Anda di halaman 1dari 45

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Definisi Tumor Ovarium

Tumor ovarium merupakan salah satu neoplasma yang dijumpai pada

sistem genitalia wanita.Ovarium mempunyai fungsi yang sangat krusial pada

menstruasi dan reproduksi. Gangguan pada ovarium dapat menyebabkan

terhambatnya pertumbuhan, perkembangan dan kematangan sel telur.

Diantara gangguan yang sering terjadi adalah kista ovarium, sindrom ovarium

polikistik, dan kanker ovarium.1,3,6

Ovarium merupakan salah satu organ dari sistem reproduksi

wanita,yang berlokasi pada pelvis yang berguna untuk menyokong uterus

menutupi dinding lateral pelvis,di belakang dari ligament dan bagian anterior

dan rektum.kedua ovarium terletak di kedua sisi uterus dalam rongga

pelvis,selama massa reproduksi ovarium mempunyai ukuran 4 x 2,5 x 1,5 cm.

Ovarium mempunyai 2 fungsi yaitu :

1. Menyimpan ovum (telur) yang di lepaskan satu setiap bulan.

2. Memproduksi hormon estrogen dan progesteron.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 1.Ovarium dan alat reproduksi wanita31

2.2. FaktorEtiologi pada Tumor Ovarium

Penyebab pasti tumor ini belum diketahui, Meyer berpendapat bahwa

kemungkinan tumor ini berasal dari suatu teratoma dimana dalam

pertumbuhannya satu elemen mengalahkan elemen-elemen lainnya.

Sedangkan sebahagian ahli berpendapat bahwa tumor ini berasal dari

mesotel. Ada beberapa peneliti mengemukakan hipotesa bahwa penyebab

terjadinya tumor ovarium adalah mungkin adanya hubungan lingkungan

tertentu dengan faktor genetik terutama yang mengarah ke tumor ganas

ovarium.3

2.3 . Faktor resiko

a. usia

b. riwayat keluarga

c. infertility

d. nulipara

e. riwayat kanker payudara

f. obat obatan.

Universitas Sumatera Utara


2.4.Insiden

Pada sebagian besar kanker ovarium berbentuk tumor kistik (kista

ovarium) dan sebagian kecil berbentuk tumor padat. Tumor jinak ovarium

terdapat ± 80-85 % dari seluruh tumor ovarium dan 2/3 dari tumor ovarium

terjadi pada usia 20-40 tahun. Tumor ganas ovarium terjadi pada usia >45

tahun dan <15 tahun. Sekitar 15-25% kista ovarium merupakan kista ovarium

musinosum dan 10% kista ovarium serosum. Kista Ovarium sering ditemukan

pada wanita berusia 20-50 tahun dan jarang sekali pada usia

prapubertas..6,7,8,17

2.5. Klasifikasi .

Tumor ovarium dibedakan menjadi dua macam, yaitu kista non-

neoplastik dan kista neoplastik :

Tumor Ovarium Non-Neoplastik

• kista folikel

• kista korpus lutein

• kista teka lutein

• kista inklusi germinal

• kista endometrium

Tumor Ovarium Neoplastik jinak

1.Kistik:

• Kistoma ovari simpleks.

• Kistadenoma ovarii serosum.

Universitas Sumatera Utara


• Kistadenoma ovarii musinosum.

• Kista endometroid.

• Kista dermoid.

2.Solid:

• Fibroma,Leimioma,Fibroadenoma,Papiloma,Angioma,Limfangioma.

• Tumor brenner.

• Tumor sisa adrenal(maskulinova-blastoma).

Massa di ovarium yang paling umum ditemukan adalah kista ovarium

fisiologis, kista ini disebabkan oleh karena kegagalan folikel untuk pecah atau

regresi. Secara umum ukuran kista ovarium fisiologis kurang dari enam (6)

cm, permukaan rata mobile dan konsistensi kistik.1,2

2.6. Gejala Klinis .

Banyak tumor ovarium tidak menunjukkan gejala dan tanda, terutama

tumor ovarium yang kecil. Sebagian besar gejala dan tanda adalah akibat dari

pertumbuhan, aktivitas endokrin, atau komplikasi tumor-tumor

tersebut.Adanya tumor di dalam abdomen bagian bawah bisa menyebabkan

pembenjolan pada abdomen. Tekanan terhadap alat – alat di sekitarnya

disebabkan oleh besarnya tumor atau posisinya dalam abdomen. Misalnya

sebuah kista dermoid yang tidak seberapa besar tetapi terletak di depan

uterus dapat menekan kandung kemih dan dapat menimbulkan gangguan

miksi. Sedang suatu kista yang lebih besar tetapi terletak bebas di rongga

abdomen kadang –kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam abdomen.

Selain gangguan miksi, tekanan tumor dapat mengakibatkan obstipasi,

edema pada tungkai. Pada tumor yang besar dapat terjadi penurunan atau

Universitas Sumatera Utara


tidak adanya nafsu makan, rasa sesak dan lain-lain. Keluhan yang dapat

terjadi selain adanya massa di daerah pelvik dapat juga terjadi

ketidakteraturan haid..1,3,

2.7. Pemeriksaan Penunjang

• Laparoskopi Untuk mengatahui asal tumor dari ovarium atau

tidak,dan menentukan sifat-sifat tumor.

• UltrasonografiUntuk menentukan letak dan batas tumor kistik atau

solid,cairan dalam rongga perut yang bebas atau tidak.

• MRI( Magnetik resonance imaging) Untuk memberikan gambaran

dari jaringan lunak lebih baik dari ct-scan,dapat juga memberikan

gambaran dari massa ginekologik yang lebih baik.

• CT Scan( computer tommography scan) Di gunakan untuk

mengidentifikasi massa pada ovarium,dan massa pada pelvik

lainnya,hasilnya memang kurang baik jika di bandingkan dengan hasil

dari menggunakan MRI.CT Scan dapat di pakai untuk mengidentifikasi

organ intraabdomen dan retroperitoneal dalam kasus kecurigaan

adanyakeganasan pada ovarium.

• Foto RontgenDi gunakan untuk mengetahui adanya

hidrothorax,dalam kasus-kasus tertentu seperti pada kista dermoid

dapat terlihat gambaran adanya gigi.

• Tes kehamilan Biasanya tidak di jumpai peningkatan dari

βHCG,kecuali jika terjadi kehamilan.

Universitas Sumatera Utara


Pemeriksaan tumor marker

• AFP ( Alpha Fetoprotein) Di lakukan pada tumor ovarium pada

endodermal sinus tumor,embrional karsinoma,mixed germ cell tumor.

• Ca – 125(Cancer Anti-Gen) Di lakukan pada tumor ovarium yang

sensitif pada semua epitel tumor.

• EstradiolDi lakukan pada tumor ovarium yang sensitif pada sel

granulosa sel tumor(thecoma).

• HCG (Human Ahorionic GonadotropinDi lakukan pada tumor

ovarium yang sensitif pada choriocarcinoma,embrional

carcinoma,mixed germ cell tumor.

• LDH (Lactic Dehidrogenase) Di lakukan pada tumor ovarium yang

sensitif pada Dysgerminoma,mixed germ cell tumor.

• Testosteron Di lakukan pada tumor ovarium yang sensitif pada

dysgerminoma,mixed germ cell tumor,sertoli cell tumor,leydig cell

tumor.

2.8. Diagnosis

Diagnosis dari tumor ovarium dapat di tegakkan bila gejala klinis,pemeriksaan

fisik,anamnese,pemeriksaan penunjang sesuai,hal ini juga dapat menentukan

sifat-sifat dari tumor itu sendiri.

Universitas Sumatera Utara


2.9. Diagnosis Banding

Tuba ovarium abses(TOA):

Definisi :

Tubo-ovarian abscess adalah akumulasi suatu keadaan penyakit

inflamasi akut pelvis di mana kondisi tersebut dikarakteristikkan

dengan adanya massa pada dinding pelvis yang mengalami inflamasi.

Faktor Resiko :

Sepertiga sampai setengah pasien mempunyai riwayat PID yang

merupakan infeksi dari polymicrobial bakteri aerobic dan anaerobic.

Gejala Klinis :

Di jumpai adanya nyeri abdomen yang dapat menjadi nyeri yang hebat,

nyeri pada bagian pelvis, dapat terjadi demam tinggi yang di sertai

dengan menggigil, dan leukositosis.2,3

Pemeriksaan penunjang :

USG yang terbaik di lakukan USGtransvaginal dan di jumpai gambaran

yang homogen,kistik,dengan dinding yang tipis,dengan batas yang

tegas.

Komplikasi :

Infertility, kehamilan ektopik, chronic pelvic pain, pelvic

thrombophlebitis dan ovarian vein thrombosis.

Penatalaksaan :

Biasanya respon terhadap terapi antibiotika, di indikasikan untuk di

lakukan pembedahan atau drainase. Hypothesis sementara

mengatakan bahwa ukuran dari TOA berhubungan dengan lamanya

perawatan dirumah sakit dan peningkatan terhadap tindakan

Universitas Sumatera Utara


pembedahan dan drainase.22Secara umum, perawatan terhadap TOA

adalah tindakan bilateral oophorectomy dan hysterectomy.

Manajemen secara medikamentosa dengan pemberian antibiotika

broad spectrum secara umum direkomendasi untuk manajemen pada

TOA yang belum pecah. Pada tahun 2006 The Center For Disease

Control and Prevention Sexually Transmittede Disease

Treatments Guidelines merekomendasikan pemberian antibiotika

kurang dari 24Jam secara intra vena. Tidak terdapat spesifik antibiotika

yang direkomendasikan. Namun CDC menyarankan bahwa klindamisin

atau metronidazole digunakan dengan doksisiklin selama 14 hari

perawatan untuk merecoveredbakteri gram negative anaerobs.

Tindakan pembedahan direkomedasikan apabila terdapat kegagalan

terhadap respon antibiotika dalam 48 jam sampai 72 jam.22

• Kehamilan Ektopik (KE) :

Pada kehamilan ektopik, telur yang sudah dibuahi berimplantasi dan

tumbuh di tempat yangtidak semestinya. Kehamilan ektopik paling

sering terjadi di daerah tuba falopi (98%), meskipun begitukehamilan

ektopik juga dapat terjadi di ovarium(indung telur), rongga abdomen

(perut), atau serviks (leher rahim).23

Kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 50 kehamilan. Hal yang

menyebabkan besarnya angka kematianibu akibat kehamilan ektopik.

Faktor risiko kehamilan ektopik adalah :

1. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya

2. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron

Universitas Sumatera Utara


3. Kerusakan dari saluran tuba seperti : Penyakit radang panggul,

infeksi TBC, Infeksi Clamidia,Gonorhoe,Endometriosis.

Tanda dan Gejala :

Nyeri hebat pada perut bagian bawah, nyeri tersebut dapat terasa

tajam awalnya kemudian perlahan-lahanmenyebar ke seluruh perut.

Nyeri bertambah hebat bila bergerakPerdarahan vagina (bervariasi,

dapat berupa bercak atau banyak seperti menstruasi)

Pemeriksaan Penunjang :

1. Pemeriksaan air seni dapat dilakukan untuk mengetahui

kehamilan seseorang

2. Pemeriksaan panggul untuk mengkonfirmasi ukuran rahim

dalam masa kehamilan dan merasakan perutyang keras.

3. Pemeriksaan darah untuk mengecek hormon ß-hCG.

Pemeriksaan ini diulangi 2 hari kemudian. Padakehamilan

muda, level hormon ini meningkat sebanyak 2 kali setiap 2 hari.

Kadar hormon yang rendahmenunjukkan adanya suatu masalah

seperti kehamilan ektopik.

4. Pemeriksaan Ultrosonografi (USG) Dapat melihat dimana lokasi

kehamilan seseorang, baik di rahim, saluran tuba, indung telur,

maupun di tempat lain

Penatalaksanaan :

Karena kehamilan ektopik dapat mengancam nyawa, maka deteksi dini

dan pengakhiran kehamilanadalah tatalaksana yang disarankan.22

Universitas Sumatera Utara


• Leiomyoma :

Leiomyoma / mioma uteri adalah neoplasma otot polos jinak yang

muncul dari lapisan myometrium uterus. Mioma uteri terdiri dari

kolagen-kolagen yang membentuk konsistensi fibroid. Kebanyakan

mioma ini berbentuk bulat atau bundar, warnanya putih seperti buah

pear, padat, dan bagian terluarnya dibungkus oleh lapisan jaringan ikat

tipis, sehingga batasnya tegas dengan jaringan myometrium di

sekitarnya.

Patogenesis :

Mioma uteri sebenarnya berasal dari sebuah sel miosit progenitor

tunggal. Mutasi primer yang menginisiasi pembentukan tumor masih

belum diketahui, namun 40% dari mioma uteri ini teridentifikasi

mengalami defek kariotipe, seperti di kromosom. Selain itu, mioma

uteri adalah tumor yang sensitif terhadap estrogen dan progesteron.

Oleh sebab itu, ia tumbuh selama tahun-tahun reproduksi, dan setelah

menopause tumor ini mengecil dan insidennya juga lebih rendah.

Faktor Risiko :

1. Menarche dini: meningkatnya lama paparan estrogen

2. Obesitas: meningkatnya konversi androgen menjadi estrogen

3. Ras afrika-amerika: genetik

4. Riwayat keluarga

Faktor yang menurunkan risiko

1. Post menopause: terjadinya hipoestrogenisme

2. Kehamilan: adanya jeda paparan estrogen dan adanya

remodeling uterus selama involusi post partum

Universitas Sumatera Utara


3. Obat kontrasepsi oral kombinasi: paparan estrogen dilawan oleh

progesteron

4. Merokok: mengurangi kadar estrogen dalam darah

Klasifikasi :

1. Leiomyoma subserosa: berasal dari perbatasan miosit dengan

serosa uterus, dan pertumbuhannya mengarah ke luar kavum

uteri dan uterus itu sendiri. Jika tumor ini hanya menempel

dengan myometrium progenitornya lewat sebuah tangkai

maka disebut pedunculated leiomyomas. Jika tumor ini

menempelkan dirinya ke dekat struktur pelvis terdekat lainnya

maka disebut Parastic leiomyoma.

2. Leiomyoma intramural: adalah mioma yang tumbuh di tengah

dinding uterus/ di lapisan ototnya.

3. Leiomyoma submukosa: mioma yang dekat dengan

endometrium dan tumbuh mengarah dan menonjol di kavum

uteri.

Gejala Klinis:

1. Perdarahan: merupakan keluhan tersering dan biasanya muncul

sebagai menorrhagia/ hipermenorhea (perdarahan uterus

yang berlebihan terjadi pada interval teratur, masa

menstruasinya dalam batas normal).

2. Nyeri pelvis dan dismenorea. Uterus yang membesar dapat

menyebabkan sensasi tekanan, meningkatnya frekuensi

berkemih, inkontinensia urin dan konstipasi. Selain itu mioma

uteri dapat membesar ke lateraldan menyumbat ureter dan

Universitas Sumatera Utara


menimbulkanobstruksi dan hidronefrosis, namun jarang.

Keluhan lain dapat berupa dispareuniaatau nyeri pelvik diluar

siklus menstruasi.

3. Infertilitas: meskipun belum jelas mekanismenya, mioma uteri

berhubungan dengan infertilitas, sekitar 2-3% kasus infertilitas

disebabkan oleh mioma uteri. Diantaranya tumor dapat

menyumbat ostium tuba dan mengganggu kontraksi uterus

normal untuk mendorong sperma agar bertemu dengan ovum.

Selain itu, mioma uteri berhubungan dengan inflamasi

endometrium dan perubahan vaskuler yang dapat mengganggu

implantasi.

4. Gejala lain: <0,5% mioma uteri dapat menyebabkan

myomatous erythrocytosis syndrome. Hal ini disebabkan

oleh meningkatnya produksi eritropoietin oleh ginjal, atau oleh

tumor itu sendiri.

Diagnosis :

Mioma uteri sering dideteksi dari pemeriksaan pelvis dengan temuan

adanya pembesaran uterus, permukaan yang tidak rata atau

keduanya.

Pemeriksaan Penunjang :

1. USG (ultrasonografi) –> gambaran bervariasi, dapat hypo

hingga hyperechoic,tergantung rasio otot polos dan jaringan

ikatnya dan apabila adanya degenerasi. Kalsifikasi dan

degenerasi kistik lebih hiperechoic, sedangkan kistik atau

degenerasi miksoid lebih hipoechoic.

Universitas Sumatera Utara


2. SIS (Saline-infusion sonography), hysteorscopy dan

hysterosalpingography (HSG) untuk melihat kavum

endometrium jika ditemukan keluhan menoragia,

dismenoreaatau infertilitas yang dicurigai karena tumor.

3. Doppler imaging untuk membedakan mioma uteri dengan polip

endometrium atau adenomiosis.

4. MRI (magnetic resonance imaging) –> lebih akurat untuk

melihat ukuran, jumlah dan lokasinya.

Penatalaksanaan :

Observasi : untuk kasus asimptomatik

Terapi dengan obat: anti inflamasi non steorid (NSAID), obat kombinasi

kontrasepsi oral (COC), dan agonis GnRH. GnRH agonis biasanya

juga digunakan untuk obat preoperatif sebelum pembedahan untuk

mengecilkan ukuran tumor.

Terapi pembedahan: meliputi histerektomi, miomektomi dan miolisis.

1. Histerektomi: pengangkatan uterus, adalah tatalaksana definitif dan

pembedahan tersering dari mioma uteri.

2. Miomektomi: reseksi tumor, adalah pilihan untuk wanita dengan

gejala namun ingin memiliki anak, atau untuk mereka yang

menolak histerektomi. Miomektomi dapat dilakukan via laparoskopi,

histeroskopi atau via insisi laparotomi. Miomektomi biasanya

memperbaiki keluhan nyeri, infertilitas dan perdarahan. Namun,

risiko rekurensi mioma uteri lebih tinggi, rata-rata 40-50%.

Universitas Sumatera Utara


3. Miolisis, yakni menginduksi nekrosis dan penyusutan mioma uteri

dengan kauter mono atau bipolar, laser vaporization atau

krioterapi. 24,25.

• Neoplasia Tuba Fallopi :

Tumor tuba adalah kanker yang tumbuh dengan cepat dan tidak

terkendali pada daerah tuba dan merusak jaringan sekitarnya. Tumor

tuba fallopi adalah tumbuhnya jaringan abnormal pada sistem

reproduksi wanita yaitu pada tuba fallopi, ini sangat jarang terjadi

kalaupun ada biasanya merupakan penyebaran dari organ lain

(misalnya ovarium/indung telur).Tumor tuba fallopi paling banyak

ditemukan pada wanita pasca menopause, tetapi bisa juga ditemukan

pada wanita yang lebih muda.Yang paling sering ditemukan adalah

tumor Adneksa.

Etiologi

Penyebab tumor adneksa tidak diketahui secara pasti tetapi diduga

karena infeksi yang menjalar ke atas dari uterus, peradangan ini

menyebar ke ovarium dan tuba fallopi yang menyebabkan berbagai

gangguan dan terjadi pertumbuhan jaringan yang abnormal.

Patofisiologi

Karsinoma tuba fallopi primer termasuk jarang, merupakan tumor

ganas primer saluan genetalia perempuan yang jumlahnya paling

sedikit, yaitu 0,5% hingga 1% dari semua keganasan ginekologi.

Ditemukan 1 banding 1000 kasus operasi ginekologi abdominal, dapat

dijumpai pada semua umur (dari 19-80), dengan rata – rata puncaknya

Universitas Sumatera Utara


pada usia 52 tahun. Kebanyakan tumor ganas yang timbul dalam tuba

fallopi adalah penyebaran dari kanker ovarium atau uterus. Sehingga

terdapat kriteria untuk menetapkan tumor apapun sebagai tumor primer

dari tuba fallopi. Kanker harus terletak dalam tuba, dan uterus serta

ovarium harus terbebas dari karsinoma.

Klasifikasi

Tumor ganas primer tuba fallopi yang paling sering adalah

adenokarsinoma. Tumor – tumor lain dapat berupa sarcoma seperti

leiomiosarkoma, kondrosarkoma, tumor mesodermal campuran,

limfoma, dan kariokarsinoma. Semua jenis kanker ganas dalam tuba

fallopi ini sangat jarang. Tumor ganas tuba fallopi bermetastasis

dengan pembuluh limfe menuju kelenjar regional dan menyebar

dengan cara bermigrasi ke dalam pelvis atau rongga abdomen, atau

mungkin berpenetrasi ke serosa dan sel – sel melepaskan diri

langsung ke dalah pelvis atau rongga abdomen.

Gejala Klinis

1. perdarahan abnormal vagina,

2. menstruasi yang tidak teratur,

3. nyeri.

Kanker tuba falopii paling banyak ditemukan pada wanita pasca

menopause,tetapi bisa juga ditemukan pada wanita yang lebih

muda.Pada awalnya penyakit tidak menimbulkan gejala. Mula-mula

keluhan samar-samar seperti : perasaan lelah, makan sedikit,

terasa cepat kenyang dan sering kembung, kemudian timbul

demam dan rasa nyeri pada uterus bagian kiri dan kanan. Diikuti

Universitas Sumatera Utara


dengan gejala perdarahan pervagina mungkin juga disertai

pengeluaran getah vagina yang bercampur dengan darah.

Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan pelvik

Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat perubahan pada vulva,

vagina dan serviks dengan palpasi organ dalam khususnya

ovarium dan permukaan uterus.

b. Test papanicolau

Merupakan pemeriksaan sistologis yang memungkinkan untuk

mendeteksi adanya sel yang abnormal dan mendeteksi keganasan

tumor pada tahap awal.

c. Ultra sound / USG

Digunakan untuk menentukan lokasi massa tumor

d. Endoskopi

Untuk melihat lapisan dan jaringan disekitarnya secara langsung :

a) Colposcopy : visualisasi vagina dan serviks dibawahkekuatan

magnet yang rendah.

b) Culdoscopy : pemasukan culdoskop melalui vagina

bagianbelakang untuk melihat tuba fallopi dan

ovarium.

c) Hysterescopy :pemasukan hyterescopy melalui servik

untukmelihat bagian dalam uterus.

d) Biopsi : untuk mengetahui jenis dan keganasan sel.

e) Laboratorium : urine lengkap dan darah lengkap.

Universitas Sumatera Utara


Diagnosa

Untuk memastikan apakah tuba falopi tersumbat bisa menggunakan

hysterosalpingography. Pada prosedur ini, sinar X dilakukan setelah

radiopaque di disuntikkan melalui servik. Pewarna tersebut menyebar

secara cepat ke dalam rongga rahim dan tuba falopi. Prosedur ini

dilakukan dengan singkat setelah periode menstruasi seorang wanita

berakhir. Prosedur ini bisa mendeteksi gangguan struktur yang bisa

menyumbat tuba falopi. Meskipun begitu, sekitar 15% kasus,

hysterosalpingography mengindikasi bahwa tuba falopi tersumbat

padahal tidak- disebut hasil positif palsu. Setelah

hysterosalpingography dengan hasil normal, kesuburan tampak

sedikit meningkat, kemungkinan karena prosedur tersebut sementara

waktu memperlebar pembuluh (dilate) atau menjernihkannya.

Prosedur lain (disebut sonohysterography) kadangkala digunakan

untuk memastikan apakah tuba falopi tersumbat. Cairan garam

(saline) disuntikkan ke dalam interior rahim melalui servik selama

ultrasonografi sehingga ruang dalam tersebut digelembungkan dan

kelainan bisa terlihat. Jika cairan mengalir ke dalam tuba falopi,

pembuluh tersebut tidak tersumbat. Prosedur ini cepat dan tidak

memerlukan anestesi. Hal ini dipertimbangkan lebih aman

dibandingkan hysterosalpingography karena hal ini tidak

membutuhkan radiasi atau suntikan pewarna. Meskipun begitu, hal ini

tidak akurat.Jika kelainan di dalam rahim terdeteksi, di lakukan

hyteroscope, yang dimasukkan ke dalam servik ke dalam rahim. Jika

adhesion, polip, atau fibroid kecil terdeteksi,

Universitas Sumatera Utara


hyteroscopekemungkinan digunakan untuk mengeluarkan atau

mengangkat jaringan tidak normal, meningkatkan kesempatan bahwa

wanita tersebut menjadi hamil. Atau pun dapat di lakukan laparoskopi.


25

Pengobatan

Pengobatan yang utama untuk kanker tuba adalah pembedahan untuk

mengangkat kedua saluran, kedua indung telur, dan rahim disertai

pengangkatan kelenjar getah bening perut dan panggul. Pada kanker

stadium lanjut, setelah pembedahan mungkin perlu dilakukan

kemoterapi atau terapi penyinaran.24,25

• Abses Appendiks.

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan

merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Appendiks

terletak di ileocaecum,

Etiologi :

Penyumbatan lumen apendiks disebabkan oleh hyperplasia folikel

limfoid, fekalit, striktur karena fibrosis akibat peradangan

sebelumnya,cacing usus atau neoplasma.

Patofisiologi :

Pada dasarnya appendicitis akut adalah suatu proses penyumbatan

yang mengakibatkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami

bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun

elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga

menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang

Universitas Sumatera Utara


meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang

mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada

saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri

epigastrium. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai

peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan

bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.

Setelah mukosa terkena kemudian serosa juga terinvasi sehingga akan

merangsang peritoneum parietale maka timbul nyeri somatic yang

khas yaitu di sisi kanan bawah (titik Mc Burney). Bila kemudian aliran

arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti

dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.

Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis

perforasi.

Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak ke arah apendiks sehingga melokalisasi

daerah infalmasi yaitu dengan mengelompok dan memebentuk suatu

infiltrate apendiks dan disebut proses walling off. Peradangan

apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.

Manifestasi klinik

Gambaran klinis appendicitis akut

1. Tanda awal

Nyeri mulai di epigastrium atau region umbilicus disertai mual dan

anorexia.Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-

38,50C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi.

Universitas Sumatera Utara


2. Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda

rangsangan peritoneum lokal di titik Mc Burney, nyeri tekan, nyeri

lepas, defans muskuler

3. Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung, nyeri kanan bawah

pada tekanan kiri (Rovsing’s Sign), nyeri kanan bawah bila

tekanandi sebelah kiri dilepaskan (Blumberg’s Sign), nyeri kanan

bawah bila peritoneum bergerak, seperti nafas dalam,berjalan,

batuk atau mengedan.

Pemeriksaan :

A. Pemeriksaan Fisik

1.Inspeksi

- Tidak ditemukan gambaran spesifik.

- Kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.

- Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa

atauabses periapendikuler.

- Tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan

2.Palpasi
- Nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri

tekan lepas.

- Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum

parietale.

- Pada apendisitis retrosekal atau retroilealdiperlukan palpasi

dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.

Universitas Sumatera Utara


3. Perkusi

- Terdapat nyeri ketok, pekak hati (jika terjadi peritonitis,pekak

hati ini hilang karena bocoran usus,maka udara bocor)

4. Auskultasi

- Sering normal

- Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis

generalisata akibat apendisitis perforata pada keadaan lanjut

- Bising usus tidak ada (karena peritonitis)

5. Rectal Toucher

- Tonusmusculus sfingter anibaik

- Ampula kolaps

- Nyeri tekan pada daerah jam 09.00-12.00

- Terdapat massa yang menekan rectum(jika ada abses).

- Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka

Kuncidiagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok

dubur.

6. Uji Psoas

Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi

sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan,

kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang

menepel di m. poas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan

nyeri.

7. Uji Obturator

Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang

kontak dengan m. obturator internus yang merupakan dinding

Universitas Sumatera Utara


panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul

pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis

pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan

pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak

apendiks.

Pemeriksaan Penunjang :

1.Laboratorium

a. Pemeriksaan darah

- Leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama

pada kasus dengan komplikasi.

- Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat

b. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan

bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam

menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih

atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama

dengan appendicitis.

2. Radiologis dan pencitraan

a. Foto polos abdomen

Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi

komplikasi (misalnya peritonitis) tampak:

- Scoliosis ke kanan

- Psoas shadow tak tampak

- Bayangan gas usus kananbawah tak tampak

- Garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak

- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak

Universitas Sumatera Utara


b. USG

Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan

pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai

adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan

diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, apendisitis dan

sebagainya.

c.Barium enema

Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium

ke colonmelalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan

komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya

dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding. Foto barium

enema yang dilakukan perlahan pada appendicitis akut

memperlihatkan tidak adanya pengisian apendiks dan efek

massa pada tepi medial serta inferiordari seccum; pengisian

lengkap dari apendiks menyingkirkan appendicitis.

d. CT-Scan

Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu

juga dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti

bilaterjadi abses.

e. Laparoscopi

Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic

yang dimasukkan dalam abdomen, appendiks dapat

divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah

pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan

ini didapatkan peradangan pada appendiks maka pada saat itu

Universitas Sumatera Utara


juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendiks.

Diagnosis Banding :

1. Gastroenteritis akut

2. Kehamilan Ektopik

3. Adenitis Mesenterium

Penatalaksanaan :

1. Sebelum operasi

a. Observasi

Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala

apendisitis seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini

observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan

tirah baring dan dipuasakan. Laktasif tidak boleh diberikan bila

dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya.

Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah

(lekosit dan hitung jenis) diulang secara periodik. Foto abdomen

dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan

adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis

ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah

dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.

b. Antibiotik.

Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan

antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau

apendisitisperforate. Penundaan tindakan bedah sambil

memberikanantibiotik dapat mengakibatkan abses atau

perforasi.

Universitas Sumatera Utara


2. Operasi

1.Appendiktomi cito (appendicitis akut, abses, dan perforasi)

2.Appendiktomi elektif(appendisitis kronis)

3.Konservatif kemudian operasi elektif (appendisitis infiltrat)

Operasi Appendisitis akut disebut : A. Chaud

Operasi Appendisitis kronis disebut : A. Froid

3. Pascaoperasi

Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui

terjadinya pendarahan di dalam, syok, hipertermia, atau

gangguan pernafasan. Angkat sondelambung bila pasien telah

sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah.

Baringkan pasien dalam posisi semi Fowler. Pasien dikatakan

baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien

dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada

perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi

usus kembali normal.

Komplikasi :

Komplikasi yang mungkin timbul adalah peritonitis, abses

subfrenikus, infiltrat dan fokal sepsis intraabdominal lain.26

• Penyakit crohn.

Definisi :

Penyakit Crohn (Enteritis Regionalis, Ileitis Granulomatosa, Ileokolitis)

adalah peradangan menahun pada dinding usus. Penyakit ini mengenai

seluruh ketebalan dinding usus. Kebanyakan terjadi pada bagian terendah

Universitas Sumatera Utara


dari usus halus (ileum) dan usus besar, namun dapat terjadi pada bagian

manapun dari saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus, dan

bahkan kulit sekitar anus.

penyebab :

Penyebab penyakit Crohn sampai saat ini belum diketahui.

Penelitian memusatkan perhatian pada tiga kemungkinan penyebabnya,

yaitu:

- Kelainan fungsi sistim pertahanan tubuh

- Infeksi

- Makanan.

Gejala dan tanda :

Gejala awal yang paling sering ditemukan adalah diare menahun, nyeri

kram perut, demam, nafsu makan berkurang dan penurunan berat

badan.Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan atau rasa penuh pada

perut bagian bawah, lebih sering di sisi kanan.

Komplikasi :

Yang sering terjadi dari peradangan ini adalah penyumbatan usus, saluran

penghubung yang abnormal (fistula) dan kantong berisi nanah (abses).

Fistula bisa menghubungkan dua bagian usus yang berbeda. Fistula juga

bisa menghubungkan usus dengan kandung kemih atau usus dengan

permukaan kulit, terutama kulit di sekitar anus. Adanya lobang pada usus

halus (perforasi usus halus) merupakan komplikasi yang jarang terjadi.

Jika mengenai usus besar, sering terjadi perdarahan rektum. Setelah

beberapa tahun, resiko menderita kanker usus besar meningkat. Sekitar

Universitas Sumatera Utara


sepertiga penderita penyakit Crohn memiliki masalah di sekitar anus,

terutama fistula dan lecet (fissura) pada lapisan selaput lendir anus.

Penyalit Crohn dihubungkan dengan kelainan tertentu pada bagian tubuh

lainnya, seperti batu empedu, kelainan penyerapan zat gizi dan

penumpukan amiloid (amiloidosis).

Bila penyakit Crohn menyebabkan timbulnya gejala-gejala saluran

pencernaan, penderita juga bisa mengalami :

- peradangan sendi (artritis)

- peradangan bagian putih mata (episkleritis)

- luka terbuka di mulut (stomatitis aftosa)

- nodul kulit yang meradang pada tangan dan kaki (eritema nodosum)

- luka biru-merah di kulit yang bernanah (pioderma gangrenosum).

Jika penyakit Crohn tidak menyebabkan timbulnya gejala-gejala di saluran

pencernaan, penderita masih bisa mengalami :

- peradangan pada tulang belakang (spondilitis ankilosa)

- peradangan pada sendi panggul (sakroiliitis)

- peradangan di dalam mata (uveitis) dan

- peradangan pada saluran empedu (kolangitis sklerosis primer).

Gejala utamanya mungkin berupa peradangan sendi, demam, anemia atau

pertumbuhan yang lambat.

Diagnosis :

Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kram perut yang terasa nyeri dan

diare berulang, terutama pada penderita yang juga memiliki peradangan pada

sendi, mata dan kulit.

Universitas Sumatera Utara


Tidak ada pemeriksaan khusus untuk mendeteksi penyakit Crohn, namun

pemeriksaan darah bisa menunjukan adanya:

- anemia

- peningkatan abnormal dari jumlah sel darah putih

- kadar albumin yang rendah

- tanda-tanda peradangan lainnya.

Barium enema bisa menunjukkan gambaran yang khas untuk penyakit

Crohn pada usus besar.

Jika masih belum pasti, bisa dilakukan pemeriksaan kolonoskopi

(pemeriksaan usus besar) dan biopsi untuk memperkuat diagnosis.

CT scan bisa memperlihatkan perubahan di dinding usus dan menemukan

adanya abses, namun tidak digunakan secara rutin sebagai pemeriksaan

diagnostik awal.

Penatalaksanaan :

Pengobatan ditujukan untuk membantu mengurangi peradangan dan

meringankan gejalanya.Kram dan diare bisa diatasi dengan obat-obat

antikolinergik, difenoksilat, loperamide, opium yang dilarutkan dalam

alkohol dan codein. Obat-obat ini diberikan per-oral (melalui mulut) dan

sebaiknya diminum sebelum makan.

Untuk membantu mencegah iritasi anus, diberikan metilselulosa atau

preparat psillium, yang akan melunakkan tinja. Sering diberikan antibiotik

berspektrum luas.

Antibiotik metronidazole bisa membantu mengurangi gejala penyakit

Crohn, terutama jika mengenai usus besar atau menyebabkan terjadinya

abses dan fistula sekitar anus.

Universitas Sumatera Utara


Sulfasalazine obat lainnya dapat menekan peradangan ringan, terutama

pada usus besar. Tetapi obat-obat ini kurang efektif pada penyakit Crohn

yang kambuh secara tiba-tiba dan berat.Kortikosteroid (misalnya

prednisone), bisa menurunkan demam dan mengurangi diare,

menyembuhkan sakit perut dan memperbaiki nafsu makan dan

menimbulkan perasaan enak. Tetapi penggunaan kortikosteroid jangka

panjang memiliki efek samping yang serius. Biasanya dosis tinggi dipakai

untuk menyembuhkan peradangan berat dan gejalanya, kemudian

dosisnya diturunkan dan obatnya dihentikan sesegera mungkin.

Obat-obatan seperti azatioprin dan mercaptopurine, yang merubah kerja

dari sistim kekebalan tubuh, efektif untuk penyakit Crohn yang tidak

memberikan respon terhadap obat-obatan lain dan terutama digunakan

untuk mempertahankan waktu remisi (bebas gejala) yang panjang.

Obat ini mengubah keadaan penderita secara keseluruhan, menurunkan

kebutuhan akan kortikosteroid dan sering menyembuhkan fistula.Tetapi

obat ini sering tidak memberikan keuntungan selama 3-6 bulan dan bisa

menyebabkan efek samping yang serius. Oleh karena itu, diperlukan

pengawasan yang ketat terhadap kemungkinan terjadinya alergi,

peradangan pankreas (pankreatitis) dan penurunan jumlah sel darah

putih.26

• PID :

Pelvic inflammatory disease(PID) adalah penyakit infeksi dan

inflamasi pada traktur reproduksi bagian atas, termasuk uterus, tuba

fallopi, dan struktur penunjang pelvis. PID merupakan sebuah

Universitas Sumatera Utara


spektrum infeksi pada traktus genitalia wanita yang termasuk di

dalamnya endometritis, salpingitis, tuba-ovarian abses, dan peritonitis.

PID biasanya disebabkan oleh kolonisasi mikroorganisme di

endoserviks yang bergerak ke atas menuju endometrium dan tuba

fallopi. Inflamasi dapat timbul kapan saja dan pada titik manapun di

traktus genitalia.

Faktor Resiko :

Terdapat beberapa faktor resiko terjadinya PID, namun yang utama

adalah aktivitas seksual atau disebabkan karena luka pada mukosa

misalnya akibat AKDR atau kuretase. Resiko juga meningkat berkaitan

dengan jumlah pasangan seksual. Pasien yang digolongkan memiliki

resiko tinggi untuk PID adalah wanita berusia dibawah 25 tahun,

menstruasi, memiliki pasangan seksual yang multipel, tidak

menggunakan kontrasepsi, dan tinggal di daerah yang tinggi prevalensi

penyakit menular seksual. PID juga sering timbul pada wanita yang

pertama kali berhubungan seksual. Pemakaian AKDR meningkatkan

resiko PID 2-3 kali lipat pada empat (4) bulan pertama setelah

pemakaian, namun kemudian resiko kembali menurun.

Etiologi :

PID biasanya disebabkan oleh mikroorganisme penyebab penyakit

menular seksual seperti N. Gonorrhea dan C. Trachomatis.

Mikroorganisme endogen yang ditemukan di vagina juga sering

ditemukan pada traktus genitalia wanita dengan PID. Mikroorganisme

tersebut termasuk bakteri anaerob seperti prevotella dan

peptostreptokokus seperti G. vaginalis. Bakteri tersebut bersama

Universitas Sumatera Utara


dengan flora vagina menyebar secara asenden dan secara enzimatis

merusak barier mukosa serviks.

Beberapa jenis inflamasi yang termasuk PID dan sering ditemukan

adalah :

a. Salpingitis

Mikroorganisme yang tersering menyebabkan salpingitis adalah N.

Gonorhea dan C. trachomatis. Salpingitis timbul pada remaja yang

memiliki pasangan seksual multiple dan tidak menggunakan

kontrasepsi. Gejala meliputi nyeri perut bawah dan nyeri pelvis yang

akut. Nyeri dapat menjalar ke kaki. Dapat timbul sekresi vagina. Gejala

tambahan berupa mual, muntah, dan nyeri kepala.

Temuan laboratorium yaitu normal leukosit atau leukositosis.

Penatalaksanaan adalah dengan antimicrobial terapi. Pasien harus

dirawat, tirah baring, dan diberi pengobatan empirik. Prognosis

bergantung pada terapi antimicrobial spectrum luas dan istirahat yang

total. Komplikasi berupa hidrosalping, pyosalping, abses tubaovarian,

dan infertilitas.

b. Abses Tuba Ovarian

Abses ini dapat muncul setelah onset salpingitis, namun lebih sering

akibat infeksi adnexa yang berulang. Pasien dapat asimptomatik atau

dalam keadaan septic shock. Onset ditemukan 2 minggu setelah

menstruasi dengan nyeri pelvis dan abdomen, mual, muntah, demam,

dan takikardi. Seluruh abdomen tegang dan nyeri. Leukosit dapat

rendah, normal, atau sangat meningkat.

Universitas Sumatera Utara


Diagnosa diferensial yaitu kista ovarium, neoplasma ovarium,

kehamilan ektopik, dan periapendiceal abses. Penatalaksanaan awal

dengan antibiotik. Jika massa tidak mengecil setelah dua atau tiga (2-

3) minggu terapi antibiotik, merupakan indikasi pembedahan.

Diagnosis :

PID dapat didiagnosa dengan riwayat nyeri pelvis, sekresi cairan

vagina, nyeri tekan adnexa, demam, dan peningkatan leukosit.

1. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, biasanya didapati :

• Nyeri tekan perut bagian bawah

• Pada pemeriksaan pelvis dijumpai : sekresi cairan

mukopurulen,nyeri pada pergerakan serviks, nyeri tekan uteri, nyeri

tekanadnexa yang bilateral

• Mungkin ditemukan adanya massa adnexa

Beberapa tanda tambahan adalah :

1. Suhu oral lebih dari 38ºC

2. Pemeriksaan Laboratorium

• Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai jumlah leukosit

lebihdari 100.000 pada 50% kasus. Hitung leukosit mungkin

normal,meningkat, atau menurun, dan tidak dapat digunakan

untukmenyingkirkan PID.

• Peningkatan erythrocyte sediment rate digunakan

untukmembantu diagnose namun tetap tidak spesifik.

• Peningkatan c-reaktif protein, tidak spesifik.

Universitas Sumatera Utara


• Pemeriksaan DNA dan kultur gonorrhea dan

chlamidyadigunakan untuk mengkonfirmasi PID.

• Urinalisis harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

infeksi saluran kemih.

3. Pemeriksaan Radiologi

• Transvaginal ultrasonografi : pemeriksaan ini

memperlihatkanadnexa, uterus, termasuk ovaroium. Pada

pemeriksaan ini PIDakut Nampak dengan adanya ketebalan

dinding tuba lebih darilima (5) mm, adanya septainkomplit

dalam tuba, cairan mengisituba fallopi, dan tanda cogwheel.

Tuba fallopi normal biasanyatidak terlihat pada USG.

• CT scan digunakan untuk mendiagnosa banding PID.

PenemuanCT scan pada PID adalah servisitis, ooforitis,

salpingitis, penebalan ligament uterosakral, dan adanya abses

atau kumpulan cairan pelvis. Penemuan CT scan tidak spesifik

pada kasus PID dimana tidak ada bukti abses.

• MRI jarang mengindikasikan PID. Namun jika digunakan

akanterlihat penebalan, tuba yang berisi cairan dengan atau

tanpacairan pelvis bebas atau kompleks tubaovarian.

4. Prosedur Lain

Laparoskopi adalah standar baku untuk diagnosis defenitif

PID.Mengevaluasi cairan di dalam abdomen dilakukan

untukmenginterpretasi kerusakan. Pus menunjukkan adanya abses

tubaovarian, rupture apendiks, atau abses uterin. Darah ditemukan

pada ruptur kehamilan ektopik, kista korpus luteum, mestruasi

Universitas Sumatera Utara


retrograde, dll.Kriteria minimum pada laparoskopi untuk mendiagnosa

PID adalah edema dinding tuba, hyperemia permukaan tuba, dan

adanya eksudat padapermukaan tuba dan fimbriae. Massa pelvis

akibat abses tubaovarian atau kehamilan ektopik dapat terlihat.

Endometrial biopsi dapat dilakukan untuk mendiagnos

endometritis secara histopatologis.

Penatalaksanaan

CDC(centres for disease control dan prevention)memperbaharui

panduan untuk diagnosis dan manajemen PID.Panduan CDC terbaru

membagi criteria diagnostik menjadi 3grup :

Grup 1: minimum kriteria dimana terapi empiris diindikasikan bilatidak

ada etiologi yang dapat dijelaskan. Kriterianya yaituadanya

nyeri tekan uterin atau adnexa dan nyeri saatpergerakan

serviks.

Grup 2: kriteria tambahan mengembangkan spesifisitas diagnostik

termasuk kriteria berikut : suhu oral >38,3ºC, adanya sekret

mukopurulen dari servical atau vaginal,peningkatan

erythrocyte sedimentation rate, peningkatanc-reactif

protein, adanya bukti laboratorium infeksiservikalis oleh N.

gonorhea atau C. trachomatis.

Grup 3: kriteria spesifik untuk PID didasarkan pada prosedur yang

tepat untuk beberapa pasien yaitu konfirmasilaparoskopik,

ultrasonografi transvaginal yangmemperlihatkan penebalan,

tuba yang terisi cairan dengan atau tanpa cairan bebas pada

Universitas Sumatera Utara


pelvis, ataukompleks tuba-ovarian, dan endometrial biopsy

yangmemperlihatkan endometritis.

Kebanyakan pasien diterapi dengan rawatan jalan, namunterdapat

indikasi untuk dilakukan di rawat inap yaitu :

• Diagnosis yang tidak jelas

• Abses pelvis pada ultrasonografi

• Kehamilan

• Gagal merespon dengan perawatan jalan

• Ketidakmampuan untuk bertoleransi terhadap regimen oral

• Sakit berat atau mual muntah

• Imunodefisiensi

• Gagal untuk membaik secara klinis setelah 72 jam terapi rawat

jalan. Terapi dimulai dengan terapi antibiotik empiris spektrum luas.

Jika terdapat AKDR, harus segera dilepas setelahpemberian

antibiotik empiris pertama. Terapi terbagi menjadi 2yaitu terapi

untuk pasien rawat inap dan rawat jalan.

Terapi pasien rawatan inap

Regimen A: Berikan cefoxitin 2 gram iv atau cefotetan 2 gr iv per12

jam ditambah doxisiklin 100 mg per oral atau iv per 12

jam. Lanjutkan regimen ini selama 24 jamsetelah pasien

pasien membaik secara klinis, lalumulai doxisiklin 100 mg

per oral 2 kali sehariselama 14 hari. Jika terdapat abses

tubaovarian, gunakan metronoidazole atau klindamisin

untukmenutupi bakteri anaerob.

Universitas Sumatera Utara


Regimen B: Berikan clindamisin 900 mg iv per 8 jam

tambahgentamisin 2 mg/kg BB dosis awal iv diikuti

dengandosis lanjutan 1,5 mg/kg BB per 8 jam. Terapi ih

dihentikan 24 jam setelah pasien membaik secaraklinis,

dan terapi per oral 100 mg doxisiklindilanjutkan hingga

14 hari.

Terapi pasien rawatan jalan :

Regimen A : Berikan ceftriaxone 250 mg im dosis tunggal tambah

doxisiklin 100 mg oral 2 kali sehari selama 14 hari,

dengan atau tanpa metronidazole 500 mg 2 kali

sehari selama 14 hari.

Regimen B : Berikan cefoxitin 2 gr im dosis tunggal dan proibenecid

1 gr per oral dosis tunggal atau dosis tunggal

cephalosporin generasi ketiga tambah dozisiklin 100

mg oral 2 kali sehari selama 14 hari dengan atau

tanpa metronidazole 500 mg oral 2 kali sehari

selama 14 hari.Pasien dengan terapi intravena dapat

digantikan dengan terapi per oral setelah 24 jam

perbaikan klinis. Dan dilanjutkan hingga total 14 hari.

Penanganan juga termasuk penanganan simptomatik

seperti antiemetic, analgesia, antipiretik, dan terapi

cairan.

Terapi Pembedahan :

Pasien yang tidak mengalami perbaikan klinis setelah 72 jam terapi

harus dievaluasi ulang bila mungkin dengan laparoskopi dan intervensi

Universitas Sumatera Utara


pembedahan. Laparotomi digunakan untuk kegawatdaruratan sepeti

rupture abses, abses yang tidak respon terhadap pengobatan,

drainase laparoskopi. Penanganan dapat pula berupa

salpingoooforektomi, histerektomi, dan bilateral salpingooforektomi.

Idealnya, pembedahan dilakukan bila infeksi dan inflamasi telah

membaik.24

2.10. Komplikasi

Terkadang komplikasi terjadi dikarenakan adanya : - torsi.

- perdarahan.

- ruptur.

- keganasan.

2.11. Penatalaksanaan

Tindakan operasi pada tumor ovarium adalah pengangkatan tumor dengan

mengadakan reseksipada bagian ovarium yang mengandung tumor,tetapi

juka tumornya besar atau ada komplikasi perlu di lakukan pengangkatan

tumor, di sertai dengan pengangkatan tuba. Jika di jumpai adanya

kistaovarium fungsional yang umumnya di jumpai pada wanita usia subur

yang akan menghilang dengan sendirinya dalam 1 sampai 3 bulan. Meskipun

ada diantaranya yang pecah namun tidak akan menimbulkan gejala yang

berarti. Kista jenis ini termasuk jinak

Pada intinya penatalaksanaan tergantung pada berat dari gejala,usia

dari pada pasien,dan adanya resiko keganasan dan keinginan untuk

mendapatkan anak berikutnya.

Universitas Sumatera Utara


2.11.1.Laparoskopi Operatif dalam Penanganan tumor Ovarium

Istilah laparoskopi digunakan sebagai cara untuk melihat rongga

abdomen dengan bantuan laparoskop melalui dinding abdomen depan, yang

sebelumnya telah dilakukan pneumoperitoneum. Penggunaan laparoskopi

untuk penanganan massa di pelvik meningkat satu dekade terakhir ini. Di

Jerman, Semm(1987) sejak tahun 1960 sampai dengan 1977 dengan tekhnik

yang lebih disempurnakan, melaporkan penurunan morbiditas dan mortalitas

yang bermakna pada operasi laparoskopi.18

Gambar 2. Tekhnik Laparoskopi Operatif31

Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan melakukan tekhnik

operasi laparoskopi antara lain :

• Singkatnya hari perawatan.

• Luka operasi kecil sehingga resiko infeksi lebih kecil.

Universitas Sumatera Utara


• Penyembuhan luka lebih cepat.

Sedangkan kekurangan melakukan tekhnik operasi laparoskopi antara lain:

• Memerlukan instrument khusus.

• Harus dilakukan oleh operator yang berpengalaman dan terlatih dalam

penggunaan laparoskopi.

Pada tahun 1991 dr. Vicki Seltzer mengusulkan panduan penggunaan

laparoskopi sebagai alat diagnosis dan terapi. Hulka dkkmelaporkan pada

suatu survey, dilakukan 13. 739 prosedur laparoskopi untuk penanganan

massa di ovarium.1

2.11.2.Indikasi Laparoskopi .

Dengan telah berkembangnya inovasi instrumentasi dan tehnik operasi

maka indikasi untuk melakukan operasi dengan tehnik laparoskopi menjadi

lebih luas. Untuk menghindari kemungkinan terjadinya resiko keganasan dari

massa di ovarium yang menjalani prosedur laparoskopi, maka harus didapati

kriteria sebagai berikut :

• Pasien yang tidak memiliki riwayat kanker pada keluarga.

• Pasien dengan usia reproduksi.

• Ukuran massa < 5 cm.

• Pemeriksaan sonografi didapat massa unilateral, unilokuler dengan

batas yang tipis.

• Tumor marker (CA-125) normal.

Penggunaan laparoskopi dalam prosedur pembedahan harus

memperhatikan tujuan, kontraindikasi serta komplikasi yang dapat terjadi.18

Universitas Sumatera Utara


2.11.3.Tujuan Laparoskopi

1.) Tujuan diagnostik:

Diagnosis diferensiasi patologi genitalia interna.

- Infertilitas primer dan sekunder.

- Second look operation, apabila diperlukan berdasarkan operasi

sebelumnya.

- Mencari dan mengangkat translokasi AKDR.

- Pemantauan pada saat dilakukan tindakan histeroskopi.

2.) Tujuan terapi:

• Miomektomi, histerektomi.

• Hemostasis perdarahan pada perforasi uterus akibat tindakan

sebelumnya.

3.) Tujuan operatif pada ovarium:

- Pungsi folikel matang pada program fertilisasi in-vitro.

- Biopsi ovarium pada keadaan tertentu (kelainan kromosom atau

bawaan, curiga keganasan).

- Kistektomi antara lain pada kista coklat, kista dermoid dan

kistaovarium.

- Ovariolisis, pada perlekatan periovarium.

2.11.4.Kontraindikasi Laparoskopi

1.) Kontra indikasi absolute :

- Kondisi pasien yang tidak memungkinkan dilakukan anestesi.

- Kelainan darah berat, sehingga menganggu fungsi

pembekuandarah.

Universitas Sumatera Utara


- Peritonitis akut, terutama abdomen bagian atas disertai distensi

dindingabdomen.

2.) Kontra indikasi relatif :

- Tumor abdomen yang telah sangat membesar, sehingga sulit

untuk memasukkan trokar ke dalam rongga pelvis. Trokar dapat

melukai tumor tersebut.

- Hernia abdominalis, ditakutkan dapat melukai usus pada saat

memasukkan trokar. Namun pada saat ini dengan modifikasi

alat pneumoperitoneum otomatik, ketakutan ini dapat

dihilangkan.

- Kelainan atau insufisiensi paru-paru, jantung, hepar, atau

kelainan pembuluh darah vena porta, goiter, atau kelainan

metabolism lain yang sulit menyerap gas CO2.

2.11.5.Komplikasi Laparoskopi

1.) Kemungkinan keluarnya cairan dari kista yang pecah akan

menimbulkan penyebaran sel-sel kanker pada kista yang dicurigai

ganas. Untuk menghindari hal ini maka sebelum pelaksanaan

operasi sebaiknya dilakukan pemeriksaan klinis dan penunjang

secara menyeluruh. Bila dicurigai adanya lesi keganasan maka

pemeriksaan cairan peritoneal dan potong beku (frozen section)

harus dilakukan.

2.) Pembuluh darah terutama yang terdapat pada dasar kista harus

dikoagulasi untuk menghindari perdarahan yang banyak durante

Universitas Sumatera Utara


operasi. Bila terjadi perdarahan yang tidak dapat dikontrol operasi

dilanjutkan denganlaparotomi.

3.) Bila terjadi perembesan darah dari permukaan dalam ovarium

setelah dilakukan pelepasan dinding kista, dapat terjadi

hematoma. Untuk mencegah ini harus dilakukan irigasi dan

tindakan hemostasis.

4.) Adanya cairan endometrioma, cystadenoma musinosum atau

kista dermoid yang keluar ke rongga peritoneal dapat dibersihkan

dengan melakukan irigasi dengan cairan NaCl fisiologis sebanyak

4-5 liter.

5.) Komplikasi yang mungkin terjadi dari tindakan laparoskopi adalah

adanya perlengketan. Untuk mencegah timbulnya perlengketan,

maka tindakan operasi harus cermat dan dapat dimasukkan cairan

ringer lactate kedalam rongga peritoneal.

2.11.6. Laparotomi dalam penatalaksanaan tumor ovarium

Operasi di daerah abdomen, maka sebagian besar teknik yang

digunakan adalah “open surgery” atau operasi konvensional yang membuka

dinding abdomen menggunakan pisau dengan panjang sayatan sesuai

dengan yang dibutuhkan.

Setelah pembedahan dengan laparoskopi, pasien biasanya hanya

butuh perawatan di rumah sakit selama 1- 2 hari. Adapun bedah dengan

sayatan terbuka, perawatan di rumah sakit perlu 3 - 4 hari,dilakukan

pembedahan laparotomi/konvensional yang masa penyembuhannya lebih

Universitas Sumatera Utara


lama bahkan minimal enam (6) minggu pasca operasi lapartomi pasien baru

bisa beraktifitas seperti semula.15,19

Gambar 3. teknik operasi laparotomi

Diagnosis klinis tidak dapat di lakukan tanpa laparotomi,dan kemudian

pemeriksaan histologik penting untuk menarik kesimpulan diagnosis yang

meyakinkan.frozen section jarang di lakukan pada keadaan ini yang di

perlukan untuk menyingkirkan adanya suatu keganasan.

Jika ada kemungkinan tindakan invasi,insisi kulit longitudinal harus di

lakukan untuk melihat abdomen bagian atas,sampel cairan dan bilasan

peritoneum harus di kirim untuk pemeriksaan sitologi pada durante operasi

dan sangat penting untuk memeriksa seluruh abdomen dan memeriksa kedua

ovarium.

Pada wanita < 35 thn dengan tumor ovarium sangat jarang menjadi

ganas.jika massa merupakan keganasan ovarium primer,mungkin berasal

dari germ cell ca yang respon terhadap kemoterapi.Kistektomi ovarium atau

unilateral oophorektomi adalah pengobatan yang cocok pada kelompok umur

ini.Ovarium yang kontralateral harus di angkat dan di kirim untuk pemeriksaan

histologi pada kasus-kasus tumor ovarium ganas. Bila lesi terjadi bilateral

maka harus di upayakan untuk mempertahankan jaringan ovarium.

Universitas Sumatera Utara


2.11.7. Keuntungan dan Kerugian dari Laparotomi dan Laparoskopi

Keuntungan :

Dengan operasi laparoskopi, perawatan di rumah sakit lebih singkat

karena masa penyembuhan operasi (recovery period) lebih cepat bahkan

untuk kasus-kasus tertentu pasien tidak perlu rawat inap di rumah sakit tetapi

dapat pulang langsung setelah tindakan laparoskopi dikerjakan. Selain itu

dengan operasi laparoskopi, dalam dua (2) minggu pasca tindakan pasien

sudah bisa beraktifitas seperti sebelum operasi, hal ini berbeda jika pasien

dilakukan pembedahan laparotomi konvensional yang masa

penyembuhannya lebih lama bahkan minimal 6 (enam) minggu pasca operasi

laparotomi pasien baru bisa beraktifitas seperti semula. Dengan demikian

operasi laparoskopi merupakan operasi pilihan bagi wanita karier yang harus

cepat sembuh untuk segera kembali beraktifitas.

Keuntungan lainnya adalah rasa nyeri pasca operasi lebih sedikit

dibandingkan laparotomi. Yang penting lagi perlekatan yang ditimbulkan

akibat operasi laparoskopi lebih sedikit/minimal dibandingkan laparotomi. Hal

ini penting bagi wanita-wanita yang belum pernah hamil atau belum punya

anak. Maka operasi laparotomi lebih menyebabkan gangguan kesuburan

dibandingkan laparoskopi.8,10,12,13,14,

Kerugian:

Biaya yang dibutuhkan untuk operasi laparoskopi ini relatif lebih mahal

karena operasi ini memerlukan peralatan-peralatan yang canggih seperti

sistim kamera, sistim lampu dsb. Selain itu operasi laparoskopi ini relatif lebih

Universitas Sumatera Utara


lama dibandingkan laparotomi tetapi jika dilakukan oleh seorang operator

laparoskopi yang terlatih dan terampil maka lama operasi tidak berbeda jauh

dengan laparotomi.Sebagai perbandingan, laparotomi atau pembedahan

biasa mengakibatkan belahan sepanjang lima hingga sebelas inci panjang.

Belahan yang beasr ini mungkin menegak atau melintang dan diperlukan

untuk menampung peralatan bedah yang biasa.Pembedahan sejenis ini

mengakibatkan penyembuhan dan perawatan di Rumah Sakit yang lebih

lama, perasaan sakit serta kemungkinan komplikasi jangka panjang.

Walaupun pembedahan laparoskopi mempunyai banyak kelebihan

berbanding dengan pembedahan laparotomi, memerlukan kepakaran dan

pengalaman untuk mencapai tahap yang sewajarnya. Di samping itu,

peralatan yang digunakan mahal dan tidak didapati di semua rumah

sakit.8,10,,12,13,14

2.12. Kerangka Konsep

Variable Independent : Variable Dependent

Variable independevariable dependen


karakteristik pasien yang
mendapat tindakan
laparoskopi dan
laparoskopi atau laparotomi
laparotomi atas indikasi
atas indikasi tumor ovarium
tumor ovarium di RS-HAM dari tahun 2010
- 2012

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai