Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Gagal jantung adalah peningkatan masalah bagi sistem kesehatan di


semua negara berkembang. Gagal jantung merupakan ketidakmampuan jantung
untuk mempertahankan curah jantung (cardiac output/ CO) dalam memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Penurunan CO mengakibatkan volume darah yang
efektif berkurang. Untuk mempertahankan fungsi sirkulasi yang adekuat, maka di
dalam tubuh terjadi suatu reflek homeostasis atau mekanisme kompensasi melalui
perubahan-perubahan neurohormonal, dilatasi ventrikel dan mekanisme frank-
starling. Dengan demikian, manifestasi klinis gagal jantung terdiri dari berbagai
respon hemodinamik renal, neural, dan hormonal yang tidak normal.1
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir, atau menurunkan
kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal
meliputi regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel;dan beban akhir meningkat
pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik.2
Data dari Center for Disease Control and Prevention (CDC) tahun
2012, di Amerika Serikat terdapat sekitar 5,7 juta penduduk yang menderita gagal
jantung.4 Dimana 55.000 kematian tiap tahunnya disebabkan oleh gagal jantung.5

Di Indonesia, menurut Data dan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007


menyebutkan bahwa penyakit jantung masih merupakan penyebab utama dari
kematian terbanyak pasien di rumah sakit Indonesia. Menurut data di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 2006 di ruang rawat jalan dan
inap didapatkan 3,23% kasus gagal jantung dari total 11.711 pasien.3 Pasien gagal
jantung sekarang dikategorikan menjadi 2 group (1) gagal jantung dengan
penurunan fraksi ejeksi (dikenal sebagai gagal sistolik) atau (2) gagal jantung
dengan fraksi ejeksi tetap (dikenal sebagai gagal jantung diastolik ).2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gagal Jantung


Gagal jantung adalah sindroma klinis (sekumpulan tanda dan gejala) yang
ditandai oleh sesak nafas dan fatique (saat istirahat atau saat aktifitas) yang
disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Pada gagal jantung terjadi
keadaan yang mana jantung tidak dapat menghantarkan curah jantung yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.
Perbedaan gagal jantung akut dengan gagal jantung kronik terdapat pada
onset waktu, Gagal Jantung Akut (GJA) didefinisikan sebagai serangan
cepat/rapid onset (<24 jam) dari gagal jantung dapat berupa serangan pertama (de
novo) ataupun perburukan dari gejala sebelumnya (acute on chronic).1 Sedangkan
gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindroma klinis yang kompleks akibat
kelainan struktural atau fungsional yang mengganggu kemampuan pompa jantung
atau mengganggu pengisian jantung.2

2.2 Etiologi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi
penting untuk mengetahui penyebab gagal jantung, di Negara maju penyakit arteri
koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak, sedangkan di Negara
berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit katup jantung dan
penyakit jantung akibat malnutrisi. Secara garis besar penyebab terbanyak gagal
jantung adalah penyakit jantung koroner 60-75%, dengan penyebab penyakit
jantung hipertensi 75%, penyakit katup (10%) serta kardiomiopati dan sebab lain
(10%).7
Hipertensi telah terbukti meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung
pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui
beberapa mekanisme, termasuk hipertropi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri
dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolic, meningkatkan
risiko terjadinya infark miokard dan memudahkan untuk terjadinya aritmia.
Ekokardiografi yang menunjukkan hipertropi ventrikel kiri berhubungan kuat

2
dengan perkembangan gagal jantung. Adanya krisis hipertensi dapat
menyebabkan timbulnya gagal jantung akut.7
Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan
dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertropi ventrikel kiri. Atrial
fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul bersamaan.4
Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal
jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia. Konsumsi alkohol yang
berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung
alkohol). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2-3% dari kasus. Alkohol juga
dapat menyebabkan malnutrisi dan defisiensi tiamin.4
Obat-obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi
seperti doksorubisin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan
gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.4

2.3 Patofisiologi
Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu:
1. Gangguan mekanik
Beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau
bersamaaan yaitu :
 Beban tekanan
 Beban volume
 Tamponade jantung atau konstriksi perikard
 Obstruksi pengisian ventrikel
 Aneurisma ventrikel
 Disinergi ventrikel
 Restriksi endokardial atau miokardial
2. Abnormalitas otot jantung
 Primer : kardiomiopati, miokarditis metabolik (DM, gagal ginjal kronik,
anemia), toksin atau sitostika.
 Sekunder : Iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltratif, korpulmonal
3. Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi

3
Mekanisme Kompensasi

Beberapa mekanisme kompensasi alami muncul pada pasien dengan gagal


jantung yang mengkompensasi penurunan curah jantung dan membantu mengatur
tekanan darah agar cukup untuk perfusi organ-organ vital. Kompensasi ini
termasuk (1) mekanisme Frank-Starling, (2) perubahan neurohormonal, dan (3)
hipertrofi ventrikel dan remodeling.6

Gambar 1.
Gambar di atas menunjukkan Mekanisme kompensasi pada gagal jantung.
Kedua mekanisme Frank-Starling (yang dipicu oleh kenaikan EDV) dan
hipertrofi miokard (dalam meresponi overload tekanan atau volume) berfungsi
untuk mempertahankan stroke volume (garis putus-putus). Namun, kenaikan
kronis di EDV oleh kekakuan ventrikel lalu meningkatkan tekanan atrium, yang
pada gilirannya mengakibatkan manifestasi klinis gagal jantung (misalnya,
kongesti paru dalam kasus gagal jantung kiri).6

Mekanisme Frank-Starling

Gagal jantung yang disebabkan oleh gangguan kontraktilitas ventrikel kiri


menyebabkan pada preload tertentu, stroke volume menurun dibandingkan
dengan normal. Stroke volume yang berkurang menyebabkan pengosongan ruang
tidak lengkap, sehingga volume darah yang terakumulasi dalam ventrikel selama
diastol lebih tinggi dari normal. Hal ini meningkatkan peregangan pada
myofibers, lalu melalui mekanisme Frank-Starling, menginduksi stroke volume
yang lebih besar pada kontraksi berikutnya, yang membantu untuk mengosongkan
ventrikel kiri yang membesar dan menormalkan kembali curah jantung.6

4
Mekanisme kompensasi yang menguntungkan memiliki batas-batasnya
namun, dalam kasus gagal jantung berat dengan depresi kontraktilitas, kurva
mungkin hampir datar pada volume diastolik yang lebih tinggi, mengurangi
pembesaran dari cardiac output yang dicapai melalui penigkatan pengisian ruang
jantung. Bersamaan dalam keadaan tersebut, ditandai peningkatan EDV dan EDP
(yang disalurkan retrograde ke atrium kiri, vena paru, dan kapiler) dapat
mengakibatkan kongesti paru dan edema.6

Perubahan Neurohormonal

Beberapa mekanisme kompensasi neurohormonal diaktifkan saat gagal


jantung dalam mengkompensasi curah jantung yang menurun. Tiga kompensasi
yang paling penting (1) sistem saraf adrenergik, (2) sistem renin-angiotensin-
aldosteron, dan (3) peningkatan hormon antidiuretik (ADH). Mekanisme ini
berfungsi untuk meningkatkan resistensi pembuluh darah sistemik, yang
membantu untuk mempertahankan perfusi arteri ke organ vital, bahkan dalam
keadaan output jantung berkurang.

Gambar 2.

5
Gambar di atas menunjukkan kompensasi neurohormonal dalam
menanggapi output jantung yang berkurang dan tekanan darah pada gagal jantung.
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik, renin-angiotensin-aldosteron system,
dan hormon antidiuretik berfungsi untuk mendukung curah jantung dan tekanan
darah (kotak). Namun, konsekuensi yang merugikan dari aktivasi (garis putus-
putus) mencakup peningkatan afterload dari vasokonstriksi berlebihan (yang
kemudian dapat menghambat cardiac output) dan retensi cairan yang berlebihan,
yang menyebabkan edema perifer dan kongesti paru.

Meskipun efek akut dari stimulasi neurohormonal menguntungkan, efek


kronis dari mekanisme ini seringkali pada akhirnya terbukti merusak jantung
secara progresif.6

2.4 Faktor Presipitasi


Banyak pasien dengan gagal jantung tetap asimtomatik untuk waktu yang
lama baik karena penurunan yang ringan atau karena disfungsi jantung yang
terkompensasi. Seringkali manifestasi klinis dipicu oleh keadaan yang
meningkatkan beban kerja jantung dan menjadi dekompensasi.6
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gejala pada pasien dengan gagal
jantung kronis terkompensasi
 Kebutuhan metabolik yang meningkat
Demam, infeksi, anemia, takikardi, hipetirois, kehamilan
 Peningkatan preload
Konsumsi sodium berlebihan, intake cairan berlebihan, gagal ginjal
 Peningkatan afterload
Hipertensi yang tidak terkontrol, emboli paru
 Keadaan yang mengganggu kontraktilitas
Obat Inotropik negative, iskemia myocard atau infark, konsumsi ethanol
berlebihan
 Makan obat gagal jantung tidak teratur, bradikardia yang terlalu pelan

2.5 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis gagal jantung, biasa digunakan kriteria
Framingham dengan syarat didapatkan kriteria 2 mayor atau 1 major dan 2 minor.

6
Kriteria Mayor Kriteria Minor

1. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea 1. Edema pada ekstremitas


2. Kardiomegali 2. Batuk nocturnal
3. Gallop S3 3. Decreased vital pulmonary
4. Desakan vena sentralis meningkat capacity (1/3 of maximal)
5. Hepatojugular reflux 4. Hepatomegali
6. Ronkhi basah basal 5. Efusi pleura
7. Edema paru 6. Takikardi (≥ 120xpm)
8. Waktu sirkulasi yang lama (> 25 detik) 7. Dyspnea on d’effort
9. Berat badan menurun drastis ≥ 4,5 kg dalam
5 hari

Klasifikasi New York Heart Association


 Kelas I : Tidak ada gejala saat aktivitas fisik
 Kelas II : Sedikit gejala saat aktivitas. Dyspnea dan kelelahan saat
aktivitas sedang (misalnya : lari naik tangga)
 Kelas III : Gejala sedang saat aktivitas. Dyspnea saat aktivitas sedikit,
misalnya jalan naik tangga
 KelasIV : Gejala berat saat aktivitas. Gejala muncul saat istirahat
Kelas NYHA bersifat reversible, tetapi kerusakan struktur yang
diakibatkannya bersifat irreversible.

Klasifikasi ACC / AHA ( American College of Cardiology / American


College Heart Association )
Tahapan Gagal Jantung Kronis
 Tahap A
Pasien dengan resiko gagal jantung, tapi belum ada disfungsi struktur
jantung(contoh : pasien, dengan penyakit jantung koroner, hipertensi atau
dengan riwayat keluarga kardiomyopati).

 Tahap B
Pasien dengan kerusakan struktur jantung berkaitan dengan gagal jantung
tapi belum muncul gejala.

7
 Tahap C
Pasien yang saat ini atau sebelumnya ada gejala gagal jantung yang
berkaitan dengan kerusakan struktur jantung.
 Tahap D
Pasien dengan kerusakan structural jantung dan gejala gagal jantung yang
bermakna, walaupun sudah dengan terapi medis maksimal dan
membutuhkan intervensi lanjut seperti transplant jantung.6

Studi Diagnostik

Tekanan rata-rata atrium kiri (LA) yang normal ≤ 10 mm Hg. Jika


tekanan LA melebihi 15 mm Hg, foto toraks menunjukkan atas zona redistribusi
vaskular, sehingga pembuluh darah pada lobus atas paru-paru lebih besar daripada
yang di bawah. Hal ini dijelaskan sebagai berikut: ketika pasien berada dalam
posisi tegak, aliran darah biasanya lebih besar pada basis paru-paru daripada
apeks karena efek gravitasi. Redistribusi aliran terjadi karena edema interstisial
dan perivaskular, karena edema tersebut paling menonjol di dasar paru-paru (di
mana tekanan hidrostatik yang tertinggi), sehingga pembuluh darah di basal yang
terkompresi, sedangkan yang ke paru-paru bagian atas kurang terpengaruh.6

Ketika tekanan LA melampaui 20 mm Hg, edema interstisial biasanya


muncul pada rontgen dada sebagai bentuk pembuluh darah yang tidak jelas dan
garis Kerley B (tanda linier pendek di perifer paru-paru yang lebih rendah
menunjukkan edema interlobular).

Tes untuk BNP, berkorelasi kuat dengan tingkat disfungsi LV dan


prognosis. Selain itu, tingkat serum dari BNP dapat membantu membedakan gagal
jantung dari penyebab lain dari dyspnea, seperti penyakit parenkim paru.

Penyebab gagal jantung sering terlihat dari riwayat pasien, seperti pasien
yang telah menderita infark miokard yang besar, atau dengan pemeriksaan fisik,
seperti pada pasien dengan murmur katup jantung. Jika penyebabnya tidak jelas
dari evaluasi klinis, langkah pertama adalah untuk menentukan apakah fungsi

8
ventrikel sistolik normal atau terdepresi. Dari tes invasif yang dapat membantu
membuat penentuan ini, echocardiography sangat disarankan.6

European Society of Cardiology

2.6 Tatalaksana Gagal jantung

1. Mendefinisikan Strategi Terapi yang tepat untuk gagal jantung kronis

Setelah struktur jantung pasien terkena, terapi tergantung pada klasifikasi


fungsional NYHA. Meskipun sistem klasifikasi ini sangat subjektif dan memiliki
variabilitas antar pengamat yang besar, namun klasifikasi ini telah bertahan
bertaun-tahun dan terus secara luas diterapkan pada pasien gagal jantung. Untuk
pasien dengan disfungsi sistolik namun asimtomatik (kelas I), tujuan terapi untuk
memperlambat perkembangan penyakit dengan memblok sistem neurohormonal
yang menyebabkan remodeling jantung. Untuk pasien dengan gejala (kelas II-IV),
tujuan utama seharusnya mengurangi retensi cairan, kecacatan, dan menghambat
progesivitas penyakit dan kematian. Terapi umumnya terdiri dari kombinasi
diuretik (untuk mengontrol retensi garam dan air) dengan intervensi
neurohormonal (untuk meminimalisir remodeling jantung).2

9
A. Manajemen Pasien Gagal Gantung dengan Penurunan Fraksi
Ejeksi(<40%)
a. Tindakan Umum
Dokter harus bertujuan untuk mencari dan mengobati komorbid seperti
hipertensi, CAD, diabetes mellitus, anemia, dan gangguan napas saat tidur, karena
kondisi ini cenderung memperburuk gagal jantung. Pasien gagal jantung harus
disarankan untuk berhenti merokok dan membatasi konsumsi alkohol untuk dua
minuman standard per hari pada pria atau satu per hari pada wanita. Pasien yang
diduga memiliki kardiomiopati akibat alkohol harus didesak untuk menjauhkan
diri dari konsumsi alkohol selamanya. Temperatur yang ekstrem dan aktivitas
fisik yang berat harus dihindari. Obat-obatan tertentu yang dikenal untuk
memperburuk gagal jantung harus dihindari. Sebagai contoh, obat anti nflamasi
non steroid, termasuk cyclooxygenase 2 inhibitor, tidak dianjurkan pada pasien
dengan gagal jantung kronis karena resiko gagal ginjal dan retensi cairan yang
meningkat dengan adanya penurunan fungsi ginjal atau terapi ACE inhibitor.
Pasien harus menerima imunisasi dengan vaksin influenza dan pneumokokus
untuk mencegah infeksi pernapasan. Hal ini sama pentingnya untuk mendidik
pasien dan keluarga tentang gagal jantung, pentingnya diet yang tepat, dan
pentingnya kepatuhan pada terapi. Pengawasan rawat jalan oleh perawat yang
terlatih khusus atau asisten dokter dan / atau di klinik khusus gagal jantung sangat
menolong pasien, terutama pada pasien dengan penyakit lanjut.2

10
Faktor yang dapat menimbulkan dekompensasi akut pada pasien dengan gagal
jantung kronis :
 Diet yang salah
 Myocardial iskemia / infark
 Aritmia (takikardia atau bradikardia)
 Penghentian terapi gagal jantung
 Infeksi
 Anemia
 Obat yang memperburuk gagal jantung
Kalsium antagonis (verapamil, diltiazem), Beta blockers, obat anti-
inflamasi non steroid, obat antiaritmia
 Konsumsi alkohol
 Kehamilan
 HIpertensi
 Insufisiensi valvular akut
b. Aktivitas
Meskipun pekerjaan fisik yang berat tidak dianjurkan pada penderita gagal
jantung, latihan sederhana rutin telah terbukti bermanfaat pada pasien dengan
NYHA kelas I-III. Untuk pasien euvolemic, olahraga isotonik teratur seperti
berjalan atau mengendarai ergometer sepeda-stasioner,sangat bermanfaat. Hasil
pelatihan menunjukkan gejala gagal jantung berkurang, kapasitas latihan
meningkat, dan peningkatan kualitas hidup.2
c. Diet
Pembatasan diet natrium (2-3 gram sehari) dianjurkan pada semua pasien
gagal jantung. Pembatasan lebih lanjut (<2 g sehari) dapat pada gagal jantung
sedang hingga berat.Restriksi cairan umumnya tidak perlu kecuali pasien
mengalami hiponatremia (<130 meq / L), yang mungkin akibat aktivasi sistem
renin angiotensin-, sekresi berlebihan dari hormon antidiuretik, atau hilangnya
garam dalam air yang berlebihan dari penggunaan diuretik.R estriksi cairan (<2 L
/ hari) harus dipertimbangkan pada pasien hyponatremic atau mereka dengan
retensi cairan yang sulit dikendalikan meskipun sudah dengan diuretik dosis tinggi

11
dan pembatasan natrium. Antagonis vasopresin mungkin juga berguna dalam
hiponatremia.
Suplementasi kalori direkomendasikan untuk pasien dengan gagal jantung
lanjut dan penurunan berat badan yang tidak disengaja atau pengecilan otot
(cachexia jantung), namun, steroid anabolik tidak dianjurkan untuk pasien karena
bisa terjadi retensi volume. Penggunaan suplemen makanan ("nutriceuticals")
harus dihindari dalam pengelolaan gejala gagal jantung karena terbukti kurang
bermanfaat terbukti dan terbukti ada potensi interaksi yang signifikan (merugikan)
dengan terapi gagal jantung.2

d. Diuretik
Banyak dari manifestasi klinis sedang sampai berat akibat dari retensi air
dan garam yang berlebihan yang menyebabkan ekspansi volume dan gejala
kongestif. Diuretik adalah satu-satunya agen farmakologis yang dapat
mengendalikan retensi cairan dalam gagal jantung lanjut, dan harus digunakan
untuk memulihkan dan menjaga volume teap normal pada pasien dengan gejala
kongestif (dyspnea, ortopnea, edema) atau tanda-tanda peningkatan tekanan
pengisian (rales, distensi vena jugularis, edema perifer). Furosemide, torsemide,
dan bumetanide bekerja di loop Henle (loop diuretik) menghambat reabsorpsi Na
+, K +, dan Cl-dalam tubulus ascending tebal loop Henle (reversibel); tiazid dan
metolazone mengurangi reabsorpsi Na + dan Cl- pada paruh pertama tubulus
konvoulsi distal, dan diuretik hemat kalium seperti spironolakton bekerja pada
tubulus kolektivus.2

Tabel 2.

Terapi untuk gagal jantung kongestif (EF <40%)

Dosis awal DosisMaximal

Diuretik

Furosemide 20–40 mg qd/bid 400 mg/da

Torsemide 10–20 mg qd/bid 200 mg/da

Bumetanide 0.5–1 mg qd/bid 10 mg/da

12
Hydrochlorthiazide 25 mg qd 100 mg/da

Metolazone 2.5–5 mg qd/bid 20 mg/da

Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors

Captopril l6.25 mg tid 50 mg tid

Enalapril 2.5 mg bid 10 mg bid

Lisinopril 2.5–5 mg qd 20–35 mg qd

Ramipril 1.25–2.5 mg bid 2.5–5 mg bid

Trandolapri 0.5 mg qd 4 mg qd

Angiotensin Receptor Blocker

Valsartan 40 mg bid 160 mg bid

Candesartan 4 mg qd 32 mg qd

Irbesartan 75 mg qd 300 mg qdb

Losartan 12.5 mg qd 50 mg qd

Β-Receptor Blockers

Carvedilol 3.125 mg bid 25–50 mg bid

Bisoprolol 1.25 mg qd 10 mg qd

Metoprolol succinate CR 12.5–25 mg qd 200 mg qd

Terapi tambahan

Spironolactone 12.5–25 mg qd 25–50 mg qd

Eplerenone 25 mg qd 50 mg qd

Combination of 10–25 mg/10 mg tid 75 mg/40 mg tid


hydralazi e/isosorbide dinitrate

Fixed dose of hydralazine/isosorbide 37.5 mg/20 mg (1 tablet) tid 75 mg/40 mg (2 tablet) tid
dinitrate

Digoxin 0.125 mg qd 0.375 mg/db

Notes:
a
Dosis harus dititrasi
b
Dosis pasti masih belum diketahui.

13
Gambar 6.

Algoritma pengobatan untuk pasien gagal jantung kronis dengan


penurunan fraksi ejeksi. Setelah diagnosis klinis gagal jantung ditegakkan,
penting untuk mengobati retensi cairan sebelum memulai ACE inhibitor (atau
ARB jika pasien intoleran ACE). Beta blockers harus dimulai setelah retensi
cairan telah diobati dan / atau inhibitor ACE telah dinaikkan titrasinya. Jika pasien
masih bergejala, ARB, antagonis aldosteron, atau digoxin dapat ditambahkan
sebagai "triple therapy." Kombinasi dosis tetap hydralazine / isosorbide dinitrate
harus ditambahkan ke ACE inhibitor dan beta blocker di pasien dengan NYHA
kelas II-IV HF. Terapi perangkat harus dipertimbangkan selain terapi
farmakologis pada pasien yang tepat.2

e. Terapi dengan alat


 Cardiac Resynchronization

Sekitar sepertiga pasien dengan penurunan EF dan gejala gagal jantung


(NYHA kelas III-IV) juga mempunyai gejala durasi QRS> 120 ms. EKG
digunakan untuk mengidentifikasi pasien dengan kontraksi ventrikel dissinkron.
Konsekuensi mekanik disynkron ventrikel termasuk pengisian ventrikel

14
suboptimal, penurunan kontraktilitas ventrikel, regurgitasi mitral, dan gerakan
paradox dinding septal. Biventricular pacing, atau terapi resinkronisasi jantung
(CRT), merangsang kedua ventrikel hampir bersamaan, dengan demikian
meningkatkan koordinasi kontraksi ventrikel dan mengurangi keparahan dari
regurgitasi mitral.Ketika CRT ditambahkan untuk terapi medis yang optimal pada
pasien dengan irama sinus, terjadi penurunan signifikan dalam tingkat kematian
pasien dan rawat inap dan perbaikan remodelling LV, serta peningkatan kualitas
hidup dan kapasitas latihan.Oleh karena itu, CRT direkomendasikan untuk pasien
dengan irama sinus dengan EF <35% dan QRS> 120 ms dan bergejala (NYHA
III-IV) walaupun sudah dengan terapi medis yang optimal. Manfaat dari CRT
pada pasien dengan atrial fibrilasi belum jelas.2

 Cardiac Defibrillator Implan (ICD)

ICD pada pasien dengan gagal jantung ringan-sedang (NYHA kelas II-III)
telah terbukti mengurangi kejadian kematian jantung mendadak pada pasien
dengan kardiomiopati iskemik atau nonischemic.Dengan demikian, implantasi
ICD harus dipertimbangkan untuk pasien di NYHA kelas II-III HF dengan EF
<35% yang sudah pada terapi medis yang optimal, termasuk inhibitor ACE (atau
ARB), beta blocker, dan antagonis aldosteron. ICD juga dapat digabungkan
dengan alat pacu jantung biventricular pada pasien dengan NYHA kelas III-IV
HF.2

B. Manajemen Gagal Jantung dengan Fraksi Ejeksi Normal (> 40-50%)

Meskipun banyak informasi yang berkaitan dengan evaluasi dan


pengelolaan gagal jantung dengan penurunan EF, tidak ada terapi farmakologis
atau perangkat terbukti dan / atau disetujui untuk pengelolaan pasien dengan gagal
jantung dengan EF normal. Oleh karena itu, dianjurkan bahwa upaya pengobatan
awal harus difokuskan, sedapat mungkin, pada proses penyakit yang
mendasarinya (misalnya, iskemia miokard, hipertensi). Faktor pencetus seperti
takikardia dan atrial fibrilasi harus diperlakukan secepat mungkin melalui
pengendalian nadi dan restorasi ritme sinus jika diperlukan. Dyspnea dapat diobati
dengan mengurangi total volume (pembatasan natrium dan diuretik), penurunan

15
volume darah sentral (nitrat), atau menghambat aktivasi neurohormonal dengan
ACE inhibitor, ARB, dan / atau beta blockers. Pengobatan dengan diuretik dan
nitrat harus dimulai pada dosis rendah untuk menghindari hipotensi dan
kelelahan.2

2.7 Prognosis

Meskipun kemajuan baru-baru ini banyak dalam evaluasi dan


pengelolaan gagal jantung, perkembangan gagal jantung masih membawa
prognosis buruk. Studi menunjukkan 30-40% dari pasien meninggal dalam waktu
1 tahun sejak diagnosis dan 60-70% mati dalam waktu 5 tahun, terutama karena
perburukan gejala atau sebagai ada kejadian mendadak (kemungkinan akibat
aritmia ventrikel). Meskipun sulit untuk memprediksi prognosis dalam individu,
pasien dengan gejala saat istirahat (New York Heart Association (NYHA) kelas
IV) memiliki angka kematian 30-70% per tahun, sedangkan pasien dengan gejala
dengan aktivitas sedang (NYHA kelas II) memiliki tingkat tahunan kematian 5-
10%. Dengan demikian, status fungsional merupakan prediktor penting dari
prognosis pasien.2

16
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. M R
Usia : 50 thn
Jenis Kelamin : Laki- Laki
Alamat : Rusip, Aceh Tengah
Suku Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Status Perkawinan : Menikah
TMRS : 10 Januari 2019
No. RM : 163157

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama

Sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD DATU BERU dengan keluhan sesak


napas yang sudah pernah dialaminya sejak 9 bulan terakhir dan memberat
2 hari yang lalu. Sesak napas timbul saat pasien melakukan aktivitas
ringan, seperti berjalan kaki dengan jarak 5 meter. Sesak tidak
berhubungan dengan perubahan cuaca dan paparan debu. Pasien juga
mengeluh sering terbangun pada malam hari akibat sesak. Sesak nafas
berkurang saat pasien dalam posisi duduk dan apabila tidur pasien lebih
nyaman menggunakan 2-3 bantal.
Pasien mengeluhkan bahwa dirinya merasa cepat lelah. Kelelahan
dirasakan saat beraktivitas ringan seperti berjalan ataupun berbicara.

17
Pasien juga mengeluhkan batuk, perut serta kedua kaki dan tangan
bengkak, nafsu makan berkurang dan berat badan berkurang yang
dikeluhkan sejak 1 bulan terakhir. Pasien juga merasakan nyeri pada
dadanya, nyeri yang dirasakannya menjalar ke leher, lengan kiri dan
bagian belakang. Nyeri dada yang dirasakan pasien bersifat hilang timbul
dan berkurang dengan istirahat. BAK sering disangkal. BAK dan BAB
dalam batas normal

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit jantung (+) Hipertensi (-), Diabetes mellitus (-), Asthma (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat DM dan penyakit jantung dalam keluarga disangkal.

Riwayat Penggunaan Obat

Riwayat penggunaan obat-obat jantung dan obat DM

Riwayat Alergi

Disangkal

3.3 Pemeriksaan Fisik


A. Status Present
Kondisi Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/62 mmHg
Heart Rate : 108 x/i
Respiratory Rate : 28 x/i
Temperature : 36,5 °C
BB : 62 kg
TB : 169 cm
IMT : 21,68 kg/m2

18
B. Status Generalisata

Kulit : Warna kulit sawo matang, sianosis (-) Ikterik (-)


Kepala : Normocephali (+) Warna rambut hitam (+) Alopesia (-)
Mata : Reflek cahaya (+/+), Sklera ikterik (-/-), Conj.palpebra inf pucat
(- /-) (+/+), pupil isokor (3mm/3mm)
Telinga : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Hidung : Bentuk normal, Nafas cuping hidung (-), Deformitas (-), Septum
deviasi (-)
Mulut : simetris, gingivitis (-), stomatitis (-), sianosis (+) bibir kering (+)
Leher : bentuk normal, TVJ meningkat (+) R-3cm H2O, pembesaran KGB
(-)

Thorax
Pemeriksaan Kanan Kiri

1. Inspeksi Bentuk Simetris Bentuk Simetris

2. Palpasi Stem fremitus kanan = stem Stem fremitus kanan = stem


fremitus kiri fremitus kiri

Pelebaran ics (-) Pelebaran ics (-)

3. Perkusi Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru

4. Auskultasi Suara dasar vesikuler, Ronki Suara dasar vesikuler, Ronki


(+/+) Wheezing (-) (+/+) Wheezing (-)

19
Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat


Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V lateral LMCS.
Perkusi : Batas jantung atas: di ICS III
Batas jantung kanan: sulit dinilai
Batas jantung kiri: di 2 jari Lateral LMCS.
Auskultasi : BJ I >BJ II, Bising sistolik (-), gallop S3 (-).

Abdomen

Inspeksi : Cembung (+), ascites (+), kulit dalam batas normal


Palpasi : Sulit dinilai
Perkusi : Redup (+), shifting dullness (+), ascites (+)
Auskultasi : Peristaltik usus (+)

Genetalia
Tidak di lakukan pemeriksaan

Ekstremitas

Ekstremitas Superior Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianotik - - - -
Edema + + + +
Ikterik - - - -
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Tonus otot Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus
Sensibilitas N N N N
Atrofi otot - - - -

20
3.4 Pemeriksaan Penunjang

A. Hasil Laboratorium (Tanggal 16/1/2019)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan


Hemoglobin 11,5 L: 13-16 gr/dl
Leukosit 17,8 5-10 x 103/ul
RBC 5,72 L : 4,5-5,5 x 106/ul
Trombosit 109 150-400 x 103/ul
Hematokrit 44,0 L: 40-48%
MCV 76,9 80-97 fL
MCH 20,1 26,5-33,5 pg
MCHC 26,1 31,5-35 g/dL
Differential
Neutrofil 78,2 50-70 %
Lymphosit 5,78 20-40 %
Monosit 2,44 2-8 %
Eosinofil 0,6 1-6 %
Basofil 0,4 0-1 %
Kimia Darah
Natrium 138 137-150
Kalium 4,9 3,5-5,5
Chlorida 101 99- 111

21
B. EKG

Kesan : Iskemik di septal

22
C. Foto Thorax

Kesan: Kardiomegaly
Bronchitis Kronis
Susp massa hemithorax sinistra

23
3.5 Diagnosa

CHF fc NYHA III,IV + COPD

3.6 Penatalaksanaan
- Tirah Baring
- Diet Jantung I
- IVFD RL 10 tpm
- Nebul ventolin /8j
- Inj Furosemid 1Amp/ H
- Inj Levofloxacin/H
- Clopidogrel 1x75 mg

24
FOLLOW UP HARIAN PASIEN

11 Januari 2019 S/ Nyeri dada (+) sesak (+) P/ Tirah Baring


H2 mual (-) lemas (+)cepat - Diet Jantung I
lelah (+) edema tungkai - IVFD RL 10 tpm
(+) - Nebul ventolin /8j
- Inj Furosemid 1Amp/ H
O/ TD : 100/ 80 mmHg - Inj Levofloxacin/H
HR : 88x/i - Clopidogrel 1x75 mg
RR : 24x/i
T : 36,5 oc

A/ CHF fc NYHA III,IV +


COPD

12 Januari 2019 S/ Nyeri dada (+) sesak (+) P/ Tirah Baring


H3 mual (-) lemas (+) Batuk - Diet Jantung I
(+) cepat lelah (+) - IVFD RL 10 tpm
edema tungkai (+) - Nebul ventolin /8j
susah tidur (+) - Inj Furosemid 1Amp/ H
- Inj Levofloxacin/H
O/ TD : 120/ 90 mmHg - Clopidogrel 1x75 mg
HR : 75x/i - Vestein Syr 3x CI
RR : 24x/i
T : 36,5 oc
A/ CHF NYHA III-IV
+COPD

25
13 Januari 2019 S/ Nyeri dada (+) sesak (+) P/ Tirah Baring
H4 mual (-) lemas (+) Batuk - Diet Jantung I
(+) cepat lelah (+) - IVFD RL 10 tpm
edema tungkai (+) - Nebul ventolin /8j
susah tidur (+) - Inj Furosemid 1Amp/ H
- Inj Levofloxacin/H
O/ TD : 100/ 70 mmHg - Clopidogrel 1x75 mg
HR : 75x/i - Vestein Syr 3x CI
RR : 24x/i
T : 36,5 oc

A/ CHF NYHA III-IV


+COPD

14 Januari 2019 S/ Nyeri dada (+) sesak (+) P/ Tirah Baring


H5 mual (-) lemas (+) Batuk - Diet Jantung I
(+) cepat lelah (+) - IVFD RL 10 tpm
edema tungkai (+) - Nebul ventolin /8j
susah tidur (+) - Inj Furosemid 1Amp/ H
(aff)
O/ TD : 90/60 mmHg - Inj Levofloxacin/H (aff)
HR : 72x/i - Clopidogrel 1x75 mg
RR : 24x/i - Vestein Syr 3x CI
T : 36,5 oc - Furosemid 40mg 1x1
- Azitromisin 2x500mg
A/ CHF NYHA III-IV - Digoxin 2x1/2
+COPD - KSR 1x1
- Alprazolam 1x 0,5 mg
- Laxadyn Syr 2x CI

26
15 Januari 2019 S/ Nyeri dada (+) sesak (+) P/ Tirah Baring
H6 mual (-) lemas (+) Batuk - Diet Jantung I
(+) cepat lelah (+) - IVFD RL 10 tpm
edema tungkai (+) - Nebul ventolin /8j
susah tidur (+) - Clopidogrel 1x75 mg
- Vestein Syr 3x CI
O/ TD : 80/60 mmHg - Furosemid 40mg
HR : 78x/i 1x1(Tunda)
RR : 24x/i - Azitromisin 2x500mg
T : 36,5 oc - Digoxin 2x1/2
- KSR 1x1
A/ CHF NYHA III-IV - Alprazolam 1x 0,5 mg
+COPD - Laxadyn Syr 2x CI
- Dopamin 5 meq/ Kg BB
(SP)

16 Januari 2019 S/ Nyeri dada (+) sesak (+) P/ Tirah Baring


H7 mual (-) lemas (+) Batuk - Diet Jantung I
(+) cepat lelah (+) - Threway
edema tungkai (+) - Nebul ventolin /8j
susah tidur (+) - Inj ceftriaxone 1gr/12j
- Clopidogrel 1x75 mg
O/ TD : 70/60 mmHg - Vestein Syr 3x CI
HR : 68x/i - Azitromisin 2x500mg
RR : 27x/i - Digoxin 2x1/2
T : 36,5 oc - KSR 1x1
- Alprazolam 1x 0,5 mg
A/ CHF NYHA III-IV - Laxadyn Syr 2x CI
+COPD + Syok Kardigenik - Dopamin 5 meq/ Kg BB
(SP)
Cek DR, Foto Thorax,

27
EKG, pasang DC,
pindah ICCU

17 Januari 2019 S/ Nyeri dada (+) sesak (+) P/ Tirah Baring


H8 mual (-) lemas (+) Batuk - Diet Jantung I
(+) cepat lelah (+) - IVFD NaCl 0,9% 10
edema tungkai (+) tpm
susah tidur (+) - Nebul ventolin /8j
- Dopamine 8 meq SP
O/ TD : 60/24 mmHg - Dobutamin 5
HR : 96x/i meq/Kg BB SP
RR : 24x/i - Inj. Ceftriaxone
T : 36,5 oc 1gr/12j
- Furosemide 40mg
A/ CHF NYHA III-IV 1x1
+COPD + Syok Kardigenik - Clopidogrel 1x75
mg
- Azitromisin
2x500mg
- Digoxin 2x1/2
- KSR 1x1
- Alprazolam 1x 0,5
mg
- Vestein syr 3xC1
- Laxadyn syr 2x C1

18 Januari 2019 S/ Nyeri dada (+) sesak (+) P/ Tirah Baring


H9 mual (-) lemas (+) Batuk - Diet Jantung I
(+) cepat lelah (+) - IVFD NaCl 0,9% 10
edema tungkai (+) tpm

28
susah tidur (+) - Nebul ventolin /8j
- Dopamine 8 meq SP
O/ TD : 70/31 mmHg - Dobutamin 5
HR : 95x/i meq/Kg BB SP
RR : 24x/i - Inj. Ceftriaxone
T : 36,5 oc 1gr/12j
- Furosemide 40mg
A/ CHF NYHA III-IV 1x1 (Aff)
+COPD + Syok Kardigenik - Clopidogrel 1x75
mg
- Azitromisin
2x500mg (aff)
- Digoxin 2x1/2
- KSR 1x1
- Alprazolam 1x 0,5
mg (aff)
- Vestein syr 3xC1
- Laxadyn syr 2x C1

19 Januari 2019 S/ Penurunan Kesadaran (+) P/ Tirah Baring


H10 sesak (+) edema tungkai (+) - Diet Jantung I
- IVFD NaCl 0,9% 10
O/ TD : 148/72 mmHg tpm
HR : 92x/i - Nebul ventolin /8j
RR : 27x/i - Dopamine 15 meq
T : 36,5 oc SP
- Dobutamin 13
A/ CHF NYHA III-IV meq/Kg BB SP
+COPD + Syok Kardigenik - Inj. Ceftriaxone
1gr/12j
- Clopidogrel 1x75

29
mg
- Digoxin 2x1/2
- KSR 1x1
- Vestein syr 3xC1
- Laxadyn syr 2x C1
- Midazolam 3 Amp
2CC/ jam (SP)
- Morfin 2 Amp
2CC/jam (SP)
- Inj Omeprazole /12j

30

Anda mungkin juga menyukai