Anda di halaman 1dari 11

4.

Peran bidan dalam penanganan kasus perdarahan pada kehamilan muda


a. Abortus
Peran bidan
1. Deteksi dini
a. Kenali riwayat penyakit pada ibu
- Kapan abortus terjadi
- Mencari kemungkinan adanya toksin, lingkungan dan pecandu obat (naza).
- Infeksi ginekologi dan obstetri.
- Penyakit genetika antara suami istri
- Riwayat keluarga yang pernah mengalami terjadinya abortus
b. lakukan pemeriksaan fisik secara umum
c. anjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan USG, pemeriksaan darah lengkap
termasuk trombosit, kultur cairan serviks (mycoplasma, ureaplasma,chlamdia)
bila diperlukan.

2. Penanganan secara umum


Penanganan tergantung kondisi pasien. Prinsip manajemen :
 Memperkirakan kondisi ibu
 Memperkirakan kondisi janin
 Memberikan support emosional pada ibu dan keluarganya
 Memberikan edukasi pada anggota keluarga
 Memberikan ketenangan dan dukungan dan mengizinkan pasien mengutarakan
masalahnya dan untuk menerima kenyataan yang terjadi
 Menjalankan pengobatan dokter

1. Perawatan secara psikologis


Hal ini sangat penting bahwa bidan harus mengetahui kondisi emosional pasien
pada saat itu. Aborsi bisa menjadi suatu kejadian yang menyedihkan pada kehidupan
wanita. Dapat juga menjadi sebuah pengalaman dengan perasaan yang ambivalen seperti
depresi, gelisah, malu, perasaan gagal dan keputusasaan, dan dia mungkin merasakan
ketidakmampuan memberikan anak pada suaminya. Wanita tersebut membutuhkan
konseling dan dukungan dan bidan yang mengetahui masalah tersebut harus dapat
memberikan dorongan dan dukungan, mengerti dan empati. Bidan jarus menjadi seorang
pendengar yang baik dan mengizinkan pasien untuk megutarakan perasaan ketakutan dan
kegelisahannya. Bidan juga harus memberikan dukungan emosional pada keluarganya
apabila memungkinkan.
2. Perawatan secara fisik
Perawatan segera
 v Mengambil data yang lengkap, ringkas, dan akurat dari kejadian yang
menyebabkan wanita tersebut masuk rumah sakit.
 v Bed rest total.
 v perhatikan Kondisi umum pasien : warna kulit, hidrasi dan tanda-tanda syok.
 v Semua tanda-tanda vital dimonitoring dan dicatat : suhu badan, nadi,
respirasi, tekanan darah.
 v Pemberian infuse intravena ketika kondisi pasien tidak baik
Perawatan lanjutan pasca operasi
Perawatan pasien setelah kembali dari ruang operasi :
 Jaga diet dan kesehatan pasien
 Pantau intake output setiap 4 jam sedikitnya selama 24 jam pertama sampai
dia mampu ke toilet sendiri.
 Pesonal hygiene dan personal toilet dibantu selama pasien belum mampu
melakukannya sendiri.
3. Pencegahan:
Ø Mengikuti pola hidup sehat seperti makan makanan bergizi, tidur teratur,
melakukan aktivitas yang tidak berlebihan serta menghindari rokok, minuman
beralkohol, makanan yang kurang masak/mentah dll.
Ø Sebaiknya hubungan seks pada kehamilan trimester I dibatasi dan harus hati-
hati, karena sperma mengandung zat yang disebut prostaglandin yang dapat
menyebabkan kontraksi rahim.

b. MOLA
Definisi
s Hidatidosa (MH) disebut juga Hydatidiform Mole, Vesicular Mole, Hydatid Mole,
Hydatidiform Degeneration of the Chorion
Adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh berganda berupa
gelemung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah
anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma trofoblas yang jinak
(benigna). ( Mochtar, Rustam, dkk, Sinopsis Obstetri Jilid 1).
Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah
kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola
tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human
chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995).
Mola hidatidosa adalah kelainan villi chorialis yang terdiri dari berbagai tingkat
proliferasi tropoblast dan edema stroma villi. (Jack A. Pritchard, dkk, 1991).
Etiologi
Mola hidatidosa berasal dari plasenta dan/atau jaringan janin sehingga hanya
mungkin terjadi pada awal kehamilan. Massa biasanya terdiri dari bahan-bahan plasenta
yang tumbuh tak terkendali.
Pada kehamilan normal, seharusnya kadar serum betaHCG mulai menghilang
pada usia kehamilan 14 minggu. Sedangkan pada MH komplit, level betaHCG terus
meningkat setelah usia kehamilan 14 minggu.
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor
penyebabnya adalah :
a. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
b. Imunoselektif dari tropoblast
c. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
d. Paritas tinggi
e. Defisiensi protein (teori Acosta Sison)
Sel telur kosong bisa disebabkan oleh rendahnya kadar protein dalam tubuh
ibu hamil, sehingga sel telur normal yang siap dibuahi tidak pernah terbentuk.
f. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
Klasifikasi
Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak terdapatnya mudigah (embrio) ataupun
janin (fetus), maupun tali pusat, dan selaput amnion Villi korion berubah menjadi
massa vesikel dengan ukuran bervariasi dari sulit terlihat sehingga diameter beberapa
centimeter. Histologinya memiliki karekteristik, yaitu :
 Terdapat degenerasi hidrofik & pembengkakan stroma villi
 Tidak ada pembuluh pada villi yang membengkak
 Proliferasi dari epitel trofoblas dengan bermacam-macam ukuran
 Tidak adanya mudigah (embrio) ataupun janin (fetus), maupun tali pusat, dan
selaput amnion
2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika terdapat mudigah atau janin baik hidup
ataupun mati, tali pusat dan selaput amnion. Masih tampak gelembung yang disertai
janin atau bagian dari janin. Umumnya janin masih hidup dalam bulan pertama. Tetapi
ada juga yang hidup sampai aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tampak
dibeberapa tempat villi yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu
berproliferasi, sedangkan tempat lain masih banyak yang normal.
Faktor predisposisi
1. Faktor umur
Resiko MH paling rendah pada umur 20-35 tahun. Resiko MH naik pada
kehamilan remaja < 20 tahun. Naik sangat tinggi pada kehamilan remaja < 15
tahun, kira-kira 20 x lebih besar. Lebih tinggi pada umur > 40 tahun.
2. Faktor alat reproduksi
Defek pada ovarium, abnormalitas pada uterus.
3. Faktor riwayat kehamilan mh sebelumnya
Wanita MH sebelumnya, punya risiko lebih besar naiknya kejadian MH berikutnya.
4. Faktor kehamilan ganda
Mempunyai risiko yang meningkat untuk terjadinya MH.
5. Faktor kebangsaan / etnik
Wanita kulit hitam meningkat, dibanding wanita lainnya. Euroasian turun dua kali
lipat dibanding wanita Cina, India atau Malaysia.
6. Faktor makanan dan minuman
Angka kejadian MH tinggi diantara wanita miskin, diet yang defisiensi nutrisi
antara lain defisiensi protein, asam folat, karoten.
7. Faktor sosial ekonomi
Resiko MH tinggi pada sosial ekonomi rendah (kontroversi).
8. Faktor lain
Faktor hubungan keluarga/consanguinity, faktor merokok, faktor toksoplasmosis.

Pathofisiologi
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit
trofoblast :
1. Teori missed abortion.
Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah
darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya
terbentuklah gelembung-gelembung.
2. Teori neoplasma dari Park.
Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi
reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.
Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat
akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tidak adanya embrio komplit
pada minggu ke 3 dan ke 5. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak
adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama
pembentukan cairan.(Silvia, Wilson, 2000).

Tanda dan gejala


 Amenore/tidak haid
 Derajat keluhan mual muntah lebih hebat (10%)
 Uterus lebih besar dari usia kehamilan
 Terjadi pada bulan 1-7, rata-rata usia kehamilan 12-14 minggu
 Tidak ditemukan tanda kehamilan pasti seperti balotemen dan bunyi jantung
janin.
 Pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan pervaginam (gejala utama,
sekitar 90%), dan bercak berwarna merah darah atau coklat, pada keadaan lanjut
dapat keluar materi seperti anggur pada pakaian dalam.
 β-hCG dalam darah atau urin (> 14 hari).

Komplikasi
 Perdarahan hebat sampai syok .
 Anemia akibat perdarahan berulang.
 Infeksi sekunder.
 Perforasi karena keganasan dan tindakan.
 Menjadi ganas pada 18-20% kasus, menjadi kariokarsinoma.

Diagnosa Banding
Kehamilan dengan mioma, abortus, hidramnion, dan gemeli.
I. Penatalaksanaan
Deteksi dini
Anamnesa
o Terdapat gejala hamil muda yang kadang lebih nyata dari hamil biasa
o Terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna merah atau
kecoklatan seperti bumbu rujak.
o Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan tua kehamilan
seharusnya.
o Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada),
yang merupakan diagnosa pasti.
 Inspeksi
o Muka dan terkadang badan telihat pucat kekuningan yang disebut muka mola
(mola face).
o Jika gelembung mola keluar dapat dilihat jelas.
 Palpasi
o Teraba uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, tidak teraba
bagian janin, gerakan janin, balotemen.
o Teraba lembek
o Adanya fenomena harmonika, yaitu darah dan gelembung mola keluar, dan
fundus uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.
 Auskultasi
o Tidak terdengar djj
o Terdengar bising dan bunyi khas
 Periksa dalam
o Vagina uterus membesar
o Bagian bawah uterus lembut dan tipis
o Serviks terbuka dapat diketemukan gelembung MH
o Perdarahan
o Terdapat jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina
o Evaluasi keadaan serviks
o Sering disertai adanya Kista Teka Lutein Ovarium (KTLO)
Tes Diagnostik
1. Pemeriksaan kadar β-hCG
Pada mola terdapat peningkatan kadar β-hCG darah atau urin
2. Uji Sonde (Acosta Sison)
Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis
servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik
sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola. (cara Acosta-Sison)
3. Foto rontgen abdomen
Tidak terlihat tulang-tulang janin
4. Foto thoraks
Ada gambaram emboli udara.
5. Ultrasonografi
Akan terlihat badai salju (snow flake pattern) dan tidak terlihat janin.
(Arif Mansjoer, dkk, 2001)
Penanganan Awal
Ø Tangani keadaan umum
Ø Pengeluaran jaringan mola (Evakuasi)
Ada 2 cara:
a. Dilatasi & kuretase
Didilatasi batang laminaria atau dengan dilatator hegar, evakuasi memakai cunam
abortus, dilanjutkan dengan memakai sendok kuret atau vakum kuret (suction
curettage).
Sambil diberikan uterotonika (oksitosin atau prostaglandin, 20-40 unit oksitosin
dalam 250 cc darah atau 50 unit oksitosin dalam 500 cc NaCl 0,9%) untuk
memperbaiki kontraksi, sedia darah untuk antisipasi jika terjadi perdarahan.
Pada penderita MH komplit seharusnya dilakukan kuret beberapa kali, sampai rahim
benar-benar bersih dari sel trofoblast yang abnormal.
Pemeriksaan tindak lanjut (Follow up)
Setelah prosedur tersebut, dilakukan pengukuran kadar HcG darah dan air seninya
secara teratur selama 1 tahun untuk memastikan hormon HcG kembali normal dan
tidak ada pertumbuhan jaringan plasenta lagi. Jika seluruh mola telah terbuang, maka
dalam waktu 8 minggu kadar HcG akan kembali normal.
Wanita yang pernah menjalani pengobatan untuk mola sebaiknya tidak hamil dulu
dalam waktu 1 tahun pertama untuk menghindari keganasan atau kariokarsinoma.

b. Histerektomi Abdominal
Tindakan pengosongan isi kavum uteri dengan sayatan pada korpus uteri bagian
depan. Pengeluaran gelembung MH dengan histerektomi dikerjakan pada wanita yang
sudah mendekati menopause (≥ 35 tahun), dan sudah mempunyai jumlah anak yang
cukup (≥3 anak), wanita menopause meskipun belum mempunyai anak, perforasi
uterus, Perdarahan pervaginam yang hebat.Jadi pengangkatan rahim bukan terapi
mola secara langsung.
Ø Terapi Profilaksis
Kasus mola dengan resiko tinggi (seperti umur tua dan paritas) akan terjadi
keganasan, atau pada pemeriksaan Patologi Anatomi ditemukan mencurigakan tanda
keganasan.
Sitostatika Methotrexate atau actinomycin D dapat menghindarkan keganasan
dengan metastasis, mengurangi koriokarsinoma diuterus sebanyak 3x
2-3% kasus mola bisa berkembang menjadi keganasan (koriokarsinoma). Pada
koriokarsinoma diberikan kemoterapi yaitumetotreksat, daktinomisin atau kombinasi
kedua obat tersebut. Hampir 20% pada mola komplit terjadi kariokarsinoma.

Penanganan Lanjut
Lakukan pemeriksaan ginekologi, radiologi, dan kadar β-hCG untuk mendeteksi
keganasan yang mungkin terjadi. Proses keganasan terjadi dari 7 hari sampai 3 tahun
pasca mola (kebanyakan pada 6 bulan pertama).
Periksa kadar β-hCG setiap minggu selama 3 minggu sampai kadarnya negatif.
Dilanjutkan setiap bulan selama 6 bulan. Juga foto thoraks setiap bulan sampai kadar
β-hCG negatif.
Upaya pencegahan
Karena pengertian dan penyebab dari mola masih belum diketahui secara pasti maka
kejadian mola hidatidosa sulit untuk dicegah. Bagaimanapun juga, nutrisi ibu yang
baik dapat menurunkan risiko terjadinya mola.

C. KET
Deteksi dini
Bidan terlebih dahulu dapat melakukan anamnesis terhadap pasien.
Biasanya ibu mengeluh amenorhea dan kadang terdapat gejala subyektif kehamilan,
kadang terdapat nyeri perut bagian bawah, perdarahan biasanya terjadi setelah nyeri
perut bagian bawah.
Deteksi dini dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan penunjang, diantaranya
adalah:
o Pemeriksaan air seni dapat dilakukan untuk mengetahui kehamilan seseorang,
sedangkan untuk mengetahui kehamilan ektopik seorang dokter dapat
melakukan:
 Pemeriksaan panggul
o Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengkonfirmasi ukuran rahim dalam masa
kehamilan dan merasakan perut yang keras.
 Pemeriksaan darah
o Pemeriksaan ini untuk mengecek hormon ß-hCG. Pemeriksaan ini diulangi 2
hari kemudian. Pada kehamilan muda, level hormon ini meningkat sebanyak
dua kali setiap dua hari. Kadar hormon yang rendah menunjukkan adanya
suatu masalah seperti kehamilan ektopik.
 Pemeriksaan ultrosonografi (USG).
o Pemeriksaan ini dapat menggambarkan isi dari rahim seorang wanita.
Pemeriksaan USG dapat melihat dimana lokasi kehamilan seseorang, baik di
rahim, saluran tuba, indung telur, maupun di tempat lain.

Penanganan lanjut
Kehamilan ektopik dapat mengancam nyawa, maka deteksi dini dan pengakhiran
kehamilan adalah tatalaksana yang disarankan. Pengakhiran kehamilan dapat
dilakukan melalui :
a. Obat-obatan
Dapat diberikan apabila kehamilan ektopik diketahui sejak dini. Obat yang digunakan
adalah methotrexate (obat anti kanker).
b. Operasi
Untuk kehamilan yang sudah berusia lebih dari beberapa minggu, operasi adalah
tindakan yang lebih aman dan memiliki angka keberhasilan lebih besar daripada obat-
obatan. Apabila memungkinkan, akan dilakukan operasi laparaskopi.

1. KEGAWATDARURATAN
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan
meliputi
perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola hidatidosa, kista
vasikuler,
kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan
mendekati
cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per
vagina
setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet), perdarahan pasca
persalinan,
hematoma, dan koagulopati obstetri.
Kegawatdaruratan adalah mencakup diagnosis dan tindakan terhadap semua pasien
yang memerlukan perawatan yang tidak direncnakan dan mendadak atau terhadap
pasien dengan penyakit atau cidera akut untuk menekan angka kesakitan dan kematian
pasien.
Obstetri adalah cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan persalinan, hal-hal
yang mendahuluinya dan gejala-gejala sisanya .membahas tentang fenomena dan
penatalaksanaan kehamilian, persalinan, peurperium baik dalam keadaan normal
maupun abnormal.
Neonatus adalah organisme yang berada pada periode adaptasi kehidupan intrauterin
ke ekstrauterin. Masa neonatus adalah periode selama satu bulan (lebih tepat 4
minggu atau 28 hari setelah lahir)

TINDAKAN DI PUSKESMAS DAN RUMAH SAKIT

A. DI BPM DAN PUSKESMAS

1. Bidan melakukan pertolongan hanya jika terjadi perdarahan akibat gugur-kandung


oleh orang lain atau sendirinya.
2. Pasang infus dengan apa saja (Laktat Ringer,glukosa Ringer, Larutan garam normal
atau fisiologis, atau larutan glukosa 5 % atau 10 % ).
3. Lakukan pemeriksaan dalam bila mungkin melakukan pengeluaran jaringan hasil
konsepsi sacara manual, sehingga mungkin perdarahan dapat dihentikan.
4. Beri oksitosin atau uterotonika lainnya, sehingga terjadi kontraksi yang akan
membantu menghentikan perdarahannya. dengan lebih bersih
5. Bila keadaan sedikit sudah dapat diatasi, maka kirimkan kerumah sakit terdekat untuk
tindakan lanjut diantaranya dilakukan kuretasesehingga sumber perdarahan dapat
dihentikan
6. Bila dipandang perlu, dalam perjalanan, bidan dapat saja memasang tampon vagina
sehingga dapat membantu mengurangi perdarahan dalam perjalanan ke rumah sakit.

B. DI RUMAH SAKIT

1. Nilai kondisi janin (uji kehamilan atau USG). Lakukankonfirmasi kemungkinan


adanya penyebab lain
2. Tidak perlu terapi hormonal (estrogen atau progestin) atau tokolitik
(misalnyasalbutamol atau indometasin) karena obat-obat ini tidak dapat
mencegahabortus.
3. Berikan ergometrin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bilaperlu)
atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bilaperlu).
4. Berikan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena(garam fisiologik atau
larutan ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes permenit untuk membantu ekspulsi
hasil konsepsi.
5. Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih. Evakuasidengan
kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manualtidak tersedia.
6. Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg
intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcgper oral
(dapat diulang setelah 4 jam bila perlu).
DAFTAR PUSTAKA
Ø Mochtar, Rustam.,M.PH. 1998. Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi.
Jakarta: EGC
Ø Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka sarwono
Prawirohardjo
Ø Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Ø Sastrawinata, Sulaeman, dkk. 2004. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai