Anda di halaman 1dari 8

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Terasi merupakan produk tradisional perikanan semi basah yang banyak

diolah di wilayah Asia Tenggara. Pengolahannya dilakukan dengan cara

menambahkan garam dan didiamkan dalam suhu tertentu selama beberapa waktu

sehingga terjadi proses fermentasi. Produk terasi yang sudah jadi memiliki aroma

dan cita rasa khas. Aroma dan cita rasa yang khas pada terasi merupakan suatu

daya tarik tersendiri, sehingga terasi banyak disukai konsumen. Hal tersebut

sesuai dengan pendapat Irianto dan Irianto (1998), yang menjelaskan produk

fermentasi hasil perikanan memiliki aroma yang khas sehingga dapat

meningkatkan nafsu makan.

Terasi dibuat melalui proses pengolahan yang tidak sulit. Selain itu, produk

tersebut juga mudah didapatkan dan memiliki harga terjangkau sehingga

diharapkan terasi dapat menjadi produk unggulan masyarakat. Terasi banyak

digunakan sebagai bumbu tambahan dalam berbagai makanan, seperti sambal,

rujak, sayuran, dan beberapa jenis makanan lain. Menurut Afrianto dan Liviawaty

(2005), dalam pembuatan terasi, proses fermentasi terjadi karena adanya aktivitas

enzim dari tubuh ikan atau udang yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan

terasi itu sendiri.

Proses fermentasi merupakan suatu usaha untuk mengawetkan bahan

makanan melalui penguraian zat yang bersifat kompleks menjadi zat yang lebih

sederhana. Produk yang dihasilkan memiliki sifat yang jauh berbeda dengan

bahan baku aslinya sehingga dapat membentuk produk baru. Produk hasil

1
2

fermentasi memiliki kualitas lebih baik dari segi aroma, cita rasa dan tekstur, serta

memiliki daya simpan lebih lama apabila dibandingkan dengan bahan baku awal.

Warna yang terbentuk juga khas tergantung bahan baku yang digunakan. Menurut

Adawyah (2007), fermentasi merupakan penguraian senyawa-senyawa kompleks

terutama protein, menjadi senyawa yang lebih sederhana dalam keadaan

terkontrol. Selama proses fermentasi terjadi, protein dihidrolisis menjadi asam

amino dan peptida, sedangkan lemak diuraikan menjadi asam lemak dan gliserol.

Kedua hasil degradasi tersebut dapat menghasilkan senyawa pembentuk cita rasa.

Karbohidrat difermentasi menjadi asam laktat.

Produk terasi udang memiliki warna yang khas yaitu berwarna coklat

kemerahan. Warna tersebut dipengaruhi oleh pigmen karotenoid yang terdapat

pada cangkang udang. Warna yang terbentuk pada terasi secara alami dapat

menimbulkan pencoklatan pada produk. Proses pencoklatan tersebut terjadi secara

enzimatis ataupun non enzimatis. Pencoklatan enzimatis yang terjadi umumnya

disebabkan oleh proses oksidasi. Mollins (1990) dalam Chaijan and Panpipat

(2012), Shahidi dan Botta (1994), dan Suprapti (2006), menjelaskan terasi udang

memiliki warna kemerahan. Warna tersebut berasal dari kandungan pigmen alami

karotenoid bebas (astaxanthin) pada cangkang udang yang terlepas dari ikatan

protein karena proses proteolisis. Terjadinya oksidasi pada astaxanthin bebas

dapat menyebabkan penggelapan warna.

Proses fermentasi terjadi akibat aktivitas bakteri dan enzim pada suatu

media. Bakteri tersebut merombak berbagai makromolekul pada media pembuatan

terasi menjadi berbagai zat mikro. Bakteri yang terdapat pada terasi tidak hanya

terdiri dari bakteri yang melakukan fermentasi tetapi juga terdapat bakteri
3

spoilage dan pathogen, sehingga dilakukan penambahan garam untuk melakukan

seleksi bakteri sehingga hanya bakteri tahan garam dan bermanfaat saja yang

dapat tumbuh. Menurut Christanti (2006), saat proses fermentasi berlangsung

banyak senyawa yang terbentuk akibat aktivitas mikroorganisme, tetapi ketika

proses terhenti maka dapat menimbulkan kerusakan yang sulit dihindari. Dengan

demikian mutu produk fermentasi masih kurang stabil dalam penyimpanan

sehingga diperlukan pengemasan yang baik. Desrosier (2008), menambahkan

bahwa penambahan garam berperan untuk membatasi pertumbuhan organisme

pembusuk dan organisme lain sehingga hanya bakteri halotoleran saja yang dapat

tumbuh.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan konsentrasi

garam yang berbeda terhadap warna pada terasi udang rebon. Diharapkan dapat

diketahui konsentrasi garam terbaik pada pada pembuatan terasi sehingga dapat

membentuk kenampakan yang menarik tanpa melakukan penambahan zat

pewarna.

1.2. Pendekatan dan Perumusan Masalah

1.2.1. Perumusan Masalah

Terasi diharapkan sebagai salah satu produk perikanan tradisional yang

memiliki nilai ekonomis yang baik, sehingga tidak hanya dimanfaatkan oleh

masyarakat lokal saja tetapi juga dapat diekspor ke negara lain. Kurangnya

penelitian mengenai terasi mempengaruhi kualitas terasi yang tetap (tidak ada

peningkatan) dan dipandang sebelah mata. Warna yang terdapat pada terasi di

pasaran umumnya berwarna gelap sehingga produk tersebut menjadi kurang


4

menarik perhatian konsumen. Perlu dilakukan metode penggaraman dengan

konsentrasi berbeda untuk mengetahui penghasil warna terbaik dalam pembutan

terasi.

1.2.2. Pendekatan Masalah

Salah satu daya tarik produk terasi ketika dipasarkan pada masyarakat

umumnya dilihat dari kenampakan warnanya. Masyarakat cenderung lebih tertarik

pada terasi yang berwarna kemerahan. Warna merah yang terbentuk pada terasi

terjadi karena adanya senyawa astaxanthin. Astaxanthin merupakan turunan

karoten yang jumlahnya terbanyak dalam tubuh udang. Hal tersebut sesuai dengan

pendapat Suzuki (1981), yang menjelaskan bahwa sebagian besar tubuh udang

mengandung astaxanthin, dimana bagian paling tinggi terletak di mata.

Kandungan astaxanthin dalam udang utuh beku sebesar 3,12 mg/ 100 g berat

basah.

Warna merah pada terasi udang rebon dapat terbentuk karena terlepasnya

ikatan astaxanthin dari komponen lain di dalam tubuh udang, sehingga

membentuk astaxanthin bebas. Proses pelepasan astaxanthin bebas itu dibantu

oleh enzim dari bakteri maupun dari tubuh udang itu sendiri. Pendapat tersebut

sesuai dengan pendapat Mollins (1990) dalam Chaijan and Panpipat (2012), yang

menjelaskan bahwa warna pink kemerah-merahanan sampai orange tersebut dapat

terbentuk dari proses pelepasan pigmen alami bebas dari ikatan protein yang

disebabkan oleh enzim protease. Pigmen alami itu disebut astaxanthin.

Stabilitas warna terasi dapat dijaga apabila nilai Aw terasi rendah. Tinggi

rendahnya nilai Aw terasi dipengaruhi oleh kadar garam sehingga penambahan

garam dapat mempengaruhi oleh garam. Menurut Menurut Arjuan (2008), nilai
5

Aw dan kadar air yang rendah dapat mempengaruhi stabilitas warna dan

mengarah pada warna gelap apabila terekspos langsung dengan udara, suhu tinggi,

dan cahaya.

Garam yang digunakan dalam pembuatan terasi juga berfungsi sebagai

selektor bakteri. Dengan adanya garam, bakteri pathogen dan bekteri pembusuk

yang dapat merusak kualitas terasi pertumbuhannya dapat dihambat sehingga

dihasilkan terasi yang berkualitas baik. Garam juga dapat membentuk tekstur dan

warna produk fermentasi sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Dalam

penelitian digunakan penambahan garam sebanyak 2%; 8,5%; dan 15%.

Penggunaan garam 2% sesuai dengan produk dari pengolah, 15% adalah jumlah

penambahan garam terbaik dari penelitian sebelumnya, sedangkan 8,5% adalah

perlakuan dalam penelitian. Menurut pendapat Faithong, et.al., (2010), fermentasi

enzimatis ikan kecil dan udang dapat terjadi dengan bantuan enzim protease dari

bakteri sehingga dapat menghasilkan peptida rantai pendek dan asam amino

bebas, dengan demikian dapat membentuk aroma dan rasa khas dari terasi.

Pembusukan dan terbentuknya racun pada makanan selama proses fermentasi

dapat dicegah dengan penambahan garam sebanyak 2 – 13% atau lebih tinggi.

Lama fermentasi yang akan dilakukan pada penelitian adalah selama 30 hari.

Waktu tersebut dipilih karena dianggap terasi yang telah difermentasi telah

“matang”. Dikatakan matang sebab terasi yang bersangkutan telah membentuk

aroma dan cita rasa yang diharapkan. Menurut Suprapti (2006), lama waktu yang

digunakan untuk fermentasi terasi sangat menentukan aroma dan cita rasa terasi

yang dihasilkan. Semakin lama waktu yang digunakan kualitas terasi tersebut

semakin tinggi. Hajeb and Jinab (2012), menjelaskan terasi di tiap negara
6

memiliki standar waktu fermentasi berbeda-beda (Malaysia: belacan difermentasi

1 – 2 minggu, Indonesia: terasi difermentasi 4 – 9 bulan, Myanmar: seinsanga-pi

difermentasi 4 – 6 bulan, Filipina: bagoong-alamang difermentasi 10 hari) tetapi

secara umum diperlukan waktu fermentasi minimal 7 hari dan tidak lebih dari 9

bulan.

1.3. Tujuan dan Manfaat

1.3.1. Tujuan

Tujuan dilakukannya penelitian mengenai pengaruh penambahan garam

dengan konsentrasi berbeda pada pengolahan terasi udang rebon basah adalah

sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh penambahan garam terhadap pembentukan warna yang

disukai konsumen pada proses pengolahan terasi udang, dan

2. Mengetahui kualitas terbaik dari pengolahan terasi udang dengan perlakuan

konsentrasi garam yang berbeda.

1.3.2. Manfaat

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan informasi kepada pengolah terasi mengenai penggunaan

konsentrasi garam terbaik pada pengolahan terasi udang rebon; dan

2. Memberikan informasi pada pembaca bahwa konsentrasi garam yang

berbeda dapat mempengaruhi perubahan warna pada terasi udang rebon.


7

1.4. Lokasi dan Waktu

Penelitian ini telah dilaksananakan pada bulan April – Mei 2013 di beberapa

tempat, mulai dari pembuatan hingga pengujian, yaitu:

1. Tempat pengolahan terasi Bapak Toni, Kelurahan Tambakrejo, Semarang

untuk melakukan pembuatan terasi dan tempat fermentasi;

2. Laboratorium Analisa, Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Universitas

Diponegoro untuk pengujian kadar air, Aw dan kesukaan (hedonik);

3. Laboratorium Teknologi Pangan, Universitas Katolik Soegijapranata untuk

pengujian warna; dan

4. Laboratorium Kimia, Universitas Muhamadiyah Semarang untuk pengujian

kandungan astaxanthin dan garam.


8

PERMASALAHAN
Terasi udang di pasaran umumnya berwarna gelap (kurang cerah) sehingga
tidak disukai konsumen

Pendekatan Masalah Input

Pembentukan warna pada terasi dipengaruhi oleh proses enzimatis dengan


bantuan bakteri dan proses tersebut dikendalikan oleh garam sebagai
selektor pertumbuhan bakteri ketika proses pengolahan.

U
M Studi Pustaka dan Penelitian

P
A Penelitian

N Terasi udang diolah dengan konsentrasi garam berbeda (2%; 8,5%; 15%)
kemudian difermentasi selama 30 hari
Proses
B
A Pengujian Laboratorium
L 1. Uji Warna
I 2. Uji Kandungan Astaxanthin
K 3. Uji Hedonik dan Organoleptik
4. Uji Kadar Garam
5. Uji Aw

Data

Output
Analisa Data

Kesimpulan

Gambar 1. Skema Pendekatan Masalah

Anda mungkin juga menyukai