkan social support
kultur yang lebih sekuler. Okulizc-Kozaryn mendetailkan temuan soal hubungan
agama dengan kebahagian. Data yang ia punya menunjukkan nuansa lain. Bahwa
penganut agama yang hidup dalam negara yang kental agamanya lebih bahagia
dibandingkan yang hidup dalam negara yang lebih sekuler. Sebaliknya, mereka
yang kurang beragama lebih bahagia hidup di negara yang sekuler ketimbang di
negara yang kental agamanya. Peneliti ini memberikan tambahan insight bahwa
norma sosial yang dominan di sebuah negara juga mempengaruhi level
kebahagiaan mereka yang bergama ataupun yang tidak beragama.
8
Gambar 1. Religion, politics, and happiness, 2004. Source: General Social
Survey
Dapat dilihat pada gambar 2 bahwa Negara Indonesia masih jauh untuk
dikatakan sebagai negara bahagia. Padahal Indonesia adalah negara beragama
sesuai pancasila sila pertama. Berdasarkan data sensus tahun 2010, 87,18% dari
237.641.326 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 6,96% Protestan, 2,9%
Katolik, 1,69% Hindu, 0,72% Buddha, 0,05% Konghucu, 0,13% agama lainnya,
dan 0,38% tidak terjawab atau tidak ditanyakan. Dalam UUD 1945 dinyatakan
bahwa "tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan
mempraktikkan kepercayaannya" dan "menjamin semuanya akan kebebasan untuk
menyembah, menurut agama atau kepercayaannya". Walau negara Indonsesia bisa
dikatakan negara beragama, tetapi realitasnya Indonesia masih jauh untuk
dikatakan sebagai negara bahagia. Berdasarkan laporan kebahagiaan dunia tahun
9
2018, indonesia berada di peringkat 96 dari 156. Pertanyaan menarik, apakah
agama memang bisa membuat seseorang bahagia?
Sebelum itu, kita lihat seperti apa kondisi negara indonesia saat ini. Indonseia
masih memiliki banyak masalah yang belum terselesaikan, masalah terbesarnya
adalah :
Ini terjadi karena warga negara indonesia masih belum menerapkan syariah
yang telah ditetapkan agama mereka masing-masing. Semua agama mengajarkan
hal baik dan kebahagiaan, jika tidak maka agama itu bukan berasal dari Tuhan
yang benar. Bisa di ketahui dari berbagai masalah yang timbul di Indonesia, jika
banyak dari mereka melenceng dari ajaran agamanya dan itulah yang membuat
mereka tersesat sehingga tidak bahagia dalam hidupnya, malah membawa petaga
bagi orang lain.
Secara teologis,beragama itu adalah fitrah. Jika manusia hidup sesuai dengan
fitrahnya, maka ia akan bahagia. Sebaliknya, jika ia hidup tidak sesuai dengan
fitrahnya, maka ia tidak akan bahagia. Secara historis, pada sepanjang sejarah
hidup manusia, beragama itu merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling
hakiki.
Dengan akalnya, manusia mencari Tuhan dan bisa sampai kepada Tuhan.
Namun, penemuannya itu perlu konfirmasi dari Tuhan melalui wahyu, agar ia
dapat menemukan yang hakiki dan akhirnya ia bisa berterima kasih kepada Tuhan
atas segala nikmat yang diperolehnya terutama nikmat bisa menemukan Tuhan
dengan akalnya itu.
ض ُه ْم
َ اس بَ ْع َ َّللاِ ال هن َ َّللاُ ْال ُم ْلكَ َو ْال ِح ْك َمةَ َو
عله َمهُ ِم هما يَشَا ُء َو َل ْوال دَ ْف ُع ه َّللاِ َوقَت َ َل د َ ُاود ُ َجالُوتَ َوآت َاهُ ه
فَ َهزَ ُمو ُه ْم بِإِذْ ِن ه
َعلَى ْال َعالَ ِمين
َ ض ٍل ْ ََّللاَ ذُو ف
ض َولَ ِك هن ه ُ األرْ ت ِ َ سدَ َض لَف ٍ ِب َب ْع
Kalau perkara itu mau disebut ada (berwujud), maka adalah wujud idhāfī.
Wujud idhāfī sangat tergantung kepada wujud hakiki. Itulah sebabnya, manusia
yang sebenarnya adalah wujud idhāfī yang sangat membutuhkan Zat yang
berwujud secara hakiki, itulah Allah. Jadi, manusia sangat membutuhkan Allah.
Allahlah yang menghidupkan, mematikan, memuliakan, menghinakan,
mengayakan,memiskinkan, dan Dialah Allah Yang Zahir Yang Batin, dan Yang
Berkuasa atas segala sesuatu.
11
3.6.3. Bertawakkal Kepada Allah.
Tawakkal artinya menyerahkan urusan kepada Allah setelah ada proses
sebelumnya. Tawakkal bukan berarti pasrah tanpa berusaha, justru dengan
bertawakkal terdapa hikmah bahwa kita sebagai manusia harus berusaha
karena itu adalah sebuah keharusan namun manusia juga harus berdoa karena
manusia tidak luput dari segala kekhilafan.setelah itu semua maka
bertawakkallah.maka dengan bertawakkal Allah akan mencukupi, maka tiada
kata lagi bagi orang yang bertawakkal kecuali kebahagiaan.
12
3.6.8. Sederhana dan Tidak Usil.
Kebahagiaan mempunyai dua ajudan yang setia dan sejati, kesederhanaan
dan tidak usil. Agar jiwa dan hati penuh dengan ketentraman dan kedamaian,
maka dua sifat tadi harus ditanamkan pada kehidupan kita. Sederhana adalah
bersikap apa adanya, polos, tidak dibuat-buat dan tidak terlewat batas
formal.setiap orang pasti menginginkan segala urusannya tidak berbelit-belit
dan dibuat-buat karena hal itu dapat menyusahkan dan tidak mendatangkan
kebahagiaan sama sekali.sedangkan tidak usil adalah diantara sumber
kebahagiaan dengan tidak mencampuri serta mengorek kesalahan orang lain.
13
3.6.13. Gemar Menuntut Ilmu
Inilah diantara kiat terpenting dari kiat-kiat untuk mencapai kebahagiaan
hidup dunia dan akhirat. Karena dengan ilmu sesorang bisa meraih apa yang
dia cari dari segi keduniaan maupun ukhrawi. Terlebih ilmu yang bisa
mendekatkan diri kita dan menimbulkan rasa takut ke hadrat Allah.
Dengan ilmu berarti dia telah menghilangkan musuh dalam dirinya
diantaranya kebodohan yang ada pada dirinya. Karena kebodohan adalah
musuh manusia yang akan menjeratnya kepada kubang kehinaan. Oleh
karenanya bagi siapa yang menginginkan kebahagiaan hidup didunia maupun
diakhirat syaratnya harus berilmu. Maka isilah waktumu untuk mencari ilmu
sehingga kita dengan sebabnya dijauhkan dari kesengsaraan hidup.
14
BAB IV
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
Agama merupakan fitrah manusia yang diberikan Allah sejak lahir. Oleh
karena itu, dalam kehidupan yang manusia jalankan di muka bumi ini harus sesuai
dengan pedoman Al-Qur’an supaya tetap berada di jalan yang lurus. Jalan
tersebutlah yang menuntun manusia untuk menjaga fitrahnya tetap suci sampai
kembali kepada Allah, sehingga kehidupannya dipenuhi ketenangan, kenyamanan,
dan kebahagiaan.
15
DAFTAR PUSTAKA
16