Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara tropis memiliki potensi besar penyebaran
penyakit menular. Pemerintah memiliki peran penting dalam melakukan
tindakan penyuluhan, pencegahan,dan penanganan untuk mengatasi
penyebaran penyakit menular. Kejadian penyakit menular apabila tidak
ditangani dengan cepat akan menimbulkan wabah dan menyebabkan
kepanikan pada berbagai pihak. Selain itu, penyebaran penyakit menular oleh
nyamuk memiliki parameter berupa kondisi lokasi geografis dan jangkauan
sebaran area pada suatu daerah (1).
Entjang (2000) menyatakan Pusat Kesehatan Masyarakat adalah salah
satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang amat penting di Indonesia
yang memberikan pelayanan secara menyeluruh, terpadu dan bersinambungan
kepada masyarakat dalam suatu wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha-
usaha kesehatan pokok dan langsung berada dalam pengawasan administratif
maupun teknis dari Dinas Kabupaten (2).
Ditinjau dari sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, maka peranan
dan kedudukan Puskesmas adalah sebagai ujung tombak sistem pelayanan
kesehatan di Indonesia. Tujuan dari pelayanan kesehatan adalah untuk
memenuhi kebutuhan individu atau masyarakat untuk mengatasi,
menetralisasi atau menormalisasi semua masalah atau semua penyimpangan
tentang kesehatan yang ada dalam masyarakat (2).
Angka kejadian penyakit menular baik di dunia, Indonesia, maupun
propinsi masih terbilang tinggi. Di Indonesia, angka kejadian penyakit
menular masih tinggi dan beberapa mengalami peningkatan kasus dari tahun
sebelumnya. Penyakit yang ditularkan melalui droplet (udara) mengalami
peningkatan antara lain pneumonia 2,7% dan ISPA 25%, sedangkan TB paru
tetap seperti tahun sebelumnya yakni sebesar 0,4%. Penyakit yang ditularkan
melalui makanan, air, dan lainnya antara lain hepatitis 1,2% dan diare 3,5%.
Sedangkan untuk penyakit bawaan vektor yang masih tinggi adalah malaria
yakni sebesar 1,9%. Penyakit menular adalah penyakit yang ditransmisikan
dari orang, hewan, atau sumber benda mati ke orang lain baik secara
langsung, dengan bantuan vektor atau dengan cara lain (3).
Anonim (2010) menyatakan angka kejadian penyakit ISPA secara
nasional pada tahun 2010 sebesar 758 per seribu penduduk pada usia balita
dan 16 provinsi mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan case Fatality
Rate (CFR) sebesar 7,16%. Angka case fatality rate (CFR) penderita penyakit
ISPA pada tahun 2012 ialah sebesar 8,45% dimana angkanya mengalami
peningkatan dari tahun 2011 bertambah sebanyak 1.200 menjadi 8.852
penderita ISPA. Penyakit ISPA merupakan 10 penyakit terbanyak pada pasien
rawat jalan di Puskesmas dan Rumah Sakit (4).
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih menjadi salah
satu masalah kesehatan masyarakat yang penting untuk diperhatikan, karena
merupakan penyakit akut dan bahkan dapat menyebabkan kematian pada
balita di berbagai negara berkembang termasuk negara Indonesia. Infeksi
saluran pernafasan akut disebabkan oleh virus atau bakteri. Penyakit ini
diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala: tenggorokan sakit
atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau berdahak. Program pemberantasan
penyakit ISPA oleh pemerintah dimaksudkan adalah untuk upaya-upaya
penanggulangan pneumonia pada balita (5).
Secara umum ada 3 (tiga) faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor
lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku. Faktor lingkungan
meliputi pencemaran udara dalam rumah, kondisi fisik rumah, dan kepadatan
hunian rumah. Faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir,
status gizi, vitamin A, dan status imunisasi. Sedangkan faktor perilaku
berhubungan dengan pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada
bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga
baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya.3 Faktor
lingkungan juga dapat disebabkan dari pencemaran udara dalam rumah seperti
asap rokok, asap dari dapur karena memasak dengan kayu bakar serta
kebiasaan menggunakan obat nyamuk bakar didalam rumah (5).
Secara geografis Puskesmas Teluk Dalam terletak di kelurahan Teluk
Dalam kecamatan Banjarmasin Tengah kota Banjarmasin yang memiliki luas
wilayah 2,36 km2 dari 15,25 km2 luas keseluruhan wilayah kecamatan
Banjarmasin Tengah serta luas kota Banjarmasin 72 km2. Jumlah penduduk
di wilayah kerja Puskesmas Teluk Dalam Tahun 2017 adalah 28.906 jiwa.
Dari data 10 penyakit tertinggi tahun 2017 di wilayah kerja Puskesamas Teluk
Dalam didapatkan data berupa 3 penyakit menular tertinggi yaitu Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sebesar 945 kasus, Influenza sebesar 783
kasus dan Diare sebesar 398 kasus.
ISPA atau pneumonia pada balita merupakan salah satu indikator
keberhasilan program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
seperti tertuang dalam rancangan starategis kementrian kesehatan tahun 2010–
2014. Dan ditargetkan persentase pneumonia balita pada tahun 2014 adalah
100%. ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit
menular di dunia. Hampir 4 juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun,
98% nya disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah. ISPA khususnya
pneumonia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
terutama pada balita (4). Oleh karena itu diperlukan program pencegahan dan
penanggulangan yang lebih konsisten dan sistematis untuk menurunkan angka
kejadian tersebut.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menganalisis dan mengevaluasi program penyakit menular
tertinggi yang ada di wilayah kerja Puskesmas Teluk Dalam.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari makalah ini diantaranya:
a. Mengidentifikasi kasus tertinggi di Puskesmas Teluk Dalam.
b. Mengidentifikasi faktor risiko penyakit menular tertinggi di
Puskesmas Teluk Dalam.
c. Menjelaskan program pemberantasan penyakit menular
tertinggi di Puskesmas Teluk Dalam.
d. Mengevaluasi program pemberantasan penyakit menular
tertinggi di Puskesmas Teluk Dalam.
C. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini sebagai berikut:
1. Mahasiswa
a. Meningkatkan ilmu pengetahuan mengenai penyakit menular
dan program pemberantasannya.
b. Dapat mengidentifikasi kelemahan dari program
pemberantasan penyakit menular serta memberikan saran
rekomendasi yang tepat guna menurunkan penyakit menular.
c. Mengembangkan skill keahlian dan keterampilan dalam
bidang kesehatan masyarakat khusunya mengidentifikasi
program pemberantasan penyakit.
2. Program Studi Kesehatan Masyarakat
a. Sebagai tambahan referensi dalam pembelajaran mengenai
program pemberantasan penyakit menular
b. Sebagai upaya pengembangan mahasiswa yang memiliki
pengetahuan dan keterampiklan dalam bidang kesehatan
masyarakat.
Daftar Pustaka
1. Pramudyo RW, Albarda, Negara ABP. Sistem peringatan dini untuk
pencegahan penyakit menular berbasis informasi spasial (studi kasus
Dinas Kesehatab kabupaten Sragen). Jurnal edukasi dan penelitian
informatika (JEPIN) 2015; 1(1): 24-31.
2. Konli Steven. Pelayanan kesehatan masyarakat di Puskesmas desa
Gunawan kecamatan Sesayap kabupaten Tana Tidung. eJournal ilmu
pemerintahan 2014; 2(1): 1925-1936.
3. Fitria L, Wahjudi P, Wati DM. Pemetaan tingkat kerentanan daerah
terhadap penyakit menular (TB Paru, DBD, dan Diare) di kabupaten
Lumajang tahun 2012. E-Journal pustaka kesehatan 2014; 2(3): 460-467.
4. Yuslinda WO, Ardiansyah RT. Hubungan kondisi lingkungan dalam
rumah dengan kejadian penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
pada masyarakat di kelurahan Ranomeeto kecamatan Ranomeeto tahun
2017. Jurnal ilmiah mahasiswa kesehatan masyarakat 2017; 2(6): 1-9.
5. Sofia. Faktor risiko lingkungan dengan kejadian ISPA pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Ingin Jaya kabupaten Aceh Besar. Jurnal
AcTion: Aceh Nutrition Journal 2017; 2(1): 43-50.

Anda mungkin juga menyukai