Anda di halaman 1dari 18

Nama : Aina Mardliyyah

NPM : 170710180028

Program Studi : Sosiologi

Mata Kuliah : Filsafat dan Dasar Logika

1. Apa pengertian filsafat dan filsafat ilmu?

Jawab:
Secara umum dan luas, filosofi berasal dari kata filo (cinta, gemar, atau suka)
dan sofia (kebijaksanaan, kebenaran) dalam bahasa Yunani. Dalam bukunya,
Edward Craig mencantumkan bahwa filsafat dapat didefinisikan sebagai:
“Sebuah upaya untuk mengorganisir pemikiran lewat pertanyaan yang lalu
membawa kita kepada kebenaran melalui proses dialektis tersebut.
“Bersifalfat sendiri artinya bertanya-tanya mengenai segala hal untuk
mendapatkan jawaban yang benar. Pertanyaan tersebut dapat berupa sebuah
permasalahan dan jawaban adalah solusinya. Manusia sendiri memiliki akal
pikiran yang dapat memproses data dengan baik. Berfilsafat merupakan salah
satu cabang ilmu yang telah ada bahkan sejak awal peradaban manusia.
Munculnya filsuf-filsuf terkenal seperti Plato, Socrates, Aristoteles, dll, yang
dengan pola dan hasil pemikiran mereka menunjukkan seberapa besar
kemampuan manusia untuk berpikir. Bukan hanya, tetapi juga bernalar.
Miriam Budiardjo berkata dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Politik, “Filsafat
adalah usaha secara rasional dan sistematis mencari pemecahan atau jawaban
atas persoalan-persoalan yang menyangkut alam semesta (universe) dan
kehidupan manusia.” Dikatakan juga bahwa filsafat acap kali dijadikan
sebagai pedoman bagi manusia dalam bertingkah laku.
“Filosofi itu sifatnya tidak menyinggung suatu agama ataupun kepercayaan,
dia memuliakan agama. Filosofi juga menghargai seni dan menstabilkan ilmu-
ilmu, sosiologi, etika, dan politik.” Itu adalah harapan Plato ketika itu. Jika
kedamaian ingin dicapai di dunia, maka hendaklah sifat arif dan bijak itu
dapat ditemukan pada diri seorang yang nantinya akan menjadi pemimpin.
Filsafat adalah penemuan. Penemuan makna. Hidup ini tidak akan berarti
apabila hanya dijalani dengan tangan kosong, tanpa makna. Karena pada
hakikatnya, setelah proses mencari tahu itulah, kegembiraan dapat tercapai.
Filsafat merupakan penilaian yang memihak tanpa prasangka, meremehkan
atau melebih-lebihkan. Sebaliknya, filsafat mengakui nilai-nilai yang diterima
di berbagai bidang pengetahuan dari berbagai sudut pandang observasi dan
logika. Dikarenakan sifat filsafat yang tidak berpihak, serta mengabstraksi
dari setiap sudut pandang pemikiran dalam perspektif yang tepat, maka dari
itu ia bisa mencakup semuaya, tidak ada yang terabaikan atau dibuat-buat
dalam perkembangannya. Oleh karena itu, bagi para filsuf, alam semesta ini
adalah rajanya. Maka, dalam bersilosofi haruslah senantiasa mendengarkan,
memahami, menyaring, menimbang dan mempertimbangkan status apapun,
mengingat keadaan bukan dari sudut pandang keadaan dalam kesendiriannya,
melainkan dalam kaitannya dengan seluruh eksistensi. Oleh karena itu, tidak
ada yang bisa berubah jauh dari karunia ilahi yang disebut ‘filsafat’.
Sedangkan filsafat ilmu secara etimologi kata ‘filsafat’ berasal dari bahsa
Yunani yaitu philosophos. Kata philosophos ini sendiri diambil dari dua kata,
yaitu philos yang berarti cinta atau suka, sedangkan Sophos memiliki arti
pengetahuan atau kebijaksanaan yang ada di dunia. Sebuah kecintaan akan
pengetahuan yang diaplikaskan denganbentuk-bentuk pemikiran manusia
yang selalu ingin berkembang dan mencari tahu kebenaran. Manusia di
keseharian kegiatannya tentu pasti akan menjumpai permasalahan tanpa
terkecuali siapapun, entah itu berupa masalah yang cukup signifikan ataupun
hanya berupa masalah kecil saja.
Berfilsafat secara sempit dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan dimana tiap
individu berpikir untuk mencari kebenaran mengenai suatu permasalahan
yang ada di sekitarnya. Bila kita melihat sejarah, kegiatan yang berpikir yang
bertujuan untuk mencari tahu kebenaran ini dapat dianggap sebagi salah satu
cabang ilmu tertua yang ada di dunia, manusia merupakan hewan yang
memiliki sebuah akal pikiran sebagai ciri khas mereka yang tidak dimiliki
hewan lain. Mereka menggunakan akal mereka untuk berpikir bagaimana cara
terbaik untuk dapat tumbuh berkembang dalam segala aspek, sebagai bukti
kita mengetahui banyaknya filsuf terkenal dengan banyak pemikiran mereka
yang dibukukan hingga saat ini.
Filsafat ilmu merupakan cabang ilmu yang secara khusus mengkaji tentang
hakikat ilmu. Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin
menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Pertanyaan-
pertanyaan yang ingin dijawab tersebut berkaitan dengan landasan ontologis,
epistomologis, dan aksilogis. Ontologis adalah kajian filsafat ilmu tertua yang
membahas tentang apa yang ingin diketahui manusia dan dapat berupa
fenomena sosial yang ada di sekitar kita.
Dalam ilmu sosial ontology berkaitan dengan interaksi ang terjadi di
masyarakat dan membahas mengenai interaksi sosial dapat terjadi dan motif-
motif yang mendorong terjadinya interaksi tersebut. Epistomologis terfokus
kepada kajian permasalahan mengenai bagaimana seseorang membangun ilmu
pengetahuan yang ada. Kajian dalam epistimologi juga membahas tentang
bagaimana seseorang mencari tahu keadaan sebuah pengetahuan dan metode
untuk mengecek kebenaran tersebut. Aksiologi mengkaji tentang apa fungsi
dan bagimana sebuah ilmu dapat diimplementasikan kegunaan dna
manfaatnya bagi kehidupan di dunia. Aksiologi merupakan cabang kajian
filsafat yang berkaitan dengan nilai, agama, dan moral.
Filsafat ilmu merupakan padangan manusia dalam hakikatnya yang selalu
ingin berkembang dan mencari tahu kebenara. Rasa ingin tahu yang besar
mendorong manusia unruk sellau bereksperimen dan memperbaiki
kehidupannya baik secara individu ataupun komunitas. Dorongan keinginan
ini membuat manusia terpacu untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Filsafat ilmu adalah keseluruhan pemikiran terhadap persoalan-persoalan
menganai segala hal yang bersangkutan dengan landasan ilmu maupun
hubungan ilmu dengan segala bidang dalam kehidupan manusia.

2. Apa tujuan manusia berfilsafat? Apa perbedaan filsafat, sains dan


agama?

Jawab:
Tujuan manusia berfilsafat adalah seperti yang dikemukakan oleh Rick
Riordan dalam karyanya Percy Jackson and The Olympians: The Battle Of
The Labyrinth, bahwa “ Mencari tahu adlaah sifat alami dari kebijaksanaan.”
Setiap hari, bahkan setiap menitnya, otak manusia selalu dipenuhi oleh
pertanyaan-pertanyaan. Mulai dari hal-hal yang tampak remeh dan sederhana,
sampai hal-hal yang kompleks. Rasa ingin tahu inilah yang mendorong
manusia untuk berfilsafat sehingga berpikir dan bertindak, mencari tahu soal
jawaban atas hal-hal yang mereka pertanyakan sendiri. Dasar utama
berfilsafat yaitu harus dimulai dari suatu kesadaran akan keterbatasan pada
diri manusia itu sendiri. Kadang-kadang manusia berfilsafat dimulai dari
apabila manusia tersebut menyadari bahwa dirinya sangat kecil dan lemah
terutama di dalam menghadapi kejadian-kejadian alam. Apabila manusia
merasa, bahwa ia mengalami penderitaan atau kegagalan, maka dengan
adanya kesadaran keterbatasan dirinya tadi manusia mulai berfilsafat. Ia
memikirkan bahwa di luar manusia yang terbatas ini pasti ada sesuatu yang
tidak terbatas yang dijadikan bahan kemajuan untuk menemukan kebenaran
hakiki.
Perbedaan yang terdapat antara filsafat, ilmu pengetahuan dan agama adalah
filsafat adalah induk pengetahuan, filsafat adalah sebuah teori kebenaran.
Filsafat mengedepankan rasionalitas dan merupakan sebuah pondasi awal
dari segala ilmu yang ada. Filsafat juga merupakan sebuah ilmu pengetahuan
yang menyelidiki dan memikirkan sega sesuatunya secara mendalam dan
sungguh serta radikal. Filsafat timbul karena adanya suatu kepercayaan dan
dianggap benar, sehingga muncullah teori yang mneyatakan kebenaran
tersebut. Secara singkat dapat dikatakan filsafat adalah refleksi kritis yang
radikal. Sedangkan ilmu pengetahuan merupakan suatu hasil yang diperoleh
dari akal sehat, ilmiah, empiris, dan logis. Ilmu adalah cabang pengetahuan
yang berkembang pesat dari waktu ke waktu. Dan Agama adalah tiruan dar
filsafat, klaim kuno ini dihidupkan kembali oleh Al-Facirc. Menurutnya
baikagama maupun filsafat berhubungan dengan realitas yang sama.
Keduanya terdiri dari subjek-subjek yang serupa dan sama-sama melaporkan
prinsip-prinsip tertinggi terwuud. Keduanya juga melaporkan tujuan puncak
yang diciptakan demi manusia yaitu kebahagiaan tertinggi dan tujuan puncak
dari wujud lain. Agama memaparkan laporannya berdasarkan imajinasi.
Dalam setiap hal yang didemonstrasikan oleh filsafat, agama memakai metode
persuasive untuk menjelaskannya, gagasan-gagasan itu diketahui dengan
membayangkannya lewat kemirip-miripan yang merupakan tiruan dari mereka
dan pembenaran terhadap apa yang dibayangkan atas mereka disebebkan oleh
metode-metode persuasif. Perbedaan yang terdapat antara filsafat, ilmu dan
agama adalah obyek material lapangan filsafat itu bersifat universal umum,
yaitu segala sesuatu bersifat realita. Sedangkan obyek material ilmu
pengetahuan bersifat khusus dan empiris. Itu artinya hanya terfokus pada
disiplin pada biang masing-masing. Filsafat merupakan pengetahuan yang
menonjolkan daya spekulasi, krisis, dan dalam pengawasan. Sedangkan ilmu
perlu diadakan pendekan lewat riset trial dan error. Oleh karena itu nilai ilmu
terletak pada kegunaan pragmatis sedangkan kegunaan filsafat timbul dari
nilainya. Filsafat membuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam
berdasarkan pada pengalaman sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif
yaitu menguraikan secara logis yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.

3. Aliran faham filsafat yang menjadi dasar sains? Apakah agama dapat
menjadi dasara sains?

Jawab:
Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Perkembangan
ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu
baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru
bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi. Meluasnya filsafat
dan tepecah menjadi ilmu-ilmu yang baru maka perlu untuk mengetahui
pembagian filsafat dalam cabang-cabang filsafat serta aliran-alian yang ada
dalam filsafat sehingga kita bisa mengetahui arah pikir dalam mempelajari
suatu ilmu pengetahuan serta penggolongannya dalam filsafat.
Secara singkat dapat dikatakan Filsafat adalah refleksi kritis yang radikal.
Refleksi adalah upaya memperoleh pengetahuan yang mendasar atau unsur-
unsur yang hakiki atau inti. Apabila ilmu pengetahuan mengumpulkan data
empiris atau data fisis melalui observasi atau eksperimen, kemudian dianalisis
agar dapat ditemukan hukum-hukumnya yang bersifat universal. Apabila ilmu
pengetahuan sifatnya taat fakta, objektif dan ilmiah, maka filsafat sifatnya
mempertemukan berbagai aspek kehidupan di samping membuka dan
memperdalam pengetahuan. Apabila ilmu pengetahuan objeknya dibatasi,
misalnya, Apabila ilmu pengetahuan tujuannya memperoleh data secara rinci
untuk menemukan pola-polanya, maka filsafat tujuannya mencari hakiki,
untuk itu perlu pembahasan yang mendalam. Apabila ilmu pengetahuannya
datanya mendetail dan akurat tetapi tidak mendalam, maka filsafat datanya
tidak perlu mendetail dan akurat, karena yang dicari adalah hakekatnya, yang
penting data itu dianalisis secara mendalam.
Ontologi berasal dari bahasa Yunani yang artinya ilmu tentang yang ada.
Sedangkan, menurut istilah adalah ilmu yang membahas sesuatu yang telah
ada, baik secara jasmani maupun secara rohani. Dalam aspek Ontologi
diperlukan landasan-landasan dari sebuah pernyataan-pernyataan dalam
sebuah ilmu. Landasan-landasan itu biasanya kita sebut dengan Metafisika.
Selain Metafisika juga terdapat sebuah asumsi dalam aspek ontologi ini.
Asumsi ini berguna ketika kita akan mengatasi suatu permasalahan. Dalam
asumsi juga terdapat beberapa paham yang berfungi untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan tertentu, yaitu: Determinisme (suatu paham
pengetahuan yang sama dengan empiris), Probablistik (paham ini tidak sama
dengan Determinisme, karena paham ini ditentukan oleh sebuah kejadian
terlebih dahulu), Fatalisme (sebuah paham yang berfungsi sebagai paham
penengah antara determinisme dan pilihan bebas), dan paham pilihan bebas.
Setiap ilmuan memiliki asumsi sendiri-sendiri untuk menanggapi sebuah ilmu
dan mereka mempunyai batasan-batasan sendiri untuk menyikapinya. Apabila
kita memakai suatu paham yang salah dan berasumsi yang salah, maka kita
akan memperoleh kesimpulan yang berantakan. Telah disampaikan
sebelumnya bahwa kajian ilmu adalah objek empiris. Pengetahuan keilmuan
mengenai objek empiris ini pada dasarnya merupakan abstraksi yang
disederhanakan. Penyederhanaan ini perlu, sebab kejadian alam yang
sesunggunya begitu kompleks, dengan sampel dari berbagai faktor yang
terlibat di dalamnya.Ilmu bertujuan untuk mengerti mengapa hal itu terjadi,
dengan membatasi diri pada hal-hal yang asasi. Atau dengan perkataan lain,
proses keilmuan bertujuan untuk memeras hakikat objek empiris tertentu,
untuk mendapatkan sari yang berupa pengetahuan mengenai objek tersebut.
Ada 3 hal yang berkaitan dalam mempelajari ontologi ilmu, yaitu: Metafisika,
Probabilitas dan Asumsi. Epistemology berasal dari kata yunani episteme dan
logos. Episteme: pengetahuan atau kebenaran, dan logos: pikiran, kata atau
teori. Epistemology secara etimologi (sebab-sebab) berarti teori pengetahuan
yang benar dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan atau theory of
knowledge.
Epistemologi adalah bagian dari filsafat yang membicarakan tentang
terjadinya pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode dan
keshahihan pengetahuan.Jadi objek material epistemology adalah pengetahuan
dan objek formalnya adalah hakikat pengetahuan itu.Jadi sistematika
penulisan epistemologi adalah arti pengetahuan, terjadinya pengetahuan,
jenis-jenis pengetahuan dan asal-usul pengetahuan.
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu: axios yang
berarti nilai. Sedangkan logos berarti teori/ ilmu.Aksiologi merupakan cabang
filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan
ilmunya. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai.Jujun S.suriasumantri
mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian
filsafat nilali merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial
dan agama. Sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga yang
diidamkan oleh setiap insan.
Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan
itu sendiri.Jadi, aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan
manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan
itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan dijalan yang baik pula karena akhir-
akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu
dimanfaatkan dijalan yang tidak benar.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu.Ilmu tidak
bebas nilai.Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan
dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat, sehingga nilai
kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya
meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malah menimbulkan
bencana.
Aspek aksiologi merupakan aspek yang membahas tentang untuk apa ilmu itu
digunakan. Menurut Bramel, dalam aspek aksiologi ini ada Moral conduct,
estetic expresion, dan sosioprolitical. Setiap ilmu bisa untuk mengatasi suatu
masalah sosial golongan ilmu.Namun, salah satu tanggungjawab seorang
ilmuan adalah dengan melakukan sosialisasi tentang menemuannya, sehingga
tidak ada penyalahgunaan dengan hasil penemuan tersebut. Dan moral adalah
hal yang paling susah dipahami ketika sudah mulai banyak orang yang
meminta permintaan, moral adalah sebuah tuntutan.
Ilmu bukanlah sekadar pengetahuan (knowledge).Ilmu memang berperan
tetapi bukan dalam segala hal.Sesuatu dapat dikatakan ilmu apabila objektif,
metidis, sistematis, dan universal.Dan knowledge adalah keahlian maupun
keterampilan yang diperoleh melalui pengalaman maupun pemahanan dari
suatu objek. Sains merupakan kumpulan hasil observasi yang terdiri dari
perkembangan dan pengujian hipotesis, teori, dan model yang berfungsi
menjelaskan data-data. Filsafat ilmu merupakan kajian yang dilakukan secara
mendalam mengenai dasar-dasar ilmu. Filsafat dalam aplikasinya memiliki
banyak cabang yakni epistimologi, ontologi, dan aksiologi. Pola hidup
manusia dari waktu ke waktu sesungguhnya berjalan seiring dengan sejarah
kemajuan dan perkembangan ilmu. Istilah ilmu sudah sangat populer, tetapi
seringkali banyak orang memberikan gambaran yang tidak tepat mengenai
hakikat ilmu. Kegiatan berpikir manusia pada dasarnya merupakan
serangkaian gerak pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah
kesimpulan yang berupa pengetahuan.Karakter dasar, prinsip dan struktur
ilmu pengetahuan dibangun oleh para pendiri sains modern, dimana pada saat
itu para pendiri sains modern menyadari bahwa hidup manusia memiliki
tujuan yaitu membangun peradaban ummat manusia dan untuk mencapai
tujuannya itu manusia membutuhkan alat.

4. Terangkan apa yang disebut term, premis, proposisi dan hipotesis. Beri
contoh masing-masing.

Jawab:
Proposisi adalah suatu ekspresi verbal dari keputusan yang berisi pengakuan
atau pengingkaran sesuatu predikat terhadap suatu yang lain, yang dapat
dinilai bener atau salah. Jenis-jenis proposisi terbagimenjadi 4 bagian :
1. Proposisi berdasarkan Bentuk :
a. proposisi tunggal adalah proposisi yang memiliki 1 subjek dan 1 predikat.
Contoh : Unie menyayi
Ayah membaca koran
b. Proposisi majemuk adalah proposisi yang memiliki 1 subjek dan lebih dari
1 predikat.
Contoh : Indra belajar bermain piano dan menyayi di studio
Adik Belajar bahasa indonesia dan membuat kalimat majemuk
2. Proposisi berdasarkan Sifat :
a. Proposisi Kategorial adalah proposisi dimana hubungan antara subyek dan
predikatnya mempunyai syarat apapun
Contoh : Semua Perempuan di indonesia akan mengalami Menstruasi
Setiap mengendarai mobil harus memakai seftybeld
b. Proposisi kondisional adalah proposisi dimana hubungan antara subjek dan
predikat membutuhkan syarat tertentu.
Contoh : Jika yogi lulus UN maka saya akan berikan hadiah
Jika saya lulus penelitian ilmiah maka saya akan mengadakan syukuran
3. Proposisi berdasarkan kualitas:
a. proporsisi positif, yaitu proporsisi dimana predikatnya mendukung atau
membenarkan subjeknya.
Contoh : Semua gajah berbadan besar
Semua ilmuwan adalah orang pandai
b. proporsisi negatif, yaitu proporsisi dimana predikatnya menolak atau tidak
mendukung subjeknya.
Contoh : Tidak ada wanita yang berjenggot
Tidak ada binatang yang bisa bicara
4. proporsisi berdasarkan kuantitas:
a. proporsisi universal, yaitu proporsisi dimana predikatnya mendukung atau
mengingkari semua.
Contoh : Semua warga Indonesia mememiliki KTP
Semua masyarakat mematuhi peratura lalulintas
b. proporsisi spesifik / khusus, yaitu proporsisi yang predikatnya
membenarkan sebagian subjek.
Contoh : Tidak semua murid patuh kepada gurunya.
Pengertian dan Contoh Premis ialah pernyataan yang digunakan sebagai dasar
penarikan kesimpulan. Merupakan kesimpulan yang ditarik berdasarkan
premis mayor dan premis minor. Subjek pada kesimpulan itu merupakan term
minor. Term menengah menghubungkan term mayor dengan term minor dan
tidak boleh terdapat pada kesimpulan. Perlu diketahui, term ialah suatu kata
atau kelompok kata yang menempati fungsi subjek (S) atau predikat (P).
Contoh:
(1) Semua cendekiawan adalah manusia pemikir
(2) Semua ahli filsafat adalah cendekiawan
(3) Semua ahli filsafat adalah manusia pemikir.
Pengertian dan Contoh Term
Term adalah suatu kata atau suatu kumpulan kata yang merupakan ekspresi
verbal dari suatu pengertian. Sebagaimana pengertian terkandung dalam
putusan dan penyimpulan, maka term terkadung dalam proposisi dan
silogisme. Karena itu, term bisa juga dirumuskan sebagai bagian dari
proposisi yang berfungsi sebagai subyek atau predikat.
Tidak semua kata atau kumpulan kata adalah term, meskipun setiap term itu
adalah kata atau kumpulan kata. Alasannya ialah bahwa tidak semua kata
pada dirinya sendiri merupakan ekspresi verbal dari pengertian dan bahwa
tidak semua kata pada dirinya sendiri berfungsi sebagai subyek atau predikat
dalam suatu proposisi. Kata-kata seperti “semua”, “tetapi”, “beberapa”,
“karena”, “dengan cepat” – kata keterangan, kata depan, kata penghubung,
kata sandang – biasanya berfungsi sebagai kata-kata sinkategorimatis). Pada
dirinya sendiri kata-kata sinkategorimatis tidak merupakan ekspresi verbal
dari suatu pengertian dan karenanya tidak merupakan term, tetapi kata-kata
tersebut dapat digabungkan dengan kata-kata lain untuk mengungkapkan
pengertian baru. Sebagai contoh, “berjalan” adalah suatu kata kategorismatis,
artinya dapat difungsikan sebagai term dalam proposisi, tetapi “dengan cepat”
adalah kata sinkategorimatis karena itu tidak mengungkapkan suatu
pengertian sehingga juga tidak dapat langsung difungsikan sebagai term
dalam sebuah proposisi tetapi “berjalan dengan cepat” mengungkapkan suatu
pengertian baru sehingga dapat berfungsi sebagai term dalam sebuah
proposisi.
Jadi, kata-kata sinkategorismatis itu selalu tergantung pada kata-kata
kategorismatis untuk membentuk sebuah term. Karena itu dalam proposisi
“Anak nakal itu menggoda Siti yang sedang belajar di perpustakaan”, term
predikatnya adalah menggoda Siti yang sedang belajar di perpustakaan. Hal
ini berbeda dengan tata bahasa, karena dalam tata bahasa predikatnya adalah
menggoda, sedangkan Siti adalah obyek dan yang sedang belajar di
perpustakaan adalah keterangan. Kata-kata sinkategorimatis berdiri sendiri
apabila kata-kata itu pada kenyataannya berubah fungsi menjadi kata-kata
kategorismatis, yaitu ketika kata-kata itu sendiri merupakan hal yang
dibicarakan, seperti yang ditunjukkan dalam proposisi berikut ini: “Kata
penghubung yang biasanya digunakan untuk menunjukkan perlawanan adalah
“tetapi”. Dari uraian di atas jelas bahwa suatu term dapat berupa satu kata atau
kelompok kata. Term yang terdiri dari satu kata disebut term tunggal;
sedangkan term yang terdiri dari lebih daripada satu kata disebut term
majemuk. Misalnya: “kuda” (term tunggal) adalah binatang berkaki empat
(term majemuk). Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari
pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah
konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan
terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi
yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi
baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan
premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi
(consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
Melalui proses penalaran, kita dapat sampai pada kesimpulan yang berupa
asumsi, hipotesis atau teori. Penalaran disini adalah proses pemikiran untuk
memperoleh kesimpulan yang logis berdasarkan fakta yang relevan. Dengan
kata lain, penalaran adalah proses penafsiran fakta sebagai dasar untuk
menarik kesimpulan.
Menurut tim balai pustaka istilah penalaran mengandung tiga pengertian
diantaranya:
1. Cara (hal) menggunakan nalar, pemikiran atau cara berfikir logis.
2. Hal mengembangkan atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan
perasaan atau pengalman.
3. Proses mental dalam mengembangkan atau mengendalikan pikiran dari
beberapa fakta atau prinsip.
Penalaran mempunyai cirri-ciri yaitu :
1. dilakukan dengan sadar
2. didasarkan oleh sesuatu yg sudah d ketahui
3. sistematis
4, terarah dan bertujuan
5. menghasilkan kesimpulan yang dapat berupa pengetahuan, keputusan dan
sikap terbaru
6. sadar tujuan
7. premis berupa pengalaman, pengetahuan, ataupun teori yang di dapatkan
8. pola pemikiran tertentu
9. sifat empiris nasional
Salah nalar ada dua macam:
1. Salah nalar induktif, berupa :
a) kesalahan karena generalisasi yang terlalu luas,
b) kesalahan penilaian hubungan sebab-akibat,
c) kesalahan analogi.
2. Kesalahan deduktif dapat disebabkan :
a) kesalahan karena premis mayor tidak dibatasi;
b) kesalahan karena adanya term keempat;
c) kesalahan karena kesimpulan terlalu luas/tidak dibatasi; dan
d) kesalahan karena adanya 2 premis negatif.
Fakta atau data yang akan dinalar itu boleh benar dan boleh tidak benar.
Pengertian dan contoh salah nalar :
1. Gagasan,
2. pikiran,
3. kepercayaan,
4. simpulan yang salah, keliru, atau cacat.
Dalam ucapan atau tulisan kerap kali kita dapati pernyataan yang
mengandung kesalahan. Ada kesalahan yang terjadi secara tak sadar karena
kelelahan atau kondisi mental yang kurang menyenangkan, seperti salah ucap
atau salah tulis misalnya.
Ada pula kesalahan yang terjadi karena ketidaktahuan, disamping kesalahan
yang sengaja dibuat untuk tujuan tertentu. Kesalahan yang kita persoalkan
disini adalah kesalahan yang berhubungan dengan proses penalaran yang kita
sebut salah nalar. Pembahasan ini akan mencakup dua jenis kesalahan
menurut penyebab utamanya, yaitu kesalahan karena bahasa yang merupakan
kesalahan informal dan karena materi dan proses penalarannya yang merupan
kesalahan formal.
Gagasan, pikiran, kepercayaan atau simpulan yang salah, keliru, atau cacat
disebut sebagai salah nalar.
Syarat-syarat kebenaran dalam penalaran
Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk
menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam
menalar dapat dipenuhi.
Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang
akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis.
Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang
benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki
bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat
sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.

5. Terangkan arti kesalahan berfikir bersifat formal, informal dan bahasa.


Beri masing-masing contohnya!

Jawab:
Kekeliruan formal adalah bentuk-bentuk jalan pikiran yang keliru yang
memperlihatkan bentuk-bentuk luar yang sama dengan bentuk-bentuk
argument yang valid. Terdapat beberapa contoh kekeliruan formal yaitu:
a. Fallacy of four terms (kekeliruan karena menggunakan empat term).
Kekeliruan berpikir karena menggunakan empat term dalam silogisme. Ini
terjadi karena term penengah diartikan ganda.
Contoh: Orang yang berpenyakit menular harus diasingkan. Orang yang
berpenyakit panu dapat menularkan penyakitnya, jadi orang yang panuan
harus diasingkan.
b. Fallacy of undistributed middle (kekeliruan karena kedua term penengah
tidak mencakup).
Kekeliruan berpikir karena tidak satu pun dari kedua term penengah
mencakup.
Contoh: Orang yang terlalu banyak masalah kurus. Dia kurus sekali, karena
itu tentulah ia banyak masalah.
Orang yang suka berjemur kulitnya hitam. Gadis itu berkulit hitam, karena itu
tentulah ia suka berjemur.
c. Fallacy of illcit process (kekeliruan karena proses tidak benar).
Kekeliruan berpikir karena term premis tidak mencakup (undistributed) tetapi
dalam konklusi mencakup.
Contoh: Gajah adalah binatang. Ular bukanlah gajah, karena itu ular bukanlah
binatang.
d. Fallacy of two negative premises (kekeliruan karena menyimpulkan dari
dua premis negative).
Kekeliruan berpikir karena mengambil kesimpulan dari dua premis negative.
Apabila terjadi demikian sebenarnya tidak bisa di tarik konklusi.
Contoh: tidak satu pun barang yang itu murah dan semua barang di toko itu
adalah tidak murah, jadi kesemua barang di toko itu adalah baik.
e. Fallacy of affirming the consequent (kekliruan karena mengakui akibat).
Kekeliruan berpikir dalam silogisme hipotetika karena membenarkan akibat
kemudian membenarkan pula sebabnya.
Contoh: Bila presiden A terpilih, Ekonomi akan lebih baik, Sekarang ekonomi
lebih baik, jadi presiden A terpilih.
f. Fallacy of denying antecedent (kekeliruan karena menolak sebab).
Kekeliruan berpikir dalam silogisme hipotetika karena mengingkari sebab
kemudian disimpulkan bahwa akibat juga tidak terlaksana.
Contoh: jika presiden datang maka semua orang akan mengerumuni, sekarang
presiden tidak datang, jadi orang-orang tidak mengerumuni.
g. Fallacy of Disjunction (kekeliruan dalam bentuk disyungtif).
Kekeliruan berpikir terjadi dalam silogisme disyungtif karena mengingkari
alternative pertama, kemudian membenarkan alternative lain. Padahal
menurut patokan, pengingkaran alternative pertama, bisa juga tidak
terlaksananya alternative yang lain.
Contoh: Ani pergi ke Jepara atau ke Kudus. Ternyata Ani tidak ada di Jepara.
Berarti Ani di Kudus. (padahal bisa saja Ani tidak di Jepara maupun di
Kudus.
h. Fallacy of Incosistency (kekeliruan karena tidak konsisten).
Kekeliruan berpikir karena tidak runtutnya pernyataan yang satu dengan
pernyataan yang diakui sebelumnya.
Contoh: Tugas makalah saya sudah sempurna, hanya saja saya harus
melengkapi sedikit kekurangannya.
2. Kekeliruan Informal.
Pada kerancuan informal tidak terjadi pelanggaran terhadap aturan-aturan
formal dalam berargumen, sekurang-kurangnya tidak terjadi pelanggaran
secara langsung terhadap aturan aturan formal. Meskipun demikian,
kesimpulan yang diajukan atau ditarik sesungguhnya tidak mendapat
dukungan premis-premis yang diajukan dalam argument yang bersangkutan.
Berikut dibawah ini adalah kekeliruan informal:
a. Fallacy of Hasty Generalization (kekeliruan karena membuat generalisasi
yang terburu-buru)
Yaitu, mengambil kesimpulan umum dari kasus individual yang terlampau
sedikit, sehingga kesimpulan yang ditarik melampaui batas lingkungannya.
Contoh: Dia seorang yang cantik, mengapa sombong? Kalau begitu orang
cantik memang sombong.
b. Fallacy of Forced Hypothesis (kekeliruan karena memaksakan praduga).
Yaitu, kekeliruan berpikir karena menetapkan kebenaran suatu dugaan.
Contoh: Seorang mahasiswa pergi ke kampus dengan wajah dan pakaian
lusuh sekali, seorang temannya menyatakan bahwa itu semua adalah
kebiasaan yang sering sekali dilakukan dalam kehidupanya, padahal
sebenarnya wajah dan baju lusuh itu karena akibat sakit.
c. Fallacy of Begging the Question (kekeliruan karena mengundang
permasalahan).
Yaitu kekeliruan berpikir karena mengambil konklusi dari premis yang
sebenarnya harus dibuktikan dahulu kebenarannya.
Contoh: Pengacara X memang luar biasa hebatnya (disini orang hendak
membuktikan bahwa pengacara X memang hebat dengan banyaknya Clien,
tanpa bukti kualitasnya diuji terlebih dahulu ).
d. Fallacy of Circular Argument (kekeliruan karena menggunakan argument
yang berputar).
Yaitu kekeliruan berpikir karena menarik konklusi dari satu premis kemudian
konklusi tersebut dijadikan sebagai premis sedangkan premis semula
dijadikan konklusi pada argument berikutnya. Contoh: Prestasi kampus X
semakin menurun karena banyaknya mahasiswa yang malas. Mengapa banyak
mahasiswa yang malas ? karena prestasi kampus menurun.
e. Fallacy of Argumentative leap (kekeliruan karena berganti dasar).
Yaitu kekeliruan berpikir karena mengambil kesimpulan yang tidak diturnkan
dari premisnya. Jadi mengambil kesimpulan melompat dari dasar semula.
Contoh: Pantas ia memeiliki harta yang melimpah, sebab ia cantik dan
berpendidikan tinggi.
f. Fallacy of Appealing to Authority(kekeliruan karena mendasarkan pada
otoritas).
Yaitu kekeliruan berpikir karena mendasarkan diri pada kewibawaan atau
kehormatan seseorang tetapi dipergunakan untuk permasalahan di luar otoritas
ahli tersebut.
Contoh: Shampo merk X sangat baik mengatasi kerontokan, sebab Agnes
Monica mengatakan demikian.
(Agnes Monica adalah seorang penyanyi, ia tidak mempunyai otoritas untuk
menilai baik tidaknya shampoo sebab ia adalah penyanyi bukan pakar
kesehatan rambut).
g. Fallacy of Appealing to force (kekeliruan karena mendasarkan diri pada
kekuasaan).
Yaitu kekeliruan berpikir karena berargumen dengan kekuasaan yang dimiliki,
seperti menolak pendapat/argument seseorang dengan menyatakan seperti ini.
Contoh: Anda masih saja membantah dan tidak terima dengan pendapatku,
kamu itu siapa dan sejak kapan kamu duduk sebagai anggota Dewan ?, aku ini
sudah lebih lama dari pada kamu.
h. Fallacy of Abusing (kekeliruan karena menyerang pribadi).
Yaitu, kekeliruann berpikir karena menolak argument yang dikemukakan
seseorang dengan menyerang pribadinya.
Contoh: Jangan dengarkan pendapatnya tuan X karena ia pernah masuk
penjara.
i. Fallacy of Ignorance (kekeliruan karena kurang tahu).
Yaitu kekeliruan berpikir karena menganggap bila lawan bicara tidak bisa
membuktikan kesalahan argumentasinya, dengan sendirinya argumentasi yang
dikemukakannya benar.
Contoh: kalau kau tidak bisa membuktikan kalau setan itu tidak ada, maka
jelaslah pendapatku benar bahwa setan itu tidak ada.
j. Fallacy of Complex question (kekeliruan karena pertanyaan yang ruwet).
Yaitu kekeliruan berpikir karena mengajukan pertanyaan yang bersifat
menjebak.
Contoh: apakah engkau sudah menghentikan kebiasaan memukuli istrimu?
(pertanyaan ini menjebak karena jika dijawab “Ya” maka berarti si suami
pernah memukuli istrinya. Jika dijawab “Tidak” maka berarti si suami terus
memukuli istrinya. Padahal barangkali si suami tidak pernah memukuli
istrinya).
k. Fallacy of oversimplification (kekeliruan karenan alasan terlalu
sederhana).
Yaitu kekeliruan berpikir karena berargumen dengan alasn yang tidak kuat
atau tidak cukup bukti.
Contoh: Dia adalah siswa terpandai di kelasnya, karena dia mempunyai
banyak teman.
l. Fallacy of Accident (kekeliruan karena menetapkan sifat).
Yaitu kekeliruan berpikir karena menetapkan sifat bukan keharusan yang ada
pada suatu benda bahwa sifat itu tetap ada selamanya. Contoh: Bahan
hidangan untuk pesta besok sudah dibeli tadi pagi. Bahan hidangan untuk
pesta yang dibeli tadi pagi sudah busuk. Jadi, hidangan untuk pesta sekarang
sudah busuk.
m. Fallacy of irrelevant argument (kekeliruan karena argument yang tidak
relevan). Yaitu kekeliruan berpikir karena mengajukan argument yang
tidak ada hubungannya dengan masalah yang jadi pokok pembicaraan.
Contoh: Kau tidak mau mengenakan baju yang aku belikan. Apakah engkau
mau telanjang ke perjamuan itu?
n. Fallacy of false analogy (kekeliruan karena salah mengambil analogi).
Yaitu kekeliruan berpikir karena menganalogikan dua permasalahan yang
kelihatannya mirip, tetapi sebenarnya berbeda secara mendasar.
Contoh: Manusia butuh makanan agar tetap hidup, itu berarti sepeda motor
juga perlu makanan untuk dapat hidup.
o. Fallacy of Appealing to Pity (Kekeliruan karena mengundang belas kasih).
Yaitu kekeliruan berpikir karena menggunakan uraian yang sengaja menarik
belas kasihan untuk mendapatkan konklusi yang di harapkan.
Contoh: dalam kasus seorang anak muda yang diadili karena membunuh ibu
ayahnya sendiri dengan kapak, memohon kepada hakim untuk memberikan
keringanan hukuman dengan alasan bahwa ia adalah seorang yatim piatu.
3. Kekeliruan Karena Penggunaan Bahasa.
Kesesatan ini terjadi karena kurang tepatnya kata-kata, frase-frase, atau
kalimat-kalimat yang dipakai untuk mengekspresikan pikiran. Kekeliruan ini
terbagi menjadi lima macam yaitu:
a. Ekuivokasi
Dalam setiap bahasa selalu terdapat perkataan-perkataan yang mempunyai
lebih dari satu arti. Kerancuan ekuivokasi akan terjadi, jika perkataan yang
sama digunakan dalam arti yang berbeda di dalam konteks yang sama.
Contoh: Semua bintang adalah benda astronomis. Jhonny Deep adalah
seorang bintang. Jadi, Jhonny Deep adalah suatu benda astronomis
b. Amphiboly
Kesesatan ini terjadi bukan karena penggunaan suatu kata yang ambigu, tetapi
karena penggunaan suatu frase atau suatu kalimat lengkap yang ambigu.
Contoh: Terbungkus dalam sebuah Koran gadis cantik itu membawa tiga
potong pakaiannya yang baru.
c. Aksentuasi
Kesesatan ini terjadi karena suatu aksen yang salah atau karena suatu tekanan
yang salah dalam pembicaraan. Suatu tekanan suara yang salah diletakkan
pada suatu kata yang diucapkan sehingga menyesatkan, membingungkan, atau
menghasilkan suatu interpretasi yang salah[8].
Contoh: Ibu, ayah pergi (yang hendak dimaksud adalah ibu dan ayah si
pembicara sedang pergi. Tetapi karena ada penekanan pada kata ibu,
maknanya menjadi pemberitahuan pada ibu bahwa ayah baru saja pergi).
d. Komposisi
Kesesatan ini terjadi karena penyebutan secara kolektif apa yang seharusnya
disebut secara individual.
Contoh: Kuda tersebar di seluruh dunia.
Tiap-tiap bagian dari sebuah mobil adalah ringan, karena itu mobil adalah
benda ringan.
e. Divisi
Kesesatan ini terjadi ketika kita menyebut secara individual apa yang
seharusnya disebut secara kolektif.
Contoh: Sebuah mobil adalah berat, karena itu tiap-tiap bagian dari mobil
adalah berat.
DAFTAR PUSTAKA

Bentley, D. J. (1973). John Rawls. A Theory of Justice, 1076.

Bentley, P. J. (2015). The Relation Between Basic and Applied Research in


University. oslo: Spingerlink.

E.D Klemke, R. H. (1990). Introductory Reading Philosophy of Science.


Prometheus Book.

Gie, T. L. (1996). Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyaarta: Liberty.

James, G. T. (1996). Social realism. Grove Art Online, 9-10.

Kymlicka, W. (2002). Contemporary Political Phylosophy. New York:


Oxford University press.

Suriasumantri, J. (2005). Filsafat Ilmu : Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka


Sinar Harapan.

Anda mungkin juga menyukai