HISPRUNG
A. Definisi
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel
– sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak
adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak
adanya evakuasi usus spontan (Cecily Betz & Sowden : 2002).
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan
penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan
terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir £ 3 Kg, lebih banyak laki – laki dari
pada perempuan. (Arief Mansjoeer : 2000 ).
Hirschprung adalah penyakit akibat tidak adanya sel –sel ganglion di
dalam usus yang terbentang ke arah proksimal mulai dari anus hingga jarak
tertentu. (Behrman & vaughan,1992:426)
Hirschprung adalah aganglionosis ditandai dengan tidak terdapatnya
neuron mienterikus dalam sengmen kolon distal tepat disebelah proksimal
sfingter ani (Isselbacher,dkk,1999:255)
Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion
parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai usus halus (
Ngastiyah,2005:219)
B. Klasifikasi
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, Hirschprung dapat dibagi menjadi
dua, yaitu :
1. Penyakit hirschprung segmen pendek
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan
70% dari kasus penyakit hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada
anak laki- laki dibanding anak perempuan.
2. Penyakit hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon
atau usus halus. Ditemukan sama banyak baik laki – laki maupun
perempuan.
C. Etiologi
Penyebab dari Hirschprung yang sebenarnya tidak diketahui, tetapi
Hirschsprung atau Mega Colon diduga terjadi karena :
1. Faktor genetik dan lingkungan, sering terjadi pada anak dengan Down
syndrom.
2. Adanya kegagalan sel-sel ”Neural Crest” ambrional yang berimigrasi
ke dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan
submukoisa untuk berkembang ke arah kranio kaudal di dalam dinding
usus.
3. Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus
Auerbach di kolon.
4. Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian
bawah kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang
berlebihan pada kolon.
1. Konstipasi
2. Diare berulang
3. Tinja seperti pita dan berbau busuk
4. Distenssi abdomen
5. Adanya masa difecal dapat dipalpasi
6. Gagal tumbuh
7. Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi
E. Patofisiology
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya
kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa
kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian
proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau
tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya
evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga
mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya
akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal
sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon (Cecily Betz & Sowden,
2002:196).
Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah
tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap
daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut
melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).
Aganglionic mega colon atau hirschprung dikarenakan karena tidak
adanya ganglion parasimpatik disubmukosa (meissher) dan mienterik
(aurbach) tidak ditemukan pada satu atau lebih bagian dari kolon
menyebabkan peristaltik usus abnormal. Peristaltik usus abnormal
menyebabkan konstipasi dan akumulasi sisa pencernaan di kolon yang
berakibat timbulnya dilatasi usus sehingga terjadi megakolon dan pasien
mengalami distensi abdomen. Aganglionosis mempengaruhi dilatasi sfingter
ani interna menjadi tidak berfungsi lagi, mengakibatkan pengeluaran feses,
gas dan cairan terhambat. Penumpukan sisa pencernaan yang semakin banyak
merupakan media utama berkembangnya bakteri. Iskemia saluran cerna
berhubungan dengan peristaltik yang abnormal mempermudah infeksi kuman
ke lumen usus dan terjadilah enterocolitis. Apabila tidak segera ditangani anak
yang mengalami hal tersebut dapat mengalami kematian (kirscher dikutip oleh
Dona L.Wong,1999:2000)
F. Komplikasi
Menurut Corwin (2001:534) komplikasi penyakit hirschsprung yaitu
gangguan elektrolit dan perforasi usus apabila distensi tidak diatasi. Menurut
Mansjoer (2000:381) menyebutkan komplikasi penyakit hirschprung adalah:
1. Pneumatosis usus
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang
iskemik distensi berlebihan dindingnya.
2. Enterokolitis nekrotiokans
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang
iskemik distensi berlebihan dindingnya.
3. Abses peri kolon
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang
iskemik distensi berlebihan dindingnya.
4. Perforasi
Disebabkan aliran darah ke mukosa berkurang dalam waktu lama.
5. Septikemia
Disebabkan karena bakteri yang berkembang dan keluarnya endotoxin
karena iskemia kolon akibat distensi berlebihan pada dindinng usus.
1. Daerah transisi
2. Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang
menyempit
3. Entrokolitis padasegmen yang melebar
4. Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam
Pada bayi baru lahir, barium enema tidak selalu memperlihatkan
gambaran yang jelas dari penyakit apabila seluruh kolon tidak mempunyai sel
ganglion. Hal ini terjadi meskipun pengeluaran barium terlambat 24 jam
setelah pemeriksaan diagnostik.
2. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe
pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal,
perhatikan utama antara lain :
a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital
pada anak secara dini
b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan
)
d. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana
pulang ( FKUI, 2000 : 1135 )
I. Pathway
J. Diagnosa
Dx 1
Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
NOC : Respiratory status
Kriteria Hasil :
1) Frekuensi pernafasan dalam batas normal
2) Irama nafas sesuai yang diharapkan
3) Ekspansi dada simetris
4) Bernafas mudah
5) Keadaan inspirasi
NIC :
Respiratory monitoring
1) Monitor frekuensi, ritme, kedalamam pernafasan.
2) Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot tambahan.
3) Monitor pola nafas bradipnea , takipnea, hiperventilasi.
4) Palpasi ekspansi paru
5) Auskultasi suara pernafasan
Oxygen therapy
Dx 2
Kriteria hasil :
1) Mengenali faktor penyebab
2) Menggunakan metode pencegahan
3) Menggunakan metode pencegahan non analgetik untuk mengurangi nyeri.
4) Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan
5) Mengenali gejala – gejala nyeri
NIC :
Pain management
Analgetik administration
Dx 3
Kriteria hasil :
1) Stamina
2) Tenaga
3) Kekuatan menggenggam
4) Penyembuhan jaringan
5) Daya tahan tubuh
6) Pertumbuhan
NIC :
Manajemen nutrisi
Kriteria hasil :
Dx 5
Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan pemasukan terbatas
karena mual.
Dx 6
Kriteria hasil :