Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Tuberkulosis Dalam Kehamilan” ini. Penyusunan referat ini merupakan tugas yang
harus diselesaikan pada Stase Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kebidanan dan
Kandungan.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, baik
mengenai materi maupun teknik penyusunannya mengingat kemampuan penulis
yang masih dalam tahap belajar. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya
kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sebagai perbaikan dari referat
ini.
Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya atas bimbingan, bantuan, serta dukungan kepada dr. Ismu Setyo Djatmiko,
Sp.OG atas bimbingan dalam penyusunan referat ini dan pihak-pihak lain yang telah
membantu penyelesaian referat ini.
Akhir kata, penulis berharap referat ini dapat diterima dan bermanfaat bagi
para pembaca.

Jakarta, 11
Oktober 2016

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam dua dekade terakhir, terdapat penurunan angka kematian ibu. Pada
tahun 2013, angka kematian ibu secara global adalah 289.000, dimana angka ini
menunjukan penurunan sebanyak 45% dari tahun 1990. Penyebab utama kematian
maternal disebabkan oleh penyebab obstetric seperti perdarahan dan darah tinggi.
Namun, penyebab non-obstetrik termasuk penyakit infeksi, dekade ini berperan
dalam 28% mortalitas maternal.1 Penyakit TB merupakan salah satu penyebab utama
kematian pada wanita usia reproduksi.2 Pada tahun 2013, sebanyak 3.300.000 kasus
TB dan 510.000 kematian akibat TB pada wanita secara global.1,2
Secara klinis, diagnosis TB pada kehamilan sulit akibat gejala yang tidak
spesifik terkait dengan respons fisiologis terhadap kehamilan. 1 ACOG dan CDC
merekomendasikan untuk melakukan skrining TB pada wanita dengan risiko tinggi,
dimulai dari kontrol antenatal pertama. 2,3 Asuhan antenatal merupakan suatu
kesempatan untuk melakukan evaluasi dan tatalaksana penyakit TB aktif maupun
laten.1 Untuk negara yang memiliki prevalensi TB yang tinggi, skrining dan
diagnosis TB yang digunakan sama dengan yang dipakai untuk mendeteksi pada
populasi umum, yaitu: mikroskopis, kultur, molecular, dan deteksi DNA seperti
Xpert MTB/RIF. Pemeriksaan radiografi juga direkomendasikan untuk wanita yang
memiliki kontak TB.1
Adanya TB selama kehamilan, persalinan dan masa nifas menunjukan keluaran
yang buruk untuk maternal dan fetal. Keluaran tersebut antara lain peningkatan
risiko kelahiran premature sebanyak 2x, berat badan lahir rendah, pertumbuhan janin
terhambat, dan penignkatan kematian perinatal sebanyak 6x. Salah satu komplikasi
TB yang muncul adalah TB pada infant. 15% wanita dengan TB aktif menularkan
infeksi TB pada anaknya dalam 3 minggu pertama kehidupan. 1Tatalaksana TB aktif
selama kehamilan memberikan keuntungan, namun tatalaksana TB laten dalam
kehamilan masih kontroversial. ACOG dan CDC menyarankan untuk menunda
tatalaksana TB laten sampai periode pos partum.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi multisistem yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri
berbentuk batang, gram +, yang tahan asam. Bakteri ini terutama berkembang
pada parenkim paru, di dalam sel makrofag, sehingga 85% pasien yang
terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis memiliki manifestasi paru.
Bakteri ini dapat menyebar keluar paru (ekstrapulmonal) melalui penyebaran
secara hematogen, limfogen dan secara perkontinuatum.

2.2. Epidemiologi
Pada tahun 2011, terdapat lebih dari 200.000 kasus TB aktif pada
kehamilan, secara global. Angka ini paling banyak ditemukan pada Afrika
(89.400) dan Asia Tenggara (67.500).1Pada tahun 2014, diperkirakan terdapat
9.6 juta kasus TB baru dimana 3.2 juta diantaranya adalah perempuan. Dari 1.5
juta kasus kematian TB, 480.000 diantaranya adalah populasi wanita, membuat
TB sebagai salah satu penyebab kematian utama wanita pada usia
reproduksi.2,3,4 Pada tahun 2014, di Indonesia sendiri memiliki jumlah kasus
baru sebanyak 1 juta, dengan angka kematian sebesar 100.000.5
Angka populasi tuberkulosis pada kehamilan sendiri masih rancu.
Diperkirakan pada tahun 2011 terdapat 216.500 wanita hamil menderita TB.
Sekitar 31% diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Indonesia sendiri
menyandang 4.4% dari keseluruhan kasus tuberkulosis pada kehamilan di
dunia berjumlah sekitar 9500 jiwa dengan rata-rata kejadian 2.7 untuk setiap
1000 wanita hamil.Adanya kehamilan tidak meningkatkan risiko kejadian TB,
sehingga epidemiologi TB sesuai dengan insidens TB pada populasi umum.1

2.3. Patogenesis
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri gram positif dan tahan
asam (bakteri tahan asam/BTA). Bakteri tuberkulosis ini masuk melalui droplet
ke saluran napas. Beberapa faktor risiko yang memepengaruhi infeksi TB
antara lain: kemiskinan; malnutrisi; higien dan sanitasi yang buruk; tinggal di
daerah yang padat penduduk; konsumsi susu yang tidak dipasturisasi; terdapat
kontak dengan penderita TB yang tidak diobati; dan keadaan
imunokompromais seperti pada kehamilan dan HIV.6
Pada kehamilan, ternyata tidak ditemukan perbedaan dalam patogenesis
TB pada kehamilan dengan keadaan non-hamil. Patogenesis TB secara umum
dibagi menjadi dua yaitu tuberkulosis primer dan tuberkulosis sekunder:
- Tuberkulosis primer
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukkan
atau dibersihkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar
kita. Partikel ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 – 2 jam
tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk
dan kelembaban. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran
partikel < 5 mikrometer. Kebanyakan partikel ini akan mati atau
dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial
bersama gerakan silia dengan sekretnya.7
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam
dalam sitoplasma makrofag, kemudian terbawa masuk ke organ
tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan
berbentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sebagai
sarang primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat
terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke plera,
maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui
saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring dan kulit, terjadi
limfadenopati regional kemudian bakteri masukke dalam vena dan
menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila
masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian
paru menjadi TB milier. Dari sarang primer akan timbul peradangan
saluran getah bening menuju hilus (limfagenitis lokal), dan diikuti
pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional.
Semua proses ini memakan waktu 3 – 8 minggu. Kompleks primer
ini selanjutnya dapat menjadi :7
- Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Hal ini yang
paling banyak tejadi
- Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis – garis
fibrotik, kalsifikasi di hilus. Pada keadaan ini, terdapat lesi
pneumonia yang luasnya > 5 mm dan ± 10% diantaranya dapat
terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant
- Berkomplikasi dan menyebar
Berbagai penelitian telah melaporkan bahwa kehamilan tidak
memberikan dampak positif maupun negatif terhadap penularan dan
progestivitas perjalanan penyakit tuberculosis.8,9

- Tuberkulosis sekunder
Tuberkulosis sekunder berasal dari reaktivasi fokus yang
dorman. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas yang menurun
seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, AIDS, gagal ginjal, dan
sebagainya. Reaktivasi tuberkulosis ini biasanya terjadi di apeks paru.
Lesi di apeks ini didapatkan melalui penyebaran hematogen selama
infeksi primer beberapa tahun sebelumnya. Segmen apikal dan
posterior dari lobus superior serta segmen apikal lobus inferior
merupakan tempat reaktivasi sering terjadi. Hal ini diakibatkan
tekanan oksigen di tempat tersebut merupakan yang paling tinggi
dibandingkan bagian paru lainnya. Penjelasan lain adalah sistem
pengaliran limfatik di daerah tersebut yang kurang baik.7

2.4. Patogenesis TB pada kehamilan


Kehamilan dapat menjadi salah satu faktor risiko terjadinya infeksi TB.
Pada kehamilan, seseorang menjadi rentan akibat terjadinya perubahan proses
imunologis, yaitu supresi respon imunitas yang diperantarai oleh sel T-helper 1
(TH1). Hal ini terjadi untuk melindungi janin dari respons penolakan secara
imunologis dari tubuh ibu. Sementara itu, sel Th1 memiliki peran yang
dominan dalam melindungi tubuh dari infeksi Mycobacterium tuberculosis.
Supresi sel Th1 pada kehamilan dapat menjadikan manifestasi klinis TB tidak
tampak jelas sekaligus menimbulkan kerentann terhadap infeksi TB. Setelah
proses persalinan, supresi sel Th1 tidak lagi terjadi dan dapat terjadi
eksaserbasi dari gejala TB.

2.5. Manifestasi Klinis10,11


Manifestasi klinis infeksi tuberkulosis pada umumnya adalah batuk
dengan sputum minimal, hemoptysis, subfebris, penurunan berat badan hal
tersebut tidak memiliki perbedaan yang bermakna jika terjadi pada kehamilan
Namun manifestasi klinis seperti penurunan berat badan mungkin dapat
tertutupi oleh kenaikan berat badan normal pada kehamilan.
Pengaruh tuberkulosis sendiri terhadap kehamilan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, termasuk tingkat beratnya penyakit, umur kehamilan saat
didiagnosis tuberkulosis, adanya penyebaran ekstrapulmoner, koinfeksi HIV
dan pengobatan yang diberikan. Prognosis paling buruk terjadi pada wanita
dengan diagnosis penyakit yang sudah lanjut pada masa nifas dan pada wanita
dengan koinfeksi HIV. Kegagalan pengobatan juga dapat memperburuk
prognosis ibu hamil yang mengalami tuberkulosis.
Infeksi tuberkulosis dapat menimbulkan efek baik pada maternal dan
fetal. Infeksi TB ditularkan ke janin melalui plasenta. Infeksi tuberkulosis
dapat menginfeksi plasenta, biasanya dalam bentuk granuloma. Bentuk
tuberkel jarang menginfeksi plasenta, keadaan ini dapat menyebabkan infeksi
pada janin yang menyebabkan tuberkulosis kongenital. Tuberkulosis
kongenital juga didapatkan melalui penyebaran hematogen melalui vena
umbilical ke hati janin atau melalui aspirasi cairan amnion yang terinfeksi. TB
kongenital dapat disertai dengan infeksi kongenital lainnya,
hepatosplenomegali, depresi pernapasan, demam dan limfadenopati, dimana
gejala-gejala tersebut ditemukan pada usia 2 dan 3 minggu dan jarang terjadi
jika ibu sudah mendapatkan pengobatan sebelum kehamilan atau bila uji
sputum BTA sebelum persalinan negatif. Pada ibu dengan tuberkulosis aktif,
risiko penularan pada bayi 50% pada tahun pertama.

2.6. Diagnosis TB pada Kehamilan


Tahap penting dalam mendiagnosis tuberkulosis pada kehamilan yaitu
untuk mengidentifikasi faktor risiko dan manifestasi klinis pada penyakit
tuberkulosis. Alat diagnostik yang biasa digunakan adalah pemeriksaan sputum
bakteri tahan asam (BTA), kultur sputum dan spesimen lainnya, dan radiografi
toraks.
Tes tuberkulin memiliki nilai diagnosis pada infeksi laten tuberkulosis,
kecuali di daerah dengan prevalensi dan insidensi tuberkulosis yang tinggi.
Pada wanita hamil dengan manifestasi tuberkulosis harus dilakukan tes
tuberkulin. Tes tuberkulin sudah dinyatakan aman untuk dilakukan pada ibu
hamil, namun masih diperdebatkan mengenai sensitivitas tuberkulin pada saat
kehamilan. Apabila tes tuberkulin dinyatakan positif, selanjutnya akan
dilakukan evaluasi untuk penyakit TB aktif. Apabila tes tuberkulin dinyatakan
negatif, tidak perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut. Untuk pasien dengan risiko
sangat tinggi, yaitu pasien dengan HIV positif, radiografi dada yang abnormal,
dan yang memiliki kontak dengan penderita TB aktif, lesi berukuran 5 mm
atau lebih dianggap dapat mulai dilakukan pengobatan. Untuk pasien dengan
risiko tinggi, seperti imigran, pengguna obat suntik dengan HIV negatif,
populasi dengan pendapatan rendah, atau pasien dengan kondisi medis yang
meningkatkan risiko terjadinya infeksi tuberkulosis, lesi dengan diameter ≥10
mm dianggap dapat mulai dilakukan pengobatan. Untuk pasien tanpa risiko
tersebut, pengobatan dapat mulai dilakukan apabila lesi yang timbul berukuran
≥15 mm.
QuantiFERON-TB Gold test merupakan suatu tes yang
direkomendasikan oleh CDC. Tes ini digunakan untuk mendiagnosis adanya
suatu infeksi tuberkulosis laten dan pada penderita yang memiliki risiko
terjadinya progresi penyakit tuberkulosis. Tes ini juga dapat membedakan
antara adanya respon imun akibat infeksi dan respon akibat dari vaksinasi
BCG.

2.7. Tatalaksana Tuberkulosis Dalam Kehamilan


Beberapa hal dasar perlu diperhatikan dalam tatalaksana tuberkulosis dalam
kehamilan yaitu cukupnya waktu istirahat bagi ibu, diet bernutrisi, serta tatalaksana
medis berupa obat anti tuberkulosis (OAT). 6 World Health Organisation (WHO)
merekomendasikan pengobatan TB pada wanita hamil sama dengan wanita yang tidak
hamil pada umumnya. OAT yang diberikan dibagi atas 2 golongan yaitu obat lini
pertama (first line) dan obat lini kedua (second line). Yang merupakan OAT lini
pertama adalah Rifampisin, Isoniazid (INH), Etambutol (EMB), dan Pirazinamid
(PZA), dan Streptomisin sedangkan yang masuk golonga OAT lini kedua adalah
Streptomisin, Kanamisin, Etionamid, Kapreomesin, Fluorokuinolon, Amikasin, dan
Etionamid.
Satu-satunya yang harus dicegah adalah pemberian Streptomisin karena
efeknya yang ototoksik terhadap janin. Pengobatan standar pada tuberkulosis adalah
etambutol, isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid selama 2 bulan disebut juga sebagai
fase intensif, dilanjutkan dengan pemberian isoniazid dan rifampisin selama 4 bulan
disebut sebagai fase lanjutan. Jika pirazinamid tidak diberikan pada 2 bulan pertama,
isoniazid dan rifampisin diberikan selama 7 bulan. Keamanan dari OAT lini pertama
telah banyak diteliti dan pemberian terapi OAT meningkatkan keadaan ibu dan bayi. 12
Menurut Center of Disease Control and Prevention, penderita infeksi TB laten
dapat diberikan Isoniazid (INH) 1-2 kali seminggu, diberikan bersamaan dengan
suplementasi piridoksin (vitamin B6).
Berikut akan dibahas mengenai OAT dan efeknya terhadap kehamilan:
A. OAT lini pertama:
- Rifampisin
Rifampisin bekerja dengan cara menghambat sintesis RNA. Pemberian
rifampisin dapat menimbulkan warna oranye hingga merah bata pada
urin, saliva, feses, sputum, dan keringat. Efek samping dari pemberian
rifampisin dapat berupa: gatal-gatal pada kulit, demam, menggigil,
nyeri tulang, serta mual dan muntah.
- Isoniazid
Isoniazid menghambat biosintensis asam mikolat yang merupakan
unsur penting pada dindin sel dari Mycobacterium. Hal ini
menyebabkan hilangnya sifat tahan asam dari Mycobacterium. Obat ini
bersifat bakterisid dan dapat membunuh 90% dari populasi dalam
beberapa hari pengobatan. Merupakan obat yang larut dalam lemak
dengan berat molekul rendah, sehingga mudah untuk melewati
plasenta. Isoniazid tidak bersifat teratogenik pada janin, meskipun
konsentrasi yang melewati plasenta cukup besar.
- Etambutol
Etambutol menghambat pembentukan dinding sel dari Mycobacterium.
Kerusakan pada dinding ini meningkatkan efektifitas obat seperti
rifampisin. Pemberian Etambutol dengan dosis 15 mg/kg BB memiliki
efek tuberkulostatik, sedangkan penggunaan dosis 25 mg/kg BB
memiliki efek bakterisidal.
- Pirazinamid
merupakan sebuah prodrug, yang memerlukan konversi enzim
pirazinamidase untuk menjadi bentuk aktifnya yaitu asam pirazinoat,
dapat masuk kedalam sitoplasma dari M. tuberculosis dengan cara
difusi pasif.
- Streptomisin
OAT golongan aminoglikosida. Pemberian streptomisin tidak
disarankan karena dapat menembus barier plasenta dan
menimbulkan efek ototoksik permanen pada bayi, sehingga
menyebabkan timbulnya gangguan pendengaran dan gangguan
keseimbagan yang menetap pada bayi.14 Tuli kongenital
dilaporkan terjadi pada bayi yang terpajan dengan streptomisin
selama masa kehamilannya. Hasil dari penelitian meyebutkan
bahwa 2 dari 33 anak mengalami kehilangan pendengaran, dan 4
dari 13 anak dengan tes kalorik tidak normal. Hal ini disebabkan
karena adanya pajanan selama kehamilan.
Pada negara maju, wanita hamil yang menderita TB dengan HIV (-) hanya
mendapatkan 3 macam OAT yaitu Isoniazid, Rifampisin, dan Etambutol.
Sedangkan pada negara berkembang dengan angka kejadian TB yang cukup
tinggi, wanita hamil dengan TB juga mendapatkan Pirazinamid sebagai
tambahan dari 3 obat yang sudah disebutkan sebelumnya. Pemberian OAT
sebaiknya juga disertai dengan pemberian Piridoksin yang berguna untuk
mencegah efek samping neuropati perifer akibat penggunaan Isoniazid yang
angka kejadiannya dikatakan lebih tinggi pada wanita hamil. Dosis dari OAT
yang diberikan sesuai dengan tabel 2.1.6,12,13

Tabel 2.1. Pengobatan Tuberkulosis Paru Aktif Pada Wanita Hamil dan Postpartum
Nama Obat Dosis
Isoniazid 5 mg/kg/hari
Rifampisin 10 mg/kg/hari
Etambutol 15 mg/kg/hari
Pirazinamid 25 mg/kg/hari
Piridoksin 10.25g/hari

B. OAT lini kedua


- Kanamisin
Variasi dari aminoglikosida, mempunyai efek yang sama dengan
streptomisin karena berasal dari golongan yang sama. Kanamisin
sebaiknya tidak diberikan pada ibu hamil, kecuali pada MDR.1
Dosis yang diberikan 15 mg/kg BB, diberikan 3-5 kali dalam 1
minggu dan diberikan secara intramuskular.17
- Etionamid
memiliki cara kerja bakterisidal dan mempunyai penetrasi yang
baik ke semua jaringan termasuk cairan serebrospinal. Etionamid
dinyatakan memiliki potensial untuk bersifat teratogenik dan
sebaiknya dihindari penggunaannya pada kehamilan, kecuali
pada kasus MDR-TB. Dosis 0,5-1 gram/hari dalam dosis
terbagi.18
- Floroquinolone (Ciprofloxacin, Gatifloxacin, Moxifloxacin dan
Norfloxacin) tidak terbukti meningkatkan kejadian kelahiran
abnormal dalam penggunaannya.
- Amoxycilin/Clavulanic acid
memiliki peranan yang kecil pada pengobatan wanita hamil
dengan MDR-TB dan tidak cukup tersedia alternatifnya. Efek
teratogenik
- Kapreomisin merupakan obat lini kedua yang diberikan secara
intramuskular dan bersifat kontraindikasi terhadap ibu hamil.
Obat ini dilaporkan bersifat teratogenik, berdasarkan dari
penelitian yang dilakukan terhadap tikus yang hamil.
Cycloserine juga merupakan obat lini kedua untuk TBC yang disertai
dengan kehamilan. Obat ini tidak terbukti bersifat teratogenik pada percobaan
menggunakan tikus, akan tetapi tidak cukup bukti dari studi untuk manusia
untuk mengkonfirmasi keamanan obat ini untuk wanita hamil. Oleh karena itu
penggunaannya harus secara hati-hati.
Para-Aminosalicyclic Acid (PAS) merupakan obat OAT yang bersifat
bakteriostatik. PAS dilaporkan belum cukup bukti keamanannya pada
pemakaian untuk kehamilan, baik pada studi pada manusia, maupun pada
binatang. Hanya pernah ada satu studi dari 123 pasien yang mendapatkan PAS,
melaporkan adanya angka kejadian abnormalitas pada anggota tubuh dan telinga
yang lebih tinggi dibandingkan OAT lain. Oleh karena itu harus benar-benar
dipertimbangkan penggunaanya.
Amikacin adalah obat yang bersifat bakterisidal dan tergolong dalam
golongan aminoglikosida, yang bersifat ototoksik dan nefrotoksik.Oleh karena
itu penggunaaan obat ini pada kehamilan sebenarnya merupakan pilihan akhir
setelah benar-benar mempertimbangkan kegunaan dan efek sampingnya.

Penggunaan OAT pada Ibu Menyusui


Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan
pengobatan pada umunya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu
yang menderita TB harus mendapatkan panduan OAT secara adekuat. Pemberian
OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mecegah penularan kuman TB kepada
bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus diberikan
ASI. Selain itu, pada pemberian obat OAT lini pertama sangat dianjurkan pada ibu
menyusui. Hal ini disebabkan karena konsentrasi obat tersebut dalam ASI sangat
rendah untuk menghasilkan toksisitas. Pada wanita yang menyusui dan
mengonsumsi INH dianjurkan untuk mengonsumsi vitamin B6.14,19

2.6. Komplikasi TB pada kehamilan


TB memiliki beberapa risiko baik terhadap ibu dan terhadap fetus. Efek TB
pada ibu antara lain dapat menimbulkan keluaran kehamilan yang buruk terutama
pada pasien dengan resistensi obat anti tuberkulosis (OAT). Namun, dengan adanya
kemajuan terapi TB, insidensi persalinan preterm berkurang. Kemjuan pengobatan
ini juga menurunkan insidens berat badan lahir rendah. Sejak penggunaan
streptomisin pada kehamilan dihentikan, abnormalitas kongenital fetus yang
berkaitan dengan pengobatan TB berkurang. Penggunaan streptomisin berkaitan
dengan tuli kongenital.6
BAB III
KESIMPULAN
TB merupakan salah satu penyebab mortalitas utama pada wanita usia
reproduksi. Indonesia menyandang 4.4% dari keseluruhan kasus tuberkulosis pada
kehamilan di dunia berjumlah sekitar 9500 jiwa dengan rata-rata kejadian 2.7 untuk
setiap 1000 wanita hamil. TB merupakan suatu infeksi paru yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis, suatu bakteri gram positif yang tahan asam.
Bakteri tersebut menyebar melalui droplet, masuk kedalam saluran napas dan setelah
paparan berulang akan timbul infeksi primer (tuberkulosis primer). Setelah infeksi
primer, bakteri TB masih dapat dorman dan suatu saat akan mengalami reaktivasi,
terutama berada dalam kondisi imunosupresi, menjadi tuberkulosis sekunder.
Pada penegakkan diagnosis tuberkulosis pada kehamilan, harus diperoleh
riwayat paparan terhadap individu dengan batuk kronis atau riwayat berkunjung ke
daerah endemik tuberkulosis. Riwayat gejala tuberkulosis pada kehamilan tidak
berbeda pada penderita tuberkulosis yang tidak hamil. Tahap penting dalam
mendiagnosis tuberkulosis pada kehamilan yaitu untuk mengidentifikasi faktor risiko
dan manifestasi klinis pada penyakit tuberkulosis. Asuhan antenatal dapat menjadi
salah satu alat untuk melakukan skrining dan diagnosis TB pada populasi dengan
risiko tinggi. Alat diagnostik yang biasa digunakan adalah pemeriksaan sputum
bakteri tahan asam (BTA), kultur sputum dan spesimen lainnya, dan radiografi
toraks. Pemeriksaan skin test dan deteksi antigen juga dapat digunakan untuk
penegakan diagnosis TB, terutama pada kasus TB laten.
Beberapa hal dasar perlu diperhatikan dalam tatalaksana tuberkulosis dalam
kehamilan yaitu cukupnya waktu istirahat bagi ibu, diet bernutrisi, serta tatalaksana medis
berupa obat anti tuberkulosis (OAT). 6 World Health Organisation (WHO)
merekomendasikan pengobatan TB pada wanita hamil sama dengan wanita yang tidak hamil
pada umumnya

Anda mungkin juga menyukai