Anda di halaman 1dari 3

Nama : Fitria Damayanti

Nim : 1810104270
Kelas : E

1. Kasus
Tracey Hamil Anak Kembar 4 di Usia 50
Liputan6.com, Jakarta Wanita asal Inggris, Tracey Britten, usianya sudah
setengah abad alias 50 tahun, tapi dia ingin memiliki anak lagi. Untuk
mewujudkan keinginannya, ia melakukan program bayi tabung dan kini tengah
hamil. Program kehamilannya berjalan dengan baik. Ada 3 janin perempuan dan
satu laki-laki dalam rahimnya. Demi bisa hamil lagi, Britten harus merogoh kocek
hingga £7.000 atau Rp136 juta.Tracey sebenarnya sudah memiliki 3 anak dan 8
cucu. Tapi, ia masih ingin memiliki anak dari suami keduanya dan memang
bercita-cita memiliki anak kembar.
"Setiap tahun aku ingin selalu memiliki anak lagi. Aku sudah mencapai 50
tahun dan berpikir aku harus melakukannya," ungkap Tracey seperti dikutip dari
The Sun.
Banyak kritikan dan komentar miring yang tertuju padanya. Banyak orang
mengkritik keputusan Tracey kembali memiliki anak di usia yang sudah tak lagi
muda. Namun, ia tak peduli dan tetap dengan rencananya. Program bayi tabung
pun dilakukan di Siprus, Yunani.
" Aku tidak melihat usiaku yang sudah 50 tahun, aku tak merasa 50. Orang
bisa saja mengatakan apa yang mereka pikirkan. Mereka tak tahu apa yang terjadi
padaku," kata Britten.
Saat ini kehamilan Britten sudah berusia 26 minggu. Rencananya ia akan
menjalani persalinan secara ceasar di usia kehamilan 32 minggu. Hal ini sudah
dipertimbangkan dokter demi keselamatan ibu dan bayi. 20 Sep 2018, 20:00 WIB
2. Analisis
Secara bahasa Fertilisasi In Vitro terdiri dari dua suku kata yaitu Fertilisasi
dan In Vitro. Fertilisasi berarti pembuahan sel telur wanita oleh spermatozoa pria,
In Vitro berarti di luar tubuh. Dengan demikian, fertilisasi in vitro berarti proses
pembuahan sel telur wanita oleh spermatozoa pria (bagian dari proses reproduksi
manusia), yang terjadi di luar tubuh. Hakikatnya proses bayi tabung bertujuan
untuk membantu pasangan suami istri yang tidak mampu melahirkan keturunan
secara alami yang disebabkan karena ada kelainan pada tubanya, yaitu:
endometriosis (radang pada selaput lendir rahim), oligospermia (sperma suami
kurang baik), unexplained infertility (tidak dapat diterangkan sebabnya) dan
adanya faktor immunologic (faktor kekebalan). Ternyata proses bayi tabung ini
mampu memberikan salah satu solusi bagi pasangan suami-istri dalam
memperoleh keturunan pada perkawinan yang sah menurut peraturan yang
berlaku.
Untuk pasangan yang memiliki masalah dalam hamil anak, penggunaan
teknologi reproduksi yang dibantu seperti IVF memberikan kesempatan untuk
membawa anak ke persatuan pasangan dan mengembangkan keluarga. Di seluruh
dunia, kesadaran, sikap, dan kegunaan IVF berbeda dan dengan demikian ada
peluang untuk membantu dalam memahami perkembangan pasangan dan keluarga
yang menjalani IVF. Memanfaatkan model sosio-ekologis memungkinkan konteks
pasangan untuk dieksplorasi dan melihat dampak pada pasangan dari pendekatan
sistemik. Oleh karena itu artikel ini mengusulkan kegunaan model sosio-ekologis
pengembangan Bronfenbrenner sebagai model teoritis yang ideal untuk
mengeksplorasi perkembangan pasangan yang menjalani IVF (Poley, 2017).
Hukum Islam kontemporer memandang proses kelahiran bayi tabung yaitu
jika sperma dan sel telurnya berasal dari suami istri yang sah, hanya tempat untuk
melakukan pembuahan yang tidak berada di dalam rahim wanita tapi di suatu
wadah khusus (tabung) yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai dengan
tempat pembuahannya yang asli yaitu rahim, temperatur dan situasinya juga
dibuat sama dengan aslinya makanya hukumnya mubah atau boleh-boleh saja.
Akan tetapi jika anak yang dihasilkan dari bayi tabung tersebut berasal dari
sperma dan ovum pasangan suami istri yang tidak sah, secara akal sehat juga hal
tersebut termasuk kedalam perzinahan, oleh karena itu hukumya haram.
Di Indonesia dipandang dari segi etika, pembuatan bayi tabung tidak
melanggar, tapi dengan syarat sperma dan ovum berasal dari pasangan yang sah.
Jangan sampai sperma berasal dari bank sperma, atau ovum dari pendonor.
Sementara untuk kasus, sperma dan ovum berasal dari suami-istri tapi ditanamkan
dalam rahim wanita lain alias pinjam rahim, masih banyak yang
mempertentangkan. Bagi yang setuju mengatakan bahwa si wanita itu bisa
dianalogikan sebagai ibu susu karena si bayi di beri makan oleh pemilik rahim.
Tapi sebagian yang menentang mengatakan bahwa hal tersebut termasuk zina
karena telah menanamkan gamet dalam rahim yang bukan muhrimnya.
Banyak masalah norma dan etik dalam teknologi ini yang jadi perdebatan
banyak pihak, dimana aspek etika haruslah menjadi pegangan bagi setiap dokter,
ahli biologi kedokteran serta para peneliti di bidang rekayasa genetika.
Konsekuensi dari adanya kesenjangan seperti yang kami sampaikan diatas, akan
memperdalam dillema, sebagai benturan etik dan hukum pada proses reproduksi
buatan yang akan semakin kompleks pula. Kompleksitas ini disebabkan semakin
dinamisnya pengertian dan makna dari pergeseran nilai, norma, dan keyakinan,
yang tumbuh terus dimasyarakat, masyarakat ilmiah, dan masyarakat awam.
Semakin berkembangnya konsep pikir dan cara pandang dari masyarakat itu
sendiri. Disatu pihak ilmu dan teknologi sulit untuk dibendung, dipihak lain
norma, nilai dan keyakinan dibuat atas keputusan masyarakat sebagai pengguna
dari kemajuan ilmu dan teknologi itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Wiryawan Permadi et al, Hanya 7 Hari Memahami Fertilisasi In Vitro, Bandung: PT
Refika Aditama, 2008
Salim H.S. Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 1993
Polay et al, 2017. he development of the family within the context of the assisted
reproductive technology process: a socio-ecological model of understanding
the IVF process in Poland. https://repozytorium.ukw.edu.pl/handle/item/4816.
Diakses pada tanggal 13 Maret 2019

Anda mungkin juga menyukai