Gorontalo, Februari2019
Penyusunkelompok 3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
b. Etiologi
Strain terjadi ketika otot terulur dan berkontraksi secara
mendadak, seperti pada pelari atau pelompat.
Pada strain akut : Ketika otot keluar dan berkontraksi secara
mendadak.
Pada strain kronis : Terjadi secara berkala oleh karena
penggunaaan yang berlebihan/tekanan berulang-
ulang,menghasilkan tendonitis (peradangan pada tendon).
c. Manifestasi Klinis
Gejala pada strain otot yang akut bisa berupa:
Nyeri
Spasme otot
Kehilangan kekuatan
Keterbatasan lingkup gerak sendi.
Strain kronis adalah cidera yang terjadi secara berkala oleh
karena penggunaan berlebihan atau tekakan berulang-ulang.
d. Patofisiologi
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma
langsung (impact) atau tidak langsung (overloading). Cedera ini
terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah,kontraksi otot
yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum
siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci
paha),hamstring (otot paha bagian bawah),dan otot guadriceps.
Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar
cedera kontusio dan membengkak (Chairudin Rasjad,1998).
e. Klasifikasi Strain
Derajat I/Mild Strain (Ringan)
Derajat i/mild strain (ringan) yaitu adanya cidera akibat
penggunaan yang berlebihan pada penguluran unit
muskulotendinous yang ringan berupa stretching/kerobekan
ringan pada otot/ligament (Chairudin Rasjad,1998).
a. Gejala yang timbul :
Nyeri local
Meningkat apabila bergerak/bila ada beban
pada otot
b. Tanda-tandanya :
Adanya spasme otot ringan
Bengkak
Gangguan kekuatan otot
Fungsi yang sangat ringan
Komplikasi
Strain dapat berulang
Tendonitis
Perioritis
c. Perubahan patologi
Adanya inflamasi ringan dan mengganggu jaringan
otot dan tendon namun tanda perdarahan yang besar.
d. Terapi
Biasanya sembuh dengan cepat dan pemberian
istirahat,kompresi dan elevasi,terapi latihan yang
dapat membantu mengembalikan kekuatan otot.
Derajat II/Medorate Strain (Ringan)
Derajat ii/medorate strain (ringan) yaitu adanya cidera pada
unit muskulotendinous akibat kontraksi/pengukur yang
berlebihan.
a. Gejala yang timbul
Nyeri local
Meningkat apabila bergerak/apabila ada
tekanan otot
Spasme otot sedang
Bengkak
Tenderness
Gangguan kekuatan otot dan fungsi sedang
b. Komplikasi sama seperti pada derajat I :
Strain dapat berulang
Tendonitis
Perioritis
Terapi :
Immobilisasi pada daerah cidera
Istirahat
Kompresi
Elevasi
d. Perubahan patologi :
Adanya robekan serabut otot
Derajat III/Strain Severe (Berat)
Derajat III/Strain Severe (Berat) yaitu adanya
tekanan/penguluran mendadakyang cukup
berat. Berupa robekan penuh pada otot dan
ligament yang menghasilkan ketidakstabilan
sendi.
a. Gejala :
Nyeri yang berat
Adanya stabilitas
Spasme
Kuat
Bengkak
Tenderness
Gangguan fungsi otot
b. Komplikasi :
Distabilitas yang sama
c. Perubahan patologi :
Adanya robekan/tendon dengan
terpisahnya otot dengan tendon.
d. Terapi:
Imobilisasi dengan kemungkinan
pembedahan untuk
mengembalikanfungsinya.
f. Manifestasi Klinis
Biasanya perdarahan dalam otot, bengkak, nyeri ketika
kontraksi otot
Nyeri mendadak
Edema
Spasme otot
Haematoma
g. Komplikasi
Strain yang berulang
Tendonitis
h. Penatalaksanaan
Istirahat. Akan mencegah cidera tambah dan mempercepat
penyembuhan
Meninggikan bagian yang sakit,tujuannya peninggian akan
mengontrol pembengkakan.
Pemberian kompres dingin. Kompres dingin basah atau
kering diberikan secara intermioten 20-48 jam pertama yang
akan mengurangi perdarahan edema dan ketidaknyamanan.
Kelemahan biasanya berakhir sekitar 24 – 72 jam
sedangkan mati rasa biasanya menghilang dalam 1 jam.
Perdarahan biasanya berlangsung selama 30 menit atau
lebih kecuali jika diterapkan tekanan atau dingin untuk
menghentikannya. Otot, ligament atau tendon yang kram
akan memperoleh kembali fungsinya secara penuh setelah
diberikan perawatan konservatif.
2.2.5 Kontusio
a. Definisi
Kontusio adalah cedera jaringan lunak, akibat kekerasan
tumpul,mis pukulan, tendangan atau jatuh (Brunner &
Suddart,2001: 2355).
Kontusio adalah cedera yang disebabkan oleh benturan atau
pukulan pada kulit. Jaringan di bawah permukaan kulit rusak
dan pembuluh darah kecil pecah, sehingga darah dan cairan
seluler merembes ke jaringan sekitarnya (Morgan, 1993: 63)
b. Etiologi
Benturan benda keras :
Pukulan.
Tendangan/jatuh
c. Manifestasi Klinis
Perdarahan pada daerah injury (ecchymosis) karena
rupture pembuluh darah kecil, juga berhubungan
dengan fraktur.
Nyeri, bengkak dan perubahan warna.
Hiperkalemia mungkin terjadi pada kerusakan jaringan
yang luas dan kehilangan darah yang banyak (Brunner &
Suddart,2001: 2355).
d. Patofisiologi
Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit,
tanpa ada kerusakan kulit. Kontusio dapat juga terjadi di mana
pembuluh darah lebih rentan rusak dibanding orang lain. Saat
pembuluh darah pecah maka darah akan keluar dari
pembuluhnya ke jaringan, kemudian menggumpal, menjadi
Kontusio atau biru. Kontusio memang dapat terjadi jika sedang
stres, atau terlalu lelah. Faktor usia juga bisa membuat darah
mudah menggumpal. Semakin tua, fungsi pembuluh darah ikut
menurun (Hartono Satmoko, 1993: 192).
Endapan sel darah pada jaringan kemudian mengalami
fagositosis dan didaur ulang oleh makrofag.
Warna biru atau unguyang terdapat pada kontusio merupakan
hasil reaksi konversi dari hemoglobin menjadi bilirubin. Lebih
lanjut bilirubin akan dikonversi menjadi hemosiderin yang
berwarna kecoklatan.
Tubuh harus mempertahankan agar darah tetap berbentuk
cairan dan tetap mengalir dalam sirkulasi darah. Hal tersebut
dipengaruhi oleh kondisi pembuluh darah, jumlah dan kondisi
sel darah trombosit, serta mekanisme pembekuan darah yang
harus baik. Pada purpura simplex, penggumpalan darah atau
pendarahan akan terjadi bila fungsi salah satu atau lebih dari
ketiga hal tersebut terganggu (Hartono Satmoko, 1993: 192).
e. Penatalaksanaan
Mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman.
Tinggikan daerah injury.
Berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30
menit setiap pemberian) untuk vasokonstriksi,
menurunkan edema, dan menurunkan rasa tidak nyaman.
Berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24
jam prtama (20-30 menit) 4 kali sehari untuk melancarkan
sirkulasi dan absorpsi.
Lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan
bengkak.
Kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4
jam bila ada indikasi (Brunner & Suddart,2001: 2355).
Menurut Agung Nugroho (1995: 53) penatalaksanaan pada
cedera kontusio adalah sebagai berikut:
Kompres dengan es selama 12-24 jam untuk
menghentikan pendarahan kapiler.
Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan
mempercepat pemulihan jaringan-jaringan lunak yang
rusak.
Hindari benturan di daerah cedera pada saat latihan
maupun pertandingan berikutnya.
2.3 Penanganan kegawatdaruratan Trauma Muskuloskeletal (Fraktur)
Definisi Pembidaian
Bidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain
yangkuat tetapi ringan yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagiant
ulang yang patah tidak bergerak (immobilisasi), memberikan istirahat danmengur
angi rasa sakit.
1. Bebaskan area pembidaian dari benda-benda (baju, cincin, jam, gelang dll)
2. Periksalah denyut nadi distal dan fungsi saraf sebelum dan sesudah pembi
daian dan perhatikan warna kulit ditalnya.
3. Pembidaian minimal meliputi 2 sendi (proksimal dan distal daerah
fraktur). Sendi yang masuk dalam pembidaian adalah sendi di bawah dan
di atas patah tulang. Sebagai contoh, jika tungkai bawah mengalami
fraktur, maka bidai harus bisa mengimobilisasi pergelangan kaki maupun
lutut.
4. Luruskan posisi korban dan posisi anggota gerak yang mengalami
fraktur maupun dislokasi secara perlahan dan berhati-hati dan jangan
sampai memaksakan gerakan. Jika terjadi kesulitan dalam meluruskan,
maka pembidaian dilakukan apa adanya. Pada trauma sekitar sendi,
pembidaian harus mencakup tulang di bagian proksimal dan distal.
5. Fraktur pada tulang panjang pada tungkai dan lengan, dapat terbantu
dengan traksi atau tarikan ringan ketika pembidaian.
Jika saat dilakukan tarikan terdapat tahanan yang kuat, krepitasi, atau
pasien merasakan peningkatan rasa nyeri,
jangan mencoba untuk melakukan traksi. Jika anda telah berhasil
melakukan traksi, jangan melepaskan tarikan sebelum ekstremitas yang
mengalami fraktur telah terfiksasi dengan baik, karena kedua ujung tulang
yang terpisah dapat menyebabkan tambahan kerusakan jaringan dan
beresiko untuk mencederai saraf atau pembuluh darah.
6. Beri bantalan empuk dan penopang pada anggota gerak yang dibidai
terutama pada daerah tubuh yang keras/peka(lutut,siku,ketiak,dll), yang
sekaligus untuk mengisi sela antara ekstremitas dengan bidai.
7. Ikatlah bidai di atas dan bawah luka/fraktur. Jangan mengikat tepat di
bagianyang luka/fraktur. Sebaiknya dilakukan sebanyak 4 ikatan pada
bidai, yakni pada beberapa titik yang berada pada posisi :
1) Superior dari sendi pro!imal dari lokasi fraktur,diantara lokasi fraktur
dan lokasi ikatan pertama,
2) inferior dari sendi distal dari lokasi fraktur ,diantara lokasi fraktur dan
lokasi ikatan ketiga (point c)
8. Pastikan bahwa bidai telah rapat, namun jangan terlalu ketat sehingga
mengganggu sirkulasi pada ekstremitas yang dibidai. Pastikan bahwa
pemasangan bidai telah mampu mencegah pergerakan atau peregangan pa
da bagian yang cedera.
9. Pastikan bahwa ujung bidai tidak menekan ketiak atau pantat. Jika
mungkin naikkan anggota gerak tersebut setelah dibidai.
10. Harus selalu diingat bahwa improvisasi seringkali diperlukan dalam
tindakan pembidaian. Sebagai contoh, jika tidak ditemukan bahan yang
sesuai untuk membidai, cedera pada tungkai bawah seringkali dapat
dilindungi denganmerekatkan tungkai yang cedera pada tungkai yang tidak
terluka. Demikian pula bisa diterapkan pada fraktur jari, dengan
merekatkan pada jari disebelahnya sebagai perlindungan sementara.
Prinsip pembidaian
Pertolongan :
Pertolongan:
- Pasang 2 bidai sebelah dalam dan sebelah luar tungkai kaki yang
patah.
- Di antara bidai dan tungkai beri kapas atau kain sebagai alas.
- Bidai dipasang di antara mata kaki sampai beberapa cm di atas
lutut.
- Bawa korban ke rumah sakit.
3.1 Kesimpulan
Trauma muskuloskeletal biasanya menyababkan disfungsi struktur
disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disanggannya.
Gangguan yang paling sering terjadi akibat trauma muskuloskeletal adalah
fraktur, dislokasi, sprain, strain, kontusio.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas korteks tulang menjadi dua bagian
atau lebih sehingga menimbulkan gerakan yang abnormal disertai krepitasi dan
nyeri. Dislokasi adalah keluarnya pangkal tulang dari permukaan articular,
kadang-kadang disertai dengan robeknya ligament yang seharusnya menahan
pangkal tulang agar tetap berada pada tempatnya. Sprain adalah injuri dimana
sebagian ligament robek, biasanya disebabkan memutar secara mendadak dimana
sendi bergerak melebihi batas normal. Strain adalah trauma pada jaringan yang
halus atau spasme otot di sekitar sendi dan nyeri pada waktu digerakkan, pada
strain tidak ada deformitas atau bengkak. Kontusio adalah cedera yang disebabkan
oleh benturan atau pukulan pada kulit. Jaringan di bawah permukaan kulit rusak
dan pembuluh darah kecil pecah, sehingga darah dan cairan seluler merembes ke
jaringan sekitarnya. Ketika terjadi trauma muskuloskeletal harus segera ditangani
karena jika tidak ditangani secara dini maka akan menyebabkan kerusakan yang
lebih parah.
3.2 Saran
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan kita tentang konsep trauma musculoskeletal. Kami selaku penulis
makalah ini sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurnah. Oleh
karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para
pembaca agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi.