Anda di halaman 1dari 10

Karakteristik Kitosan Hasil Deasetilasi menurun dari 6,93 ml/g menjadi 4,87 ml/g.

Enzimatis Oleh Kitin Deasetilase Demikian pula berat molekul kitosan


Isolat Bacillus papandayan K29-14 menurun dari 6,05 x 103 menjadi 4,13 x 103.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
Emma Rochima.1) M.T.Suhartono2), Dahrul dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai
Syah2) , Sugiyono2) ekonomis limbah hasil perikanan, khususnya
rajungan.
1)
Mahasiswa Jurusan Ilmu dan Teknologi
Pangan Institut Pertanian Bogor Kata kunci : Karakteristik, kitin deasetilase,
Alamat korespondensi: Bacillus papandayan K29-14, kitosan
Emma.Rochima@gmail.com
2)
Jurusan Ilmu dan Tekonologi PENDAHULUAN
Pangan, Institut Pertanian Bogor, Indonesia sebagai negara bahari,
PO Box 220, Kampus Darmaga, sangat kaya akan potensi hewan bertulang
Bogor 16002 keras (Crustacea) termasuk rajungan.
Rajungan selain dimanfaatkan dagingnya
untuk dikalengkan, cangkangnya juga sangat
ABSTRAK berguna sebagai bahan baku kitin.
Kitin adalah polimer berantai lurus
Kitin, polimer berantai lurus tersusun yang tersusun atas residu N-
atas residu N-asetilglukosamina melalui asetilglukosamina melalui ikatan ß-(1,4).
ikatan ß-(1,4) merupakan polisakarida Secara umum kitin banyak terdapat pada
paling berlimpah di alam setelah selulosa. eksoskeleton atau kutikula serangga,
Kitin dideasetilasi secara termokimiawi dan crustacea, dan jamur (Tsigos, 2000). Lebih
enzimatis menghasilkan kitosan. dari 80.000 metrik ton kitin diperoleh dari
Penelitian ini bertujuan limbah laut dunia per tahun (Patil, 2000), di
mengkarakterisasi kitosan hasil aplikasi Indonesia limbah kitin yang belum
enzim kitin deasetilase isolat Bacillus dimanfaatkan sebesar 56.200 metrik ton per
papandayan K29-14 asal Kawah Kamojang tahun (Departemen Kelautan dan Perikanan,
Jawa Barat. Karakteristik kitosan meliputi 2000).
derajat deasetilasi, viskositas dan berat Kitosan adalah kitin yang telah
molekul. Enzim hasil pengendapan dihilangkan gugus asetilnya menyisakan
ammonium sulfat 80% jenuh dengan gugus amina bebas yang menjadikannya
aktivator MgCl2 1 mM (aktivitas enzim bersifat polikationik. Dengan sifat
0,04 Unit) ditambahkan pada soluble kitosan polikationiknya maka kitosan dapat
1% dengan derajat deasetilasi awal 70%. berfungsi sebagai agen penggumpal dalam
Selanjutnya diinkubasi pada 55 oC selama penanganan limbah terutama limbah
24 jam. Derajat deasetilasi kitosan diukur berprotein (Suhartono, 1989) dan lebih
dengan menggunakan First Derivative Ultra mudah diolah menjadi bentuk lain (Hirano
Violet Spektrofotometry, viskositas dengan 1996, Dodane dan Vilivalam, 1998).
viskometer Ubbelohde, dan berat molekul Saat ini kitosan komersial diproduksi
berdasarkan persamaan Mark-Houwink. secara termokimiawi. Cara ini dalam
Kesimpulan penelitian bahwa deasetilasi banyak hal tidak menguntungkan
enzimatis dapat meningkatkan derajat diantaranya tidak ramah lingkungan,
deasetilasi lebih dari 90% apabila derajat prosesnya tidak mudah dikendalikan, dan
deasetilasi awal 70%. Namun viskositas kitosan yang dihasilkan memiliki berat
molekul dan derajat deasetilasi tidak Filtrat bebas sel diuji unit aktivitas CDA
seragam (Chang 1997, Tsigos 2000). Hal dengan metode Tokuyasu et al. 1996 dan
ini karena proses deasetilasi rantai kitin kadar protein dengan metode Bradford 1976.
yang berlangsung secara acak menghasilkan
kitosan dengan derajat deasetilasi bervariasi Produksi kitosan kimiawi
(Tsigos 1995, Kolodziejska 2000, Win Tepung kitin yang berasal dari limbah
2001). Derajat deasetilasi minimal 70% rajungan asal Cirebon direndam dalam
umumnya dimanfaatkan untuk industri larutan NaOH 50% pada 80 oC selama 1 jam
pangan, industri kosmetika dan biomedis (Rochima, 2005). Tujuannya untuk
sedikitnya 80 dan 90% memperoleh derajat deasetilasi minimal
(Tsugita, 1997). 50%. Kitin hasil perendaman dibilas dengan
Sebagai alternatif, produksi kitosan air sampai pH netral, dikeringkan dan diukur
secara enzimatis kini tengah menjadi derajat deasetilasinya menggunakan metode
perhatian. Di samping ramah lingkungan, First Derivative Ultra Violet (FDUV)
produk kitosan yang dihasilkan memiliki Spetkrophotometry Perkin Elmer Lambda
derajat deasetilasi relatif lebih seragam. 25 (Khan, 2002).
Enzim yang digunakan adalah enzim kitin
deasetilase (chitin deacetylase = CDA) yang Deasetilasi enzimatis
bekerja spesifik memotong gugus asetil dari Kitosan hasil produksi kimiawi dibuat
kitin menjadi kitosan. Salah satu CDA yang dalam bentuk larutan (soluble) 1% dengan
berpeluang diaplikasikan untuk pembuatan metode Uchida & Ohtakara 1988.
kitosan adalah bakteri termofilik Bacillus Selanjutnya CDA hasil presipitasi amonium
papandayan isolat K29-14 yang berhasil sulfat 80% 1 mM berkekuatan 0,04 Unit
diisolasi dan dikarakterisasi dari Kawah dicampurkan ke dalam 1 ml larutan kitosan
Kamojang Gunung Papandayan Garut Jawa 1% lalu diinkubasi 55 oC selama 24 jam.
Barat (Subianto 2001; Rahayu 2004). Karakterisasi kitosan hasil deasetilasi
Aplikasi CDA dalam pembuatan enzimatis meliputi derajat deasetilasi,
kitosan masih sangat terbatas. Untuk itu viskositas dan berat molekul
penelitian ini bertujuan mengkarakterisasi Kadar Protein Metode Bradford (1976)
kitosan hasil deasetilasi enzimatis sebagai Banyaknya pewarna khusus yang
langkah awal pemanfaatan kitin dan kitosan diikat oleh protein menjadi dasar metode ini.
yang lebih luas baik di industri pangan Sampel 0,1 ml direaksikan dengan pereaksi
maupun biomedis. Bradford 2 ml dalam tabung reaksi lalu
divorteks, lalu diinkubasi selama 30 menit
METODE PENELITIAN pada suhu ruang. Absorbansinya diukur
. pada panjang gelombang 595 nm, dan
Metode hasilnya dibandingkan dengan kurva standar
yang telah dibuat sebelumnya dengan
Produksi CDA standar BSA. Bufer pengganti larutan
Isolat Bacillus papandayan K29-14 protein digunakan sebagai blanko.
sebagai produsen CDA merupakan koleksi
Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Aktivitas CDA (Tokuyasu et al. 1996)
PAU Institut Pertanian Bogor. Kultur Pengukuran unit aktivitas CDA dan
diinkubasi dalam media termus pada 55 oC konsentrasi protein sampel dilakukan pada
selama dua hari, hasilnya dipanen dengan setiap akhir tahap pemurnian, sehingga
disentrifugasi 10.000 rpm selama 20 menit. diperoleh nilai aktivitas per mililiter (U/ml).
Satu unit aktivitas enzim CDA didefinisikan Pengukuran derajat deasetilasi
sebagai jumlah produk glukosamin yang kitosan ditentukan dengan metode
dihasilkan permenit pada suhu 55 ºC. spektroskopi UV turunan pertama (First
Tahapan pengukuran aktivitas ini Derivate Ultraviolet Spectrophotometry)
adalah larutan digesti yang terdiri dari 50 l Dengan metode FDUV spektra turunan
substrat glikol kitin 1%, 100 l buffer dan pertama diperoleh dari hasil pertemuan titik
150 l enzim diinkubasi selama 0,01 M; 0,02 M dan 0.03 M asam asetat
30 menit pada suhu 55 oC, direbus selama 7 pada panjang gelombang 202 nm yang
menit, untuk kontrol enzim yang disebut dengan Zero Crossing Point (ZCP).
ditambahkan adalah enzim yang telah Ketinggian spectra (H) dari N-asetil
direbus selama 5 menit. glukosamin konsentrasi 5, 10, 15, 20, 25, 30,
Larutan digesti sebanyak 200 μl 35 mg/ml dalam 0.01 M asam asetat diukur
ditambahkan 200 l asam asetat 33% dan mulai titik ZCP sampai tinggi spektra
200 l NaNO2 5%, kemudian divorteks dan tertinggi dari masing-masing konsentrasi
didiamkan 10 menit pada suhu ruang. sehingga diperoleh plot antara konsentrasi
Setelah itu ditambahkan 200 l amonium N-asetil glukosamin dengan H. Persamaan
sulfamat 12.5% dan dilakukan deaminasi kurva standarnya adalah H=f(C).
sambil digoyang selama 30 menit pada suhu Persentase derajat deasetilasi dihitung
dengan rumus:
ruang. Selanjutnya ditambahkan 800 l HCI
5% dan 80l indol 0,1%, direbus selama 10
%Derajat Deasetilasi = 100-
menit. Setelah dingin, absorbansinya
{H=f( C )}
dibaca pada 492 nm untuk mengukur
konsentrasi glukosamin yang terbentuk hasil
{H=f( C )} = Derajat asetilasi yang
reaksi dengan indol, namun sebelum diukur
diperoleh dari kurva
dilakukan penambahan 800 l etanol N-asetillglukosamin
absolut. Sebagai standar digunakan 200 l (mg/ml) terhadap tinggi spektra
glukosamin standar dengan konsentrasi 50 (mm)
ng/ml. Aktivitas enzim dihitung dengan
rumus : Viskositas Kitosan (Hwang et al. 1997)
[Glc] = {(As – Ablk) – (Ak – A blk)} X [Glc]Std
Astd – A blk
Viskositas kitosan diukur
menggunakan Ubbelohde dilution
Akt.CDA=[(Vol reaksi.1000.Glcstd )/(Vol viscometer yang dicuci dengan akuades dan
diambil. Vol enzim. Waktu Inkubasi.BM)] dikeringkan terlebih dahulu. Larutan
kitosan dibuat dalam berbagai konsentrasi
As : Absorbansi sampel dalam pelarut asam asetat aqueous 0.1 M
Astd : Asborbansi standar dan sodium asetat 0.25 M. Masing-masing
Ak : Absorbansi kontrol sampel ditempatkan di dalam viskometer
BM : Berat Molekul sebanyak 10 ml. Sampel ditarik hingga ke
Glukosamin labu di bagian atas viskometer secara
[Glc]standar : Konsentrasi perlahan. Waktu yang dibutuhkan sampel
glukosamin standar untuk mengalir antara dua batas yang
mengapit labu tersebut dicatat. Sebagai
Karakterisasi kitosan blanko, digunakan pelarut asam asetat
a. Derajat deasetilasi (Muzzarelli, 1997) aqueous 0.1M dan sodium asetat 0.25 M dan
ditentukan viskositasnya dengan cara yang
sama. Viskositas spesifik dihitung dengan M = berat molekul
cara berikut:
t  t0 Viskositas intrinsik kitosan dapat
 sp 
t0 ditentukan apabila nilai K dan a untuk
pelarut yang digunakan telah diketahui. Pada
penelitian ini pelarut yang digunakan adalah
sp = viskositas spesifik (detik)
asam asetat 0.1 M/sodium asetat 0.25 M
t = waktu yang diperlukan untuk
yang nilai K dan a belum diketahui. Oleh
mengalirnya larutan sampel (detik)
karena itu terlebih dahulu dilakukan
t0 = waktu yang diperlukan untuk
pengukuran viskositas intrinsik dari lima
mengalirnya larutan solven (detik)
kitosan standar dengan menggunakan
pelarut asam asetat 0.1 M/NaCl 0.2 M yang
Dengan cara ini akan diperoleh nilai
memiliki nilai K dan a yaitu 1.81 x 10-3 ml/g
viskositas spesifik, yang tidak mempunyai
dan 0.93. Kedua nilai tersebut dimasukkan
satuan. Viskositas kinematik dihubungkan
ke dalam persamaan Mark-Houwink hingga
dengan viskositas spesifik melalui koefisien
diperoleh nilai berat molekul untuk kelima
kinematik yang besarannya tergantung pada
kitosan standar.
viskometer kapiler yang digunakan
Selanjutnya kelima kitosan standar
(Harrington 1984). Viskositas kinematik
yang sama dilarutkan dalam asam asetat 0.1
dihitung dengan menggunakan rumus
M/sodium asetat 0.25 M pada berbagai
sebagai berikut:
konsentrasi lalu viskositas intrinsik diukur
dengan cara yang sama. Nilai viskositas
 kin = t x kkin
intrinsik ini dan berat molekul yang telah
diperoleh sebelumnya dengan pelarut asam
 kin = viskositas kinematik asetat 0.1 M/NaCl 0.2 M, digunakan untuk
(centistokes= cSt) menentukan K dan a untuk pelarut asam
t = waktu yang diperlukan untuk asetat 0.1 M/sodium asetat 0.25 M dengan
mengalirnya larutan sampel (detik) melinearkan persamaan Mark-Houwink,
kkin = koefisien kinematik viskometer sebagai berikut:
log    log K  a log M
Ubbelohde tipe 1B M 132
= 0.009671 cSt per detik
Walaupun terminologi viskositas
kinematik lebih umum digunakan, viskositas
spesifik tetap digunakan sebab nilainya HASIL DAN PEMBAHASAN
diperlukan untuk penentuan viskositas
intrinsik dan berat molekul. Produksi CDA
Morfologi dan karakterisasi isolat
Berat Molekul Kitosan (Hwang et al. Bacillus papandayan penghasil enzim CDA
1997) menurut Rahayu et al. 2004 sebagai berikut:
Berat molekul kitosan ditentukan Termasuk bakteri Gram positif berbentuk
berdasarkan viskositas intrinsik menurut batang, berspora, dan motil. Kondisi
persamaan Mark-Houwink berikut ini: optimum produksi enzim pada
   KM a pH 7 dan suhu 55 oC. Filtrat bebas selnya
dipanen pada tahap stationer jam ke 28-32
masa inkubasi. Aktivitas deasetilase
[] = viskositas intrinsik (ml/g) optimum pada pH 8 dan suhu 55 oC, serta
K = konstanta untuk pelarut (ml/g) diaktifkan oleh MgCl2 1 mM.
a = konstanta
soluble, juga agar enzim CDA lebih aktif.
Kenaikan pH hanya sampai dengan pH 6
walaupun CDA baru bekerja optimum pada
pH 8, disebabkan jika pH terlalu tinggi,
kitosan akan mengendap kembali. Rahayu et
al. (2004) menyatakan bahwa Na-asetat
tidak menghambat aktivitas CDA. Zona be
Selain itu CDA lebih mudah
penetrasi ke dalam substrat berbentuk
soluble kitosan daripada bentuk tepung,
karena dalam bentuk soluble reaksi menjadi
lebih homogen di setiap bagian. Hal ini
sesuai dengan Kolodziejska, 2000 yang
mendeasetilasi soluble kitosan hingga
mencapai derajat deasetilasi sampai 99%.
Namun dengan CDA dari M. rouxii yang
Gambar 1. Koloni Bacillus papandayan diekspos dalam bentuk kristalin dan amorf,
K29-14 dalam media termus padat kenaikan derajat deasetilasinya masing-
masing hanya 0.5% dan 9.5% (Martinou,
1995). CDA dari C.lindemuthianum derajat
Derajat deasetilasi deasetilasinya meningkat sekitar 0.5% dan
Derajat deasetilasi kitosan awal hasil 4.5% untuk kitin dalam bentuk yang sama
deasetilasi kimiawi sebesar 70,7% kemudian (Tsigos dan Bouriotis, 1995).
meningkat menjadi 87,81% setelah Kolodziejska et al (2000)
dideasetilasi enzimatis dengan kekuatan menggunakan CDA ekstrak kasar dari
0,04 Unit. Mucor rouxii sebesar 40 mU/ml soluble
Derajat deasetilasi menunjukkan kitosan. Deasetilasi enzimatis mampu
banyaknya jumlah residu asetil yang belum meningkatkan derajat deasetilasi kitosan
terpotong. Lebih banyak residu asetil mulai 5-30%, semakin tinggi derajat
menunjukkan lebih banyak substrat yang deasetilasi awal maka peningkatan derajat
tersedia untuk reaksi enzim. Sesuai dengan deastilasi semakin rendah. Derajat
kinetika enzim, semakin banyak substrat deasetilasi di atas 90% dapat dicapai pada
yang tersedia, laju reaksi akan semakin sampel dengan derajat deasetilasi awal di
cepat dan akan menurun jika jumlah substrat atas 75%. Hal ini diduga karena reaksi
berkurang (Suhartono 1989). Diduga hal kimiawi pada awal pembuatan kitosan
inilah yang menyebabkan peningkatan mengakibatkan konformasi semakin
derajat deasetilasi setelah deasetilasi merenggang sehingga enzim lebih mudah
enzimatis terjadi lebih tinggi pada kitosan mendeasetilasi.
dengan derajat deasetilasi awal lebih rendah. Derajat deastilasi juga dipengaruhi
Kitosan hasil kimiawi dilarutkan oleh jumlah enzim yang ditambahkan. Pada
dalam asam asetat 0.1 M sampai umumnya semakin banyak enzim
konsentrasi akhir 1% dengan pH 4. ditambahkan, maka derajat deasetilasi
Selanjutnya ditambahkan Na-asetat 0.25 M semakin tinggi, namun kisaran
untuk meningkatkan pH menjadi 6. Hal ini peningkatannya kecil. Hal ini kemungkinan
dimaksudkan agar larutan tidak mengendap karena kisaran enzim yang digunakan tidak
pada pH 4, namun tetap dalam bentuk
terlalu luas sehingga pengaruhnya belum Hubungan antara derajat deasetilasi
signifikan. dengan viskositas intrinsik pada berat
molekul yang sama dari kitosan dijelaskan
oleh Wang (1991). Rigiditas/kekakuan
Hubungan Derajat Deasetilasi, Viskositas rantai kitosan dalam larutan menurun
Intrinsik dan Berat Molekul Kitosan dengan meningkatnya derajat deasetilasi.
Untuk mengamati hubungan antara Hal ini disebabkan adanya ikatan hidrogen
perlakuan perendaman dengan NaOH antara segmen rantai dalam struktur kitin.
terhadap viskositas dan berat molekul, Adanya dua ikatan hidrogen intramolekuler
sampel kitosan hasil perendaman pada suhu yang membatasi rotasi gugus asetamido (-
80 oC dengan waktu 1 dan 2 jam. Kedua NHCOCH3), gugus hidroksimetil (HOCH2)
sampel dipilih karena derajat deasetilasi dan ikatan glikosidik β-1.4 dari cincin
yang tinggi (di atas 70%) dan adanya glukopiranosa dalam rantai kitosan. Setelah
perbedaan yang signifikan antara keduanya proses deasetilasi, gugus asetamido berubah
dalam hal derajat deasetilasi dan kelarutan menjadi amido sebagian atau seluruhnya.
(Tabel 1) berikut. Atom nitrogen tidak dapat membentuk
ikatan hidrogen ke-II disebabkan andanya
Tabel 1 Hubungan derajat deasetilasi kitosan protonasi amido dengan H+ sehingga
dengan viskositas intrinsik dan berat hambatan berotasi menjadi berkurang atau
molekul bahkan hilang. Dengan demikian rigiditas
kitosan menurun dan kelarutan (softness)
Sebelum Deasetilasi Setelah Deasetilasi meningkat saat derajat deasetilasi
Enzimatis Enzimatis meningkat. Semakin tinggi derajat
Deraj Visk Bera Deraj Visk Bera deasetilasi, residu amina semakin banyak,
at ositas t at ositas t muatan positif kitosan juga akan semakin
Dease Intrin Mol Dease Intrin Mol banyak. Di dalam larutan, tingginya muatan
tilasi sik ekul tilasi sik ekul positif akan menghasilkan gaya tolak
(%) (ml/g (103 (%) (ml/g (103 menolak, yang akan membuat polimer
) ) ) ) kitosan yang sebelumnya berbentuk
gulungan, membuka menjadi rantai lurus.
30.6 Sebagai akibatnya, viskositas larutan akan
70.70 31.17 87.81 6.93 6.05 meningkat.
97
Peningkatan viskositas intrinsik
499.0 613. sebelum deasetilasi enzimatis sebesar 16
99.3 99.36 4.87 4.13 kali dapat meningkatkan berat molekul
7 853
sekitar 20 kali. Berat molekul berhubungan
dengan derajat polimerisasi. Polimer rantai
Nilai viskositas intrinsik kitosan lurus seperti kitosan akan menunjukkan
sebelum dideasetilasi enzimatis meningkat peningkatan densitas jika derajat
16 kali (dari 31.17 menjadi 499.07 ml/g) polimerisasi bertambah. Dengan demikian,
dengan meningkatnya derajat deasetilasi viskositas intrinsik juga akan meningkat.
sebesar 28.6% (dari 70.7% menjadi 99.3%). Wang et al. (1991) menunjukkan hubungan
Nilai viskositas intrinsik dipengaruhi oleh linier antara nilai log viskositas intrinsik
derajat deasetilasi, konsentrasi, berat dengan nilai log berat molekul, untuk
molekul, kekuatan ion, pH dan suhu saat larutan kitosan dengan derajat deasetilasi
pengukuran (Dunn et al. 1997). sama.
Setelah deasetilasi enzimatis, derajat Selain diakibatkan oleh depolimerisasi
deasetilasi kitosan meningkat (dari 87.81% karena aktivitas enzim lain, penurunan
menjadi 99.36%) tetapi menurunkan viskositas setelah deasetilasi enzimatis juga
viskositas intrinsik (6.93 ml/g menjadi 4.87 dapat disebabkan karena penanganan setelah
ml/g) dan berat molekul (dari 6.05x103 inkubasi selesai. Inaktivasi enzim dengan
menjadi 4.13x103). Penurunan viskositas cara pemanasan pada 100 oC selama 15
hanya mungkin terjadi jika selama inkubasi menit dapat menyebabkan depolimerisasi
dengan enzim terjadi degradasi rantai berlanjut, demikian juga dengan
polimer atau depolimerisasi. Dugaan ini penyimpanan sebelum analisis lebih lanjut.
dikonfirmasi oleh nilai berat molekul yang Penyimpanan dilakukan karena analisis
juga menurun selama deasetilasi enzimatis. derajat deasetilasi dengan metode FDUV
Penurunan viskositas setelah dan penentuan viskositas dengan viskometer
deasetilasi enzimatis juga dilaporkan oleh Ubbelohde dapat memakan waktu beberapa
Kolodziejska et al (2000). Viskositas hari.
larutan kitosan menurun sebesar satu log Variasi waktu dan lama perendaman
setelah inkubasi dengan enzim selama 16 alkali terhadap kitin dapat menghasilkan
jam. Akan tetapi Kolodziejska et al. (2000) kitosan dengan derajat deasetilasi yang
tidak melakukan penentuan berat molekul berbeda-beda. Proses yang dipilih akan
sehingga tidak dapat dilakukan tergantung pada tujuan aplikasi kitosan.
pembandingan. Enzim CDA yang digunakan Masing-masing bentuk aplikasi
telah diberi perlakuan pengendapan pada pH membutuhkan kitosan dengan karakteristik
4. yang berbeda-beda. Kitosan dengan derajat
Depolimerisasi diduga karena deasetilasi tinggi, lebih dari 85%, dan berat
adanya enzim-enzim pendegradasi kitin dan molekul rendah dibutuhkan sebagai
kitosan yang lain di dalam ekstrak enzim antibakteri, antifungi, antioksidan, antitumor
CDA dari Bacillus K29-14. Rahayu (2000) dan immunoenhancing. Untuk aplikasi
telah mengisolasi kitinase dari Bacillus K29- sebagai membran dan pengemas dibutuhkan
14 selain CDA dan mungkin juga terdapat kitosan dengan derajat deasetilasi sekitar
kitosanase. Beberapa protease juga dapat 70% dan berat molekul tinggi.
menyebabkan depolimerisasi kitin dan Penelitian ini menghasilkan kitosan
kitosan (Muzzarelli 1997), dan bukan tidak dengan berat molekul rendah, sehingga akan
mungkin disekresi juga oleh Bacillus K29- lebih tepat diaplikasikan sebagai antibakteri,
14. Sekresi protease mungkin terjadi karena antifungi, antioksidan dan antitumor.
diinduksi oleh adanya protein dalam Emmawati (2004) telah memproduksi
medium pertumbuhan, yang dapat berasal kitosan dari limbah kulit udang
dari komponen medium, seperti yeast menghasilkan berat molekul kitosan 29-104
extract, atau dari enzim-enzim yang melalui tahapan kimiawi dengan larutan
disekresi oleh mikroba ke medium untuk NaOH 60% dan deasetilasi enzimatis
memenuhi kebutuhan nutrisinya. Kitosan menggunakan enzim kitin deasetilase hasil
yang memiliki berat molekul yang lebih presipitasi amonium sulfat. Hasil penelitian
besar lebih sensitif terhadap depolimerisasi Brzezinski et al. 2004 menunjukkan bahwa
dan tidak terjadi perubahan struktur selama kitosan yang memiliki berat molekul
proses tersebut yang terdeteksi oleh medium (30 kDa) ternyata mempunyai
spektrofotometer infra red dan proton aktivitas anti kolesterol yang lebih tinggi
nuclear magnetic resonance (Mao et al. daripada kitosan berat molekul tinggi (250
2004). kDa).
of MCF-7 breast cancer cell lines.
SIMPULAN DAN SARAN Biomat 25:5147-5157

Simpulan [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan


Berdasarkan hasil penelitian dapat Republik Indonesia. 2003.
disimpulkan bahwa deasetilasi enzimatis Perkembangan ekspor komoditi hasil
dapat meningkatkan derajat deasetilasi di perikanan Indonesia 1998-2002. url:
atas 90% apabila derajat deasetilasi awal di http://www.dkp.go.id/
atas 70%. Deasetilasi enzimatis menurunkan
viskositas intrinsik (dari 6.93 sampai 4.87 Dodane V, Vilivalam VD. 1998.
ml/g) dan berat molekul (dari 6.05 sampai Pharmaceutical applications of
4.13 x 103). chitosan. PSTT 1:246-253
Saran
Studi aplikasi CDA yang lebih murni Dunn, ET., EW. Grandmaison dan MFA.
perlu dilakukan untuk meningkatkan Goosen. 1997. Applications and
kecepatan deasetilasi kitosan. properties of chitosan. Di dalam MFA.
Goosen (ed). Applications of Chitin
Ucapan terima kasih and Chitosan. Technomic Pub, Basel, p
Penulis menyampaikan ucapan terima 3-30
kasih kepada Research Grant Program B
Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Institut Emmawati A. 2004. Produksi kitosan
Pertanian Bogor tahun 2004 yang telah dengan perlakuan kimia dan enzimatis
membiayai pelaksanaan penelitian ini. menggunakan NaOH dan kitin
deasetilase. [Tesis]. Fateta IPB
DAFTAR PUSTAKA
Harrington R.E. 1984. Viscosity. Di
Bradford M. M. 1976. A rapid and sensitive Dalam D.W. Gruenwedel dan J.R.
method for the quantitation of Whitaker. Food Analysis: Principles
microgram quantities of protein dye and Techniques, Vol 2,
binding. Anal Biochem 72:248-254. Physicochemical Techniques.
Marcel Dekker, Inc., New York
Brzezinski R, LeHoux JG, Kelly A. 2004.
Clinical studies on the innocuousness Hirano S. 1996. Chitin biotechnology
of chitosan and its short-chain applications. Biotechnol Annu Rev,
derivative generated by enzymatic 2:237-258
hydrolysis. Asia Pac J Clin Nutr, Hwang JK, SP Hong, CT Kim. 1997. Effect
13:S96 of molecular weight and NaCl
concentration on dilute solution
Chang KLB., G.Tsai, J. Lee dan W. Fu. properties of chitosan. J Food Sci
1997. Heterogenous N-deacetylation Nutr 2:
of chitin in alkaline solution. 1-5
Carbohydr Res 303:327-332
Khan, TA., K. Kok dan S. Hung. 2002.
Dhiman Harpreet K. Ray AR, Panda AK. Reporting degree of deacetylation
2004. Characterization and evaluation values of chitosan: the influence of
of chitosan matrix for in vitro frowth
analytical methods. J Pharm SubiantoY. 2001. Isolasi dan pemilahan
Pharmaceut Sci 5:205-212 bakteri termofilik penghasil enzim
kitinase dan kitin deasetilase dari isolat
Kolodziejska I, Wojtasz-Pajak A, beberapa daerah di Indonesia [Skripsi].
Ogonowska G, and Sikorski Z E. 2000. Fateta IPB
Deacetylation of chitin in two-stage
chemical and enzymatic process. Bull Suhartono M.T. 1989. Enzim dan
Sea Fish Inst, 150:15-24 Bioteknologi. Pusat Antar
Universitas Bioteknologi, IPB
Mao S, Shuai X, Unger F, Simon M, Bi D,
Kissel T. 2004. The polymerization of Tokuyasu, K., M. O. Kameyama, and K.
chitosan: effects on physicochemical Hayashi. 1996. Purification and
and biological properties. Int J Pharm, characterization of extracellular chitin
281:45-54 deacetylase from Colletotrichum
lindemuthianum. Biosci Biotech
Martinou, A., D. Kafetzopoulos dan V. Biochem 10:1598-1603.
Bouriotis. 1995. Chitin deacetylation
by enzymatic means: monitoring of Tsigos, I., A. Martinou, Kafetzopoulos and
deacetylation processes. Carbohydr V. Bouriotis. 2000. Chitin
Res 273:235-242 deacetylases: New versatile tools in
biotechnology. TIBTECH Rev, 18:
Muzzarelli, RAA. 1997. Depolymerization 305-312.
of chitins and chitosans with
hemicellulase, lysozyme, papain, and Tsigos I. dan V. Bouriotis. 1995.
lipases. Di Dalam RAA. Muzzarelli Purification and characterization of
dan MG Peter (ed). Chitin Handbook. chitin deacetylase from Colletotrichum
European Chitin Soc, Grottamare lindemuthianum . J Biol Chem,
270:26286 26291
Patil, R. S., V. Chormade, and M. V.
Desphande. 2000. Chitinolytic Tsugita T. 1997. Chitin/chitosan and their
enzymes an exploration. Enz Microb application. Biosci Res Lab Katokichi
Technol 26:473-483. Ltd. Japan

Rahayu S., Tanuwijaya F., Rukayadi Y., Uchida Y dan Ohtakara A. 1998.
Suwanto A., Suhartono, MT., Hwang Chitosanase from Bacillus species
JK., Pyun YR. 2004. Study of methods in Enzymology, 161:501-506
thermostable chitinase enzymes from
Indonesian Bacillus K29-14. J Wang W, S. Bo, S. Li, W. Qin. 1991.
Microbiol Biotech 4:647-652 Determination of Mark-Houwink
equation for chitosans with different
Rochima, E. 2005. Aplikasi kitin deasetilase degrees of deacetylation. Int J Biol
termostabil dari Bacillus Macromol, 13:281-285
papandayan K29-14 asal Kawah
Kamojang Jawa Barat pada Win, N.N. dan W.F. Steven. 2001. Shrimp
pembuatan kitosan. Tesis chitin as substrate for fungal chitin
Pascasarjana IPB. Bogor
deacetylase. Appl Microbiol
Biotechnol, 57: 334-341

Anda mungkin juga menyukai