Anda di halaman 1dari 5

Artikel Penelitian

Prevalensi Kelainan Tajam Penglihatan


pada Pelajar SD “X” Jatinegara
Jakarta Timur

Dedy Fachrian,* Arlia Barlianti Rahayu,* Apep Jamal Naseh,* Nengcy E.T Rerung,*
Marytha Pramesti,* Elridha Ainun Sari,* Rutelica N.A.Y,* Eva Suarthana**

*Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta


**Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Abstrak: Kelainan tajam penglihatan pada anak usia sekolah merupakan masalah kesehatan
yang penting. Deteksi dini dan publikasi mengenai prevalensi dan faktor yang berhubungan
dengan kelainan tajam penglihatan pada pelajar SD di Indonesia masih jarang dilakukan.
Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan menggunakan metode total sampling pada
tanggal 28 Februari 2009 dan 5 Maret 2009. Responden adalah 79 pelajar sekolah dasar kelas
V dan VI di SD “X” Jatinegara Jakarta Timur. Pemilihan sekolah dilakukan secara purposife.
Pengambilan data dilakukan dengan pemeriksaan tajam penglihatan menggunakan kartu
Snellen dan guided questionnaire. Variabel yang diteliti meliputi jenis kelamin, status gizi,
riwayat kelainan tajam penglihatan dalam keluarga, dan aktivitas melihat dekat dan lama.
Prevalensi kelainan tajam penglihatan (visus kurang dari 6/6) didapatkan sebesar 51,9%.
Dari seluruh responden yang mengalami kelainan tajam penglihatan didapatkan sebesar 53,2%
perempuan dan sebanyak 68,4% responden memiliki status gizi normal-lebih. Responden yang
memiliki riwayat kelainan tajam penglihatan dalam keluarga sebesar 54,4%, sedangkan
responden yang mempunyai aktivitas melihat dekat dan lama sebesar 55,7%. Aktivitas melihat
dekat dan lama meningkatkan risiko kelainan tajam penglihatan sebesar empat kali lipat (OR
3,0; 95% CI 1,2 – 7,4). Tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara jenis kelamin,
status gizi dan riwayat kelainan tajam penglihatan dalam keluarga dengan gangguan tajam
penglihatan.
Kata kunci: aktivitas melihat dekat dan lama, anak usia sekolah dasar, kelainan tajam
penglihatan, status gizi

260 Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 6, Juni 2009


Prevalensi Kelainan Tajam Penglihatan pada Pelajar SD “X” Jatinegara Jakarta Timur

Prevalence of Visual Impairment at Elementary School “X” Students


Jatinegara East Jakarta

Dedy Fachrian, Arlia Barlianti Rahayu, Apep Jamal Naseh, Nengcy E.T Rerung,
Marytha Pramesti, Elridha Ainun Sari, Rutelica N.A.Y,* Eva Suarthana**

*Community Medicine Integration Programme, Faculty of Medicine


Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta
**Department of Community Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia

Abstract: Visual impairment in school age children is a very important health problem. There is
lack of publication on early detection and prevalence of visual impairment and its related factors
in Indonesia. A cross sectional study was conducted with total sampling method on February 28th
and March 5th, 2009. Respondents were students at 5th and 6th grades of “X” elementary school
in Jatinegara, East Jakarta. The school was selected purposively. The visual acuity was assessed
using Snellen chart. The variables studied were sex, nutritional status, family history of visual
impairment, and near work activity. The result indicated that 51.9% of the students had visual
impairment (visus lower than 6/6). From all of the respondents who had visual impairment,
53.2% were female and 68.4% had normal to high nutritional status. There were 54.4% respon-
dents who had family history of visual impairment and 55.7% had near work activity. Near work
activity increased the risk of visual impairment by almost four times (OR 3.0, 95% CI 1.2 to 7.4).
There was no association between sex, nutritional status, and family history of visual impairment
with visual impairment prevalence.
Key words: near work activity, school age children, visual impairment, nutritional status.

Pendahuluan Cedera dan penyakit mata bisa mempengaruhi peng-


Mata adalah panca indera penting yang perlu pe- lihatan. Kejernihan penglihatan disebut ketajaman visus,
meriksaan dan perawatan secara teratur. Pemeriksaan rutin yang berkisar dari penglihatan penuh sampai tanpa
pada mata sebaiknya dimulai pada usia dini. Pada anak 2,5-5 penglihatan. Jika ketajaman menurun, penglihatan menjadi
tahun, skrining mata perlu dilakukan untuk mendeteksi kabur. Ketajaman penglihatan biasanya diukur dengan skala
apakah menderita gangguan tajam penglihatan yang yang membandingkan penglihatan seseorang pada jarak 6
nantinya akan mengganggu aktivitas di sekolahnya.1 meter dengan seseorang yang memiliki ketajaman penuh.
Jenis penyakit mata terus mengalami perkembangan baik Visus 6/6 artinya seseorang melihat benda pada jarak 6 meter
dari segi faktor penyebab, teknik pengobatan, dan peralatan dengan ketajaman penuh.5
medis untuk penyembuhan, hingga keberadaan mitos Pada kegiatan pemeriksaan tajam penglihatan anak-anak
penyakit mata itu sendiri.2 Gangguan penglihatan dan yang dilakukan bulan Agustus hingga Desember 2007 di 12
kebutaan menjadi tantangan serius para ahli penyakit mata sekolah di Sambas dengan jumlah siswa mencapai 3.456 or-
saat ini. Gangguan penglihatan merupakan masalah ang, ditemukan 715 siswa (20,7%) mengalami gangguan
kesehatan yang penting, terutama pada anak, mengingat 80% penglihatan. Kegiatan pemeriksaan kemudian dilanjutkan
informasi selama 12 tahun pertama kehidupan anak pada tahun 2008 periode awal Januari hingga April dengan
didapatkan melalui penglihatan. 3 Dari penelitian yang program serupa. Pada tahun 2008 ini, ada 48 sekolah yang
dilakukan pada 479 siswa di Kabupaten Karangasem pada melakukan pemeriksaan tajam penglihatan. Dari 8.963 siswa
bulan Agustus 2008, 95% mengalami kebutaan dan 4,6% yang diperiksa, 311 anak atau 3,5% terdeteksi mengalami
mengalami gangguan penglihatan parah. Dari data tersebut gangguan penglihatan. Dari 311 anak tersebut, pada
35,9% penyebab kebutaan atau gangguan penglihatan parah pemeriksaan lebih lanjut didapatkan 95 anak (30,5%)
terletak pada bola mata, 18,9% pada retina, 16,4% pada lensa, memerlukan kacamata.6
serta 16,1% pada kornea. Sebagian besar tidak diketahui Berdasarkan hal–hal di atas, kelainan ketajaman
penyebabnya, akan tetapi 31,9% disebabkan oleh faktor penglihatan pada anak usia sekolah merupakan masalah
herediter.4 kesehatan yang penting. Deteksi dini dan publikasi mengenai

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 6, Juni 2009 261


Prevalensi Kelainan Tajam Penglihatan pada Pelajar SD “X” Jatinegara Jakarta Timur

prevalensi dan faktor yang berhubungan dengan kelainan responden (51,9%) menderita kelainan tajam penglihatan
tajam penglihatan pada pelajar SD di Indonesia masih jarang (visus kurang dari 6/6). Persentase prevalensi kelainan tajam
dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedua penglihatan dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini.
hal tersebut.

Metode
Penelitian ini menggunakan desain potong lintang
dengan pengambilan sampel secara total sampling dan
dilaksanakan pada bulan Februari 2009 di SD “X” Jatinegara,
Jakarta Timur. Populasi dan sampel yang diteliti adalah pelajar
kelas V dan VI SD “X” Jatinegara, Jakarta Timur. Kriteria
inklusi adalah pelajar kelas V dan VI SD “X” Jatinegara,
Jakarta Timur tahun 2009 dan bersedia mengikuti penelitian.
Kriteria eksklusi adalah pelajar SD “X” Jatinegara, Jakarta
Timur yang tidak hadir di kelas saat pengambilan data, Gambar 1. Prevalensi Kelainan Tajam Penglihatan pada
Responden
misalnya sedang sakit atau izin. Instrumen penelitian ini
berupa guided questionnaire, penimbangan berat dan tinggi
Jumlah responden perempuan (53,2%) lebih banyak dari
badan, serta pemeriksaan ketajaman penglihatan meng-
laki-laki (46,8%). Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa responden
gunakan kartu Snellen. Ketajaman penglihatan diukur
yang memiliki status gizi normal (63,3%) lebih banyak bila
dengan skala yang membandingkan penglihatan seseorang
dibandingkan dengan responden yang memiliki status gizi
pada jarak 6 meter dengan seseorang yang memiliki ketajaman
kurang (31,6%) dan status gizi lebih (5,1%). Sebanyak 54,4%
penuh. Ketajaman penglihatan dinyatakan baik jika pada
responden memiliki anggota keluarga inti yang berkacamata
pemeriksaan didapatkan visus 6/6; artinya seseorang melihat
dan 55,7% responden yang melakukan aktivitas dekat dan
benda pada jarak 6 meter dengan ketajaman penuh.
lama.
Aktivitas melihat jarak dekat (near work) yang diteliti
meliputi membaca buku dengan jarak kurang dari 30 cm;
Tabel 1. Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin, Status
menonton televisi dengan jarak kurang dari 2 m; meng- Gizi, Riwayat Kelainan Tajam Penglihatan dalam
gunakan komputer dengan jarak kurang dari 60 cm; dan atau Keluarga, dan Aktivitas Melihat Dekat
bermain video game/ play station dengan jarak kurang dari
2m. Durasi aktivitas near work dinyatakan lama jika Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
responden membaca buku lebih dari 2 jam sehari; menonton Jenis kelamin Perempuan 42 53,2
televisi lebih dari 2 jam sehari; menggunakan komputer lebih Laki-laki 37 46,8
dari 8 jam sehari; dan atau bermain video game/play station Status gizi Kurang 25 31,6
lebih dari 2 jam sehari. Normal 50 63,3
Lebih 4 5,1
Status gizi diukur dengan menghitung indeks masa Anggota keluarga Ya 43 51,4
tubuh (IMT), yaitu berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi inti berkacamata Tidak 36 45,6
badan (m2). IMT diklasifikasikan sesuai usia responden Aktivitas melihat Ya 44 55,7
berdasarkan kriteria Center for Disease Control tahun 2002. dekat dan lama Tidak 35 44,3
Status gizi dinyatakan kurang jika nilai IMT kurang dari nilai
normal dan di bawah persentil 5; normal jika nilai IMT sesuai Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa aktivitas dekat dan
dengan nilai normal dan antara persentil 5 dan 85; serta lebih lama yang paling banyak dilakukan oleh responden adalah
jika nilai IMT lebih dari nilai normal dan di atas persentil 85. menonton televisi (48,1%).

Analisis Data Tabel 2. Sebaran Responden Menurut Aktivitas Melihat Dekat


dan Lama
Semua data yang terkumpul dicatat dan dilakukan edit-
ing dan coding kemudian dimasukkan ke dalam program Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
komputer Statistical Package for Social Sciences (SPSS)
untuk windows versi 13.0 untuk diolah lebih lanjut. Analisis Membaca Ya 4 5,1
Tidak 75 94,9
dilakukan dengan uji kemaknaan Chi-Square dan Fisher Menonton televisi Ya 38 48,1
dengan tingkat kemaknaan p<0,05. Tidak 41 51,9
Menggunakan komputer Ya 0 0
Hasil Tidak 79 100
Bermain video game/ Ya 11 13,9
Berdasarkan hasil pemeriksaan tajam penglihatan play station Tidak 68 86,1
dengan menggunakan kartu Snellen, didapatkan 41

262 Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 6, Juni 2009


Prevalensi Kelainan Tajam Penglihatan pada Pelajar SD “X” Jatinegara Jakarta Timur

Hubungan Antara Karakteristik Responden dengan dan faktor yang berhubungan pada anak SD, serta dapat
Kelainan Tajam Penglihatan digunakan untuk intervensi lebih lanjut oleh pihak lain
Sebanyak 70,7% responden yang menderita kelainan khususnya institusi kesehatan.
tajam penglihatan memiliki status gizi normal-lebih. Tabel 3 Keunggulan lain penelitian ini adalah cara pemeriksaan
menunjukkan bahwa jenis kelamin, status gizi, dan riwayat tajam penglihatan yang mudah dan sederhana. Pemeriksaan
gangguan tajam penglihatan pada keluarga responden tidak tajam penglihatan hanya menggunakan uji kartu Snellen dan
mempunyai hubungan yang bermakna dengan kelainan tajam ruangan dengan panjang 6 meter namun dapat memberikan
penglihatan. informasi skrining dalam mendeteksi adanya gangguan tajam
Responden yang mempunyai kebiasaan membaca dalam penglihatan.
jarak dekat dan lama hanya sebesar 4,9%. Berdasarkan uji Akan tetapi penelitian baru dilakukan pada sebagian
kemaknaan, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kecil pelajar SD di Jakarta Timur, sehingga masih perlu
kebiasaan membaca dalam jarak dekat dan lama dengan dilakukan penelitian dengan skala lebih besar dan tersebar di
kelainan tajam penglihatan (p=0,663). seluruh wilayah Jakarta untuk dapat memberikan gambaran
Pada hasil penelitian didapatkan hubungan yang ganguan tajam penglihatan pada populasi anak SD di Jakarta.
bermakna antara menonton televisi dalam jarak dekat dan Pada penelitian ini juga tidak dilakukan pinhole test untuk
lama dengan kelainan tajam penglihatan (p=0,005). membedakan apakah kelainan yang dialami merupakan
Responden yang menonton televisi dalam jarak dekat dan kelainan organik atau refraksi.
lama memiliki risiko hampir empat kali lebih besar memiliki
kelainan tajam penglihatan dibandingkan dengan responden Prevalensi Kelainan Tajam Penglihatan
yang tidak menonton televisi dalam jarak dekat dan dalam Pada penelitian ini, didapatkan prevalensi kelainan tajam
durasi lama (OR 3,0; 95% CI 1,2 – 7,4). penglihatan pada anak kelas V dan VI SD “X” Jatinegara,
Responden yang mempunyai kebiasaan bermain video Jakarta Timur adalah sebesar 51,9%. Prevalensi ini lebih
game/playstation dalam jarak dekat dan lama sebesar 17,1%. rendah dibandingkan penelitian yang telah dilakukan pada
Berdasarkan uji kemaknaan, tidak terdapat hubungan yang anak kelas V dan VI SD “Y” Manggarai Jakarta Selatan tahun
bermakna antara bermain video game/playstation dengan 2006. Pada penelitian tersebut didapatkan prevalensi kelainan
kelainan tajam penglihatan (p=0,401). tajam penglihatan yang diakibatkan oleh kelainan refraksi
sebesar 69%.3 Kedua penelitian ini menguatkan dugaan
Pembahasan tingginya prevalensi kelainan tajam penglihatan pada anak
Penelitian ini memiliki beberapa keunggulan. Penelitian sekolah di daerah perkotaan.
pada anak SD tentang prevalensi kelainan tajam penglihatan Sebuah penelitian yang dilakukan di Sambas pada bulan
dan faktor-faktor yang berhubungan belum banyak dilakukan Agustus hingga Desember 2007 menunjukkan prevalensi
di Indonesia sehingga dapat menjadi data dasar bagi kelainan tajam penglihatan yang lebih rendah, yaitu 20,7%.6
penelitian lain tentang prevalensi kelainan tajam penglihatan Angka yang lebih rendah ini kemungkinan dipengaruhi oleh

Tabel 3. Hubungan Jenis Kelamin, Status Gizi, Riwayat Keluarga Inti Berkacamata, Aktivitas Melihat Dekat dan
Lama dengan Kelainan Tajam Penglihatan

Kelainan tajam penglihatan Keterangan


Ya % Tidak %

Jenis kelamin Perempuan 22 53,7 20 52,6 Chi square p=0,927

Laki-laki 19 46,3 18 47,4 OR 1,0 (0,4–2, 5)


Status gizi Kurang 12 29,3 13 34,2 Chi square p=0,637
Lebih-normal 29 70,7 25 65,8 OR 0,8 (0,3–2,1)
Anggota keluarga inti berkacamata Ya 20 48,8 23 60,5 Chi square p=0,295
Tidak 21 51,2 15 39,5 OR 0,6 (0,3–1,3)
Aktivitas melihat dekat dan lama Ya 28 68,3 16 42,1 Chi square p=0,019
Tidak 13 31,7 22 57,9 OR 3,0 (1,2 – 7,4)
Membaca Ya 2 4,9 2 5,3 Fisher p=0,663
Tidak 39 95,1 36 94,7 OR 0,9 (0,1–6,9)
Menonton televise Ya 26 63,4 12 31,6 Chi square p=0,005
Tidak 15 36,6 26 68,4 OR 3,8 (1,5–9,6)
Menggunakan computer Ya 0 0 0 0 Tidak dapat dinilai
Tidak 41 100 38 100
Bermain video game/ Ya 7 17,1 4 10,5 Chi square p=0,401
play station Tidak 34 82,9 34 89,5 OR 1,8 (0,5–6,5)

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 6, Juni 2009 263


Prevalensi Kelainan Tajam Penglihatan pada Pelajar SD “X” Jatinegara Jakarta Timur

lingkungan, yaitu sarana media visual seperti televisi, dan laki-laki 46,8%). Hal ini sesuai dengan pernyataan
komputer, maupun video game yang lebih minimal, sehingga Supartoto bahwa penderita kelainan tajam penglihatan pada
aktivitas melihat dekat dan lama lebih jarang dilakukan. anak perempuan lebih besar daripada laki-laki dengan angka
Terdapat teori yang menyatakan bahwa faktor gaya hidup perbandingan 1,4 : 1.17
yaitu aktivitas melihat dekat yang terlalu banyak, seperti Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil
membaca buku, melihat layar komputer, bermain video game, penelitian yang dilakukan di Brazil tahun 2006 oleh Onuki
menonton televisi, dapat menyebabkan lemahnya otot siliaris Haddad dkk,9 dimana prevalensi kelainan tajam penglihatan
mata sehingga mengakibatkan ganguan otot untuk melihat pada anak laki-laki lebih besar (51%) dibandingkan anak
jauh. Daerah perkotaan yang padat juga mengakibatkan perempuan (49%). Perbedaan kedua hasil ini dapat
sempitnya ruang bermain sehingga anak cenderung disebabkan oleh perbedaan ras dimana ras kaukasiod yang
melakukan aktivitas bermain di dalam ruangan yang jarang diwakili oleh Amerika Serikat lebih tinggi (43%) daripada ras
menggunakan penglihatan jauh.3 melanesoid (37,8%); perbedaan budaya yang mempengaruhi
Faktor gaya hidup ini didukung tingginya akses kebiasaan dan aktivitas sehari-hari; perbedaan lingkungan
terhadap media akivitas visual. Pada penelitian ini, aktivitas serta status gizi.
melihat dekat dan lama yang paling banyak dilakukan adalah
menonton televisi. Tingginya akses terhadap media visual Hubungan Antara Status Gizi dengan Kelainan Tajam
ini apabila tidak diimbangi dengan pengawasan waktu dan Penglihatan
jarak menonton anak oleh orang tua dapat meningkatkan Setelah dilakukan analisis, tidak didapatkan hubungan
kelainan tajam penglihatan. Menurut sebuah penelitian yang bermakna (p=0,637) antara status gizi dengan kelainan
menonton televisi lebih dari 2 jam sehari dengan jarak 2 meter tajam penglihatan. Faktor yang berpengaruh langsung
dapat meningkatkan resiko terjadinya kelainan tajam terhadap kelainan tajam penglihatan berupa total kalori
penglihatan.20 asupan protein hewani, serat dan beberapa mikronutrien yang
Besarnya responden yang memiliki kelainan tajam kurang. Namun asupan serat dan beberapa mikronutrien
penglihatan pada penelitian ini dimungkinkan akibat seperti kalsium, klorida dan selenium yang rendah ini terlalu
rendahnya cut off point kelainan tajam penglihatan yang lemah untuk mempengaruhi pertumbuhan sehingga tidak
digunakan yaitu 6/6.12 Sebagian besar responden (51,9%) mempengaruhi indeks masa tubuh yang menjadi acuan
memiliki visus yang lebih rendah dari 6/6. Apabila cut off penentuan status gizi responden.10,16 Hal ini sesuai dengan
point yang digunakan dinaikkan menjadi 6/9 maka akan Werbach16 yang menyatakan tidak ada hubungan yang
didapatkan angka kelainan tajam penglihatan yang lebih signifikan antara tinggi badan dan berat badan dengan
rendah (41,8%) dimana dengan ketajaman penglihatan kelainan tajam penglihatan pada anak usia 10 tahun. Dalam
sebesar 6/9 efisiensi penglihatan masih sebesar 90%.10 penelitian kami, tingginya prevalensi kelainan tajam
Namun Cut off point yang rendah ini memiliki keunggulan penglihatan pada pelajar dengan status gizi normal-lebih
dimana akan lebih banyak kelainan tajam penglihatan dini disebabkan oleh faktor lain yang lebih dominan, yaitu aktivitas
yang terjaring, tetapi kelemahannya adalah akan banyak false melihat dekat dan lama.
positive yang terjadi dan positive predictive value-nya lebih
rendah daripada cut off point yang tinggi. Hubungan Antara Riwayat Kelainan Tajam Penglihatan
Satu hal yang menarik dari hasil penelitian prevalensi dalam Keluarga dengan Kelainan Tajam Penglihatan
ini adalah bahwa dari 41 responden yang terdeteksi
Proporsi gangguan penglihatan pada kelompok yang
mengalami kelainan tajam penglihatan, 10 responden (24,4%)
memiliki keluarga berkacamata lebih tinggi dibandingkan yang
yang mengeluhkan adanya gangguan penglihatan saat
tidak memiliki keluarga berkacamata, walaupun secara
membaca tulisan pada papan tulis. Dari 10 responden yang
statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna. Menurut
mengeluh tersebut terdapat 5 responden yang sudah
Lyhne et al10, faktor keturunan tidak berpengaruh terhadap
menggunakan kacamata untuk kelainan tajam penglihatan
kelainan refraksi. Beberapa individu yang menderita miopia,
berupa miopia. Hasil ini menunjukkan bahwa pentingnya
kemungkinan besar terkait dengan genetik jika terpajan oleh
dilakukan skrining gangguan tajam penglihatan pada anak
faktor lingkungan tertentu. Dengan kata lain, bukan miopia
sekolah dasar.
yang diturunkan, namun kelemahan dari individu terhadap
Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Kelainan Tajam kondisi lingkungan tertentu seperti aktivitas melihat dekat
Penglihatan yang berlebihan. Menurut Saw11, prevalensi miopia yang
tinggi pada beberapa kelompok etnik tertentu (Cina dan
Pada penelitian ini, jenis kelamin responden tidak memiliki
Jepang) menunjukkan bahwa genetik memainkan peranan
hubungan yang bermakna dengan kejadian kelainan tajam
yang penting, namun perubahan prevalensi pada beberapa
penglihatan (p=0,927). Didapatkan bahwa persentase
generasi terakhir menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga
kejadian kelainan tajam penglihatan lebih banyak pada
merupakan faktor yang penting.
perempuan dibandingkan dengan laki-laki (perempuan 53,2%

264 Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 6, Juni 2009

Anda mungkin juga menyukai