MAKALAH PEMBELAJARAN
Disusun Oleh:
Kelompok 11
PROGRAM S1-KEPERAWATAN
SURABAYA
2013
KATA PENGANTAR
Dengan nama Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah Keperawatan Komunitas III yang membahas tentang Asuhan
Keperawatan Komunitas.
Dalam menyusun makalah ini, penyusun menyadari bahwa kemampuan yang penulis miliki
adalah sangat terbatas, akan tetapi penyusun sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun
makalah mata kuliah ini dengan sebaik-baiknya, sehingga penulis berharap ini dapat berguna bagi
mahasiswa yang membaca makalah ini, masyarakat pada umumnya serta bagi penulis sendiri pada
khususnya.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu tersusunnya makalah ini.
Akhirnya Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu dengan kerendahan hati segala kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun akan penulis terima. Dan akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penambahan ilmu pengetahuan.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Tahap akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi. Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan,
dan perbaikan. Pada tahap ini perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan
dapat berhasil atau gagal. Perawat menemukan reaksi klien terhadap intervensi keperawatan yang
telah diberikan dan menetapkan apa yang menjadi sasaran dari rencana keperawatan dapat
diterima. Evaluasi berfokus pada individu klien dan kelompok dari klien itu sendiri. Proses evaluasi
memerlukan beberapa keterampilan dalam menetapkan rencana asuhan keperawatan., termasuk
pengetahuan mengenai standar asuhan keperawatan, respon klien yang normal terhadap tindakan
keperawatan, dan pengetahuan konsep teladan dari keperawatan.
1.3 Tujuan
c. Mampu memahami dan menjelaskan asuhan keperawatan peka budaya (menurut teori
Madeleine Leininger)
1.4 Manfaat
Terkait dengan tujuan maka makalah pembelajaran ini diharapkan dapat memberi manfaat.
1. Dari segi akademis, merupakan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam asuhan
keperawatan komunitas dalam bidang sistem Komunitas III.
Hasil makalah pembelajaran ini dapat menjadi masukkan bagi mahasiswa Stikes Hang Tuah Surabaya
lainnya dalam asuhan keperawatan komunitas
b. Untuk Penulis
Hasil penulisan makalah ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi penulis berikutnya, yang akan
melakukan penulisan asuhan keperawatan komunitas dalam bidang sistem Komunitas III.
BAB II
PEMBAHASAN
Perawatan kesehatan masyarakat merupakan bidang khusus dalam ilmu keperawatan, yang
merupakan gabungan ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan social (WHO, 1959). Suatu
bidang dalam keperawatan yang merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan
masyarakat dengan dukungan peran serta masyarakat (Rapat Kerja Keperawatan Kesehatan
Masyarakat, 1989). Dengan demikian ada 3 teori yang menjadi dasar ilmu perawatan kesehatan
masyarakat yaitu :
1. Ilmu Keperawatan
Konsep keperawatan di karakteristikkan oleh 4 komponen konsep pokok yang menjadi paradigma
dalam keperawatan, dimana menggambarkan hubungan teori–teori yang membentuk susunan yang
mengatur teori–teori tersebut berhubungan satu dengan lainnya yaitu : konsep manusia, konsep
kesehatan, konsep masyarakat dan konsep keperawatan (Christine Ibrahim, 1986).
Pengetahuan sosial yang dimaksud adalah ilmu pengembangan dan pengorganisasian masyarakat,
pendekatan edukatif dan teori tentang pendekatan perubahan perilaku. Hal ini bisa dirasakan oleh
perawat saat menjalankan tugas, peran dan fungsinya dalam keluarga, kelompok atau masyarakat
dengan berbagai latar belakang agama, budaya, pendidikan, ekonomi, norma, adat istiadat dan
aturan–aturan yang berlaku dalam masyarakat (Nasrul Effendi, 1999). Dengan memahami
pengetahuan ilmu sosial perawat kesehatan masyarakat dapat melakukan pendekatan untuk
merubah perilaku masyarakat ke arah yang positif dalam memelihara kesehatan keluarga, kelompok
dan masyarakat sehingga menuju kemandirian (self care), dimana mereka diharapkan dapat
mengenal dan merumuskan masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi,
memprioritaskan dan mencari alternatif pemecahan masalah melalui perencanaan bersama,
kemudian melaksanakan kegiatan bersama berdasarkan perencanaan yang mereka buat serta
menilai hasil yang telah dicapai.
Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan
dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan
memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara
berurutan, terus menerus, saling berkaitan dan dinamis. Selanjutnya menetapkan langkah proses
keperawatan sebagai proses pengumpulan data, pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan (Wolf,
Weitzel dan Fuerst, 1979).
Jadi proses keperawatan komunitas adalah metode asuhan keperawatan yang bersifat ilmiah,
sistematis, dinamis, kontinyu dan berkesinambungan dalam rangka memecahkan masalah kesehatan
dari klien, keluarga, kelompok atau masyarakat yang langkah – langkahnya dimulai dari (1)
pengkajian : pengumpulan data, analisis data dan penentuan masalah, (2) diagnosis keperawatan,
perencanaan tindakan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi tindakan keperawatan. (Wahit,
2005). Proses keperawatan pada komunitas mencakup individu, keluarga dan kelompok khusus yang
memerlukan pelayanan asuhan keperawatan.
Dalam perawatan kesehatan komunitas keterlibatan kader kesehatan, tokoh – tokoh masyarakat
formal dan informal sangat diperlukan dalam setiap tahap pelayanan keperawatan secara terpadu
dan menyeluruh sehingga masyarakat benar – benar mampu dan mandiri dalam setiap upaya
pelayanan kesehatan dan keperawatan yang diberikan.
1. Tujuan
c. Untuk dapat mencapai tujuan ini maka perawat kesehatan komunitas harus memiliki
keterampilan dasar yang meliputi : epidemiologi, penelitian, pengajaran, organisasi masyarakat dan
hubungan interpersonal yang baik.
2. Fungsi
a. Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah bagi tenaga kesehatan
masyarakat dan keperawatan dalam memecahkan masalah klien melalui asuhan keperawatan.
b. Agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang optimal sesuai dengan kebutuhannya dalam
kemandiriannya di bidang kesehatan.
Banyak ahli yang mendefinisikan tentang langkah – langkah proses keperawatan diantaranya adalah
sebagai berikut :
Membagi dalam empat tahap yaitu : (1) Identifikasi, (2) Pengumpulan data (3) Rencana dan kegiatan
(4) serta Penilaian.
2. Freeman
Sedangkan Freeman membagi dalam enam tahap yaitu : (!) Membina hubungan saling percaya
dengan klien, (2) Pengkajian, (3) Penentuan tujuan bersama keluarga dan orang terdekat klien, (4)
Merencanakan tindakan bersama klien, (5) Melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana, dan (6)
Hasil evaluasi.
3. S.G Bailon
Membagi menjadi empat tahap yaitu : (1) Pengkajian, (2) Perencanaan, (3) Implementasi, dan (4)
Evaluasi. Dari pendapat – pendapat dari para ahli tersebut diatas, maka penulis menyimpulkan
bahwa pada dasarnya langkah – langkah dalam proses keperawatan komunitas adalah :
(1) Pengkajian
(4) Pelaksanaan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah merupakan upaya pengumpulan data secara lengkap dan sistematis terhadap
masyarakat untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat
baik individu, keluarga atau kelompok yang menyangkut permasalahan pada fisiologis, psikologis,
sosial ekonomi, maupun spiritual dapat ditentukan.
Dalam tahap pengkajian ini terdapat lima kegiatan yaitu : pengumpulan data, pengolahan data,
analisis data, perumusan atau penentuan masalah kesehatan masyarakat dan prioritas masalah.
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai masalah kesehatan pada
masyarakat sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus diambil untuk mengatasi masalah
tersebut yang menyangkut aspek fisik, psikologis, sosial ekonomi dan spiritual serta faktor
lingkungan yang mempengaruhinya. Oleh karena itu data tersebut harus akurat dan dapat dilakukan
analisa untuk pemecahan masalah. Kegiatan pengkajian yang dilakukan dalam pengumpulan data
meliputi :
a. Data Inti
Data dikaji melalui wawancara kepada tokoh formal dan informal di komunitas dan studi
dokumentasi sejarah komunitas tersebut. Uraikan termasuk data umum mengenai lokasi daerah
binaan (yang dijadikan praktek keperawatan komunitas), luas wilayah, iklim, tipe komunitas
(masyarakat rural atau urban), keadaan demografi, struktur politik, distribusi kekuatan komunitas
dan pola perubahan komunitas.
Kajilah jumlah komunitas berdasarkan : usia, jenis kelamin, status perkawinan, ras atau suku,
bahasa, tingkat pendapatan, pendidikan, pekerjaan, agama dan komposisi keluarga.
Jabarkan atau uraikan data tentang: angka kematian kasar atau CDR, penyebab kematian, angka
pertambahan anggota, angka kelahiran.
Status kesehatan komunitas dapat dilihat dari biostatistik dan vital statistik antara lain: dari angka
mortalitas, morbiditas, IMR, MMR, cakupan imunisasi. Selanjutnya status kesehatan komunitas
kelompokkan berdasarkan kelompok umur : bayi, balita, usia sekolah, remaja dan lansia. Pada
kelompok khusus di masyarakat: ibu hamil, pekerja industry, kelompok penyakit kronis, penyakit
menular. Adapaun pengkajian selanjutnya dijabarkan sebagaimana dibawah ini :
2. Tanda – tanda vital : tekanan darah, nadi, respirasi rate, suhu tubuh.
a. ISPA
b. Penyakit asma
c. TBC paru
d. Penyakit kulit
e. Penyakit mata
f. Penyakit rheumatik
g. Penyakit jantung
i. Kelumpuhan
d. Pola eliminasi
6. Status psikososial
10. Pola perilaku tidak sehat seperti : kebiasaan merokok, minum kopi yang
berlebihan, mengkonsumsi alkohol, penggunaan obat tanpa resep,
penyalahgunaan obat terlarang, pola konsumsi tinggi garam, lemak dan purin.
a) Pemukiman
1. Luas bangunan
b) Sanitasi
3. Pengelolaan jamban : bagaimana jenisnya, berapa jumlahnya dan bagaimana jarak dengan
sumber air
c) Fasilitas
3. Sarana olahraga
4. Taman, lapangan
5. Ruang pertemuan
6. Sarana hiburan
7. Sarana ibadah
e) Kondisi geografis
1) Pelayanan kesehatan
(1) Lokasi
(2) Kepemilikan
(3) Kecukupan
3) Ekonomi
(4) Jumlah pekerja dibawah umur, ibu rumah tangga dan lanjut usia
a. Keamanan
2. Penanggulangan kebakaran
3. Penanggulangan bencana
b. Transportasi
1. Kondisi jalan
1. Sistem pengorganisasian
2. Struktur organisasi
f. Sistem komunikasi
g. Pendidikan
h. Rekreasi
1. Kebiasaan rekreasi
Jenis data secara umum dapat diperoleh dari data subyektif dan obyektif.
1. Data subyektif
Yaitu data yang diperoleh dari keluhan atau masalah yang dirasakan oleh individu, keluarga,
kelompok dan komunitas, yang diungkapkan secara langsung melalui lisan.
2. Data obyektif
Data yang dikumpulkan oleh pengkaji dalam hal ini mahasiswa atau perawat kesehatan masyarakat
dari individu, keluarga, kelompok dan komunitas berdasarkan hasil pemeriksaan atau pengkajian.
Data yang diperoleh dari sumber lain yang dapat dipercaya, misalnya : kelurahan, catatan riwayat
kesehatan pasien atau medical record (Wahit, 2005).
Wawancara adalah kegiatan komunikasi timbal balik yang berbentuk tanya jawab antara perawat
dengan pasien atau keluarga pasien, masyarakat tentang hal yang berkaitan dengan masalah
kesehatan pasien. Wawancara harus dilakukan dengan ramah, terbuka, menggunakan bahasa yang
sederhana dan mudah dipahami oleh pasien atau keluarga pasien, dan selanjutnya hasil wawancara
atau anamnesa dicatat dalam format proses keperawatan.
2. Pengamatan
Pengamatan dalam keperawatan komunitas dilakukan meliputi aspek fisik, psikologis, perilaku dan
sikap dalam rangka menegakkan diagnosis keperawatan. Pengamatan dilakukan dengan
menggunakan panca indera dan hasilnya dicatat dalam format proses keperawatan.
3. Pemeriksaan fisik
Dalam keperawatan komunitas dimana salah satunya asuhan keperawatan yang diberikan adalah
asuhan keperawatan keluarga, maka pemeriksaan fisik yang dilakukan dalam upaya membantu
menegakkan diagnosis keperawatan dengan cara IPAP :
I = yaitu melakukan pengamatan pada bagian tubuh pasien atau keluarga yang sakit
P = yaitu pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara meraba pada bagian tubuh yang
mengalami gangguan
A = yaitu pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan bunyi tubuh tertentu dan
biasanya perawat komunitas menggunakan stetoskop sebagai alat bantu untuk mendengarkan
denyut jantung, bising usus, suara paru
P = yaitu cara pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mengetukkan jari
telunjuk atau alat hammer pada bagian tubuh yang diperiksa.
2. Pengolahan Data
Setelah data diperoleh, kegiatan selanjutnya adalah pengolahan data dengan cara sebagai berikut:
a. Karakteristik demografi
b. Karakteristik geografi
d. Sumber dan pelayanan kesehatan (Anderson & Mc Farlene 1988. Community as Client)
3. Tabulasi data
4. Interpretasi data
3. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan untuk mengkaitkan data dan menghubungkan data dengan
kemampuan kognitif yang dimiliki sehingga dapat diketahui tentang kesenjangan atau masalah yang
dihadapi oleh masyarakat apakah itu masalah kesehatan atau masalah keperawatan. Tujuan analisis
data :
2. Menetapkan kekuatan
Berdasarkan analisa data dapat diketahui masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi oleh
masyarakat, sekaligus dapat dirumuskan yang selanjutnya dilakukan intervensi. Namun demikian
masalah yang telah dirumuskan tidak mungkin dapat diatasi sekaligus. Oleh karena itu diperlukan
prioritas masalah.
5. Prioritas Masalah
2. Prevalensi kejadian
6. Aspek politis
Prioritas masalah juga dapat ditentukan berdasarkan hierarki kebutuhan menurut Abraham H.
Maslow yaitu :
Dalam menyusun atau mengurut masalah atau diagnosis komunitas sesuai dengan prioritas
(penapisan) yang digunakan dalam keperawatan komunitas adalah format penapisan menurut
Meuke dan Stanhope, Lancaster 1988 :
2 Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah respons individu pada masalah kesehatan baik yang aktual maupun
potensial. Masalah aktual adalah masalah yang diperoleh pada saat pengkajian, sedangkan masalah
potensial adalah masalah yang mungkin timbul kemudian. (American Nurses of Association ) jadi
diagnosis keperawatan adalah suatu pernyataan yang jelas, padat, dan pasti tentang status dan
masalah kesehatan pasien yang dapat diatasi dengan tindakan keperawatan. Dengan demikian
diagnosis keperawatan ditetapkan berdasarkan masalah yang ditemukan. Diagnosis keperawatan
akan memberikan gambaran tentang masalah dan status kesehatan masyarakat baik yang nyata
(aktual) dan yang mungkin terjadi (potensial). Diagnosis keperawatan mengandung komponen
utama yaitu :
1) Problem atau masalah : problem merupakan kesenjangan atau penyimpangan dari keadaan
normal yang seharusnya terjadi
2) Etiologi atau penyebab : menunjukkan penyebab masalah kesehatan atau keperawatan yang
dapat memberikan arah terhadap intervensi keperawatan, yang meliputi :
Rumus : DK = P + E + S
DK : Diagnosis keperawatan
E : Etiologi
2) Dengan rumus PE
Rumus : DK = P + E
DK : Diagnosis keperawatan
E : Etiologi
Jadi, menegakkan diagnosis keperawatan minimal harus mengandung 2 komponen tersebut diatas,
disamping mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1) Masalah…………sehat………..sakit
2) Karakteristik populasi
Logan & Dawkins, 1986. Dalam bukunya : Family centered Nursing in the COMMUNITY
c. Lingkungan yang buruk dimanifestasikan oleh : banyaknya sampah yang berserakan, penggunaan
sungai sebagai tempat mencuci, mandi, dan pembuangan kotoran (buang air besar)
b. Kurangnya fluor pada air minum dimanifestasikan : 62% kariies dengan inspeksi pada murid-
murid SDN Somowinangun Lamongan
3) Kurangnya gizi pada balita di desa Somowinangun khusunya di RW.1 sehubungan dengan :
4) Resiko terjadinya penyakit dapat dicegah dengan imunisasi (PD3 I) di desa Somowinangun RW.2
sehubungan dengan :
b. Kader kurang
5) Terjadinya penyakit akibat lingkungan yang tidak sehat (diare, ISPA, DBD) di desa X, RW.Y
sehubungan dengan :
6) Resiko terjadi penurunan derajat kesehatan pada usia lanjut di RW.1 Ds. Somowinangun
sehubungan dengan :
a. Tidak adanya pembinaan pada usia lanjut
b. Tidak adanya wadah pada usia lanjut untuk meningkatkan kesehatan usila
c. Kurangnya informasi tentang kesehtan usia lanjut yang dimanifestasikan dengan : jumlah usia
lanjut : 200 orang, penyakit yang diderita usia lanjut : rematik 52,8%, hipertensi 32,42%, katarak 7%,
diabetes mellitus 5,2%, dan lain-lain 3,29% dan usia lanjut yang memeriksakan kesehatannya tidak
teratur 45,4%
b. Wadah organisasi pemuda tidak aktif lagi : karang taruna dan remaja masjid ditandai dengan :
jumlah remaja RW.6 83, remaja dengan kegiatan negatif : merokok 2,69%, minum-minuman keras
0,19%, dan main kartu 0,28%. Banyak remaja mengisi waktu luang berkumpul dengan teman sebaya
38,8%, hasil observasi banyak ditemukan remaja berkumpul di gang-gang jalan , dan hasil
wawancara didapatkan cukup banyak remaja yang mengisi waktu dengan minum-minuman keras
dan merokok
8) Anemia ibu hamil di RW.1 Somowinangun Luntas Kab. Lamongan sehubungan dengan
kurangnya pengetahuan masyarakat mengenal kebutuhan gizi ibu selama hamil yang
dimanifestasikan dengan :
c. 71,5% menyatakan kebutuhan makanan sel;ama hamil sama dengan saat tidak hamil, jumlah
kader yang aktif hanya 5 orang, kader tidak tersebar di semua RT, ada RT yang tidak mau menjadi
kader, 60% keluarga mengolah sayur dipotong dulu baru dicuci, 90% ibu hamil tidak mempunyai
KMS, 75% ibu hamil tidak memperoleh informasi tentang kebutuhan gizi ibu hamil, dan 20% ibu
hamil menyatakan kebutuhan gizinya kurang dari biasanya
9) Resiko timbulnya penyakit : diare, DHF, typhoid, ISPA, dan lain-lain sehubungan dengan
kurangnya pengetahuan masyarakat dalam memelihara lingkungan yang memenuhi syarat
kesehatan ditandai dengan :
i. Jarak sumber air dengan septik tank kurang dari 10 meter 10,8%
10) Potensi masyarakat RW.4 Ds. Somowinangun Lamongan dalam meningkatkan kesehatan
balita berhubungan dengan tingginys kesadaran ibu terhadap kesehatan balita yang ditunjang
keaktifan kader kesehatan dan petugas yang ditandai dengan :
11) Resiko terjadi peningkatan angka kesakitan pada lansia di RW.4 berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan masyarakat dalam memelihara kesehatan lansia, yang ditandai dengan :
c. Jenis penyakit yang diderita lansia : asma 5,88%, TB paru 3,92%, hipertensi 27,45%, DM 3,92%,
reumatik 31,37%, katarak 1,95%, dan lain-lain 8,33%
d. Upaya lansia untuk mencegah penyakit : non medis 13,88% dan diobati sendiri 8,33%
e. Lansia yang tidak mengisi waktu luang dengan kegiatan tertentu 23,5%
3. Perencanaan Keperawatan
d. Realistic
T = S + P + K.1 + K.2
Keterangan :
S : Subyek
P : Predikat
K.1 : Kondisi
K.2 : Kriteria
3) S : Specific
Contoh :
Nama komuniti :
Masalah :
Goal :
Contoh kasus :
Mahasiswa Akper Gresik melaksanakan praktek keperawatan komunitas di desa Kandangan Cerme
Kabupaten Gresik membuat jamban umum melalui swadaya masyarakat secara gotong-royong
dalam waktu 1,5 bulan.
e. Tindakan yang akan dilaksanakan harus dapat memenuhi kebutuhan yang sangat dirasakan
masyarakat
b. Dapat dimodifikasikan
c. Bersifat spesifik
Di mana dilakukan?
Kapan dilakukan?
Bagaimana melakukan?
Frekuensi melakukan?
Contoh kasus :
c. Mahasiswa melibatkan partisipasi dan peran serta masyarakat dalam menggalang dana untuk
pembuatan jamban umum melalui dana upaya kesehtan masyarakat (DUKM) yang ada atau iuran
desa
d. Mahasiswa menetapkan waktu peresmian pembuatan jamban umum oleh kepala Desa dan
tokoh-tokoh masyarakat yang lain
f. Kerjasama dengan instansi terkait untuk mendapatkan bantuan teknis pembuatan jamban
umum yang memenuhi syarat kesehatan (tenaga sanitarian)
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan yang telah disusun. Dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan, perawat kesehatan masyarakat harus bekerja sama dengan
anggota tim kesehatan lainnya dalam hal ini melibatkan pihak puskesmas, bidan desa, dan anggota
masyarakat. Prinsip yang umum digunakan dalam pelaksanaan atau implementasi pada
keperawatan komunitas :
1) Inovatif
Perawat kesehatan masyarakat harus mempunyai wawasan luas dan mampu menyesuaikan diri
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan berdasar pada iman dan taqwa (
IMTAQ)
2) Integrated
Perawat kesehtan masyarakat harus mampu bekerja sama dengan sesame profesi, tim kesehtan lain,
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat berdasarkan azaz kemitraan.
3) Rasional
5) Ugem
Perawat kesehatan masyarakat harus yakin dan percaya atas kemampuannya dan bertindak dengan
sikap optimis bahwa asuhan keperawatan yang diberikan akan tercapai. Dalam melaksanakan
implementasi yang menjadi focus adalah program kesehatan komunitas dengan strategi komuniti
organisasi dan parthnerships in community. (Model for nursing parthnerships).
1) Keterpaduan antara biaya, tenaga, waktu, lokasi, sarana, dan prasarana dengan pelayanan
kesehatan maupun sektor lainnya
2) Keterlibatan petugas kesehatan lain, kader, dan tokoh masyarakat dalam rangka alih peran
Evaluasi memuat keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses
dapat dilihat dengan membandingkan antara proses dengan pedoman atau rencana proses tersebut.
Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat kemandirian
masyarakat dalam perilaku kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan masyarakat
komunitas dengan tujuan yang telah ditetapkan atau dirumuskan sebelumnya. Kegiatan yang
dilakukan dalam penilaian menurut Nasrul Effendy, 1998 :
1) Membandingkan hasil tindakan yang dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan
2) Menilai efektifitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian sampai dengan
pelaksanaan
Perlu dipahami bersama oleh perawat kesehatan masyarakat bahwa evaluasi dilakukan dengan
melihat respon komunitas terhadap program kesehatan. Macam evaluasi : 1) formatif dan sumatif,
2) input, proses, dan output.
Focus evalausi :
1) Relevansi
Bagaimana biaya ?
5) Impact
Kegunaan evaluasi :
2) Menilai hasil guna, daya guna, dan produktifitas asuhan keperawatan yang diberikan
3) Menilai asuhan keperawatan dan sebagai umpan balik untuk memperbaiki atau menyusun
rencana baru dalam proses keperawatan
Hasil evaluasi :
1) Tujuan tercapai
Apabial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat telah menunjukkan kemajuan sesuai dengan
criteria yang telah ditetapkan
Apabila tujuan itu tidak tercapai secara maksimal, sehingga perlu dicari penyebab dan cara
memperbaikinya atau mengatasinya
Apabila individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat tidak menunjukkan perubahan kemajuan
sama sekali bahkan timbul masalah baru. Dalam hal ini perlu dikaji secara mendalam apakah
terdapat problem dalam data, analisis, diagnosis, tindakan, dan faktor-faktor yang lain tidak sesuai
sehingga menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan,rencana tindakan,dan pelaksanaannya sudah berhasil di capai.
Melalui evaluasi memungkinkan perawatan untuk memonitor ”kealpaan yang terjadi ” selama tahap
pengkajian,analisa,perencanaan dan pelaksanaan tindakan (Ignatavicius & Bayne,1994).
Menurut Griffith & (Christensen (1986) evaluasi sebagai sesuatu yang di rencanakan,dan
perbandingan yang sistimatik pada status kesehatan Klien.Dengan mengukur perkembangan Klien
dalam mencapai suatu tujuan,maka perawat bisa menentukan efektifitas tindakan
keperawatan.Meskipun valuasi di letakkan pada akhir proses keperawatan,evaluasi merupakan
bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.
Pengumpulan data perlu direvisi untuk enentukan apakah informasi yang telah di kumpulkan sudah
mencukupi dan apakah perilaku yang di observasi sudah sesuai.Diagnosa juga perlu di evaluasi
dalam hal keakuratan dan kelengkapannya.Tujuan dan intervensi di evaluasi adalah untuk
menentukan apakah tujuan tersebut,dapat di capai secara efektif.
2.2.2 Tujuan
Evaluasi adalah suatu tahap untuk menentukan manfaat atau nilai dari sesuatu. Selama proses
evaluasi, informasi dikumpulkan dan dianalisis untuk ditentukan kegunaan dan signifikansinya.
Perubahan yang ada dinilai, dan kemajuan didokumentasikan.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa di
laksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang di berikan sehingga perawat dapat mengambil keputusan :
1) Mengakhiri rencana tindakan keperawatan ( Klien telah mencapai tujuan yang di tetapkan )
3) Meneruskan rencana tindakan keperawatan (Klien memerlukan waktu yang lebih lama untuk
mencapai tujuan )
2.2.3 Pendahuluan
Perawat mengevaluasi respons dari komunitas terhadap program kesehatan dalam upaya mengukur
kemajuan terhadap tujuan dan objektif program. Data evaluasi juga merupakan hal yang krusial
untuk memperbaiki database dan diagnosis keperawatan komunitas yang dihasilkan dari analisis
pengkajian data komunitas.
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan, tetapi evaluasi tetap terkait dengan pengkajian
yang merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Praktik keperawatan adalah siklus yang
dinamis. Agar intervensi berfokus komunitas dapat diukur secara relevan dan tepat waktu,
maka database komunitas, diagnosis keperawatan dan rencana program kesehatan harus dievaluasi
secara rutin. Efektivitas intervensi keperawatan komunitas bergantung pada pengkajian ulang yang
berkesinambungan terhadap kesehatan komunitas dan juga bergantung pada perbaikan yang tepat
terhadap intervensi terencana.
Evaluasi merupakan hal yang penting dalam praktik keperawatan, tetapi evaluasi pun berperan
sangat penting bagi berfungsinya lembaga kesehatan. Sayangnya, evaluasi terkadang dilakukan
secara terpisah dari perencanaan program.
Evaluasi bahkan sering kali hanya diikutkan di akhir program, hanya untuk memenuhi kebutuhan
sumber pendanaan atau administrasi lembaga. Buktinya, terdapat masalah pada beberapa
pendekatan.
Agar keperawatan komunitas berjalan efektif, dituntut suatu pendekatan yang integratif dalam
evaluasi; evaluasi merupakan aspek yang unik.
Sejalan dengan landasan teoritis dalam menjalin kemitraan dengan komunitas, program evaluasi
yang kita jalankan didasarkan pada prinsip yang dikemukakan oleh W.K Kellogg Foundation (1998).
Prinsip tersebut disimpulkan sebagai berikut :
1. Memperkuat program. Tujuan kita adalah promosi kesehatan dan peningkatan kepercayaan
diri komunitas. Evaluasi membantu pencapaian tujuan ini dengan cara menyediakan proses yang
sistematik dan berkelanjutan dalam mengkaji program, dampaknya serta hasil akhir program
tersebut.
3. Merancang evaluasi untuk memenuhi isu nyata. Program berbasis dan berfokus komunitas,
yang berakar pada komunitas “nyata” dan berdasarkan pengkajian komunitas harus memiliki
rancangan evaluasi untuk mengukur kriteria mengenai pentingnya program tersebut bagi komunitas.
4. Menciptakan proses partisipasi. Apabila anggota komunitas merupakan bagian dari pengkajian,
analisis, perencanaan dan implementasi, mereka pun harus menjadi mitra dalam evaluasi.
5. Memungkinkan fleksibilitas. “Pendekatan ecaluasi harus fleksibel dan bersifat preskriptif; jika
tidak, akan sulit untuk mendokumentasikan munculnya perubahan yang sering kali meningkat secara
tajam dan kompleks: (W.K Kellogg Foundation, 1998, hal. 3)
6. Membangun kapasitas. Proses evaluasi, selain mengukur hasil akhir, harus meningkatkan
keterampilan, pengetahuan dan perilaku individu yang terlibat di dalamnya. Hal ini serupa dengan
dengan konteks profesional maupun non profesional.
Literatur mengenai evaluasi semakin banyak tersedia. Evaluasi program atau proyek telah menjadi
spesialisasi seluruh departemen dan firma konsultan yang berfokus pada pengukuran dan evaluasi.
Demi mencapai tujuan kita (yaitu, membuat pendahuluan dari evaluasi program), kita akan
menggunakan suatu model 3 bagian. Pada model ini, kita akan mempelajari proses implementasi
program, dampak program, dan hasil program.
Pada bagian ini, kita akan berfokus pada promosi kesehatan dan program promosi kesehatan yang
dirancang untuk mempengaruhi populasi target melalui aktivitas terencana (proses) yang mungkin
menimbulkan efek yang cepat (dampak) dan efek yang lebih lama (hasil). (Dignan & Carr, 1992, hal.
153).
Dampak
Proses (sumatif;
Hasil (jangka panjang)
(formatif) hasil jangka
pendek)
Informa Implemen Efek segera Insidens dan prevalensi faktor risiko, morbiditas, dan
si yang tasi program, mortalitas
dikump program, sebagai
ulkan termasuk : contoh :
1. Resp 1. Penget
ons ahuan
tempat
2. Perilak
2. Resp u
ons
penerima 3. Persep
si
3. Resp
ons 4. Ketram
praktisi pilan
4. Kom 5. Keyaki
petensi nan
personel 6. Akses
terhadap
sumber
7. Dukung
an sosial
Bilaman Implemen Untuk Untuk mengukur apakah insidens dan prevalensi
a tasi awal menentukan telah berubah. Sebagai contoh, apakah angka
diaplika program apakah imunisasi anak usia dua tahun telah meningkat?
sikan atau faktor yang
ketika mempengar Apakah jumlah pasien gangguan pernafasan
terjadi uhi mengalami pe nurunan?
perubahan kesehatan
Apakah industri memfilter cerobong polutannya?
program baik dari
(contoh, individu
pindah ke maupun
tempat lingkungan
baru, telah
diberikan berubah.
kepada Sebagai
populasi contoh,
yang apakah
berbeda) perilaku
individu
telah
berubah?
Apakah
kebijakan
baru
diimplement
asikan?
Perawat menggunakan ketrampilan pengkajian untuk mendapatkan data yang akan di gunakan
dalam evaluasi.Faktor yang di evaluasi mengenai status kesehatan klien,yang terdiri dari bebrapa
komponen,meliputi: KAPP (kognitif,Afektif,Psikomotor,Perubahan fungsi dan gejala yang spesifik).
a. Kognitif (pengetahuan)
Tujuan mengidentifikasi pengetahuan yang spesifik yang di perlukan setelah klien di ajarkan tentang
teknik-teknik tertentu. Lingkup evaluasi pada kognitif meliputi pengetahuan klien terhadap
penyakitnya, mengontrol gejala-gejalanya, pengobatan, diet, aktifitas, persediaan alat-alat, resiko
komplikasi, gejala yang harus dilaporkan, pencegahan, pengukuran dan lain-lain. Evaluasi kognitif di
peroleh melalui interview atau tes tertulis.
Affektif klien cenderung ke penilaian yang subyektif dan sangat sukar di evaluasi.Hasil penilaian
emosi di tulis dalam bentuk perilaku yang akan memberikan suatu indikasi terhadap status emosi
klien.hasil tersebut meliputi ”tukar menukar perasaan tentang sesuatu”, cemas yang berkurang ada
kemauan berkomunikasi dan seterusnya.
c. Psikomotor
Psikomotor biasanya lebih mudah di evaluasi di bandingkan yang lainnya jika perilaku yang dapat di
observasi sudah di identifikasikan pada tujuan (kriteria hasil ).Hal ini biasanya di lakukan melalui
observasi secara langsung.Dengan melihat apa yang telah di lakukan Klien sesuai dengan yang di
harapkan adalah suatu cara yang terbaik untuk mengevaluasi psikomotor klien.
Evaluasi pada komponen perubahan fungsi tubuh mencakup beberapa aspek status kesehatan klien
yang bisa di observasi.Untuk mengevaluasi perubahan fungsi tubuh maka perawat memfokuskan
pada bagaimana fungsi kesehatan klien berubah setelah di lakukan tindakan keperawatan.Evaluasi
pada gejala yang spesifik di gunakan untuk menentukan penurunan atau penigkatan gejala yang
mempengaruhi status kesehatan Klien.Evaluasi tersebut bisa di lakukan bisa di lakukan dengan cara
observasi secara langsung,interview dan pemeriksaan fisik.
Setelah data terkumpul tentang status keadaan klien,maka perawat membandingkan data dengan
outcomes.tahap berikutnya adalah membuat keputusan tentang pencapaian Klien terhadap
outcomes.Ada 3 kemungkinan keputusan pada tahap ini :
a. Klien telah mencapai hasil yang di tentukan dalam tujuan.Pada keadaan ini perawat akan
mengkaji masalah klien lebih lanjut atau mengevaluasi outcomes yang lain.
b. Klien masih dalam proses mencapai hasil yang telah di tentukan.Perawat mengetahui keadaan
klien pada tahap perubahan kearah pemecahan masalah.Penambahan waktu,resources,dan
intervensi mungkin di perlukan sebelum tujuan tercapai.
c. Klien tidak dapat mencapai hasil yang telah di tentukan.Pada situasi ini,perawata harus
mencoba untuk mengidentifikasi alasan mengapa keadaan atau masalah ini timbul.
1) Proses (formatif)
Fokus tipe evaluasi ini adalah aktifitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan
keperawatan.Evaluasi proses harus di lakukan segera setelah perencanaan keperawatan di
laksanakan untuk membantu keefektifitasan terhadap tindakan.Evaluasi formatif terus menerus di
laksanakan sampai tujuan yang telah di tentukan tercapai. Metode pengumpulan data dalam
evaluasi formatif terdiri dari analisa rencana tindakan keperawatan, open-chart audit, pertemuan
kelompok, interview, dan observasi dengan klien, dan menggunakan form evaluasi. Sistem penulisan
pada tahap evaluasi ini bisa menggunakan sitem SOAP atau model dokumentasi lainnya.
2) Hasil (sumatif)
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir tindakan
perawatan klien. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan secara paripurna.
Sumatif evaluasi adalah obyektif, fleksibel, dan efisien. Adapun metode penatalaksanaan evaluasi
sumatif terdiri dari closed-chart audit, interview akhir pelayanan, pertemuan akhir pelayanan, dan
pertanyaan kepada klien dan keluarga. Meskipun informasi pada tahap ini tidak secara langsung
berpengaruh terhadap klien yang dievaluasi, sumatif evaluasi bisa menjadi suatu metode dalam
memonitor kualitas dan evisiensi tindakan yang telah diberikan.
Komponen evaluasi dapat di bagi menjadi 5 komponen menurut (Pinnell & Meneses,1986) :
1. Menentukan kriteria, standar dan pertanyaan evaluasi.
Kriteria digunakan sebagai pedoman observasi untuk mengumpulkan data dan sebagai penentuan
kesahihan data yang terkumpul. Semua kriteria yang di gunakan pada tahap evaluasi di tulis sebagai
kriteria hasil. Outcomes menandakan hasil akhir tindakan keperawatan. Sedangkan standar
keperawatan digunakan lebih luas sebagai dasar untuk evaluasi praktek keperawatan secara luas.
Outcome criteria. Kriteria hasil didefenisikan sebagai standar untuk menjelaskan respon atau hasil
dari rencana tindakan keperawatan. Hasil tersebut akan menjelaskan bagaimana keadaan klien
,setelah tindakan dilaksanakan. Kriteria akan dinyatakan dalam istilah behaviour (perilaku)
sebagaimana disebutkan dalam bab terdahulu, supaya dapat diobservasi atau diukur dan kemudian
dijelaskan dalam istilah yang mudah dipahami. Idealnya, setiap hasil dapat dimengerti oleh setiap
orang yang terlibat dalam evaluasi.
b. Standar Praktek
Standar pelayanan keperawatan dapat digunakan untuk mengevaluasi praktek keperawatan secara
luas. Suatu standar menyatakan apa yang harus dilaksanakan sebagai suatu model untuk kualitas
pelayanan. Standar harus berdasarkan hasil penelitian, konsep teori, dan dapat di terima oleh
praktek klinik keperawatan saat sekarang. Standar harus secara cermat disusun dan di uji untuk
menetukan kesesuain dalam penggunaannya. Contoh pemakain standar dapat dilihat pada standar
praktek keperawatan yang disusun oleh ANA.
c. Evaluative question
Untuk menentukan suatu kriteria dan standart, perlu digunakan pertanyaan evaluative sebagai dasar
mengevaluasi kualitas pelayanan dan respon klien terhadap tindakan.
Merupakan pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan yang dilakukan sebelum layanan
kesehatan diselenggarakan. Oleh karena itu pengukurannya akan ditujukan terhadap struktur atau
input layanan kesehatan dengan asumsi bahwa layanan kesehatan harus memiliki sumber daya
tertentu agar dapa menghasilakan suatu layanan kesehatan yang bermutu. Bagian – bagiannya
sebagai berikut :
Ditujukan agar menghasilkan profesi layanan kesehatan yang mempunyai pengetahuan, ketrampilan
dan perilaku yang dapat mendukung layanan kesehatan yang bermutu.
2. Perizinan
Merupakan salah satu mekanisme untuk menjamin mutu layanan kesehatan. Surat ijin kerja (SIK)
dan surat iji praktek(SIP) yang diberikan kepada perawat merupakan suatu pengakuan bahwa
seorang perawat telah memenuhi syarat untuk melakukan praktek profesi keperawatan (NERS).
Demikian pula dengan profesi kesehatan lain, harus mempnyai ijin kerja sesuai dengan profesimya.
3. Standardisasi
4. Sertifikasi
Merupakan selanjutnya dari perizinan. Pengakuan sebagai ners yang tergistrasi adalah contoh
setifikasi. Di indonesia, perizinan seperti itu dilakukan oleh departemen kesehatan atau dinas
kesehatan dengan rekomendasi dari persatuan perawat nasional indonesia (PPNI).
5. Akreditasi
Merupakan pengakuan bahwa suatu institusi layanan kesehatan seperti RS telah memenuhi
beberapa standar layanan kesehatan tertentu. Pengukuran mutu prospektif berfokus pada penilaian,
sumber daya, bukan pada kinerja penyelenggaraan layanan kesehatan.
Merupakan pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan yang dilakukan setelah penyelenggaraan
layanan kesehatan selesai dilaksanakan. Pengukuran ini biasanya merupakan gabungan dari
beberapa kegiatan seperti penilaian catatan keperawatan (nursing record), wawancara, pembuatan
kuesioner, dan penyelenggaraan pertemuan.
Merupakan pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan yang dilakukan selama layanan
kesehatan dilangsungkan atau diselenggarakan. Pengukuran ini dilakukan melalui pengamatan
langsung dan kadang- kadang perlu dilengkapi dengan peninjauan pada catatan keperawatan serta
melakukan wawancara dan mengadakan pertemuan dengan klien, keluarga, atau petugas
kesehatan.
2. Mengumpulkan data secara sistematis, menerapkan epidemiologi dan metode ilmiah untuk
menentukan efektivitas intervensi keperawatan kesehatan komunitas dalam kebijakan, program,
dan pelayanan.
3. Berpartisipasi dalam proses dan evaluasi hasil dengan aktivitas pemantauan (monitoring)
program dan pelayanan.
4. Mengaplikasikan pengkajian data yang berkelanjutan untuk merevisi rencana, intervensi, dan
aktivitas yang sesuai.
6. Menyampaikan evaluasi proses dan hasil yang dihasilkan kepada komunitas dan pemangku
kepentingan lain berdasarkan hukum dan peraturan negara.
a. Relevansi
Adakah tuntutan untuk menyelenggarakan program? Relevansi menentukan alasan untuk
menyelenggarakan suatu program atau serankaian aktivitas. Pertanyaan seputar relevansi mungkin
lebih penting untuk program yang sudah berjalan dibandingkan dengan program baru.
Seringkali suatu program direncanakan untuk memenuhi kebutuhan komunitas yang terungkap,
seperti screening tekanan darah.
Program ini kemudian berlangsung selama beberapa tahun tanpa disertai evaluasi mengenai
relevansinya. Pertanyaan harus diajukan secara rutin apakah program nasih dibutuhkan?
Sebenarnya, evaluasi tidak hanya dibutuhkan untuk program baru, tetapi untuk seluruh program.
Keterbatasan yang lazim ditemukan pada program baru adalah ketidakadekuatan staff atau
anggaran. Satu jalan keluar terhadap keterbatasan tersebut adalah evaluasi relevansi program yang
ada. Staff dan anggaran program yang tidak lagi dibutuhkan dapat dialokasikan pada program baru.
b. Kemajuan
Apakah aktivitas program sesuai dengan rencana? Apakah staff dan material yang tepat tersedia
dalam kuantitas dan waktuyang tepat untuk mengimplementasikan aktivitas program? Apakah
banyak klien yang diharapkan banyak ikut berpartisipasi dalam aktivitas program yang dijadwalkan?
Apakah input dan output memenuhi beberapa rencana yang ditetapkan sebelumnya? Jawaban
terhadap pertanyaan ini akan mengukur kemajuan program dan merupakan bagian dari proses
evaluasi formatif.
c. Efisiansi Biaya
d. Efektivitas (dampak)
Apakah tujuan program tercapai? Apakah klien merasa puas dengan program? Apakah
penyelenggara program merasa puas dengan aktivitas dan keterlibatan klien? Efektivitas berfokus
pada evaluasi formatif seperti hasil jangka pendek dan segera.
e. Hasil
Apakah implikasi jangka panjang program? Sebagai hasil dari program, perubahan perilaku apa yang
dapat diharapkan dalam waktu 6 minggu, 6 bulan atau 6 tahun? Efektivitas mengukur hasil yang
segera, sedangkan evaluasi hasil mengukur apakah aktivitas program mengubah alasan awal
penyelenggara program. Pertanyaan mendasar adalah : apakah program mencapai tujuannya?
(apakah kesehatan meningkat?).
4. Seberapa pentingkah data yang dikumpulkan? Terhadap keseluruhan program? Terhadap para
partisipan? (W.K. Kellog Foundation, 1998).
Terdapat beberapa kerangka kerja atau paradigma yang dapat memberikan informasi mengenai
pilihan Anda.
STUDI KASUS
Studi kasus menelusuri suatu program untuk menentukan keadekutannya dalam memenuhi
kebutuhan yang diutarakan. Data yang dikumpulkan selama studi kasus meliputi observasi aktivitas
korban, laporan yang disiapkan oleh program, ringkasan statistik dari aktivitas program, percakapan
tidak terstruktur dengan petugas program, data hasil wawancara terstruktur maupun tidak
terstruktur, serta informasi yang dikumpulkan melalui kuesioner. Semua kuesioner, tanpa
memperhitungkan segi kecermatan penulisannya, memiliki komponen subjektif; dan seperti juga
catatan oblektif atau dokumen seluruhnya ditulis oleh individu, sehingga memasukkan faktor
subjektif.
Kontekstual,
inklusif,
pengalaman, Praktis,
Observasi keterlibatan, berguna, Membuat
Pendekatan Metodologi mendalam, model
hipotetik relevansi sosial berdayaguna
wawancara program yang
deduksi, logik – atau
statistik gambaran –
untuk
Memperhatikan menunjukkan
aspirasi kaum apa yang
wanita dalam terjadi
seluruh aspek Secara aktif Menunjukkan
evaluasi, melibatkan apa yang
terbuka semuanya ke terjadi dalam
Tujuan Untuk Untuk
terhadap dalam proses, program
menjelaskan memahami
seluruh aspirasi membangun berbasis-
apa yang target program
terjadi dan dan anti kapasitas komunitas
menunjukkan program yang
hubungan komprehensif
sebab-akibat
antara hasil
da
“intervensi”
Antropologi percaya bahwa kebudayaan adalah fungsi yang terintegrasi seluruhnya dengan bagian
interelasi dan interdependensi. Demikian juga budaya lebih baik dipandang dan dianalisa secara
menyeluruh. Berbagai komponen dari budaya seperti politik, ekonomi, agama, persaudaraan dan
system kesehatan, melakukan fungsi yan terpisah tetapi kemudian bercampur membentuk
perbuatan yang menyeluruh. Jadi untuk mengetahui system dari seseorang harus memandang
masing-masing hubunganya dengan orang lain dan dari keseluruhan kulturnya (Benedict, 1934).
Perubahan budaya biasanya mengundang tantangan – tantangan baru dan berbagai masalah.
Perubahan meliputi adaptasi kreatif dari perilaku yang terdahulu yang disebabkan Karena bahasa,
adapt, kepercayaa, sikap, tujuan, undang – undang, tradisi dank ode moral. Pada saat yang terdahulu
sudah keluar dari mode atau kurang bias diterima dan menjadi sumber konflik yang potensial (Elling,
((1977).
2. Enkulturasi
Adalah proses mendapatkan pengetahuan dan menghayati nilai-nilai. Melalui proses ini oran bias
mendapatkan kompetensi dari budayanya sendiri. Anak-anak melihat orang tua dan mengambil
kesimpulan tentang peraturan demi perilaku. Pola- pola perilaku menyajikan penjelasan untuk
kejadian dalam penghidupan seperti, dilahirkan, maut, remaja, hamil, membesarkan anak, sakit
penyakit .
3. Etnosentris
Adalah suatu kepercayaan bahwa hanya sendiri yang terbaik. Sangat penting bagi perawat untuk
tidak berpendapat bahwa hanya caranya sendiri yang terbaik dan menganggap ide orang lkain tidak
diketahui atuau di pandang rendah.
4. Stereotip
Stereotip atau sesuatu yang bersifat statis / tetap merupakan kepercayaan yang dibesar – besarkan
dan gambaran yang dilukiskan dengan populer dalam media massa dan ilmu kebangsaan. Sifat ini
juga menyebabkan tidak bekembangnya pemikiran seseorang.
Sistem budaya mengandung berbagai orientasi nilai. Nilai merupakan bentuk kepercayaan
bagaimana seseorang harus berperilaku , kepercayaan adalah sesuatu pertanyaan yang tujuannya
berpegang kepada kebenaran tapi mungkin boleh atau tidak boleh berlandaskan kenyataan empiris.
Salah satu elemen yang paling penting terbangun dalam budaya dan nilainya. Nilai ini bersama –
sama memiliki budaya yang paling penting terbangun dalam budaya dan nilainya. Nilai ini bersama
memberikan stabilitas dan keamanan budaya, menyajikan standart perilaku. Bila dua orang bersama
– sama memiliki budaya yang serupa dan pengalamanya cenderung serupa nilai – nilai mereka akan
serupa , walaupun dua orang tersebut tidak mungkin pola nilai yang tetap serupa , namun mereka
cukup serupa untuk mengenal kesamaan dan utuk mengidentifkasi” yang lain sama sepeti saya”
(Gooenough, 1966) .
Konsep budaya menurut Linton adalah : suatu tatanan pola perilaku yang dipelajari, diciptakan, serta
ditularkan di antara suatu anggota masyarakat tertentu . Batasan budaya menurut Koentjaraningrat
adalah : keseluruhan system gagasan , tindakan dan Hasil karyamanusia, dalam rangka kehidupan
bermasyarakat, yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.Karakteristik budaya menurut TO.
Ihromi adalah :
2. Budaya dimiliki bersama oleh sekelompok manusia dan merupakan pola kelakuan umum.
Budaya bersifat dinamis, adaptif dan integratif.Pemahaman akan konsep budaya, membawa kita
pada kesimpulan bahwa gagasan, perasaan dan perilakumanusia dalam kehidupan sosialnya sangat
dipengaruhi oleh budaya yang berlaku di masyarakat. Demikianpula pergeseran ataupun perubahan
pada tatanan budaya dalam suatu masyarakat akan diiringi denganperubahan perilaku dari individu
yang hidup di dalamnya.Budaya tercipta sebagai upaya manusia untuk beradaptasi terhadap
masalah -masalah yang timbul dari lingkungan hidupnya. Selanjutnya budaya mempengaruhi
pembentukan dan perkembangan kepribadian manusia dalam kelompoknya. Interaksi keduanya
membentuk suatu pola spesifik perilaku, proses pikir,emosi dan persepsi individu atau kelompok
dalam bereaksi terhadap tekanan-tekanan kehidupan. Dengan demikian dapat dimengerti peranan
budaya dalam masalah kesehatan jiwa.
Sesungguhnya karena tradisi berbeda budaya dan peningkatan mobilitas dan memiliki standart
perilaku yang sama. Individu yang dibesarkan dalam kelompok seperti itu mengikuti budaya oleh
norma-norma yang menentukan jalan pikiran dan perilaku mereka.
a. Kolektifitas Etnis adalah kelompok dengan asal yang umum, perasaan identitas dan memiliki
standart perilaku yang sama. Individu yang bedasarkan dalam kelompok seperti itu mengikuti
budaya oleh norma-norma yang menentukan jalan ikiran dan perilaku mereka ( Harwood, 1981).
b. Shok Budaya adalah salah satu sebab karena bekerja dengan individu yang latar belakang
kulturnya berbeda. Shock budaya sebagai perasaan yang tidak ada yang menolong ketidaknyamanan
dan kondisi disoirentasi yang dialami oleh orang luar yang berusaha beradaptasi secara
komprehensif atau secara efektif dengan kelompok yang berbeda akibat akibat paraktek nilai-nilai
dan kepercayaan.( Leininger, 1976).
Perawat dapat mengurangi shock budaya dengan mempelajari tentang perpedaan kelompok budaya
dimana ia terlibat. Pemting untuk perawat mengembangkan hormat kepada orang lain yang berbeda
budaya sambil menghargai perasaan dirinya. Praktik perawatan kesehatan memerlukan toleransi
kepercayaan yang bertentangan dengan perawat.
c. Pola Komunikasi
Kendala yang paling nyata timbul bila kedua orang berbicara dengan bahasa ang berbeda. Kebiasaan
berbahasa dari klien adalah salah satu cara untuk melihat isi dari budaya. Menurut Kluckhohn,1972,
bahwa tiap bahasa adalah merupakan jalan khusus untuk meneropong dan interprestasi
pengalaman tiap bahasa membuat tatanan seluruhnya dari asumsi yang tidak disadari tetang dunia
dan penghidupan. Kendala untuk komunkasi bisa saja terjadi walaupun individu berbicara dengan
bahasa yang sama. Perawat kadang kesulitan untuk menjelaskan sesuatu dengan bahasa yang
sederhana, bebas dari bahasa yang jlimet yang klien bisa menagkap. Sangat penting untuk
menentukan ahwa pesan kita bisa diterima dan dimengerti maksudnya .
Jarak pribadi adalah ikatan yang tidak terlihat dan fleksibel. Pengertian tentang jarak pribadi bagi
perawat kesehatan masyarakat memungkinkan proses pengkajian dan peningkatan interaksi
perawat klien. Profesional kesehatan merasa bahwa mereka mempunyai ijin keseluruh daerah
badan klien. Kontak yang dekat sering diperlukan perawat saat pemeriksaan fisik, perawat
hendaknya berusaha untuk mengurangi kecemasan dengan mengenal kebutuhan individu akan jarak
dan berbuat yang sesuai untuk melindungi hak privasi.
Budaya mempengaruhi harapan dan persepsi orang mengenai gejala cra memberi etika kepada
penyakit, juga mempengaruhi bilamana, dan kepada siapa mereka harus mengkomunikasikan
masalah – masalah kesehatan dan berapa lama mereka berada dalam pelayanan. Karena kesehatan
dibentuk oleh faktor – faktor budaya, maka terdapat variasi dari perilaku pelayanan kesehatan,
status kesehatan, dan pola – pola sakit dan pelayanan didalam dan diantara budaya yang berbeda –
beda.
Perilaku pelayanan kesehatan merujuk kepada kegiatan-kegiatan sosial dan biologis individu yang
disertai penghormatan kepada mempertahankan akseptabilitas status kesehatan atau perubahab
kondisi yang tidak bisa diterima. Perilaku pelayanan kesehatan dan status kesehatan saling
keterkaitkan dan sistem kesehatan ( Elling, 1977 ).
Tentu saja kebudayaan itu tidak statis , kecuali mungkin pada masyarakat pedalaman yang terpencil .
Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan lansia biasanya dipelajari pada masyarakat yang
terisolasi dimana cara - cara hidup mereka tidak berubah selama beberapa generasi , walaupun
mereka merupakan sumber data - data biologis yang penting dan model antropologi yang berguna ,
lebih penting lagi untuk memikirkan bagaimana mengubah kebudayaan mereka itu. Pada Negara
dunia ke 3 laju perkembangan ini cukup cepat, dengan berkembangnya suatu masyarakat perkotaan
dari masyarakat pedesaan. Ide-ide tradisional yang turun temurun, sekarang telah di modifikasi
dengan pengalaman-pengalaman dan ilmu pengetahuan baru. Sikap terhadap penyakit pun banyak
mengalami perubahan .Kaum muda dari pedesaan meninggalkan lingkungan mereka menuju kekota.
Akibatnya tradisi budaya lama di desa makin tersisih. Meskipun lingkungan dari masyarakat kota
modern dapat di kontrol dengan teknologi, setiap individu didalamnya adalah subjek dari pada
tuntutan ini, tergantung dari kemampuannya untuk beradaptasi.
Problema dalam menganalisa perubahan kebudayaan apakah memberikan dampak yang sangat
besar sulit diukur, sebagai contoh kenaikan tekanan darah pada para penduduk yang berimigrasi ke
kota. Kenyataan ini tidak dapat di pungkiri . Bila mana budaya itu berubah suatu adaptasi yang
sukses tidak hanya tergantung pada Setiap masyarakat faktor lingkungan dan biologis. Kemampuan
untuk memodifikasi beberapa segi budaya juga penting.
1. Konsep Awal
6. Keputusan dan tindakan dirancang untuk membantu, menyongkong atau menampukan pasien
untuk merubah cara hidup ke pola yang baru atau berbeda yang secara budaya berarti dan
memuaskan atau mendukung pemanfaatan dan pola hidup sehat.
a. Manusia / pasien
Manusia adalah individu atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma
yang diyakini yang berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan tindakan. Manusia memiliki
kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun dia berada.
b. Kesehatan
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki pasien dalam mengisi kehidupannnya
c. Lingkungan
Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana pasien dengan budayanya saling
berinteraksi, baik lingkungan fisik, sosial dan simbolik.
d. Keperawatan
Keperawatan dipandang sebagai suatu ilmu dan kiat yang diberikan kepada pasien dengan berfokus
pada prilaku, fungsi dan proses untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan atau
pemulihan dari sakit.
a. Culture Care
Nilai-nilai, keyakinan, norma, pandangan hidup yang dipelajari dan diturunkan serta diasumsikan
yang dapat membantu mempertahankan kesejahteraan dan kesehatan serta meningkatkan kondisi
dan cara hidupnya.
b. World View
Cara pandang individu atau kelompok dalam memandang kehidupannya sehingga menimbulkan
keyakinan dan nilai.
Pengaruh dari factor-faktor budaya tertentu (sub budaya) yang mencakup religius, kekeluargaan,
politik dan legal, ekonomi, pendidikan, teknologi dan nilai budaya yang saling berhubungan dan
berfungsi untuk mempengaruhi perilaku dalam konteks lingkungan yang berbeda
Budaya tradisional yang diwariskan untuk membantu, mendukung, memperoleh kondisi kesehatan,
memperbaiki atau meningkatkan kualitas hidup untuk menghadapi kecacatan dan kematiannya.
e. Profesional system
Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan yang memiliki pengetahuan
dari proses pembelajaran di institusi pendidikan formal serta melakukan pelayanan kesehatan secara
professional.
Upaya untuk mempertahankan dan memfasilitasi tindakan professional untuk mengambil keputusan
dalam memelihara dan menjaga nilai-nilai pada individu atau kelompok sehingga dapat
mempertahankan kesejahteraan.
Teknik negosiasi dalam memfasilitasi kelompok orang dengan budaya tertentu untuk
beradaptasi/berunding terhadap tindakan dan pengambilan kesehatan.
Menyusun kembali dalam memfasilitasi tindakan dan pengambilan keputusan professional yang
dapat membawa perubahan cara hidup seseorang.
Model konseptual asuhan keperawatan transkultural dapat dilihat pada gambar berikut :
Penerapan teori Leineger (Sunrise Model) pada proses keperawatan dapatdijelaskan sebagai berikut
:
Proses
Sunrise Model
Keperawatan
Pengkajian dan Pengkajian terhadap Level satu, dua dan tiga yang meliputi :
Diagnosis
Level satu : World view and Social system level
Evaluasi
Teori Transcultural Nursing yang digambarkan dalam Sunrise Model menunjukan bahwa level satu
dan dua dari teori memilki banyak kesamaan dengan beberapa teori keperawatan lainnya sedangkan
pada level ketiga dan keempat memiliki perbedaan spesifik dan bersifat unik jika dibandingkan
dengan teori lainnya.
Teori dan model yang dikemukan oleh Leininger relatif tidak sederhana, namun demikian teori ini
dapat didemontrasikan dan diaplikasikan sehingga dapat diberikan justifikasi dan pembenaran
bagaimana konsep-konsep yang dikemukakan saling berhubungan.
8. Testabilitas teori
Teori Cultural care diversity and Universality dikembangkan berdasarkan atas riset kualitatif dan
kuantitatif.
Beberapa penelitian tentang konsep perawatan dengan memperhatikan budaya telah memberikan
arti akan pentingnya pengetahuan dan pemahaman tentang perbedaan dan persamaan budaya
dalam praktek keperawatan.
Teori ini sangat relevan dan dapat diterapkan secara nyata dalam praktek keperawatan, karena teori
ini mengemukakan adanya pengaruh perbedaan budaya terhadap perilaku hidup sehat. Dan dalam
aplikasinya teori ini sangat relevan dengan penerapan praktek keperawatan komunitas.
Leininger menyampaikan pentingnya pemahaman budaya dalam rangka hubungan perawat pasien
yang juga sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Imoge King yang menekankan pentingnya
persamaan persepsi perawat pasien untuk pencapaian tujuan.
Dalam kasus ini diungkapakan bahwa, klien seseorang yang meyakini bahwa sakit yang dideritanya
itu bisa disembuhkan ke dukun pijat tanpa harus pergi ke petugas kesehatan. Dengan berbagai
alasan, dikarenakan lokasi yang kurang terjangkau dan juga faktor dari dalam diri klien sendiri yang
menganggap bahwa dukun pijat lebih mampu mengatasi penyakit klien.
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para
pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas
segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat
adalah: agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara
pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
Dalam kasus tidak diungkapakan secara langsung agama apa yang dianut oleh klien. Namun pada
kondisis sakit seperti itu, klien tertutup dengan masalah kesehatannya. Kllien sudah dinasehati oleh
tetangganya untuk pergi ke dokter, namun ia beranggapan dukun pijat lebih bisa diandalkan.
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama panggilan, umur dan
tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan, dan hubungan
klien dengan kepala keluarga.
Tipe keluarga yang ada pada kasus ini, adalah keluarga dengan lansia didalamnya. Dimana lansia
tersebut memiliki 2 orang anak yang merantau sejak lioma tahun yang lalu.
d. Nilai-Nilai Budaya Dan Gaya Hidup (Cultural Value And Life Ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang
dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat
penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah: posisi
dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan,
makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari
dan kebiasaan membersihkan diri.
Ny. A adalah seorang ibu rumah tangga namun, sejak 10 tahun yang lalu ia sudah terjangkit artritis.
Dia memiliki 2 orang anak namun sudah merantau keduanya dan tidak tinggal dalam satu rumah
lagi. Demi memenuhi kehidupan sehari-hari Ny. A hanya menerima bantuan dari tetangganya.
Sesekali (1 minggu sekali) ny. A pergi berbelanja.
e. Faktor Kebijakan Dan Peraturan Yang Berlaku (Political And Legal Factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi
kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu
dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah
anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
Petugas kesehatan sekitar sudah mencoba berkunjung ke rumah Ny. A namun, selalu tidak ada
respon yang baik dari klien.
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk
membiayai sakitnya agar segera sembuh.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan klien, sumber biaya
pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi,
penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga.
Dalam memenuhi kehidupan sehari-hari klien lebih suka menerima bantuan dari orang lain. Klien
mengira bahwa biaya ke rumah sakit atau berobat ke dokter terlalu mahal jika dibandingkan dengan
pergi berobat ke dukun pijat.
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan formal
tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya di dukung oleh
bukti bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya
yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat
pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang
pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
Klien menderita atritis selama 10 tahun terakhir, namun tidak ada upaya untuk pergi berobat ke
fasilitas kesehatan. Klien kurang bisa belajar secara aktif dan mandiri terhadap penyakitnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perawatan kesehatan masyarakat merupakan bidang khusus dalam ilmu keperawatan, yang
merupakan gabungan ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan social (WHO, 1959).
Dengan demikian ada 3 teori yang menjadi dasar ilmu perawatan kesehatan masyarakat yaitu : Ilmu
Keperawatan, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Ilmu Sosial (Peran Serta Masyarakat).
Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan
dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan
memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara
berurutan, terus menerus, saling berkaitan dan dinamis. Selanjutnya menetapkan langkah proses
keperawatan sebagai proses pengumpulan data, pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan (Wolf,
Weitzel dan Fuerst, 1979). Jadi proses keperawatan komunitas adalah metode asuhan keperawatan
yang bersifat ilmiah, sistematis, dinamis, kontinyu dan berkesinambungan dalam rangka
memecahkan masalah kesehatan dari klien, keluarga, kelompok atau masyarakat yang langkah –
langkahnya dimulai dari (1) pengkajian : pengumpulan data, analisis data dan penentuan masalah,
(2) diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi tindakan
keperawatan. (Wahit, 2005).
Proses Evaluasi adalah langkah akhir dari proses keperawatan. Tugas selama tahap ini termasuk
pencatatan pernyataan evaluasi dan revisi rencana tindakan keperawatan dan intervensi jika perlu.
Pernyataan evaluasi memberikan informasi yang penting tentang pengaruh intervensi yang
direncanakan pada keadaan kesehatan klien. Suatu pernyataan evaluasi terdiri dari dua komponen
yaitu :
3.2 Saran
1. Perawat kesehatan komunitas kiranya dapat bekerja sama dengan komunitas dan populasi
untuk memperbaiki kembali kesehatan.
2. Perawat kesehatan komunitas kiranya dapat memperhatikan standar evaluasi atau penilaian
dalam memberikan asuhan keperawatan komunitas.
3. Perawat kesehatan komunitas kiranya dapat terlibat dalam koordinasi dan organisasi dalam
merespons isu-isu yang berhubungan dengan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. 2006. Ilmu Keperawatan Komunitas 2 Teori. Jakarta
: Sagung Seto
Gosyen Publishing
FK UI
Leininger, M dan McFarland. M.R. 2002. Transkultural Nursing : Concepts,