Anda di halaman 1dari 38

FAKULTAS KEDOKTERAN Makassar, 29 Maret 2019

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA


BLOK KARDIOVASKULAR
LAPORAN TUTORIAL MODUL SESAK NAPAS
BLOK KARDIOVASKULAR
“SKENARIO 1”

TUTOR: dr. EDWARD PANDU WIRIANSYA, Sp.P


DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5 PBL
MOUDYANA LUKMAN (11020160077)
USI TRIS SEPTIA NINGSIH (11020170029)
MARDIKA INTAN SETYA PUTRI LAODE (11020170060)
RIZKI HANDAYANI (11020170061)
KASMA (11020170087)
MEGA ISLAMIATY (11020170113)
SANISKA AYU KARTINIVA ISKANDAR (11020170114)

NURUL FATIMAH (11020170132)

NUR SASKIAH (11020170140)

ROSMELIDIAN SAFARI ODE ARLI (11020170153)

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga laporan tutorial ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Aamiin.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan tutorial ini, karena itu
kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa kami harapkan guna memacu
kami menciptakan karya-karya yang lebih baik.

Akhir kata, kami ingin menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan dalam penyusunan karya tulis ini, terutama kepada:
1. dr. Nurhikmawati, M.Kes,Sp.JP,FIHA selaku Sekretaris Blok
Kardiovaskular
2. dr. Edward Pandu Wiriansya, Sp.P. selaku tutor
3. Teman-teman yang telah mendukung dan turut memberikan motivasi dalam
menyelesaikan laporan tutorial ini.

Semoga Allah SWT dapat memberikan balasan setimpal atas segala kebaikan dan
pengorbanan dengan limpahan rahmat dari-Nya. Aamiin yaa Robbal A’lamiin.

Makassar, 29 Maret 2019

Kelompok 5

2
 SKENARIO 1 :
Seorang Perempuan berusia 21 tahun datang ke UGD dengan keluhan
sesak napas, terutama setelah aktivitas yang berat dan merasa mudah lelah.
Pasien saat ini kontrol teratur di Ahli jantung dan masih mengkonsumsi
Eritromicyn dan digoxin. Saat itu pasien juga sering mengeluh nyeri
tenggorokan dan rasa ngilu pada persendian.
Tanda vital : denyut jantung 110 kali per menit, pulsus deficit,
irregular, tekanan darah 130/80, respirasi 16 kali per menit Terdengar adanya
bunyi ronchi basah halus pada kedua paru dan didapatkan S3 gallop disertai
mid sistolik murmur

 KATA SULIT
 Erytromicin : Antibiotik spektrum luas yang dihasilkan oleh
Streptococcus erythreus
 Digoxin : Glikosida kardiotonik dari daun Digitalis lanata (obat
pengikat antigen)
 Pulsus Deficit : Selisih antara denyut jantung dan denyut nadi pada
fibrilasi atrium
 Gallop : Kelainan irama jantung

 KATA KUNCI:
 Perempuan 21 tahun
 Sesak napas setelah aktivitas berat
 Mudah lelah
 Pasien kontrol teratur di ahli jantung
 Mengonsumsi Erytromicin dan Digoxin
 Nyeri tenggorokan dan nyeri sendi
 Tanda Vital:

3
o Denyut jantung : 110 kali/ menit
o Tekanan Darah : 130/80 mmHg
o Respirasi 16 kali/ menit
o Suara ronchi basah
o Terdapat S3 Gallop
o Bunyi sistolik murmur

 PERTANYAAN:
1. Bagaimana mekanisme sesak?
2. Apa perbedaan sesak napas pada penyakit kardiovaskuler dan penyakit
non-kardiovaskuler?
3. Apa hubungan sesak napas dengan gejala lainnya?
4. Bagaimanakah langkah-langkah diagnosisnya?
5. Apa saja diagnosis banding sesuai skenario
6. Bagaimana pencegahan sesak napas pada penyakit kardiovaskuler?
7. Apa saja perspektif islam sesuai skenario?

4
 PEMBAHASAN:
1. Jelaskan tentang nyeri dada tipikal dan atipikal serta jenis-jenis nyeri
dada!
A. Anatomi Katup Jantung

Katup jantung terdiri dari katup atrioventrikular dan katup semilunar.


Katup atrioventrikular merupakan katup yang terletak di antara ruangan
atrium dan ruangan ventrikel. Katup atrioventrikular terdiri dari :
 katup bikuspid (mitral) – memisahkan atrium kiri dengan ventrikel kiri
 katup trikuspid - memisahkan atrium kanan dengan ventrikel kanan

Katup-katup ini disokong oleh tendon (mencegah katup membuka


secara terbalik ke atrium). Aliran darah yang melewati katup mitral atau
trikuspid diatur oleh interaksi antara atrium, annulus fibrosus, daun katup,
korda tendinae, otot papilaris dan otot ventrikel. Keenam komponen ini
membentuk kompleks mitral dan trikuspid yang secara fungsional harus
diperhitungkan sebagai satu unit. Gangguan salah satu bagian tersebut
akan mengakibatkan gangguan hemodinamik yang serius.

5
Katup mitral terdiri dari daun katup mitral anterior dan daun katup
mitral posterior. Daun katup anterior lebih lebar dan mudah bergerak,
melekat seperti tirai dari basal ventrikel kiri dan meluas secara diagonal
sehingga membagi ruang aliran menjadi alur masuk dan alur keluar. Alur
masuk ventrikel kiri berbentuk seperti corong, mulai dari annulus mitral,
kemudian dengan daun katup mitral melekat pada otot papilaris melalui
korda tendinae. Alur keluar ventrikel kiri dibatasi oleh daun katup anterior,
septum dan dinding depan ventrikel kiri.

Daun katup anterior berbentuk segitiga, dihubungkan dengan kedua


bibir daun katup posterior melalui komisura, sedangkan daun katup
posterior berbentuk segi empat, lebih panjang, lebih kaku dan menempati
dua pertiga lingkaran cincin mitral. Daun katup posterior mitral melekat
pada otot papilaris melalui korda tendinae. Daun katup daun posterior
terdiri dari 3 lengkungan yang tidak terpisah satu sama lain, yaitu skalop
lateral, intermedial dan medial. Katup trikuspid terdiri dari 3 daun katup
utama yang ukurannya tidak sama, yaitu daun katup anterior, septal,
posterior.

Daun katup anterior berukuran paling lebar, melekat dari daerah


infundibuler ke arah kaudal menuju infero-lateral dinding ventrikel kanan.
Daun katup septal melekat pada kedua bagian septum muskuler maupun
membranus, yang sering menutupi VSD kecil tipe alur keluar. Daun katup
posterior merupakan terkecil, melekat pada cincin trikuspid pada sisi
postero-inferior. Secara keseluruhan terdapat perbedaan bermakna antara
anatomi katup mitral dan katup trikuspid. Katup trikuspid lebih tipis, lebih
bening dan pertautan antara ketiga daun katup itu dihubungkan oleh
komisura.

6
Katup semilunar (bulan sabit) menghalang darah kembali ke ventrikel
apabila ventrikel mengendur. Katup semilunar terdiri dari :

 Katup Semilunar Aorta pada pangkal aorta – menghalangi darah


kembali ke ventrikel kiri
 Katup Semilunar Pulmonari pada pangkal arteri pulmonari –
menghalangi darah kembali ke ventrikel kanan.

Bentuk Katup Semilunar Aorta dan Pulmonal adalah sama, tetapi


katup aorta lebih tebal. Kedua katup ini masing-masing ventrikel dengan
katup pulmonal yang terletak lebih anterior-superior dan agak ke kiri.
Setiap katup terdiri dari 3 lembar jaringan ikat daun katup atau daun katup
yang berbentuk huruf U. Pinggir bawah tiap daun katup melekat dan
bergantung pada annulus aorta dan annulus pulmonal dimana pinggir atas
mengarah ke lumen.
Di belakang tiap daun katup, dinding pembuluh darah melebar dan
berbentuk seperti kantong, dikenal sebagai Sinus Valsalva, Ujung bebas
tiap daun berbentuk konkaf dan terdapat nodul pada pertengahannya, yang
dikenal sebagai Nodulus Aranti. Ketiga daun katup aorta dikenal sebagai
daun katup koroner kanan, kiri dan daun katup non-koroner. Katup
pulmonal terdiri dari daun katup anterior, daun katup kanan dan kiri.

7
B. Fisiologi Jantung

Klep-klep jantung terletak di pintu-pintu keluar dari keempat ruangan


jantung dan mempertahankan satu arah aliran darah didalam jantung.
Keempat klep jantung memastikan bahwa darah mengalir dengan bebas
pada satu arah aliran dan tidak adanya aliran balik yang bocor. Darah
mengalir dari atrium (serambi) kanan dan atrium kiri menuju ventrikel
(bilik) melalui klep trikuspid dan klep mitral yang terbuka. Ketika
ventrikel penuh, maka klep trikuspid dan klep mitral menutup. Ini
mencegah darah mengalir balik ke atrium ketika ventrikel berkontraksi.
Ketika ventrikel mulai berkontraksi, maka klep pulmonal dan klep
aorta dipaksa terbuka dan darah dipompa keluar dari ventrikel melalui
klep-kep yang terbuka masuk kedalam arteri pulmonary menuju ke paru-
paru, ke aorta dan ke seluruh tubuh. Ketika ventrikel selesai dengan
kontraksi dan mulai relax, klep-klep aorta dan pulmonal menutup. Klep-
klep ini mencegah darah mengalir balik ke ventrikel.

8
Pola ini diulangi terus menerus, menyebabkan darah mengalir terus
menerus ke jantung, paru-paru dan tubuh. Katup atrioventrikular, Katup
A-V (katup trikuspidalis dan katup mitralis) mencegah aliran balik darah
yang berasal dari ventrikel menuju ke atrium selama fase sistolik, dan
katup semilunaris ( yakni katup aorta dan pulmonaris) mencegah aliran
balik darah yang berasal dari aorta dan arteri pulmonalis kembali ke
ventrikel selama diastolik. Semua katup tersebut, membuka dan menutup
secara pasif. Yaitu, katup katup-katup ini akan menutup sewaktu gradient
tekanan balik mendorong darah kembali ke belakang, dan katup-katup ini
akan membuka bila gradient tekanan ke arah depan mendorong darah ke
depan.
Dengan alasan anatomi yang jelas, penutupan katup A-V yang tipis
dan mirip selaput ini hampir tidak membutuhkan aliran balik darah,
sedangkan katup semilunaris yang jauh lebih tebal membutuhkan aliran
balik yang agak kuat selama beberapa milidetik untuk menutup.

MEKANISME SESAK NAPAS PADA JANTUNG


A. Penyebab Sesak nafas pada penyakit kardiovaskuler
Sesak nafas karena penyakit jantung terjadi karena kongesti vena
pulmonalis. Adanya tekanan vena pulmonalis, yang normalnya berkisar
5mmHg. Jika meningkat seperti pada penyakit katup mitral dan aorta atau
disfungsi ventrikel kiri, vena pulmonalis akan teregang dan dinding
bronkus terjepit dan mengalami edema, menyebabkan batuk iritatif non
produktif dan mengi. Jika tekanan vena pulmonalis naik lebih lanjut dan
melebihi tekanan onkotik plasma (sekitar 25mmHg), jaringan paru menjadi
lebih kaku karena edema intertisial (peningkatan kerja otot pernafasan
untuk mengembangkan paru dan timbul dipsnu), transudate akan terkumpul
dalam alveoli yang mengakibatkan edema paru.

9
Selain itu, pasien dapat mengalami ortopnea atau paroxymal nocturnal
dyspnea. Edema paru akut adalah manifestasi paling dramatis dari
kelebihan overload vena paru-paru dan dapat terjadi pada infark miokard
baru atau pada tahap terakhir dari kegagalan ventrikel kiri kronis.
Kardiovaskular penyebab dispnea di antaranya adalah penyakit katup
(stenosis mitral dan insufisiensi terutama aorta), Arrhythmia Paroksismal
(seperti atrial fibrilasi), Efusi Perikardial dengan tamponade, Hipertensi
Sistemik atau Paru-paru, Kardiomiopati, dan Miokarditis. Asupan atau
administrasi cairan pada pasien dengan Gagal Ginjal Oliguri juga
kemungkinan dapat berperan pada terjadinya kongesti paru dan dyspnea.

2. Apa perbedaan sesak napas pada penyakit kardiovaskuler dan


penyakit non-kardiovaskuler?

10
Adapun mekanisme sesak akibat penyakit kardiovaskuler terjadi
ketika adanya peningakatan pengisisan bilik kiri (left ventricular filling
pressure) menyebabkan peningkatan pada permeabilitas vaskuler. Yang
menyebabkan terjadinya kongesti pada vena pulmonalis, yang normalnya
berkisar 5 mmHg mengalami peningkatan tekanan sekitar 25 mmHg.
Sehingga plasma yang terdapat dalam vaskuler keluar dari sel endotel
karena perbedaan tekanan pembuluh darah dengan daerah intertisial dan
membuat plasma membanjiri daerah intertisial. Kemudian transudat akan
berkumpul dan sebagian masuk ke dalam alveoli yang menyebabkan
pertukaran udara kurang maksimal sehingga tubuh melakukan kompensasi
yaitu hiperventilasi untuk mencukupi kekurangan oksigen ke jaringan, hal
inilah yang menyebabkan pasien mengelami sesak.1,2

Sedangkan mekanisme sesak akibat penyakit non-kardiovaskuler


terjadi ketika adanya peradangan atau tahanan pada jalan nafas yang

11
menyebabkan oksigenasi jaringan berkurang dan membuat kebutuhan
akan oksigen meningkat. Peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba-tiba
akan memerlukan oksigen yang lebih banyak untuk proses metabolisme
sehingga di kirimlah impuls ke medulla oblongata setelah itu impulskan
aku diteruskan efektor yang terdapat pada otot-otot thoraks untuk
berkontraksi lebih cepat sebagai kompensasi tubuh untuk mendapatkan
oksigen lebih banyak, hal inilah yang menyebabkan seseorang mengalami
sesak.

Kesukaran bernapas atau sesak napas adalah simptom tersering dalam


gagal jantung. Mekanisme dyspnea secara umum yang ditemukan
penyakit cardiovaskular bisa terjadi dengan adanya faktor pemicu di
bawah:

 Bertambahnya beban/kerja pernapasan  overworked otot


pernapasan. Dalam gagal jantung kiri, berlakunya kongesti lokal pada
vena pulmonary dan kapilar. Tekanan kapilar pulmonal> 25 mmHg
 eksudasi cairan dari dinding alveolar  paru2 lebih rigid (tidak
elastis)  > beban kepada otot respiratory
 Berkurangnya Kapasitas Vital, disebabkan oleh kongesti vena
pulmonary jarang sekali hydrothorax atau ascites
 Refleks Hiperventilasi. Pulmonary stretch receptor meregang secara
abnormal disebabkan oleh kongesti paru
 Penyempitan Bronkial. Penyempitan disebabkan oleh spasme atau
cairan yang timbul akibat gagal jantung.
 Hypoxaemia dan retensi CO2.

12
3. Apa hubungan sesak napas dengan gejala lainnya?
A. Nyeri tenggorokan :
a. Berdasarkan riwayat obat Erythromycin yang dikonsumsi oleh pasien
kemungkinan pasien memiliki riwayat infeksi bakteri, yaitu bakteri
Streptococcus Beta Hemolyticus grup A yang menghasilkan respon
inflamasi akut yang berlangsung 3-5 hari dengan salah satu tandanya,
yaitu nyeri pada tenggorok dimana bakteri ini sering berkolonisasi dan
berproliferasi di daerah tenggorokan. Respon imun tubuh akan
mencetus perjalanan penyakit Rheumatic Fever.
b. Penelitian tentang genetik marker menunjukan bahwa gen Human
Leukocyte-associated Antigen (HLA) kelas II berpotensi dalam
perkembangan penyakit Rheumatic Fever dan Rheumatic Heart
Disease. Gen HLA kelas II yang terletak pada kromosom 6 berperan
dalam kontrol imun respon. Molekul HLA kelas II berperan dalam
presentasi antigen pada reseptor T sel yang nantinya akan memicu
respon sistem imun selular dan humoral. Dari alel gen HLA kelas II,
HLA-DR7 yang paling berhubungan dengan Rheumatic Heart Disease
pada lesi-lesi valvular. Lesi valvular pada Rheumatic Fever akan
dimulai dengan pembentukan verrucae yang disusun fibrin dan sel
darah yang terkumpul di katup jantung. Setelah proses inflamasi
mereda, verurucae akan menghilang dan meninggalkan jaringan parut.
Jika serangan terus berulang veruccae baru akan terbentuk didekat
veruccae yang lama dan bagian mural dari endokardium dan korda
tendinea akan ikut mengalami kerusakan.
c. Manifestasi yang berkelanjutan akan melibatkan kelainan pada katup
dan endocardium yang akan menyebabkan timbulnya Regurgitasi
Katup Mitral.

13
B. Rasa ngilu pada persendian
a. Adanya infeksi bakteri atau inflamasi akan menimbulkan adanya
leukositosis dalam tubuh. Peningkatan kadar leukosit merupakan suatu
respon normal sumsum tulang terhadap proses infeksi atau inflamasi.
Kebanyakan dari sel ini merupakan Polimorfonuklear Leukosit (PML)
yang berpindah ke tempat terjadinya injury maupun infeksi sehingga
diikuti oleh pelepasan leukosit yang banyak. Pelepasan leukosit ini
akan menimbulkan gejala rasa ngilu atau nyeri pada persendian.

C. Mudah lelah
a. Mudah lelah bisa menjadi tanda pasien mengalami Anemia. Anemia
pada pasien ini dapat merupakan penyebab atau komplikasi dari gagal
jantung. Anemia dapat terjadi pada gagal jantung karena produksi
sitokin yang berlebihan, seperti Tumor Necrosis Factor-alfa (TNF-α)
dan Interleukin-6 (IL-6) yang dapaat mengurangi sekresi
Erithropoietin (EPO) terkait dengan aktivitas EPO di sumsum tulang
dan mengurangi suplai zat besi ke sumsum tulang

D. Sesak nafas
a. Dari manifestasi klinis yang dialami pasien hingga terjadi regurgitasi
katup mitral yang akan mengakibatkan resistensi pengosongan
ventrikel kiri menjadi menurun, sehingga terjadi peningkatan volume
ventrikel kiri dan penurunan Cardiac Output. Pada fase akut sering
disebabkan adanya kelebihan volume di atrium dan ventrikel kiri.
Ventrikel kiri menjadi overload oleh karena tiap kontraksi tidak hanya
memompa darah menuju aorta (Cardiac Output atau Stroke Volume
kedepan) tetapi juga terjadi regurgitasi ke atrium kiri (Regurgitasi
Volume). Pada kompensasi kronik, Tekanan pada atrium kiri akan
menimbulkan tekanan pada vena pulmonalis maka vena pulmonalis

14
akan meregang dan dinding bronkus akan terjepit dan mengalami
edema. Jika tekanan vena pulmonalis naik lebih lanjut dan melebihi
tekanan onkotik plasma, jaringan paru akan menjadi lebih kaku karena
edema intertisial (peningkatan kerja otot pernapasan untuk
mengembangkan paru dan timbul sesak napas.

4. Bagaimana langkah-langkah diagnosis sesuai skenario?


Anamnesis
1. Menanyakan identitas : nama, umur, alamat, pekerjaan
2. Menanyakan keluhan utama (sesak nafas) dan menggali riwayat penyakit
sekarang.
3. Tanyakan :
a. Menanyakan keluhan utama sesak nafas
b. Menanyakan onset
c. Menanyakan faktor pencetus, psikogenik, fisik
d. Menanyakan faktor yang memperberat ( berjalan, naik tangga,
mengangkat barang, mengedan ) dan yang meringankan keluhan (
istirahat, duduk, obat-obatan )
e. Menanyakan posisi tubuh yang menyebabkan keluhan memberat dan
berkurang (ortopnea)
f. Apakah ada keluhan terbangun tengah malam karena sesak dan seberapa
sering
4. Tanyakan gejala lain yang berhubungan :
a. Nyeri dada, Jantung berdebar-debar, batuk, berkeringat, rasa tertindih
beban berat, rasa tercekik.
b. Mual, muntah, nyeri perut/ulu hati
c. Kejang, pusing, otot lemah/lumpuh, nyeri pada ekstremitas, edema
(bengkak)Pingsan, badan lemah/lelah

15
Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Inspeksi dilakukan untuk menilai kecepatan pernapasan dan
memperhatikan deformitas thoraks, seperti pektus eskavatum (sternum
cekung), yang dapat menggeser apeks jantung ke kiri dan mem berikan kesan
palsu adanya kardiomegali, atau menyebabkan murmur aliren ejeksi ‘inosen’
akibat kompresi ringan alur keluar venrikel kanan. Pektus karinatum (dada
merpati) dan kifoskoliosis dapat berkaitan dengan gejala.

Palpasi
Carilah posisi denyut apeks dengan ujung jari, kemudian rabalah dengan
telapaktangan untuk menentukan sifat denyut, terletak sedikit medial dan
diatas ruang interkostal ke lima di garis mid-kalvikular. Seringkali denyutnya
tidak teraba pada posisi terlentang, terutama pada manula, tapi lebih mudah
jika pasien dimiringkan ke kiri. saat memeriksa ekstremitas atas Pada pasien
jantung, berikut merupakan temuan yang paling penting untuk diperhatikan:
a. Sianosis perifer, dimana kulit tampak kebiruan, menunjukkan
penurunan kecepatan aliran darah ke perifer, sehingga perlu waktu yang
lebih lama bagi hemoglobin mengalami desaturasi. Normal terjadi pada
vasokonstriksi perifer akibat udara dingin, atau pada penurunan aliran
darah patologis, misalnya, syok jantung.
b. Pucat, dapat menandakan anemia atau peningkatan tahanan vaskuler
sistemik.
c. Waktu pengisian kapiler (CRT = Capillary Refill Time), merupakan
dasar memperkirakan kecepatan aliran darah perifer. Untuk menguji
pengisian kapiler, tekanlah dengan kuat ujung jari dan kemudian
lepaskan dengan cepat. Secara normal, reperfusi terjadi hampir seketika

16
dengan kembalinya warna pada jari. Reperfusi yang lambat
menunjukkan kecepatan aliran darah perifer yang melambat, seperti
terjadi pada gagal jantung.
Tes CRT dilakukan dengan memegang tangan pasien lebih
tinggi dari jantung (mencegah refluks vena), lalu tekan lembut kuku jari
tangan atau jari kaki sampai putih,kemudian dilepaskan. Catatlah waktu
yang dibutuhkan untuk warna kuku kembali normal (memerah) setelah
tekanan dilepaskan.Pada bayi yang baru lahir, pengisian kapiler dapat
diukur dengan menekan pada tulang dada selama lima detik dengan jari
telunjuk atau ibu jari, dan catat waktu yang dibutuhkanuntuk warna kulit
kembali normal setelah tekanan dilepaskan. Jika aliran darah baik ke
daerah kuku, warna kuku kembali normal kurang dari 2 detik. Pada
bayibaru lahir batas normal pengisian kapiler adalah 3 detik
d. Temperatur dan kelembapan tangan dikontrol oleh sistem saraf
otonom. Normalnya tangan terasa hangat dan kering. Pada keadaan
stress, akan terasa dingin dan lembab. Pada syok jantung, tangan sangat
dingin dan basah akibat stimulasi sistem saraf simpatis dan
mengakibatkan vasokonstriksi. Tangan yang hangat menandakan adanya
vasodilatasi perifer. Pasien dengan payah jantung biasanya terjadi
vasokonstriksi, sehingga tangannya terasa dingin dan kadangkadang
berkeringat akibat peningkatan sekresi adrenaline.
e. Edema meregangkan kulit dan membuatnya susah dilipat.
f. Penurunan turgor kulit terjadi pada dehidrasi dan penuaan.
g. Penggadaan (clubbing) jari tangan dan jari kaki menunjukkan
desaturasi hemoglobin kronis, seperti pada penyakit jantung congenital
h. Tanda-tanda lain, misal finger Splinter haemorhage dan osler node,
mungkin dapat dijumpai pada endokarditis bakterial subakut.

17
Auskultasi
Auskultasi ialah merupakan cara pemeriksaan dengan cara mendengar
bunyi akibat vibrasi (getaran suara) yang ditimbulkan karena kejadian dan
kegiatan jantung dan hemodinamik darah dalam jantung.
Ketika memulai auskultasi keadaan lingkungan sekitar harus tenang dan
mulailah dengan mendengarkan dengan cepat diatas perikordium dengan
menggunakan diafragma dan corong, pasien dengan sikap setengah duduk
(40ᵒ) hal ini akan memberikan kesan memperkeras bunyi dan murmur dari
katup aorta dan pulmonal, dan mungkin katup tricuspid, pasien sebaiknya
miring ke depan dan untuk katup mitral agar badan miring ke kiri. Pada setiap
pergerakan, fase pernapasan perlu dimanfaatkan untuk mendapatkan data
yang maksimal.
1. Auskultasi nadi apikal, biasanya terjadi takikardi (walaupun dalam
keadaan beristirahat)

2. Bunyi jantung, S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja


pompa. Irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah
ke atrium yang distensi. Murmur dapat menunjukkan inkompetensi /
stenosis katup.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan


diagnose penyakit gagal jantung yaitu:

1. Elektro Kardiogram (EKG)


Atrial. Hipertrofi Atrial atau Ventrikuler, Penyimpangan aksis,
Iskemia dan kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : Takikardi,
Fibrilasi Atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih
setelah Imfark Miokard menunjukkan adanya Aneurime Ventricular.

2. Skan Jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding .

18
3. Sonogram (Ekocardiogram, Ekokardiogram Dopple)
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktilitas ventrikular.

4. Kateterisasi Jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis
katup atau insufisiensi.

5. Rongent Dada
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam
pembuluh darah abnormal.

6. Enzim Hepar
Meningkat dalam gagal / kongesti hepar.
7. Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan / penurunan fungsi
ginjal, terapi diuretik.
8. Oksimetri Nadi
Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung
kongestif akut menjadi kronis.

9. Analisa Gas Darah (AGD)


Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan
(dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).

10. Blood Ureum Nitrogen (BUN) dan Kreatinin


Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal.
Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.

11. Pemeriksaan Tiroid

19
Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid
sebagai pre pencetus gagal jantung.

5. Apa saja diagnosis banding sesuai skenario


A. PENYAKIT JANTUNG REMATIK
Penyakit jantung rematik (PJR) adalah penyakit jantung
sebagai akibat gejala sisa dari Demam Rematik, yang ditandai dengan
terjadinya cacat katup jantung.1Penyakit ini merupakan penyebab
kelainan katup yang terbanyak terutama pada anak sehingga
mengurangi produktivitas dan kualitas hidup. Gejala sisa demam
rematik pada katup jantung yang menimbulkan kerusakan katup
jantung
.
A. Etiologi
Etiologi terpenting dari penyakit jantung reumatik adalah
demam reumatik. Demam reumatik merupakan penyakit vaskular
kolagen multisistem yang terjadi setelah infeksi Streptococcus
grup A pada individu yang mempunyai faktor predisposisi.
Keterlibatan kardiovaskuler pada penyakit ini ditandai oleh
inflamasi endokardium dan miokardium melalui suatu proses
’autoimunne’yang menyebabkan kerusakan jaringan. Inflamasi
yang berat dapat melibatkan perikardium

B. Patogenesis
Penyakit jantung rematikmerupakan manifestasi demam
rematik berkelanjutan yang melibatkan kelainan pada katup dan
endokardium. Lebih dari 60% penyakit rheumatic fever akan
berkembangmenjadi rheumatic heart disease. Adapun kerusakan
yang ditimbulkan pada rheumatic heart diseaseyakni kerusakan
katup jantungakan menyebabkan timbulnya regurgitasi. Episode
yang sering dan berulang penyakit ini akan menyebabkan
penebalan pada katup, pembentukan skar(jaringan parut),
kalsifikasi dan dapat berkembang menjadi valvular stenosis.
Sebagai dasar dari rheumatic heart disease, penyakitrheumatic
feverdalam patogenesisnya dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Adapun beberapa faktor yang berperan dalam patogenesis
penyakit rheumatic feverantaralain faktor organisme, faktor host
dan faktor sistem imun.

20
Lesi valvularpada rheumatic feverakan dimulai dengan
pembentukan verrucaeyang disusun fibrindan sel darah yang
terkumpul di katup jantung. Setelah proses inflamasi mereda,
verurucaeakan menghilang dan meninggalkan jaringan parut. Jika
serangan terus berulang veruccaebaru akan terbentuk didekat
veruccae yang lama dan bagian mural dari endokardium dan korda
tendineaakan ikut mengalami kerusakan. Kelainan pada valvular
yang tersering adalah regurgitasi katup mitral(65-70%
kasus).4Perubahan struktur katup diikuti dengan pemendekan dan
penebalan korda tendineamenyebabkan terjadinya insufesiensi
katup mitral. Karena peningkatan volume yang masuk dan proses
inflamasi ventrikel kiri akan membesar akibatnya atrium kiri akan
berdilatasi akibat regurgitasi darah. Peningkatan tekanan atrium
kiri ini akan menyebabkan kongesti parudiikuti dengan gagal
jantung kiri. Apabila kelainan pada mitral berat dan berlangsung
lama, gangguan jantung kanan juga dapat terjadi. Kelainan
katuplain yang juga sering ditemukanberupa regurgitasi
katupaorta akibat dari sklerosis katupaorta yang menyebabkan
regurgitasi darah ke ventrikel kiri diikuti dengan dilatasi dan
hipertropi dari ventrikel kiri. Di sisi lain,dapat terjadi.

Stenosis dari katup mitral. Stenosis ini terjadi akibat


fibrosis yang terjadi pada cincin katup mitral, kontraktur dari daun
katup, corda dan otot papilari. Stenosis dari katup mitral ini akan
menyebabkan peningkatan tekanan dan hipertropi dari atrium kiri,
menyebabkan hipertensi vena pulmonal yang selanjutnya dapat
menimbulkan kelainan jantung kanan

C. Anamnesis
- Riwayat sakit tenggorokan 1-5 minggusebelumnya (pada 70%
anak dan dewasa muda).
- Demam, disertai tanda klinis yang tak spesifikseperti: rash, nyeri
kepala, berat badan turun, epistaksis, rasa lelah, malaise, keringat
berlebihan, pucat, nyeri dada dengan ortopnu, nyeri abdomen,
muntah.
- Keluhan yang lebih spesifik untuk DRA:
 Nyeri sendi yang berpindah-pindah
 Nodul subkutan
 Iritabel, konsentrasi menurun, perubahankepribadian
seperti gangguan auto immune neuropsychiatric (pada
anak dengan infeksi streptococcus)
 Disfungsi motoric

21
 Riwayat demam rematik sebelumnya (ada
kecenderungam berulang)

D. Pemeriksaan Fisik
1. Pericarditis:
- Friction rub
- Pericardial efusi, ditandai dengan bunyi jantung menjauh;
2. Miokarditis:
- Tanda-tanda gagal jantung yang tidak jelas penyebabnya
- Fungsi ventrikel kiri jarang terganggu.
3. Endokarditis / Valvulitis:
- Pada pasien tanpa riwayat penyakit jantung rematik:
terdengar bising regurgitasi mitral diapeks (dengan atau
tanpa bising mid diastolik, Carey Coombs murmur).
- Pada pasien dengan riwayat penyakit jantung rematik: ada
perubahan karakteristik bising atau terdengar bising baru.

E. Diagnosis
Kriteria yang digunakan untuk diagnosis : kriteria Jones.

Kriteria Mayor Kriteria Minor


1. Karditis 1. Klinis: demam, poliartralgia
2. Laboratorium: peningkatan
penanda inflamasi akut (LED,
2. Poliartritis migrans
leukosit)

3. EKG: interval PR
3. Syndenham Chorea
memanjang
4. Eritema marginatum
5. Nodul Subkutan

Bukti adanya infeksi GAS beta hemolyticus dalam 45 hari


sebelumnya :
1. Peningkatan titer ASTO >333 unit untuk anak dan >250 untuk
dewasa
2. Kultur tenggorok (+)
3. Rapid antigentes untuk Streptococcus group A
4. Demam scarlet yang baru terjadi

22
Demam rematik berulang pada pasien dengan penyakit jantung
rematik Memenuhi 2 kriteria minor + bukti infeksi GAS + sequel
penyakit jantung rematik sebelumnya.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG
2. Foto rontgen dada
3. Lab : darah rutin ,LED, CRP, ASTO, kultur swab
tenggorokan
4. Ekokardiografi.

G. Penatalaksanaan
- Eradikasi:
- Benzatin penisilin :1,2 juta U IM (BB <27 Kg:600.000 U IM)
- Phenoxymethil Penicillin (Penicilin V) selama10 hari
o Dewasa dan remaja : 750- 1000 mg/hari dibagi 2-4
dosis
o Anak: 500 –750 mg/hari dibagi 2-3 dosis
- Amoxicilin: 25–50 mg/KgBB/hari dibagi 3 dosis (dosis
maximal 750-1000 mg/hari) selama 10 hari

Bila alergi Penicillin dapat diberikan:


- Cephalosporin spectrum sempit (cephalexin, cefadroxil) per-
oral dengan dosis bervariasi selama 10 hari
- Clindamycin 20 mg/KgBB/hari per-oral dibagi 3 dosis
(maksimal 1.8 gram/hari) selama 10 hari;
- Azithromycin 12 mg/KgBB per-oral sekali sehari (maksimal
500 mg) selama 5 hari
- Clarithromycin 15 mg/KgBB/hari per-oral dibagi dalam 2dosis
(maksimal 500 mg), selama 10 hari. Kultur diulang 2-7 hari
pasca selesai pemberian anti biotik.

Anti radang untuk karditis dan poliarthritis migrans


- Prednison: 2 mg/KgBB/hari (maksimal 80 mg/hari) selama 2
minggu, kemudian di sapih 20- 25% tiap minggu, atau
- Salisilat: 100 mg/KgBB dibagi 4-5 dosis (maksimal 6 g/hari)
selama 2 minggu, kemudian 60-70 mg/KgBB/hari selama 3 –6
minggu.

23
B. GAGAL JANTUNG KONGESTIF

a. Definisi CHF

Gagal Jantung Kongestif adalah ketidakmampuan jantung


memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrien. Gagal Jantung
Kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya
hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara
abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering
digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.

b. Etiologi CHF

Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :

1. Kelainan Otot Jantung

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot


jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi
yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup
ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit
degeneratif atau inflamasi.

2. Aterosklerosis Koroner

Mengakibatkan disfungsi miokardium kare na


terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal

24
jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif,
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun .

3. Hipertensi Sistemik atau Pulmonal

Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya


mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.

4. Peradangan dan Penyakit Miokardium Degeneratif

Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini


secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan kont
raktilitas menurun.

5. Penyakit Jantung Lain

Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit


jantung yang sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi
jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran
darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner) , ketidak
mampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, pericardium,
perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan
mendadak after load .

6. Faktor Sistemik

Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam


perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme (misal : demam), hipoksia dan anemia di perlukan

25
peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen
sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai
oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan
abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung

c. Patofisiologi CHF

Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang


hanya melibatkan satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma
klinik akibat kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu
memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal
jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal,
syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan patologik
berupa penurunan fungsi jantung.

Salah satu respon hemodinamik yang tidak normal


adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari
jantung atau preload. Respon terhadap jantung menimbulkan
beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk
meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan
pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi
ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi
tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal
dan aktivasi system saraf adrenergik.

Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk


memompa (pump function) dengan kontraktilias otot jantung
(myocardial function). Pada beberapa keadaan ditemukan
beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai
pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik.

26
Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik
tetapi secara klinis tidak tampak tanda - tanda gagal jantung
karena beban jantung yang ringan. Pada awal gagal jantung
akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan
aktivitas saraf simpatis dan sistem Renin Angiotensin
Aldosteron, serta pelepasan Arginin Vasopressin yang
kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan
kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung
yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan
penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan
merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral.

Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu


akan meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan
preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui
hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi,
peninggian afterload, peninggian preload dan hipertrofi
dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga
terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi.

Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik


(penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan
volume ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak
efisien secara mekanis (hukum Laplace). Jika persediaan
energi terbatas (mmisal pada penyakit koroner) selanjutnya
bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas. Selain itu
kekakuan ventrikel akan menyebabkan terjadinya disfungsi
ventrikel. Pada gagal jantung kongestif terjadi stagnasi aliran

27
darah, embolisasi sistemik dari trombus mural, dan disritmia
ventrikel refrakter. Disamping itu keadaan penyakit jantung
koroner sebagai salah satu etiologi CHF akan menurunkan
aliran darah ke miokard yang akan menyebabkan iskemik
miokard dengan komplikasi gangguan irama dan sistem
konduksi kelistrikan jantung.

Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan


penurunan aktivitas listrik menunjukan peningkatan presentase
kematian jantung mendadak, karena frekuensi takikardi
ventrikel dan fibrilasi ventrikel menurun.

WHO menyebutkan kematian jantung mendadak bisa


terjadi akibat penurunan fungsi mekanis jantung, seperti
penurunan aktivitas listrik, ataupun keadaan seperti emboli
sistemik (emboli pulmo, jantung) dan keadaan yang telah
disebutkan diatas. Mekanisme yang mendasari gagal jantung
meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung, yang
menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung
normal.

Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan


persamaan CO = HR X SV dimana curah jantung adalah
fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup. Curah jantung
yang berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis akan
mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah
jantung, bila mekanisme kompensasi untuk mempe rtahankan
perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup
jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahan

28
kan curah jantung. Tapi pada gagal jantung dengan masalah
utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume
sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat
dipertahankan. Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa
pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor yaitu :

1. Preload : setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah


darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan
tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan
serabut jantung.
2. Kontraktilitas : mengacu pada perubahan kekuatan
kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan
dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar
kalsium.
3. Afterload : mengacu pada besarnya ventrikel yang harus
dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan
tekanan yang di timbulkan oleh tekanan arteriole.

d. Manifestasi Klinis CHF

Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung


dari umur pasien, beratnya gagal jantung, etiologi penyakit
jantung, ruang - ruang jantung yang terlibat, apakah kedua
ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan
penampilan jantung.

Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu


ditemukan :

29
1. Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal
nocturnal dyspnea.
2. Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi,
mual, muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer.
3. Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala,
mimpi buruk sampai delirium.

e. Komplikasi CHF
1. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena
(thrombosis vena dalam atau deep venous thrombosis dan
emboli paru atau EP) dan emboli sistemik tinggi, terutama
pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.
2. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa
menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi
pemantauan denyut jantung (dengan digoxin atau β b locker
dan pemberian warfarin).
3. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan
diuretik dengan dosis ditinggikan.
4. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop
atau sudden cardiac death (225 - 50%% kematian CHF). Pada
pasien yang berhasil diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan
vebrilator yang ditanam mungkin turut mempunyai peranan.

f. Penatalaksanaan CHF

Dasar penatalaksanaan pasien gagal jantung adalah:

1. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.

30
2. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung
dengan bahan - bahan farmakologis.
3. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan
dengan terapi diuretik diet dan istirahat.

g. Terapi Farmakologi

 Diuretik (Diuretik Tiazid dan Loop Diuretik). Mengurangi


kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala
volume berlebihan seperti ortopnea dan dispnea noktural
peroksimal , menurunkan volume plasma selanjutnya
menurunkan preload untuk mengurangi beban kerja jantung
dan kebutuhan oksigen dan juga menurunkan afterload agar
tekanan darah menurun.
 Antagonis Aldosterone. Menurunkan mortalitas pasien dengan
gagal jantung sedang sampai berat.
 Obat Inotropik. Meningkatkan kontraksi otot jantung dan
curah jantung.
 Glikosida Digitalis. Meningkatkan kekuatan kontraksi otot
jantung menyebabkan penurunan volume distribusi.
 Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat). Mengurangi preload
dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah vena
menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan
meningkatkan kapasitas vena.
 Inhibitor ACE. Mengurangi kadar angiostensin II dalam
sirkulasi dan mengurangi sekresi aldosteron sehingga
menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air. Inhibitor ini

31
juga menurunkan retensi vaskuler vena dan tekanan darah yg
menyeba bkan peningkatan curah jantung.

h. Terapi non farmakologi

Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai


beratnya keluhan seperti: diet rendah garam, mengurangi berat
badan, mengurangi lemak, mengurangi stress psikis,
menghindari rokok, olahraga teratur.

B. STENOSIS MITRAL
Mitral stenosis adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah
dari atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolic akibat penyempitan
katup mitral. Penyebab MS paling sering demam rematik, penyebab lain
adalah Karsinoid, Sistemik Lupus Eritematosus, Rheumatoid Artritis,
Mukopolin- Sakharidosis dan kelinan bawaan

a. Patogenesis
proses perusakan katup mitral pada demam rematik sebetulnya
adalah suatu proses antigen – antibody atas infeksi kuman
streptokokkus beta hemolitikus grup A. Antibody tersebut ternyata
tidak hanya menyerang kuman tersebut, tetapi juga menyerang katup
mitral, dan merusak katup tersebut.
Katup mitral yang terkena rematik akan menebal, mengalami
fibrosis dan terjadi perlengketan pada tepi katup. Hasil akhir dari
proses patologis ini adalah penyempitan area katup mitral. Hambatan
aliran darah pada katup mitral ini akan menyebabkan peningkatan
tekanan atrium kiri diikuti dilatasi atrium kiri maupun vena
pulmonalis yang kemudian akan menyebabkan peningkatan tekanan

32
vena pulmonalis.
Pada saat aktifitas fisik meningkat, frekuensi denyut jantung
juga meningkat, sehingga fase diastolic memendek dan waktu yang
diperlukan untuk mengosongkan atrium kiri pendek.Akibat dari
kondisi ini, terjadilah peningkatan tekanan di atrium kiri dan vena
pulmonalis, yang akhirnya menimbulkan edema paru.

b. Gambaran Klinis
Keluhan yang lazim dirasakan oleh pasien dengan MS adalah
lekas lelah, sesak bila aktifitas yang makin lama makin berat.Pada MS
yang berat, keluhan sesak dapat timbul saat tidur malam, bahkan
dalam keadaan istirahat sambil berbaring.Kadang juga didapatkan
keluhan berdebar bila ada irama fibrilasi atrium.

c. Pemeriksaan Fisik
pada penderita MS yang berat sering ditemukan warna
kebiruan pada kedua pipi yang dikenal sebagai wajah mitral, kondisi
ini terjadi karena curah jantung yang rendah dalam waktu lama
Palpasi :
- Pulsasi nadi biasanya lemah dan kecil
- Tapping Apex – teraba S1
- Opening Snap mungkin teraba disamping buny jantng 1 dan
- Aktivitas ventrikel kanan teraba keras
- Bunyi jantung 2 yang keras bias teraba
Auskultasi :
- Bunyi jantung 1 yang mengeras
- Bunyi jantung 2 normal atau mengeras bila sudah terjadi hipertensi
pulmoner
- Bunyi jantung tambahan : opening snap menandai daun katup mitral

33
yang asih lentur ketika membuka pada fase diastolic.
- Terdengar bising / murmur mid diastolic di daerah apekx jantung.

d. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis


- Foto Rontgen Toraks : pada penderta MS ditandai dengan aorta
yang relatif kecil, pinggang jantung mendatar atau bahkan
mencembung, apeks jantung terangkat, pembesaran atrium kanan
serta gambaran kontur ganda yang menandai pembesaran atrium kiri.
- Ekokardiografi : terlihat penebalan dan pengapuran katup mitral
serta apparatus subvalvar, gerakan katup mitral yang terbatas
sehingga bentuk katup menyerupai kubah pada fase akhir diastolic.
- Kateterisasi Jantung : penyadapan jantung akan dapat menetukan
gradient tekanan diastolic transmiral, area Ktup mitral, tekanan arteri
pulmoalis dan tekanan baji yang umumnya dapat mewakili tekanan di
arium kiri
- Ekokardiografi Transofageal

e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan MS secara umum dibagi dua, yaitu
medikamentosa dan intervensi mekanik meliputi intervensi bedah dan
intervensi perkutan.
Terapi medika mentosa ditujukan untuk mencegah atau
mengurangi kelebihan cairan dengan pemberian diuretic dan
memperlambat frejuensi denyut jantung secara digitalis, beta blocker
atau antagonis kalsium golongan non – dihidropirin
Intervensi mekanik non bedah pada saat ini menjadi pilihan
utama baginMS sedang sampai berat, apabila kondisi katup mitral
cukup ideal, yaitu skor wilkins ≤ 8. Bahkan dikatakan skor
wilkins<10 masih bias dilakukan percutaneous balllon mitral

34
valvuloplasty (PBMV) bila skor pengapuran atau kalsifikasinya <3.
Tindakan intervensi bedah menjadi pilihan pada MS apabila terdapat :
- Skor wilkins > 10
- Skor pengapuran ≥ 3
- Thrombus yang besar atau yang sulit dihilangkan dengan
antikoagulan
- Regurgitasi mitral derajat sedang sampai berat
- Kelainan katup lain yang juga memerlukan tindakan bedah
- Penyempitan arteri coroner yang memerlukan operasi bedah pintas
coroner

6. Bagaimana pencegahan sesak napas pada penyakit kardiovaskuler?

Hampir semua kasus penyakit jantung berawal dari minimnya kesadaran


dan pengetahuan akan gaya hidup sehat penderita. Oleh karena itu, penting
melakukan gaya hidup sehat sebagai berikut:

 Tidak merokok dan minum minuman keras/beralkohol


 Jalani pola makan sehat dengan konsumsi buah-buahan serta sayuran,
dan kurangi makanan berlemak
 Mengontrol kadar gula dan tekanan darah dalam batas normal
 Olahraga teratu

7. Apa saja perspektif islam sesuai skenario?

35
“Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur’an) dari
Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada, dan petunjuk serta
rahmat baggi orang yang beriman” (QS:Yunus 57).
Kandungan Surah Yunus ayat 57

Ruh manusia, sebagaimana tubuhnya, mengalami gangguan dan


penyakit-penyakit. Oleh karenanya ia juga memerlukan perawatan dan
pengobatan. Berbagai penyakit yang biasa terjadi pada ruh dan jiwa manusia
seperti takabur, berbangga diri, bakhil, hasud dan riya. Bila penyakit ini
menyerang jiwa manusia dan tidak segera diobati, maka ia bisa mengakibatkan
kekufuran dan nifak, sehingga manusia bisa melenceng dari jalan petunjuk dan
hidayat. Sementara al-Quran dengan berbagai peringatan dan janjinya dapat
mencegah manusia dari melakukan berbagai perbuatan jahat dan dosa.

Dari sisi lain, kitab suci ini memberikan keterangan dan penjelasan
mengenai kufur dan azab Ilahi guna dapat memantik pengertian dan kesadaran
manusia, sehingga jiwa dan ruhnya menjadi bersih. Dengan demimian
diharapkan manusia terjauhkan dari melakukan kejahatan dan dosa. Sudah
barang tentu jiwa dan ruh yang sehat, bersih dan suci dapat memudahkan jalan
untuk mendapatkan petunjuk dan rahmat Allah. Oleh karena itu, Allah Swt
berkata kepada Nabi-Nya agar menyampaikan kepada orang-orang Mukminin,
Sebaik-baik investasi dan sesuatu yang mereka kumpulkan adalah iman kepada
kitab suci Allah, mengikuti ajaran dan petunjuknya, dan hendaknya hati mereka
bergembira atas nikmat besar, dan sekali-kali bukan dengan membanggakan
kekayaan dunia yang menumpuk."
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:

1. Al-Quran adalah sebaik-baik obat untuk menyembuhkan hati, jiwa dan ruh
yang sakit.
2. Untuk menyembuhkan penyakit dan berbagai problema baik individu
maupun sosial dewasa ini, manusia harus mengkaji dan merenungi kitab
suci Al-Quran.
3. Al-Quran merupakan harta karun yang lebih baik dari segala kekayaan
dunia. Orang miskin yang sebenarnya adalah orang yang tidak
mendapatkan dan mengenyam pendidikan kitab suci Ilahi ini, sekalipun ia
memiliki seluruh harta dunia. Sebaliknya, orang yang kaya adalah orang
yang hidupnya bersama l-Quran, sekalipun secara lahiriah ia dalam
kesempitan dan tidak mempunyai uang.

36
“Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan
penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa
Ta’ala.” (HR. Muslim)
Kandungan Hadist berdasarkan skenario :
Maksud hadits tersebut adalah, apabila seseorang diberi obat yang
sesuai dengan penyakit yang dideritanya, dan waktunya sesuai dengan yang
ditentukan oelh Allah, maka dengan seizin-Nya orang sakit tersebut akan
sembuh. Dan Allah akan mengajarkan pengobatan tersebut kepada siapa saja
yang Dia kehendaki. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam,

“ Sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan pula


obatnya. Ada yang tahu, dan ada juga yang tidak tahu “ (H.R. Ahmad, shahih)

Ungkapan Rasulullah, “Setiap penyakit pasti memiliki obat...”


memberikan penguatan jiwa kepada orang sakit serta dokter yang merawatnya.
Dan juga memberikan dorongan untuk mencari obat dan mempelajarinya.
Karena, kalau orang sakit meyakini bahwa ada obat yang dapat menyembuhkan
penyakitnya, maka terbukalah pintu harapan baginya dan hilanglah
keputusasaan dari dalam dirinya. Ketika semangat seperti ini sudah meningkat,
maka daya tahan tubuh yang mendukung tubuhnya juga akan meningkat
sehingga mampu mengatasi, bahakn menolak penyakit. Demikian juga bagi si
dokter sendiri, kalau ia sudah meyakini bahwa setiap penyakit ada obatnya,
maka ia juga terus mencari obat dari suatu penyakit dan akan terus melakukan
penelitian.

37
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Ajar Kardiologi FKUI. Cetakan 2004
2. Joewono, B.S. 2003, IlmuPenyakitJantung, Airlangga University Press,
Surabaya. Mansjoer, Arief, dkk., 2005, Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga
Jilid 2,Media Aesculapius, Penerbit FK UI, Jakarta
3. Surya Sanjaya, dkk. Insuffisiensi Katup Mitral pada Seorang Penderita Lupus
Eritematosus.l muPenyakit dalam.FK Unud/ RSUP Sanglah,.Denpasar
4. Fabbela Khoiriah1, Dian Isti Anggraini. Congestive Heart Failure NYHA IV et
causa Penyakit Jantung Rematik dengan Hipertensi Grade II dan Gizi Kurang
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Bagian Ilmu Gizi, Fakultas
Kedokteran, Universitas Lampung
5. Pande Made Indra Premana.2018. Penyakit Jantung Rematik. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana
6. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani W. I, Setiowulan W. “Kapita
Selekta Kedokteran” Edisi ke-3 jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran UI
7. Gray H. huon, lecture notes kardiologi. Penerbit erlangga. Hal 1-20
8. Depkes, Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, Ditjen Bina
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan. PHARMACEUTICAL CARE UNTUK
PENYAKIT HIPERTENSI. 2006
9. Rilantono, lyli l. 2015. Penyakit kardiovaskuler. Jakarta. Edisi 3. Halamam 280 –
287
10. Bakta, made, dkk., 2000, gawat darurat di bidang penyakit dalam, Jakarta:EGC,
hal 3.
11. Kabo, Peter. 2008, mengungkap pengobatan penyakit jantung koroner,
Jakarta:Gramedia pustaka utama, hal 62.
12. Panduan praktik klinis dan clinical pathway penyakit jantung dan pembuluh.
2016. Edisi 1. Perhimpunan spesialis kardiovaskular indonesia

38

Anda mungkin juga menyukai