Anda di halaman 1dari 34

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena telah


melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Syukur Alhamdulillah
kami dapat mengerjakan tugas makalah dari mata kuliah keperawatan gawat
darurat 1 tentang Penanganan kegawat daruratan trauma musuloskletal. Saya juga
mengucapkan terimakasih kepada dosen matakuliah keperawatan gawat darurat 1
yang telah memberikan tugas ini.Denganini kami bias belajar memahami lebih
dalam terkait judul yang ditugaskan untuk kelompok kami.
Kami sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses
pembelajaran, penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan didalamnya.
Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna menyempurnakan makalah kami selanjutnya. Kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi kami umumnya dan khususnya kepada
pembaca.

Gorontalo, Februari2019

Penyusunkelompok 3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Emergency atau gawat darurat merupakan suatu kondisi yang bersifat
mengancam jiwa dan membutuhkan pertolongan dengan segera, serta dapat terjadi
pada siapa saja, kapan saja, dan dimana saja (Susilowati, 2015) (Meriam-Webster,
2016). Sistem musculoskeletal adalah suatu sistem yang terdiri dari tulang, otot
kartilago, ligamen, tendon, fascia, bursae, dan persendian. Fraktur adalah setiap
retak atau patah pada tulang yang utuh, kebanyakan fraktur disebabkan oleh
trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur merupakan
salah satu kondisi darurat yang membutuhkan pertolongan dengan segera guna
menghilangkan ancamannya wakorban (Furwanti, 2014).
Fraktur termasuk dalam cedera muskuloskeletal (Smith dan Stahel, 2014).
Fraktur memerlukan perlakuan dengan segera dan tepat, karena penanganan yang
kurang tepat atau salahaka nmengakibatkan komplikasi lebih lanjut, seperti
infeksi, kerusakan saraf dan pembuluh darah, hingga kerusakan jaringan lunak
yang lebih lanjut (Lukman dan Ningsih, 2013). Adapun komplikasi terparah yang
dapat terjadi pada fraktur adalah kematian (World Health Organization (WHO)
dalam Widyastuti, 2015). Kejadian fraktur dapat terjadi karena beberapa
penyebab, namun menurut Igho, Isaac, & Eronimeh (2015), penyebab utama
fraktur adalah kecelakaan lalulintas yakni sebanyak 125 (57,87%). Berdasarkan
hasil studi retrospektif di Bangsal Ortope di Rumah Sakit Geral Roberto Santos
(HGRS), Salvador, Bahia, Brazil terdapat sebanyak 81 pasien dengan fraktur
terbuka yang mereka alami, terjadi akibat kecelakaan lalulintas dan sebagian besar
pasien pada usia dewasa muda.
Menurut Wong dkk (2015) kejadian cedera fraktur yang tidak segera
dicegah akan menimbulkan beban yang cukup dan kecacatan di seluruh dunia.
Kejadian tersebut berhubungan dengan penurunan angka kesehatan dan kualitas
hidup seseorang. Masalah cedera tersebut ternyata memberikan kontribusi pada
kematian yang dapat diproyeksikan meningkat dari 5,1 juta menjadi 8,4 juta atau
setara dengan 9,2% dari kematian secara keseluruhan dan diestimasikan
menduduki peringkat ketiga disability adjusted life years (DALYs) padatahun
2020 (WHO, 2016). Menurut Kemenkes RI (2014) penyebab disabilitas di dunia
mencapai 45 per 6.437 populasi ini dialami oleh semuausia.
Beberapa masalah kesehatan lainnya yang berhubugan dengan trauma
musculoskeletal adalah dislokasi sendi merupakan keadaan dimana tulang- tulang
yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis. Dislokasi ini
dapat terjadi pada komponen tulangnya saja yang bergeser atau seluruh komponen
tulang terlepas dari tempat yang seharusnya (Mansjoerdkk., 2000). Sendi bahu
menjadi kasus dislokasi yang paling sering terjadi dengan angka 45 % dari seluruh
kasus dislokasi, menyusul sendi panggul dan siku. Selain itu strain dan sprain.
Kerusakan pada suatu bagian otot atau tendonya (termasuk titik-titik pertemuan
antara otot dan tendon) disebut strain, sendangkan sprain adalah cedera pada
sendi, dimana tejadi robekan (biasanya tidak komplet) dari ligament, keduanya
disebabkan karena stress yang mendadak ataupun penggunaan yang berlebihan
(Giam dan Teh, 1993: 193-195). Keseleo pergelangan kaki merupakan salah satu
cedera akut yang sering dialami para atlet. Tidak seperti pada cedera yang lainnya
yang disebabkan oleh tekanan tingkat rendah yang berulang-ulang dalam jangka
waktu lama. Cedera akutini ditimbulkan oleh karena adanya penekanan
melakukan gerakan membelok secara tiba-tiba. Keseleo tersebut dapat
mempengaruhi tidakhanya pada bagian sisi pergelangan kaki tetapi biasanya dapat
juga merusak bagian luar (lateral) ligament. Hal in terjadi pada saat kaki
melakukan belokan (memutar) pada tungkai kaki, meregangkan pergelangan pada
titik di mana akan dapat merobek atau retak tulang (ligament persendian
pergelangan kaki bagian depan), (Paul dan Diana, 2002; 115).

Memar/kontusio adalah keadaan cedera yang terjadi pada jaringan ikat


dibawah kulit. Memar biasanya diakibatkan oleh benturan atau pukulan pada
kulit. Jaringan di bawah permukaan kulit rusak dan pembuluh darah kecil pecah,
sehingga darah dan cairan seluler merembes kejaringan sekitarnya.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan trauma muskuloskletal ?


2. Bagaimanakah mekanisme trauma trauma muskuloskletal?
3. Bagaimanakah penilaian awal trauma muskuloskeletal ?
4. Apasajakah masalah-masalah dalam kegawatdaruratan trauma
musculoskeletal ?
5. Bagaimankah teknik pembidaian dalam kegawatdaruratan trauma
musculoskeletal (Fraktur)?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui Apa yang dimaksud dengan trauma muskuloskletal.


2. Mengetahui mekanisme trauma trauma muskuloskletal.
3. Mengetahui penilaian awal trauma muskuloskeletal.
4. Mengetahui masalah-masalah dalam kegawatdaruratan trauma
musculoskeletal.
5. Mengetahui teknik pembidaian dalam kegawatdaruratan trauma
musculoskeletal (Fraktur).
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Definisi Kegawatdaruratan Trauma Muskuloskeletal


2.2.Masalah – Masalah Kegawatdaruratan Trauma Muskuloskeletal
2.2.1 Fraktur
a. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas korteks tulang
menjadi dua bagian atau lebih sehingga menimbulkan gerakan
yang abnormal disertai krepitasi dan nyeri. Apabila terjadi
fraktur maka tulang harus diimobilisasi untuk mengurangi
terjadinya cedera berkelanjutan dan untuk mengurangi rasa sakit
pasien.
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang
utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana
terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa
trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat &
Jong, 2005). Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada
perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering
berhubungan dengan olah-raga, pekerjaan, atau luka yang
disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan
pada orang tua, wanita lebih sering mengalami fraktur daripada
lakilaki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden
osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada
monopouse (Reeves, Roux, Lockhart, 2001).
Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual kepada
integritas seseorang akan mengalami gangguan fisiologis
maupun psikologis yang dapat menimbulkan respon berupa
nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan subjektif dimana seseorang
memperlihatkan ketidak nyamanan secara verbal maupun non
verbal. Respon seseorang terhadap nyeri dipengaruhi oleh
emosi, tingkat kesadaran, latar belakang budaya, pengalaman
masa lalu tentang nyeri dan pengertian nyeri. Nyeri mengganggu
kemampuan seseorang untuk beristirahat, konsentrasi, dan
kegiatan yang biasa dilakukan (Engram, 1999)
b. Etiologi
a. Fraktur terjadi karena tekanan yang menimpa tulang kebih
besar daripada daya tulang akibar trauma.
b. Fraktur karena penyakit tulang seperti Tumor
Osteoporosis yang disebut Fraktur Patologis.
c. Fraktur Stress/ Fatique (akibat dari penggunaan tulang
yang berulang-ulang).
c. Tanda dan Gejala Fraktur
Gejala yang paling umum pada fraktur adalah rasa nyeri
yang terlokalisir pada bagian fraktur. Biasanya pasien
mengatakan ada yang menggigitnya atau merasakan ada tulang
yang patah. Apa yang dikatakan pasien merupakan sumber
informasi yang akurat.
Pada pasien dengan multiple trauma, fraktur adalah trauma
yang paling nyata dan dramatis juga hal yang paling serius. Oleh
karena itu lakukan primary survey dan lakukan tindakan
penanganan trauma dan lakukan stabilisasi jika memungkinkan.
a. Swelling
Terjadi karena kebocoran cairan ekstra seluler dan
darah dari pembuluh darah yang telah rupture pada
fraktur pangkal tulang.
b. Deformitas
Pada kaki dapat menandakan adanya trauma skeletal.
c. Tenderness
Sampai palpitasi biasanya terlokalisir diatasbare trauma
skeletal yang dapat dirasakan dengan penekanan secara
halus di sepanjang tulang.
d. Krepitasi
Terjadi bila bagian tulang yang patah bergesekan
dengan tulang yang lainnya. Hal ini dapat dikaji selama
pemasangan splin. Jangan berusaha untuk mereposisi
karena dapat menyebabkan nyeri trauma lebih lanjut.
e. Disability
Juga termasuk karakteristik dari kebanyakan trauma
skeletal pasien dengan fraktur akan berusaha menahan
lokasi trauma tetap pada posisi yang nyaman dan akan
menolak menggerakannya. Bahkan pada pasien dengan
dislokasi akan menolak untuk menggerakkan
ekstremitas yang mengalami dislokasi.
f. Exposed bone ends
Didiagnosa sebagai trauma terbuka atau compound
fraktur. Periksa pulsasi, gerakan dan sensori di bagian
distal pada setiap pasien dengan trauma
musculoskeletal.
d. Jenis Fraktur
a. Fraktur Tertutup (Simple Fracture)
Fraktur tertutup adalah keadaan patah tulang tanpa disertai
hilangnya integritas kulit. Fraktur tertutup dapat menjadi
salah satu pencetus terjadinya perdarahan internal
kekompartemen jaringan dan dapat menyebabkan
kehilangan darah sekitar 500 cc tiap fraktur. Setiap sisi
patahan memiliki potensi untuk menyebabkan kehilangan
darah dalam jumlah besar akibat laserasi pembuluh darah
di dekat sisi patahan.
Fraktur tertutup biasanya disertai dengan pembengkakan
dan hematom. Strain dan sprain mungkin akan
memberikan gejala seperti fraktur tertutup. Dan karena
diagnosis pasti terjadinya fraktur hanya dapat dilakukan
dengan pemeriksaan radiologi, maka berilah penanganan
strain dan sprain seperti penanganan tehadap fraktur
tertutup.
b. Fraktur Terbuka (Compound Fracture)
Fraktur terbuka adalah keadaan patah tulang yang disertai
gangguan integritas kulit. Hal ini biasanya disebabkan
oleh ujung tulang yang menembus kulit atau akibat
laserasi kulit yang terkena benda-benda dari luar pada saat
cedera.
Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur terbuka adalah
perdarahan eksternal, kerusakan lebih lanjut pada otot-otot
dan saraf serta terjadinya kontaminasi. Sangat penting
untuk mengenal adanya luka didekat fraktur karena bisa
menjadi pintu masuk dari kontaminasi kuman.
Fraktur terbuka dapat ditemukan dengan mudah pada
penderita trauma. Adanya luka terbuka didekat daerah
yang diduga terjadi fraktur, harus dipertimbangkan
sebagai fraktur terbuka dan harus diberikan penanganan
seperti fraktur terbuka. Denyut nadi, pergerakan, sensasi
dan warna kulit harus segera dinilai dan terus dilakukan
penilaian ulang secara berkala.
e. Tipe Fraktur
a. Fraktur Trasversal
Garis frakturnya memotong melintang dari arah luar
sampai menembus bagian tengah secara tegak lurus dari
tulang biasanya disebabkan oleh kecelakaan langsung.
b. Fraktur Greenstick
Terjadi pada anak dimana tulang masih bisa dibengkokan
seperti dahan yang masih muda dan garis frakturnya
melintang lurus pada bagian luar dari tulang perpendicular
sampai batas tengah tulang.
c. Fraktur Spiral
Biasanya terjadi karena kecelakaan memutar (terpelintir)
dan garis frakturnya tidak rata
d. Fraktur Oblique
Garis fraktur melintang pada tulang tegak lurus dan oblik.
e. Fraktur Comminuted
Dimana tulang terbagi menjadi lebih dari dua bagian.
f. Prinsip Penatalaksanaan Fraktur
Kejadian fraktur jarang yang mengancam nyawa, meskipun
demikian penanganan pada kejadian yang mengancam nyawa
telah dilaksanakan sampai kondisi pasien stabil. Pertahankan
jalan napas, control perdarahan, tutup luka terbuka pada dada
dan lakukan resusitasi cairan. Jika telah selesai barulah
identifikasi dan imobilisasi semua fraktur dan siapkan untuk
transportasi
a. Penatalaksanaan Fraktur
 Stabilkan jalan napas.
 Kontrol perdarahan.
 Tutup sucking chest wound (luka terbuka pada
dada).
 Resusitasi cairan.
 Jika ada fraktur terbuka, balut luka sebelum
melakukan pembidaian dan jangan mendorong
kembali tulang yang terlihat.
 Jangan pernah berusaha untuk meluruskan fraktur
termasuk sendi-sendi, meskipun ada beberapa tulang
pada fraktur yang dapat diluruskan.
 Tourniket tidak dianjurkan pada fraktur terbuka
kecuali pada trauma amputasi atau anggota gerak
yang sudah tidak dapat diselamatkan lagi.
 Imobilisasi ekstremitas sebelum memindahkan
pasien dan imobilisasi sendi bagian atas dan bawah
dari tulang yang fraktur.
b. Tujuan Imobilisasi
 Untuk menjaga fraktur tertutup agar jangan menjadi
fraktur terbuka. Hal ini mungkin terjadi jika ujung
tulang yang fraktur masih dapat bergerak bebas
ketika pasien dipindahkan.
 Untuk mencegah kerusakan sekitar nervus,
pembuluh darah dan jaringan yang lain dari ujung
tulang yang fraktur.
 Untuk meminimalkan perdarahan dan bengkak.
 Untuk mengurangi nyeri.
2.2.2 Dislokasi
a. Definisi
Dislokasi adalah keluarnya pangkal tulang dari permukaan
articular, kadang-kadang disertai dengan robeknya ligament
yang seharusnya menahan pangkal tulang agar tetap berada
pada tempatnya. Persendian yang biasanya terkenal adalah
bahu, siku, panggul dan pergelangan.
b. Etiologi
Etiologi tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa faktor
predisposisi, diantaranya :
 Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.
 Trauma akibat kecelakaan
 Trauma akibat pembedahan ortoped
 Terjadi infeksi di sekitar sendi
c. Klasifikasi
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Dislokasi congenital: terjadi sejak lahir akibat
kesalahan pertumbuhan.
b. Dislokasi patologik: akibat penyakit sendi dan atau
jaringan sekitar sendi. Misalnya tumor, infeksi, atau
osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan
tulang yang berkurang.
c. Dislokasi traumatic: kedaruratan ortopedi (pasokan
darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat,
kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema
(karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma
yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari
jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak
struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular.
Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan
tipe kliniknya dibagi menjadi :
 Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan
hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di
sekitar sendi.
 Dislokasi Berulang.
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti
oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan
trauma yang minimal, maka disebut dislokasi
berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint
dan patello femoral joint.Dislokasi biasanya
sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur
yang disebabkan oleh berpindahnya ujung
tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma,
tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
d. Tanda dan gejala
 Nyeri
 Deformitas
 Paralisis
 Hilangnya pulsasi (jika tekan nervus dan pembuluh darah).
Pada kebanyakan kasus pada pasien dengan fraktur atau
dislokasi selalu cek nadi, kekuatan otot dan sensasi (pulsasi,
motorik dan sensorik) pada bagian distal daerah yang terluka.
Hilangnya pulsasi berarti ekstremitas dalam keadaan yang
membahayakan dan transportasi ke rumah sakit seharusnya
tidak ditunda. Informasikan terlebih dahulu ke rumah sakit
yang akan dituju agar petugas dan dokter bedah tulang telah
siap ketika pasien tiba.
e. Patofisiologi
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan
.Humerus terdorong kedepan ,merobek kapsul atau
menyebabkan tepi glenoid teravulsi.Kadang-kadang bagian
posterolateral kaput hancur.Mesti jarang prosesus akromium
dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio
erekta (dengan tangan mengarah ;lengan ini hampir selalu
jatuh membawa kaput ke posisi dan bawah karakoid).
f. Komplikasi
a. Komplikasi Dini
 Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien
tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin
terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot
tesebut.
 Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.\
 Fraktur disloksi
b. Komplikasi lanjut.
 Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat
mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama
pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya
kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis
membatasi abduksi.
 Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum
glenoid robek atau
 Kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
 Kelemahan otot
g. Penatalaksanaan Dislokasi
Penatalaksanaan pada pasien dengan dislokasi adalah
imobilisasi pasien pada posisinya saat pertama kali ditemukan.
Jangan coba meluruskan atau mengurangi dislokasi kecuali
jika ada seorang ahli. Lakukan imobilisasi pada bagian atas
dan bawah sendi yang dislokasi untuk menjaga kestabilan
waktu transport.
Mungkin satu-satunya dislokasi yang paling berbahaya pada
ektremitas bawah adalah dislokasi pada lutut, sedangkan
dislokasi pada pergelangan, siku, bahu, panggul an
pergelangan kaki masih dapat ditoleransi 2 atau 3 jam tanpa
adanya bahaya kerusakan permanen.
Bagaimanapun juga ketika menolong pasien dengan dislokasi
lutut dan tidak ada pulsasi pada bagian distal. Maka harus
dikoreksi dalam waktu 1 atau 2 jam setelah terjadi trauma. Dan
seharusnya waktu sejak terjadinya kecelakaan hingga sampai
ke rumah sakit tidak lebih dari 1 jam.
2.2.3 Sprain
a. Definisi
Sprain adalah injuri dimana sebagian ligament robek, biasanya
disebabkan memutar secara mendadak dimana sendi bergerak
melebihi batas normal. Organ yang sering terkena biasanya
lutut, dan pergelangan kaki, cirri utamanya adalah nyeri,
bengkak dan kebiruan pada daerah injuri.

Untuk membedakan fraktur dan dislokasi, sprain biasanya


tidak disertai deformitas. Bagaimanapun juga lebih bail
lakukan penanganan sprain seperti penanganan fraktur lalu
imobilisasi. Biarkan sendi yang mengalami sprain pada posisi
elevasi dan berikan kompres dingin jika mungkin.
b. Etiologi
 Sprain terjadi ketika sendi dipaksa melebihi lingkup gerak
sendi yang normal, seperti melingkar atau memutar
pergelangan kaki.
 Sprain dapat terjadi di saat persendian anda terpaksa
bergeser dari posisi normalnya karena anda terjatuh,
terpukul atau terkilir.
c. Manifestasi klinis
 Nyeri
 Inflamasi/peradangan
 Ketidakmampuan menggerakkan tungkai.
d. Tanda Dan Gejala
 Sama dengan strain (kram) tetapi lebih parah.
 Edema, perdarahan dan perubahan warna yang lebih nyata.
 Ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan
tendon.
 Tidak dapat menyangga beban, nyeri lebih hebat dan
konstan.
e. Patofisiologi
Kekoyakan ( avulsion ) seluruh atau sebagian dari dan
disekeliling sendi, yang disebabkan oleh daya yang tidak
semestinya, pemelintiran atau mendorong / mendesak pada
saat berolah raga atau aktivitas kerja. Kebanyakan keseleo
terjadi pada pergelangan tangan dan kaki, jari-jari tangan dan
kaki. Pada trauma olah raga (sepak bola) sering terjadi robekan
ligament pada sendi lutut. Sendi-sendi lain juga dapat terkilir
jika diterapkan daya tekanan atau tarikan yang tidak
semestinya tanpa diselingi peredaan (Brunner & Suddart,2001:
2357)
f. Pemeriksaan Diagnostik
a. Riwayat:
 Tekanan
 Tarikan tanpa peredaan
 Daya yang tidak semestinya
b. Pemeriksaan Fisik :
 Tanda-tanda pada kulit, sistem sirkulasi dan
muskuloskeletal.
g. Penatalaksanaan
a. Pembedahan.
Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi
sepenuhnya; pengurangan-pengurangan perbaikan
terbuka terhadap jaringan yang terkoyak.
b. Kemotherapi
Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam)
untuk meredakan nyeri dan peradangan. Kadang
diperlukan Narkotik (codeine 30-60 mg peroral setiap 4
jam) untuk nyeri hebat.
c. Elektromekanis.
 Penerapan dingin dengan kantong es 24 0C
 Pembalutan / wrapping eksternal. Dengan
pembalutan, cast atau pengendongan (sung)
 Posisi ditinggikan. Jika yang sakit adalah bagian
ekstremitas.
 Latihan ROM. Tidak dilakukan latihan pada saat
terjadi nyeri hebat dan perdarahan. Latihan pelan-
pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung jaringan
yang sakit.
 Penyangga beban. Menghentikan penyangga beban
dengan penggunaan kruk selama 7 hari atau lebih
tergantung jaringan yang sakit.
2.2.4 Strain
a. Definisi
Strain adalah “tarikan otot” akibat penggunaan berlabihan,
peregangan berlebihan, atay stres yang berlebihan. Strain adalah
robekan mikroskopis tidak komplet dengan perdarahan kedalam
jaringan (Brunner & Suddart, 2001: 2355 ).
Strain adalah trauma pada jaringan yang halus atau spasme otot
di sekitar sendi dan nyeri pada waktu digerakkan, pada strain
tidak ada deformitas atau bengkak. Strain lebih baik ditangani
dengan menghilangkan beban pada daerah yang mengalami
injuri.
Jika tidak ada keraguan pada injuri diatas, imobilisasi
ekstremitas dan evaluasi dilanjutkan di ruang gawat darurat.

b. Etiologi
 Strain terjadi ketika otot terulur dan berkontraksi secara
mendadak, seperti pada pelari atau pelompat.
 Pada strain akut : Ketika otot keluar dan berkontraksi secara
mendadak.
 Pada strain kronis : Terjadi secara berkala oleh karena
penggunaaan yang berlebihan/tekanan berulang-
ulang,menghasilkan tendonitis (peradangan pada tendon).
c. Manifestasi Klinis
Gejala pada strain otot yang akut bisa berupa:
 Nyeri
 Spasme otot
 Kehilangan kekuatan
 Keterbatasan lingkup gerak sendi.
 Strain kronis adalah cidera yang terjadi secara berkala oleh
karena penggunaan berlebihan atau tekakan berulang-ulang.
d. Patofisiologi
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma
langsung (impact) atau tidak langsung (overloading). Cedera ini
terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah,kontraksi otot
yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum
siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci
paha),hamstring (otot paha bagian bawah),dan otot guadriceps.
Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar
cedera kontusio dan membengkak (Chairudin Rasjad,1998).
e. Klasifikasi Strain
 Derajat I/Mild Strain (Ringan)
Derajat i/mild strain (ringan) yaitu adanya cidera akibat
penggunaan yang berlebihan pada penguluran unit
muskulotendinous yang ringan berupa stretching/kerobekan
ringan pada otot/ligament (Chairudin Rasjad,1998).
a. Gejala yang timbul :
 Nyeri local
 Meningkat apabila bergerak/bila ada beban
pada otot
b. Tanda-tandanya :
 Adanya spasme otot ringan
 Bengkak
 Gangguan kekuatan otot
 Fungsi yang sangat ringan
 Komplikasi
 Strain dapat berulang
 Tendonitis
 Perioritis
c. Perubahan patologi
Adanya inflamasi ringan dan mengganggu jaringan
otot dan tendon namun tanda perdarahan yang besar.
d. Terapi
Biasanya sembuh dengan cepat dan pemberian
istirahat,kompresi dan elevasi,terapi latihan yang
dapat membantu mengembalikan kekuatan otot.
 Derajat II/Medorate Strain (Ringan)
Derajat ii/medorate strain (ringan) yaitu adanya cidera pada
unit muskulotendinous akibat kontraksi/pengukur yang
berlebihan.
a. Gejala yang timbul
 Nyeri local
 Meningkat apabila bergerak/apabila ada
tekanan otot
 Spasme otot sedang
 Bengkak
 Tenderness
 Gangguan kekuatan otot dan fungsi sedang
b. Komplikasi sama seperti pada derajat I :
 Strain dapat berulang
 Tendonitis
 Perioritis
 Terapi :
 Immobilisasi pada daerah cidera
 Istirahat
 Kompresi
 Elevasi
d. Perubahan patologi :
Adanya robekan serabut otot
 Derajat III/Strain Severe (Berat)
Derajat III/Strain Severe (Berat) yaitu adanya
tekanan/penguluran mendadakyang cukup
berat. Berupa robekan penuh pada otot dan
ligament yang menghasilkan ketidakstabilan
sendi.
a. Gejala :
 Nyeri yang berat
 Adanya stabilitas
 Spasme
 Kuat
 Bengkak
 Tenderness
 Gangguan fungsi otot
b. Komplikasi :
Distabilitas yang sama
c. Perubahan patologi :
Adanya robekan/tendon dengan
terpisahnya otot dengan tendon.
d. Terapi:
Imobilisasi dengan kemungkinan
pembedahan untuk
mengembalikanfungsinya.
f. Manifestasi Klinis
 Biasanya perdarahan dalam otot, bengkak, nyeri ketika
kontraksi otot
 Nyeri mendadak
 Edema
 Spasme otot
 Haematoma
g. Komplikasi
 Strain yang berulang
 Tendonitis
h. Penatalaksanaan
 Istirahat. Akan mencegah cidera tambah dan mempercepat
penyembuhan
 Meninggikan bagian yang sakit,tujuannya peninggian akan
mengontrol pembengkakan.
 Pemberian kompres dingin. Kompres dingin basah atau
kering diberikan secara intermioten 20-48 jam pertama yang
akan mengurangi perdarahan edema dan ketidaknyamanan.
 Kelemahan biasanya berakhir sekitar 24 – 72 jam
sedangkan mati rasa biasanya menghilang dalam 1 jam.
Perdarahan biasanya berlangsung selama 30 menit atau
lebih kecuali jika diterapkan tekanan atau dingin untuk
menghentikannya. Otot, ligament atau tendon yang kram
akan memperoleh kembali fungsinya secara penuh setelah
diberikan perawatan konservatif.
2.2.5 Kontusio
a. Definisi
Kontusio adalah cedera jaringan lunak, akibat kekerasan
tumpul,mis pukulan, tendangan atau jatuh (Brunner &
Suddart,2001: 2355).
Kontusio adalah cedera yang disebabkan oleh benturan atau
pukulan pada kulit. Jaringan di bawah permukaan kulit rusak
dan pembuluh darah kecil pecah, sehingga darah dan cairan
seluler merembes ke jaringan sekitarnya (Morgan, 1993: 63)
b. Etiologi
Benturan benda keras :
 Pukulan.
 Tendangan/jatuh
c. Manifestasi Klinis
 Perdarahan pada daerah injury (ecchymosis) karena
rupture pembuluh darah kecil, juga berhubungan
dengan fraktur.
 Nyeri, bengkak dan perubahan warna.
 Hiperkalemia mungkin terjadi pada kerusakan jaringan
yang luas dan kehilangan darah yang banyak (Brunner &
Suddart,2001: 2355).
d. Patofisiologi
Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit,
tanpa ada kerusakan kulit. Kontusio dapat juga terjadi di mana
pembuluh darah lebih rentan rusak dibanding orang lain. Saat
pembuluh darah pecah maka darah akan keluar dari
pembuluhnya ke jaringan, kemudian menggumpal, menjadi
Kontusio atau biru. Kontusio memang dapat terjadi jika sedang
stres, atau terlalu lelah. Faktor usia juga bisa membuat darah
mudah menggumpal. Semakin tua, fungsi pembuluh darah ikut
menurun (Hartono Satmoko, 1993: 192).
Endapan sel darah pada jaringan kemudian mengalami
fagositosis dan didaur ulang oleh makrofag.
Warna biru atau unguyang terdapat pada kontusio merupakan
hasil reaksi konversi dari hemoglobin menjadi bilirubin. Lebih
lanjut bilirubin akan dikonversi menjadi hemosiderin yang
berwarna kecoklatan.
Tubuh harus mempertahankan agar darah tetap berbentuk
cairan dan tetap mengalir dalam sirkulasi darah. Hal tersebut
dipengaruhi oleh kondisi pembuluh darah, jumlah dan kondisi
sel darah trombosit, serta mekanisme pembekuan darah yang
harus baik. Pada purpura simplex, penggumpalan darah atau
pendarahan akan terjadi bila fungsi salah satu atau lebih dari
ketiga hal tersebut terganggu (Hartono Satmoko, 1993: 192).
e. Penatalaksanaan
 Mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman.
 Tinggikan daerah injury.
 Berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30
menit setiap pemberian) untuk vasokonstriksi,
menurunkan edema, dan menurunkan rasa tidak nyaman.
 Berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24
jam prtama (20-30 menit) 4 kali sehari untuk melancarkan
sirkulasi dan absorpsi.
 Lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan
bengkak.
 Kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4
jam bila ada indikasi (Brunner & Suddart,2001: 2355).
 Menurut Agung Nugroho (1995: 53) penatalaksanaan pada
cedera kontusio adalah sebagai berikut:
 Kompres dengan es selama 12-24 jam untuk
menghentikan pendarahan kapiler.
 Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan
mempercepat pemulihan jaringan-jaringan lunak yang
rusak.
 Hindari benturan di daerah cedera pada saat latihan
maupun pertandingan berikutnya.
2.3 Penanganan kegawatdaruratan Trauma Muskuloskeletal (Fraktur)

Definisi Pembidaian

Bidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain
yangkuat tetapi ringan yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagiant
ulang yang patah tidak bergerak (immobilisasi), memberikan istirahat danmengur
angi rasa sakit.

Pembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/


traumasistem muskuloskeletal untuk mengistirahatkan ( immobilisasi) bagian
tubuh kitayang mengalami cedera dengan menggunakan suatu alat.

Pembidaian adalah tindakan memfixasi/mengimobilisasi bagian tubuh


yang mengalami cedera, dengan menggunakan benda yang bersifat kaku maupun
fleksibel sebagai fixator/imobilisator.

Hal-hal yang harus diperhatikan saat Pembidaian

1. Bebaskan area pembidaian dari benda-benda (baju, cincin, jam, gelang dll)
2. Periksalah denyut nadi distal dan fungsi saraf sebelum dan sesudah pembi
daian dan perhatikan warna kulit ditalnya.
3. Pembidaian minimal meliputi 2 sendi (proksimal dan distal daerah
fraktur). Sendi yang masuk dalam pembidaian adalah sendi di bawah dan
di atas patah tulang. Sebagai contoh, jika tungkai bawah mengalami
fraktur, maka bidai harus bisa mengimobilisasi pergelangan kaki maupun
lutut.
4. Luruskan posisi korban dan posisi anggota gerak yang mengalami
fraktur maupun dislokasi secara perlahan dan berhati-hati dan jangan
sampai memaksakan gerakan. Jika terjadi kesulitan dalam meluruskan,
maka pembidaian dilakukan apa adanya. Pada trauma sekitar sendi,
pembidaian harus mencakup tulang di bagian proksimal dan distal.
5. Fraktur pada tulang panjang pada tungkai dan lengan, dapat terbantu
dengan traksi atau tarikan ringan ketika pembidaian.
Jika saat dilakukan tarikan terdapat tahanan yang kuat, krepitasi, atau
pasien merasakan peningkatan rasa nyeri,
jangan mencoba untuk melakukan traksi. Jika anda telah berhasil
melakukan traksi, jangan melepaskan tarikan sebelum ekstremitas yang
mengalami fraktur telah terfiksasi dengan baik, karena kedua ujung tulang
yang terpisah dapat menyebabkan tambahan kerusakan jaringan dan
beresiko untuk mencederai saraf atau pembuluh darah.
6. Beri bantalan empuk dan penopang pada anggota gerak yang dibidai
terutama pada daerah tubuh yang keras/peka(lutut,siku,ketiak,dll), yang
sekaligus untuk mengisi sela antara ekstremitas dengan bidai.
7. Ikatlah bidai di atas dan bawah luka/fraktur. Jangan mengikat tepat di
bagianyang luka/fraktur. Sebaiknya dilakukan sebanyak 4 ikatan pada
bidai, yakni pada beberapa titik yang berada pada posisi :
1) Superior dari sendi pro!imal dari lokasi fraktur,diantara lokasi fraktur
dan lokasi ikatan pertama,
2) inferior dari sendi distal dari lokasi fraktur ,diantara lokasi fraktur dan
lokasi ikatan ketiga (point c)
8. Pastikan bahwa bidai telah rapat, namun jangan terlalu ketat sehingga
mengganggu sirkulasi pada ekstremitas yang dibidai. Pastikan bahwa
pemasangan bidai telah mampu mencegah pergerakan atau peregangan pa
da bagian yang cedera.
9. Pastikan bahwa ujung bidai tidak menekan ketiak atau pantat. Jika
mungkin naikkan anggota gerak tersebut setelah dibidai.
10. Harus selalu diingat bahwa improvisasi seringkali diperlukan dalam
tindakan pembidaian. Sebagai contoh, jika tidak ditemukan bahan yang
sesuai untuk membidai, cedera pada tungkai bawah seringkali dapat
dilindungi denganmerekatkan tungkai yang cedera pada tungkai yang tidak
terluka. Demikian pula bisa diterapkan pada fraktur jari, dengan
merekatkan pada jari disebelahnya sebagai perlindungan sementara.
Prinsip pembidaian

1. Pembidaian menggunakan pendekatan atau prinsip melalui dua sendi,


sendi di sebelah proksimal dan distal fraktur.
2. Pakaian yang menutupi anggota gerak yang dicurigai cedera dilepas,
periksa adanya luka terbuka atau tanda-tanda patah dan dislokasi.
3. Periksa dan catat ada tidaknya gangguan vaskuler dan neurologis (status
vaskuler dan neurologis) pada bagian distal yang mengalami cedera
sebelum dan sesudah pembidaian.
4. Tutup luka terbuka dengan kassa steril.
5. Pembidaian dilakukan pada bagian proximal dan distal daerah trauma
(dicurigai patah atau dislokasi).
6. Jangan memindahkan penderita sebelum dilakukan pembidaian kecuali
ada di tempat bahaya.
7. Beri bantalan yang lembut pada pemakaian bidai yang kaku.
a. Periksa hasil pembidaian supaya tidak terlalu longgar ataupun terlalu
ketat sehingga menjamin pemakaian bidai yang baik
b. Perhatikan respons fisik dan psikis pasien.

Contoh penggunaan bidai


1). Fraktur humerus (patah tulang lengan atas).

Pertolongan :

- Letakkan lengan bawah di dada dengan telapak tangan menghadap


ke dalam.
- Pasang bidai dari siku sampai ke atas bahu.
- Ikat pada daerah di atas dan di bawah tulang yang patah.
- Lengan bawah digendong.
- Jika siku juga patah dan tangan tak dapat dilipat, pasang spalk ke
lengan bawah dan biarkan tangan tergantung tidak usah digendong.
- Bawa korban ke rumah sakit.
Gambar 10. Pemasangan bidai pada fraktur humerus, atas : hanya fraktur
humerus, siku bisa dilipat, bawah : siku tidak bisa dilipat, juga fraktur
antebrachii

2). Fraktur Antebrachii (patah tulang lengan bawah).

Pertolongan:

- Letakkan tangan pada dada.


- Pasang bidai dari siku sampai punggung tangan.
- Ikat pada daerah di atas dan di bawah tulang yang patah.
- Lengan digendong.
- Bawa korban ke rumah sakit.
Gambar 11. Pemasangan bidai pada fraktur antebrachii

Gambar 12. Pemasangan sling untuk menggendong lengan yang cedera

3) Fraktur clavicula (patah tulang selangka).


a) Tanda-tanda patah tulang selangka :
- Korban tidak dapat mengangkat tangan sampai ke atas bahu.
- Nyeri tekan daerah yang patah.
b) Pertolongan :
- Dipasang ransel verban.
- Bagian yang patah diberi alas lebih dahulu.
- Pembalut dipasang dari pundak kiri disilangkan melalui
punggung ke ketiak kanan.
- Dari ketiak kanan ke depan dan atas pundak kanan, dari pundak
kanan disilangkan ke ketiak kiri, lalu ke pundak kanan,akhirnya
diberi peniti/ diikat.
- Bawa korban ke rumah sakit.

Gambar 13. Kanan atau kiri : Ransel perban


4) Fraktur Femur (patah tulang paha).
Pertolongan :

- Pasang 2 bidai dari :


a.Ketiak sampai sedikit melewati mata kaki.
b.Lipat paha sampai sedikit melewati mata kaki.
- Beri bantalan kapas atau kain antara bidai dengan tungkai yang
patah.
- Bila perlu ikat kedua kaki di atas lutut dengan pembalut untuk
mengurangi pergerakan.
- Bawa korban ke rumah sakit.

Gambar 14. Pemasangan bidai pada fraktur femur

5) Fraktur Cruris(patah tulang tungkai bawah).


Pertolongan :

- Pasang 2 bidai sebelah dalam dan sebelah luar tungkai kaki yang
patah.
- Di antara bidai dan tungkai beri kapas atau kain sebagai alas.
- Bidai dipasang di antara mata kaki sampai beberapa cm di atas
lutut.
- Bawa korban ke rumah sakit.

Gambar 15. Pemasangan bidai pada fraktur cruris


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Trauma muskuloskeletal biasanya menyababkan disfungsi struktur
disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disanggannya.
Gangguan yang paling sering terjadi akibat trauma muskuloskeletal adalah
fraktur, dislokasi, sprain, strain, kontusio.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas korteks tulang menjadi dua bagian
atau lebih sehingga menimbulkan gerakan yang abnormal disertai krepitasi dan
nyeri. Dislokasi adalah keluarnya pangkal tulang dari permukaan articular,
kadang-kadang disertai dengan robeknya ligament yang seharusnya menahan
pangkal tulang agar tetap berada pada tempatnya. Sprain adalah injuri dimana
sebagian ligament robek, biasanya disebabkan memutar secara mendadak dimana
sendi bergerak melebihi batas normal. Strain adalah trauma pada jaringan yang
halus atau spasme otot di sekitar sendi dan nyeri pada waktu digerakkan, pada
strain tidak ada deformitas atau bengkak. Kontusio adalah cedera yang disebabkan
oleh benturan atau pukulan pada kulit. Jaringan di bawah permukaan kulit rusak
dan pembuluh darah kecil pecah, sehingga darah dan cairan seluler merembes ke
jaringan sekitarnya. Ketika terjadi trauma muskuloskeletal harus segera ditangani
karena jika tidak ditangani secara dini maka akan menyebabkan kerusakan yang
lebih parah.

3.2 Saran
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan kita tentang konsep trauma musculoskeletal. Kami selaku penulis
makalah ini sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurnah. Oleh
karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para
pembaca agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi.

Anda mungkin juga menyukai