Anda di halaman 1dari 17

KAIDAH-KAIDAH TAFSIR BERKAITAN DENGAN KAIDAH USHUL

MENURUT KHALID UTSMAN AL-SABT


Kajian Terhadap Kaidah al-Amm-al-Khass, al-Mutlaq-al-Muqayyad,
dan al-Mantuq-al-Mafhum
Oleh: Ismardi
Dosen Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum UIN Sultan Syarif Kasim Riau
Email: ismardi_onga@yahoo.co.id

Abstrak:
Pendekatan dengan menggunakan Kaidah ushul merupakan suatu cara untuk memahami
suatu masalah yang dilihat dari sudut manfaat, sehingga dengan cara ini akan memungkinkan
kita mengetahui makna al-Qur’an. Pendekatan terhadap ayat-ayat al-Qur’an dengan
menggunakan kaidah ushul, biasanya digunakan pada ayat-ayat yang diturunkan oleh Allah di
Madinah, di mana isinya menyangkut syariah Islam dengan macam-macam cabangnya.
Pendekatan kaidah ushul dalam memahami masalah yang berkaitan dengan perintah, baik sunat
maupun wajib, kadang-kadang dapat dilihat dari sejauhmana urgensinya dalam kehidupan,
khususnya yang menyangkut masalah ibadah.

Kata kunci: al-Qur’an, tafsir, kaedah ushul.

Pendahuluan ayat-ayat tertentu yang sangat sedikit jumlahnya.


Pendekatan dengan menggunakan Kaidah Banyak mufassir yang memberikan
ushul merupakan suatu cara untuk memahami pemikirannya bahwa persyaratan atau kaitan yang
suatu masalah yang dilihat dari sudut manfaat, terdapat di dalam suatu ayat tidak dimaksudkan
sehingga dengan cara ini akan memungkinkan kita menjadi syarat atau kaitan berlakunya suatu
mengetahui makna al-Qur’an, khususnya yang hukum. Dalam hal ini, yang perlu diketahui ialah
berkaitan perintah untuk melakukan pekerjaan bahwa setiap kata di dalam al-Qur’an pasti
yang baik dan meninggalkan hal-hal yang tidak mengandung maksud dan faedah, meskipun tidak
baik. berkaitan secara langsung dengan masalah hukum.
Pendekatan terhadap ayat-ayat al-Qur’an Perlu pula diberikan suatu ketegasan di dalam
dengan menggunakan kaidah ushul, biasanya menjelaskan hukum-hukum syara’, baik yang
digunakan pada ayat-ayat yang diturunkan oleh berupa prinsip-prinsip umum maupun bagian-
Allah di Madinah, di mana isinya menyangkut bagian terperinci dari suatu masalah. Selanjutnya
syariah Islam dengan macam-macam cabangnya. dalam persoalan yang lain dapat pula kita temukan
Pada dasarnya, semua ayat al-Qur’an yang penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan
diturunkan di dalamnya memuat berbagai pendekatan kaidah ushul yang berkaitan dengan
persyaratan atau kaitan dengan keadaan, maka masalah larangan berjual beli di saat azan Jum’at
hukum-hukumnya tidak berlaku secara dikumandangkan. Hal ini dimaksudkan karena
keseluruhan, melainkan jika di dalam kasus yang dapat melalaikan ibadah salat Jum’at” (Abuddin
hendak ditentukan hukumnya terdapat persyaratan Nata, 1995: 128). Walaupun pada mulanya hal
atau kaitan keadaan tersebut. Penyimpangan atau seperti ini masih dikategorikan bersifat mubah,
pengecualian dari ketentuan ini hanya terjadi pada karena dikhawatirkan akan meninggalkan perintah

59|| :Jurnal Pemikiran Islam,Vol.39,No.1


Januari - Juni 2014
Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt

yang wajib, maka dapat berubah menjadi haram. “Lafaz itu terdiri dari makrifah dan
Sebaliknya, perbuatan yang pada mulanya bersifat nakirah. Maka setiap isim makrifah yang
mubah, jika hal itu dianggap sebagai suatu cara memiliki afrad (bagian-bagian)
untuk melaksanakan perbuatan sunat atau wajib, menunjukkan makna umum, dan setiap
perbuatan tersebut diperintahkan untuk lafaz nakirah, nafi, nahi, syarat, istifham
dilaksanakan, sehingga status hukumnya pun akan atau matan sejenisnya menunjukkan
berubah menjadi sunat atau wajib. Dengan kata makna umum baik ia dalam bentuk isim
lain, hukum perbuatan mubah dapat berubah-ubah ataupun fi’il” (Al-Sabt, 1421H: 548).
sesuai dengan akibat yang ditimbulkannya.
Perkembangan berpikir manusia senantiasa Penjelasan Kaidah
disertai oleh wahyu yang dapat memecahkan Kaidah ini amat luas cakupannya. Kaidah
persoalan yang dihadapi manusia (al-Qattan, ini juga meliputi beberapa kaidah lainnya, yaitu:
1994: 10). a) Setiap isim ma’rifah yang memiliki afrad
Dengan demikian, dapatlah dipahami bahwa (unit-unit/bagian-bagian) menunjukkan
sesungguhnya pendekatan kaedah ushul dalam makna umum” (Al-Sabt, 1421H: 549).
memahami masalah yang berkaitan dengan Misalnya, firman Allah:
perintah, baik sunat maupun wajib, kadang-
§­¯¨ ©DW)‰=\B ž°O¯PXq W3V W% WV] ÕC\-°XT
kadang dapat dilihat dari sejauhmana urgensinya
dalam kehidupan, khususnya yang menyangkut Artinya: Dan bagi orang yang takut
masalah ibadah. Hal ini merupakan pendekatan akan saat menghadap Tuhannya ada
yang dilakukan oleh ulama-ulama fikih agar dua syurga (QS. al-Rahman: 46).
memudahkan umat Islam menjalankan syariat
agamanya. Keumuman ayat ini meliputi jin dan
manusia. Jin dan manusia di sini disebut
Al-’Amm dan Al-Khass dengan afrad (unit/bagian).
1. Kaidah Al-’Amm
Al-’Amm secara bahasa berarti al-Syamil b) “Isim jama’ bersifat mutlak, baik ia
(general, komprehensif). Dan secara istilah dima’rifahkan dengan alim lam ataupun
berarti “suatu lafadz yang pengertiannya idhafah. Dengan syarat tidak terikat
meliputi seluruh yang diperkirakan termasuk batasan”. Misalnya, firman Allah:
kedalamnya, tanpa batas”.
Al-‘am adalah “lafadz-lafadz yang WÛÜ°-°À›[ÙXT °Äˆn~¸XT °Äˆn~ƒ r¯Û WDSÁ °Ý=Äc WÛÏ°Š
menunjukkan tercakup dan termasuk di
p °VÅf ŒXT  ¥ˆ‰< ¨CWà WÛÜ°Ù\ÈÙXT [ÁÙkWÓÙ
dalamnya semua satuan-satuan yang ada
dalam lafadz itu dengan tanpa menghitung
§ª¬­¨ |ÚÜ°=¦ÔUÀ-Ù
ukuran tertentu dari satuan-satuan tersebut”
(Khalaf, 1997: 319). Artinya: “(yaitu) orang-orang yang
menafkahkan (hartanya), baik di waktu
Kaidah Pertama lapang maupun sempit, dan orang-
orang yang menahan amarahnya dan
mema’afkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan” (QS. Ali Imran: 134).

60|| :Jurnal Pemikiran Islam,Vol.39,No.1


Januari - Juni 2014
Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt

c) Isim mufrad yang berbentuk isim jenis,


 rQ¯ àTwjÃqXT  Õ0[ÝQ ÔyU ‰% ‡ÙÝW5 r#Å SÉ ×V" \°X=ÉF
seringkali bersifat mutlak dan dimaknai
jama’, baik ia nakirah ataupun §¬©¨ |ETÈnW,ÙÝWc SÈ5[ ‰% 1ÆMØ@Wà ‰#_ªXT ©F\UÙ ¿2ÀIV×SW%
dima’rifahkan dengan alim lam atau pun
idhafah dengan syarat, ia tidak memiliki Artinya: “di tempat itu (padang
batasan. Misalnya, firman Allah: Mahsyar), tiap-tiap diri merasakan
pembalasan dari apa yang telah
Œ ]1\ÈØ5U WÛÏ°Š \ÌW% \®”‘›V

VÙ W$SÀyˆmXT ‹ §Ì°¼Äc CW%XT dikerjakannya dahulu dan mereka
dikembalikan kepada Allah pelindung
°Ä\iSMs–XT WÛܪ c°Fi¦A¡XT ]CŸ®Jj¯‰< ]C°K% 1®M×nQ Wà mereka yang sebenarnya dan
lenyaplah dari mereka apa yang
§¯²¨ < j°ÙXq \®”‘›V
TÊ ]C¾\OXT  WÛܦU¯ ›ƒ¡XT
mereka ada-adakan” (QS. Yunus: 30).
Artinya: “dan Barangsiapa yang
mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka f) Fi’il yang terletak pada kalimat nafi dan
itu akan bersama-sama dengan orang- yang semakna dengannya menunjukkan
orang yang dianugerahi nikmat oleh makna umum.Misalnya, firman Allah:
Allah, Yaitu: Nabi-nabi, Para
WD[XT  SM® Œ [¾WPU ÕiV SM×nQ WÆ TÃq°iÙ V" Ô2V sWmØ\Ê XT
shiddiiqiin, orang-orang yang mati
syahid, dan orang-orang saleh. dan
§«ª¨ >mc°iV ÄÔ³[‹ ©G#Á rQ"Wà Œ
mereka Itulah teman yang sebaik-
baiknya” (QS. al-Nisa’: 69). Artinya: “dan (telah menjanjikan pula
kemenangan-kemenangan) yang lain
(atas negeri-negeri) yang kamu belum
0
_ \-ØÈ°5 TriÄÈV" D¯ XT  ÈPSÀ-È*ÙU
\y W% ©G#Á C°K% 1ÅV"XÄXT
dapat menguasainya yang sungguh
Allah telah menentukan-Nya. dan
§¬­¨ ·q…݁ ¸3SÉ VÀV ]C›_60_ E¯  \FS¾¡ÙVÊ% Y 
adalah Allah Maha Kuasa atas segala
Artinya: “dan Dia telah memberikan sesuatu” (QS. al-Fath: 21).
kepadamu (keperluanmu) dan segala
apa yang kamu mohonkan kepadanya. g) Penegasian (nafi) terhadap persamaan
dan jika kamu menghitung nikmat menghendaki makna umum.Misalnya,
Allah, tidaklah dapat kamu firman Allah:
menghinggakannya. Sesungguhnya Artinya: “tidaklah sama antara
manusia itu, sangat zalim dan sangat mukmin yang duduk (yang tidak ikut
mengingkari (nikmat Allah)” (QS. berperang) yang tidak mempunyai
Ibrahim: 34). ‘uzur dengan orang-orang yang
berjihad di jalan Allah dengan harta
d) Bila isim nakirah terletak setelah kalimat mereka dan jiwanya. Allah melebihkan
nafi, nahi, syarat, atau istifham orang-orang yang berjihad dengan
menunjukkan makna umum. harta dan jiwanya atas orang-orang
e) Lafaz nakirah dalam bentuk itsbat tidak yang duduk satu derajat. kepada
berarti umum kecuali bila diidhafahkan masing-masing mereka Allah
kepadanya kata Kullu. Misalnya, firman menjanjikan pahala yang baik (surga)
Allah: dan Allah melebihkan orang-orang

61|| :Jurnal Pemikiran Islam,Vol.39,No.1


Januari - Juni 2014
Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt

yang berjihad atas orang yang duduk


§±­¨ |ESÁ ¦›VÙ
dengan pahala yang besar” (QS. al-
Nisa’: 95). Artinya: “Dan janganlah kamu sekali-
kali menyembahyangkan (jenazah)
Penyamaan antara orang yang tidak seorang yang mati di antara mereka,
berperang karena uzur dinafikan pada ayat ini. dan janganlah kamu berdiri
Mereka tidaklah sama dari berbagai sisi. (mendoakan) di kuburnya” (QS. al-
Berikut akan dijelaskan salah satu kaidah di Taubah: 84).
atas, yaitu;
Ayat ini meliputi seluruh orang
¢ ¶ǂnjdz¦ ¢ ȆȀǼdz¦ ¢ ȆǨǼdz¦ ¼ƢȈLJ Ŀ ¨ǂǰǼdz¦ ƪǠǫ ¦¯¤ munafik, kata kata ahad (al-nakirah) di
¿ȂǸǠdz¦ ȄǴǟ ƪdz® ¿ƢȀǨƬLJȏ¦ dalam kalimat al-nahy.

Artinya: “Bila isim nakirah terletak pada c. Contoh dari al-nakirah al-syarthiyyah
kalimat (yang menggunakan) nafi, nahi, ( ƨȈǗǂnjdz¦ ¨ǂǰǼdz¦).
syarat atau istifham menunjukkan makna
§«¨ #m°-W*ԁv% ·mÔU¦y SÅSÁ WcXT SÁª­mØÈÄc <RWcXÄ ØTWmWc D¯ XT
umum” (Al-Sabt, 1421H: 560; Al-Sa’adi,
2002: 202). Artinya: “Dan jika mereka (orang-
orang musyrikin) melihat suatu tanda
Kaidah ini merupakan kaidah kebahasaan (mukjizat), mereka berpaling dan
yang juga disepakati oleh para ahli ushul dan berkata: “(Ini adalah) sihir yang terus
ahli tafsir atau ulum al-Qur’an (al-Qaththan: menerus” (QS. al-Qamar: 2).
214; al-Suyuthi: 43; Ibn Hazm: 187).
a. Contoh dari al-nakirah al-manfiyyah
( ƨȈǨǼŭ¦ ¨ǂǰǼdz). Adapun apabila lafaz nakirah itu
berada di dalam kalimat itsbat (kalimat
ǺÊ Ìȇďƾdz¦ ĿÊ ǽÈȦǂǯÌ Ê¤ Èȏ positif), maka dia tidak bersifat umum,
Artinya:”Tidak ada paksaan dalam kecuali terdapat qarinah padanya.
agama” (al-Amidi: 252). Contohnya adalah dalam firman-Nya
berikut:

°ÈȦǂǓÊ ÈȏÂÈ °ÈǂÈǓ


È Èȏ  <QWmV W SÈVUÖkV" DU Õ0ÅÃpÀ'Ú
Wc ‹ ‰D¯
Artinya: “Tidak membahayakan bagi
diri sendiri dam tidak pula Artinya: “Sesungguhnya Allah
membahayakan bagi yang lain” (al- memerintahkan kalian untuk
Nadwi, 1994: 276). menyembelih seekor sapi” (QS. al-
Baqarah: 67).
b. Contoh dari al-nakirah al-manhiyyah
( ƨȈȀǼŭ¦ ¨ǂǰǼdz). Kata baqarah di dalam ayat di atas
adalah nakirah, tetapi kalimatnya adalah
rQ"Wà ×1Á V" YXT ;iWU _1‰% 1ÆMØ@°K% iWPU rQ"Wà ©G#_¡É" YXT kalimat itsbat (kalimat positif), maka ia
bersifat umum karena maksud dari
×1ÉFXT SÉ"W%XT ž° ¯SÀyXqXT ¯ TÄm[Ý[ ×1ÆM‰;¯ àž®P¯n×V penunaian perintah itu bersifat mutlak,

62|| :Jurnal Pemikiran Islam,Vol.39,No.1


Januari - Juni 2014
Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt

yakni sapi (baqarah) mana saja (al-Zuhaili, dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan)
1986: 248). sesudah dibayar hutangnya. (Tentang)
orang tuamu dan anak-anakmu, kamu
Kaidah Kedua tidak mengetahui siapa di antara mereka
yang lebih dekat (banyak) manfaatnya
bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Bijaksana” (QS. al-Nisa’: 11).
“Ditetapkan oleh Syari’ bahwa bila hukum
diungkapkan secara mutlak dalam bentuk Kata saudara pada ayat di atas meliputi
muzakkar dan tidak dihubungkan dengan saudara laki-laki dan saudara perempuan.
mu’annats, maka hukum tersebut meliputi
untuk laki-laki dan perempuan”. Kaidah Ketiga

Penjelasan Kaidah
Lafaz jama’ terdiri dari muzakkar dan “Perintah bagi seseorang dari umat Islam
mu’annats. Ditinjau dari segi dilalahnya berlaku umum terhadap yang lain, kecuali
terbagi kepada empat, yaitu: ada dalil yang menyebutkannya berlaku
1. Lafaz yang dilalah dikhususkan untuk khusus”.
masing-masing, seperti kata rijal untuk
muzakkar dan nisa’ untuk mu’annats. Penjelasan Kaidah
Tidak boleh memasukkan dilalah yang Al-Syathibi menjelaskan, setiap dalil syar’i
satu kepada yang lain kecuali ada dalilnya. dimungkinkan untuk diambil secara
2. Lafaz umum yang meliputi keduanya, tidak keseluruhan, baik ia berbentuk kulli ataupun
ada tanda kekhususannya, seperti kata al- juz’i, kecuali ada dalil yang
nass, al-ins, dan al-basyar. mengkhususkannya. Ini merupakan kaidah
3. Lafaz yang menurut asalnya meliputi cabang dari keumuman syari’at bagi seluruh
keduanya, dan tidak dikhususkan kepada mukallaf, karena kesamaan mereka di hadapan
salah satunya kecuali ada penjelasan, hukum taklifi, kecuali ada dalil khusus yang
seperti; ma dan man. mesti dirujuknya.
4. Lafaz yang menggunakan tanda ta’nits Ahli ushul berbeda pendapat tentang
pada mu’annats, dan dihilangkan pada khitab al-wahid (perintah yang diberikan
muzakkar, seperti muslimin untuk kepada seseorang); apakah ia merupakan
muzakkar dan muslimat untuk mu’annats. bentuk umum yang menunjukkan
Bagian inilah yang dimaksudkan oleh keumuman hukum. Perbedaan tersebut
kaidah di atas. terjadi pada satu keadaan, bukan perbedaan
hakiki. Menurut Hanabilah, khitab al-wahid
Penerapan Kaidah merupakan bentuk umum. Sedangkan
Firman Allah; menurut ulama lainnya (ulama Syafi’iah,
Artinya: “...jika yang meninggal itu Malikiah, dsb), khitab al-wahid tidak
mempunyai beberapa saudara, Maka menunjukkan dilalah umum, karena lafaz
ibunya mendapat seperenam. (Pembagian- al-wahid tidak meliputi yang lain, maka ia
pembagian tersebut di atas) sesudah bukanlah bentuk umum. Namun, mereka

63|| :Jurnal Pemikiran Islam,Vol.39,No.1


Januari - Juni 2014
Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt

sepakat bahwa hukum dari khitab al-wahid


W_[ \-¯ .ÄWs\B \-ÀIWc°iØcU ßSÄÈV¼ÙVÙ ÉRV®q‚XT Å®q‚XT
berlaku secara umum kepada yang lainnya.
Hal ini terlihat dari konsepsi al-nash dan §¬±¨ ³2j¦\O Ïsc®uWà ŒXT   ]C°K% 9Z›VW5
qiyas.
Qiyas merupakan zahir (al-Nash), karena Artinya: “laki-laki yang mencuri dan
mengqiyaskan suatu hukum kepada subjek perempuan yang mencuri, potonglah
lainnya merupakan penyamaan subjek hukum tangan keduanya (sebagai) pembalasan
di hadapan hukum taklifi, merupakan qiyas bagi apa yang mereka kerjakan dan
jali. Misalnya, sabda Rasulullah ketika sebagai siksaan dari Allah. dan Allah
membai’ah perempuan; Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS.
al-Maidah: 38).
Èȏ Ňď ʤ »: -ǶǴLJ ǾȈǴǟ ƅ¦ ȄǴǏ- ǾÊ ċǴdz¦ ¾Ȃ É LJÉ °È ¾ƢÈ ǬÈ ºÈǧ
Ê Â Ç̈È¢ǂǷȏÊ ńÊȂǬÈ ǯÈ Ç̈È¢ǂǷ¦ ƨÊÈƟƢǸÊ Êdz ńÊȂºÈǫ ƢÈŶċʤ  ƢLjďǼdz¦ ƶÊǧƢǏÉ¢
ÂÈÌ ¢ Ç̈ ƾÈ Ʒ¦ Contoh di atas memiliki tingkat ‘illat
È ÈÌ Ì ÈÌ Ì ÈÈ É È hukum yang sama, yaitu al-washf al-munasib
.« Ç̈ ƾÈ Ʒ¦
Ê Â Ç̈È¢ǂǷȏÊ ńÊȂºÈǫ DzÊ ÌưǷÊ
È ÈÌ Ì (sifat yang sesuai), maka bila ditemukan kasus
Jelasnya, keumuman di sini ditinjau dari zina, hukumanya adalah jilid. Demikian juga
‘urf al-Syari’ bukan dari sisi bahasa. bila ditemukan kasus mencuri, hukumannya
adalah potong tangan.
Kaidah Keempat
Kaidah Kelima

“Bila Syari’ mengaitkan hukum kepada


satu ‘illat, maka hukum itu berlaku ketika “Perintah umum dalam al-Qur’an berlaku
ditemukan ‘illat tersebut. termasuk terhadap Nabi SAW,
sebagaimana berintah yang ditujukan
Penjelasan Kaidah kepadanya juga berlaku bagi umat kecuali
Keumuman di sini tidaklah ditunjukkan oleh ada dalil lain”.
bahasa dan ‘urf, karena tidak tertulis dengan
bentuk kalimat umum, dan tidak ada mafhum Penjelasan Kaidah
(makna tersirat) yang menunjukkannya. Nabi SAW merupakan subjek hukum
Demikian juga tidak dikenal sebagai hukum taklifi, demikian juga dengan umatnya secara
umum secara ‘urf. Hal ini diketahui dengan umum. Al-Zuhri menjelaskan, bila Allah
akal. berfirman; “hai orang-orang beriman,
Hukum diturunkan beradasarkan ‘illat laksanakan..., maka Nabi SAW termasuk di
tertentu, sekalipun keumuman ‘illat diketahui dalamnya. Perintah yang diturunkan kepada
secara akal. Merupakan sesuatu yang syar’i Nabi SAW memiliki tiga bentuk, yaitu:
bila hukum tersebut berlaku umum terhadap a) Terdapat dalil langsung atau tidak
apa yang terdapat pada ‘illat yang kemudian langsung, atau adanya qarinah yang
dilakukan qiyas syar’i dengannya. menunjukkan bahwa hal itu khusus untuk
Nabi saja.
Penerapan Kaidah b) Terdapat dalil atau qarinah yang
Firman Allah; menunjukkan bahwa hal itu berlaku umum.

64|| :Jurnal Pemikiran Islam,Vol.39,No.1


Januari - Juni 2014
Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt

c) Tidak ada dalil atau qarinah yang mengerjakan perbuatan keji yang
menujukkan bahwa hal itu berlaku umum terang. Itulah hukum-hukum Allah,
atau khusus. Hukum sejenis ini Maka Sesungguhnya Dia telah berbuat
mengandung pengertian umum. zalim terhadap dirinya sendiri. kamu
tidak mengetahui barangkali Allah
Penerapan Kaidah Mengadakan sesudah itu sesuatu hal
a) Hukum umum yang juga meliputi Nabi yang baru” (QS. al-Thalaq: 1).
SAW, misalnya:
Artinya: “Hai orang-orang yang d) Hukum yang diarahkan kepada Nabi, dan
beriman, bersabarlah kamu dan tidak terdapat dalil bahwa hal itu berlaku
kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah umum atau khusus. Misalnya;
bersiap siaga (di perbatasan Artinya: “Hai Nabi, bertakwalah
negerimu) dan bertakwalah kepada kepada Allah dan janganlah kamu
Allah, supaya kamu beruntung” (QS. menuruti (keinginan) orang-orang
Ali Imran: 200). kafir dan orang-orang munafik.
Sesungguhnya Allah adalah Maha
b) Hukum yang diarahkan kepada Nabi, mengetahui lagi Maha Bijaksana”
terdapat dalil yang mengkhususkan buat (QS. al-Ahzab: 1).
dirinya. Contoh:
Artinya: “Hai rasul, sampaikanlah apa Kaidah Keenam
yang diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan
(apa yang diperintahkan itu, berarti)
kamu tidak menyampaikan amanat-
Nya. Allah memelihara kamu dari
(gangguan) manusia. Sesungguhnya “Perintah umum yang diikuti taqyid
Allah tidak memberi petunjuk kepada (pembatasan) dengan pengecualian, sifat
orang-orang yang kafir” (QS. al- atau satu hukum. Hal itu tidak berlaku
Maidah: 68). kecuali terhadap sebagian orang yang
dijelaskan oleh ungkapan umum tersebut.
c) Hukum yang diarahkan kepada Nabi, Apakah maksud keumuman perintah
terdapat dalil bahwa hal itu bukan khusus berlaku khusus tersebut wajib atau tidak?”
buat dirinya. Contoh: (Al-Sabt, 1421H: 581).
Artinya: “Hai Nabi, apabila kamu
menceraikan istri-istrimu Maka Penjelasan Kaidah
hendaklah kamu ceraikan mereka pada Bila sebuah perintah pada awalnya bersifat
waktu mereka dapat (menghadapi) umum, kemudian di akhirnya berubah kepada
iddahnya (yang wajar) dan hitunglah sifat khusus, seakan ia berbicara tentang
waktu iddah itu serta bertakwalah sebagian afradnya, maka yang lebih arjah (kuat)
kepada Allah Tuhanmu. janganlah adalah bahwa hukum awal tetap pada
kamu keluarkan mereka dari rumah keumumannya, dan kalimat akhirnya menjadi
mereka dan janganlah mereka bayan (penjelas) bagi sebagian hukum
(diizinkan) ke luar kecuali mereka pertama.

65|| :Jurnal Pemikiran Islam,Vol.39,No.1


Januari - Juni 2014
Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt

Penerapan Kaidah keumuman di akhirnya” (Al-Sabt, 1421H:


Firman Allah yang artinya : 586).
“Sesungguhnya pembalasan terhadap
orang-orang yang memerangi Allah dan Penerapan Kaidah
Rasul-Nya dan membuat kerusakan di Kaidah ini merupakan kebalikan kaidah
muka bumi, hanyalah mereka dibunuh sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari firman
atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki Allah:
mereka dengan bertimbal balik, atau Artinya: “laki-laki yang mencuri dan
dibuang dari negeri (tempat kediamannya). perempuan yang mencuri, potonglah
yang demikian itu (sebagai) suatu tangan keduanya (sebagai) pembalasan
penghinaan untuk mereka didunia, dan di bagi apa yang mereka kerjakan dan
akhirat mereka beroleh siksaan yang sebagai siksaan dari Allah. dan Allah
besar” (QS. al-Maidah: 33). Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
“Maka Barangsiapa bertaubat (di antara
Ayat ini berlaku umum sebagaimana zahir pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan
nash. Ia meliputi muslim atau nonmuslim. kejahatan itu dan memperbaiki diri, Maka
Tetapi ayat berikutnya menjelaskan; Sesungguhnya Allah menerima taubatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
ßSÀ-Q ØÆVÙ ×1®M×nQ Wà TÃq°iÙ V" DU ©#×V C°% SÈV" |ÚÏ°Š €Y¯ lagi Maha Penyayang” (al-Maidah: 38-
39).
§¬­¨ ³2k°Oˆq ·qSÁÝ[Î ‹ EU
Artinya: “kecuali orang-orang yang Kaidah Kedelapan
taubat (di antara mereka) sebelum kamu
dapat menguasai (menangkap) mereka; ƤƦLjdz¦ ´Ȃǐş ȏ ǚǨǴdz¦ ¿ȂǸǠƥ ¨ŐǠdz¦
Maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha “Hukum ditetapkan berdasarkan
Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. keumuman ungkapan, bukan kekhususan
al-Maidah: 34). penyebabnya” (Al-Sabt, 1421H: 593).

Ayat kedua ini ditujukan untuk muslim, Penjelasan Kaidah


bukan untuk yang lain. Apakah hukum pada
ayat pertama diberlakukan untuk kaum ƤƦLjdz¦ ´Ȃǐş ȏ ǚǨǴdz¦ ¿ȂǸǠƥ ¨ŐǠdz¦
muslimin, berdasarkan ayat terakhir ini? Ini Artinya: Suatu ungkapan dimaknai dengan
yang menjadi pendapat di kalangan Syafi’iah. keumuman lafaz, bukan kepada
kekhususan sebab (Lihat al-Baghdadi, Juz
Kaidah Ketujuh 2, 1979: 20; Al-Sa’adi, Juz 1, 2000: 64;
al-Syafi’i, Juz 1, t.th: 420; Al-Sabt, Jilid
2, 1421H: 593; dll).

Kaidah di atas maksudnya adalah bahwa


“Bila pada bagian pertama suatu ungkapan nash-nash umum yang diturunkan karena
berbentuk khusus, dan diakhirnya sebab-sebab tertentu, hukumnya berlaku
berbentuk umum, maka kekhususan secara umum. Menurut Al-Sabt, ungkapan
tersebut tidak menjadi penghalang bagi umum ayat yang diturunkan karena sebab

66|| :Jurnal Pemikiran Islam,Vol.39,No.1


Januari - Juni 2014
Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt

tertentu (khusus) dapat dikategorikan kepada Asbab al-nuzul (sebab-sebab turunnya ayat)
tiga bentuk, antara lain; pertama, qarinahnya yang dikemukakan oleh para mufasir hanya
menunjukkan makna umum, maka ia berlaku sebuah perumpamaan untuk menjelaskan
umum secara keseluruhan; Kedua, qarinahnya lafaz, bukan makna lafaz dan terbatas pada
menunjukkan makna khusus, maka ia berlaku sebab tersebut. Bila dinyatakan bahwa ayat ini
khusus secara keseluruhan; dan ketiga, tidak diturunkan karena ini dan ini, maka
ada qarinah yang menunjukan umum atau maksudnya adalah hal tersebut termasuk ke
khusus, maka ia kembali kepada kaidah dasar, dalam maksud ayat itu dan merupakan
yaitu hukum didasarkan kepada keumuman sebagian maksud ayat. Al-Qur’an diturunkan
lafaz, bukan kepada kekhususan sebab (Al- sebagai hidayah bagi umat era awal dan
Sabt, Jilid 2, 1421H: 593). mutakhir dimana dan kapanpun.
Hal ini didasarkan pada beberapa alasan, Kaidah yang sama dapat ditemukan pada
antara lain (Al-Sabt, Jilid 2, 1421H: 594): literatur tafsir lainnya, dengan menggunakan
kata tunggal pada kata al-alfaz dan al-asbab,
ǺÊ ǷÊ §Ƣ Ê Ç
È ǏÈ È ¢ ÅȐƳÉ °È Àċ È¢ : ÉǾǼÌǟÈ ÉǾċǴdz¦ ȄÈ Ǔ°È ®ȂÉǠLjÌ ǷÈ ǺÊ Ìƥ¦ ǺÊ ǟÈ yaitu; al-lafz dan al-sabab. Abd Al-Rahman
Ê Ç̈
È dzÈ̄ ǂÈǯÈ ǀÈ Èǧ -ǶǴLJ ǾȈǴǟ ƅ¦ ȄǴǏ- Œċ
Ibn Nashir Al-Sa’adi (Juz 1, 2000: 7; al-
Ǯ ċ ÊǼdz¦ ȄÈƫÈƘÈǧ ÅƨÈǴºƦ̺Éǫ È¢ǂÈǷ¦Ì Syanqithi, Juz 5, 1995: 180) mengungkapkan
Àċ ʤ DzÊ ȈÌċǴdz¦ ǺÈ ǷÊ ƢǨÅÈdz±ÉÂÈ °Ê ƢȀċ
È ºǼdz¦ ľÊÈ ǂÈÈǗ È̈ÈȐǐċ dz¦ ǶÊ ÊǫÈ¢) ƪ Ì ÈdzDŽÊ ÌǻÉƘÈǧ ÉǾÈdz kaidah ini dalam bentuk jamak. Kaidah
È Èǫ (Ǻȇ Ê Ê Ê̄ ÊdzÈ̄ ©Ƣ
È Ê ÈƠďȈLjċ dz¦ ő
Ê Ê Ì
È ǂÊ ǯ¦ǀċ Ǵdz ÃǂÈǯÌ Ǯ
¾Ƣ tersebut adalah;
È Ì ǿǀÌ Éȇ ©ƢÈǼLjÈ Èū¦
ǺÌ ǷÊ ƢÈđÊ DzÈ ǸÊ ǟÈ ǺÌ ǸÈ Êdz »: ¾Ƣ È Èǫ ŸǽÊ ǀÊ ǿÈ ńÈÊ¢ ÉǾċǴdz¦ ¾Ȃ
È LJÉ °È ƢÈȇ : DzÉ ƳÉ ǂċdz¦ §ƢƦLJȋ¦ ´Ȃǐş ȏ ·ƢǨdzȋ¦ ¿ȂǸǠƥ ¨ŐǠdz¦
.« ŕÊ ǷċÉ¢ Kaidah ini selain disepakati oleh para ahli
tafsir, juga disepakati oleh para ahli ushul (al-
Selain mengemukan landasan normatif, al- Shan’ani, Juz 1, 1986: 293; al-Subki, Juz 2,
Sabt juga mengemukakan landasan teoretis, 1991: 136; al-Zarkasyi, Juz 2, 2000: 352; al-
antara lain; Hanbali, Juz 1, 1956: 241; al-Razi, Juz 4,
1) Syari’at berlaku umum untuk seluruh 1400H: 77; al-Hasan, Juz 1, t.th: 110; al-
mukallaf. Syathibi, Juz 6, 1997: 448). Dalam hal ini
2) Bila hukum umum yang diturunkan karena dikecualikan ulama-ulama dari kalangan
sebab tertentu dibatasi pada kasus tersebut, mazhab Syafi’iah. Mereka justru sebaliknya,
maka akan banyak hukum syar’i yang akan berpegang pada kaidah berikut (al-Subki, Juz
hilang. 2, 1991: 140; al-Zarkasyi, Juz 2, 2000: 252;
3) Terdapat ketentuan bahwa pada dasarnya al-Hanbali, Juz 1, 1956: 241):
hukum umum tetap berlaku umum hingga
terdapat sesuatu yang mengkhususkannya. ǚǨǴdz¦ ¿ȂǸǠƥ ȏ ƤƦLjdz¦ ´Ȃǐş ¨ŐǠdz¦
Asbab al-nuzul bukanlah pengkhususan Artinya: Suatu ungkapan dimaknai dengan
terhadap hukum umum. kekhususan sebab, bukan kepada
4) Ungkapan umum dimaksudkan tidak lain keumuman lafaz.
kecuali sebagai kewajiban umum (Al-Sabt,
Jilid 2, 1421H: 595). Bagi Syafi’iah, tidak boleh beramal dengan
nash umum selama tidak ditemukan nash
Sejalan dengan pendapat al-Sabt di atas, khusus. Mereka menggunakan metodologi
al-Sa’adi (Juz 1, 2000: 64) menjelaskan bahwa qiyas dalam pemberlakukan hukum karena

67|| :Jurnal Pemikiran Islam,Vol.39,No.1


Januari - Juni 2014
Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt

sebab khusus (khusus al-sabab) kepada yang terbagi empat macam, yaitu:
lainnya. 1) Syar’iyy, contohnya bersuci (thaharah)
Sedangkan menurut ulama lain, sebagai syarat bagi sahnya shalat.
pemberlakuan hukum pada kasus-kasus yang 2) ‘Aqliyy (rasional), seperti hidup (al-hayah)
disebutkan al-Qur’an termasuk kepada hukum menjadi syarat bagi pengetahuan (al-‘ilm).
qath’i, sedangkan pemberlakuannya kepada 3) ‘Adiyy (kebiasaan), seperti tangga menjadi
yang lain termasuk kepada hukum zhanni. syarat untuk naik ke atas loteng.
Disinilah diberlakukannya qiyas (Sa’adi, Juz 4) Lughawiyy (kebahasaan), seperti
1, 2000: 8). perkataan: “jika engkau berdiri maka aku
berdiri” (in qumta qumtu); demikian juga
2. Kaidah Al-Khas perkataan: “Engkau kucerai bila engkau
Al-Khas adalah lafadz yang menunjukkan kelaur dari rumah”. Pembahasan mengenai
perseorangan tertentu, seperti “Muhammad”: al-mukhashshish al-muttashil difokuskan
atau menunjukkan jenis, seperti laki-laki; atau pada item terakhir ini, yaitu kebahasaan
menunjukkan beberapa satuan yang terbatas, (lughawiyy) (al-Zarkasyi, Juz 3, 2000: 328-
seperti tiga belas, seratus, sebuah masyarakat, 329).
sekumpulan, sekelompok, dan lafaz-lafaz lain
yang menunjukkan bilangan beberapa satuan, Istisna’ adalah uangkapan yang memiliki
tetapi tidak mencakup satuan-satuan tersebut bentuk kalimat yang bersambung, di mana
(Khalaf, 1997: 342). sesuatu yang disebutkan tersebut bukanlah
dimaksudkan oleh ungkapan pertama
Kaidah (sebelumnya) (Al-Sabt, 1421H: 612).
Yang dimaksud dengan shifat di sini ialah
dalam pengertiannya yang ma’nawi, bukan
na’t dengan kekhususannya (al-Zarkasyi, Juz
3, 2000: 341). Seperti firman Allah:

“Bila dikemukakan ungkapan memiliki RR<°%ØUv% RWVXq Ämc­mÔUW*VÙ >‹V¼\\ ˜<°%ØUÄ% #W)V CW%XT
syarat, pengecualian, sifat, tujuan, atau Artinya: “Dan barangsiapa membunuh
isyarat dengan zalika, setelah beberapa seorang mumin karena tersalah (hendaklah)
kata atau kalimat yang di’athafkan, maka ia memerdekakan seorang hamba sahaya
ia berlaku untuk seluruhnya kecuali ada yang beriman” (QS. al-Nisa’: 92).
alasan tertentu”.
Imam al-Razi (Juz 4, 1400H: 69)
Penjelasan Kaidah menyatakan apakah shifat itu terletak setelah
Al-mukhashshish al-muttashil terbagi pada sesuatu, sebagaimana contoh di atas,
empat macam yaitu, al-istitsna’, al-syarth, al- ataupun karena salah satunya memiliki
shifah, dan al-ghayah (al-Amidi, vol. 2: 350; hubungan dengan yang lain, seperti
al-Zarkasyi, Juz 3, 2000: 273). Al-Syath yang perkataan:
dimaksud di sini adalah syarat secara bahasa.
Ini merupakan mukhassis yang bersambung ®ƢǿDŽdz¦  ƢȀǬǨdz¦ dždzƢƳÂ  ƢǸǴǠdz¦ ¿ǂǯ¢
(al-muttashil) ((al-Amidi, vol. 2: 350; al- “Hormatilah ulama dan bergaullah
Mardawi, vol. 5: 2529). Syarat (al-syarth) dengan fuqaha yang zuhud.”

68|| :Jurnal Pemikiran Islam,Vol.39,No.1


Januari - Juni 2014
Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt

Yang dimaksud dengan ghayah ialah perintahnya kepada kita dalam bahasa Arab.
nihayah, tharf, atau maqtha’. Lafaznya ialah Tidak ada yang berhak untuk mengurangi
ilaa (ń¤ ) dan hattaa (ŕƷ) (al-Razi, Juz 4, keluasan cakupan lafaz mutlak tersebut,
1400H: 65; al-Zarkasyi, Juz 3, 2000: 344). kecuali ada dalil yang membatasinya. Lafaz
Seperti dalam firman Allah: mutlak dimaksudkan bahwa ia mencakup
banyak afrad (bagian-bagian) dengan satu
C
] °% ùXk×)] ŽÙkVcÙ Ä1ÅV WۉÜWR.Wc ³/\O SÈXn֐XT ‰ SÉ ÅXT lafaz tertentu.
Artinya: “(Beberapa hari yang ditentukan
­mÕH[ÝÙ ]C°% °jXSÔy)] ¦½ÙkVcÙ
itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di
Artinya: “Dan makan minumlah hingga dalamnya diturunkan (permulaan) Al
terang bagimu benang putih dari benang Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
hitam, yaitu fajar” (QS. al-Baqarah: 187). penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk
itu dan pembeda (antara yang hak dan
Demikian juga dalam firman-Nya: yang bathil). karena itu, Barangsiapa di
antara kamu hadir (di negeri tempat
SÉ ¦ÙÎVÙ ®QSQ ƒ¡ rQ¯ Ô2È)Õ-É Vl¯ ßSÄ<W%XÄ |ÚÏ°Š SM{iU
‘›Wc tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah
ia berpuasa pada bulan itu, dan
©°ÙWm\-Ù rQ¯ ×1ÅWc°iØcU XT ×1Å\FSÄBÄT Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya
apabila kamu hendak mengerjakan shalat, berpuasa), sebanyak hari yang
maka basuhlah mukamu dan tanganmu ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang
sampai dengan siku” (QS. al-Maidah: 6). lain. Allah menghendaki kemudahan
bagimu, dan tidak menghendaki
Di dalam ayat di atas, membasuh tangan kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu
itu tidak seluruh tangah, tetapi ditakhsis mencukupkan bilangannya dan
dengan batasan (ghayah), yaitu hanya sampai hendaklah kamu mengagungkan Allah
siku (ila al-marafiq) (al-Zuhaili, Vol. 1, 1986: atas petunjuk-Nya yang diberikan
263). kepadamu, supaya kamu bersyukur” (QS.
al-Baqarah: 185).
Al-Mutlaq dan Al-Muqayyad
Kaidah Pertama Ungkapan “maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya
itu, pada hari-hari yang lain”, bersifat mutlak.
Tidak ada batasan tentang hal itu, apakah ia
“Pada dasarnya ungkapan bersifat harus berturut-turut atau boleh dipisah-pisah.
muthlaq tetap pada kemutlakannya hingga Yang diwajibkan di sini hanyalah masalah
ada yang membatasinya (taqyid)”. bilangan, dan tidak ada nash lain yang
membatasinya. Nash ini tetap pada
Penjelasan Kaidah kemutlakannya. Maka qadha puasa dapat
Bila suatu lafaz nash bersifat mutlak, maka memilih antara berturut-turut atau dipisah-
wajib diamalkan menurut kemutlakannya, pisah. Pendapat yang mensyaratkan keharusan
kecuali bila diperoleh dalil yang berturut-turut adalah pendapat yang marjuh
membatasinya. Karena Allah menurunkan (lemah).

69|| :Jurnal Pemikiran Islam,Vol.39,No.1


Januari - Juni 2014
Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt

Kaidah Kedua Kaidah Ketiga

“Muthlaq mengadung makna kesempurnaan”.


“Bila ungkapan muthlaq dibatasi dengan
Penjelasan Kaidah dua hal yang bertentangan dan salah satu
Kaidah ini bermakna bahwa isim yang memungkinkan untuk dipilih dari yang
bersifat mutlak mengandung makna lain, maka hukum mutlaq tersebut wajib
kesempurnaan objek yang dinamainya dibebankan terhadap batasan yang paling
(musammiyat). Ibnu Hajar (Juz 1, 1422H: 126) kuat”.
menjelaskan ketika mensyarah hadits:
Penjelasan Kaidah
LjÌ ÈȈºÈǼȈÊūÈ ƢǬÈ ºǼÌǸÈ ÈdzƢǬÈ ǸÈ ċǴLJÈ ȂÈ ȀÊ ȈÌÈǴǠÈ ȀÉ ċǴdzƢɇċǴǐ Ê Ê
È ȀÊ ċǴdzȏȂÈ LJÉ ǂċȺǻÈƘȀÊ ċǴdz¦ƾƦÌǠÈ ǼÌƥǂÊ ÊƥƢƴÈ ǼÌǟÈ
Bila ungkapan muthlaq dibatasi dengan
dua hal yang bertentangan, maka harus
ȂÈ Ìdz¦¦ƾÅ Ǹċ ƸÈ ÉŤ¡Ê ƨÊ ǸÈ ÊƟƢǬÈ Ìdz¦Ê̈ ȐÈ ǐċ dz¦ÂÈ ƨÊ Ƿċ ƢċƬdz¦Ê̈ȂÈ ǟċ ÊÊ
Ì ƾdzƢǿǀȀÈ ċºƥǂÈǸċ ȀÉ ċǴdz¦È ¦ƾď È ǼdzƢÉǠǷÈ diperhatikan; jika salah satu di antaranya lebih
ȂÌ ºÈȈȈÊƬǟƢ Ê ǸŰƢÈ ǷƢǬÈ ǸȀºÌưǠºƥ¦ÂÈƨÈǴȈǔ Ê Ê
È ǨÈ njÈ ȀÉ ÈǴºƬÌċǴƸÈ ȀÉ ºÈƫƾÌ ǟÈ ȂȇÈ ǀċdz¦¦®Ȃ Å É Ì Å È É È Ì È ǨÈ Ìdz¦ÂÈ ÈƨÈǴȈLJ dekat dengan kemutlakannya, batasan itulah
yang dipilih. Bila tidak ada yang lebih dekat,
ƨÊ ǷƢÈ ÈȈǬÊ ÌdzƢǷÈ maka tidak perlu dibatasi oleh keduanya.
Zahir hadits ini menjelaskan keadaan
mendengar azan, tanpa ada batasan dengan Penerapan Kaidah
kelapangannya. Namun, yang dimaksudkan
dengan panggilan azan di sini adalah 1ÁÅk°][UÄc C¦›VXT ×1Å°=›\-ØcU ßr¯Û ©SÙӐ ¯ Œ Ä1ÅÅk°][UÄc Y
mendengar azan secara sempurna.
WÛܦ›_W% ®QXn_“Wà Ä3\ÈÕ»¯ àœÈOÉ"Wm›…ÝVVÙ ]C›\-Øc)] Ä1|"i… Wà \-¯
Penerapan Kaidah
Ämc­mÙVU% ØTU Ô2ÀIÉ"XSԁ° ØTU ×1Åj¯ ØFU WDSÀ-°ÈÕ¼É" W% ¦½\yØTU ÕC°%
\IW%ˆm\O s°Š ®QWÚWÙ ®Pªk›\F 8Xq \iÈÕÃU ØDU À1×m°%Ê \-5¯
ÅQWm›…Ý[ \°šVl  4ŽcU °RV:›Q U2 Ä3Xk¦¡VÙ Õi¦IVf Ô2Š C\-VÙ RWVXq
§²ª¨ WÛÜ°-¯ ԁÀ-Ù ]C°% WDSÅU ØDU À1×m°%Ê XT ÄÔ³[‹ r#Á œÄ VXT
ÀÛ¯KÜWÄc \°š[k[  ×1ÅR<›\-ØcU ßS¾À[ÝÕOXT  Ô2È)ÙÝQ \O Vl¯ ×1Å°<›\-ØcU
Artinya: “aku hanya diperintahkan untuk §±²¨ WDTÄmÅՑQ# ØÅ‹ \ÈV ž°O°*›WcXÄ ×1ÅV Œ
menyembah Tuhan negeri ini (Mekah) yang
telah menjadikannya suci dan kepunyaan- Artinya: “Allah tidak menghukum kamu
Nya-lah segala sesuatu, dan aku disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak
diperintahkan supaya aku Termasuk orang- dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia
orang yang berserah diri” (QS. al-Naml: 91). menghukum kamu disebabkan sumpah-
sumpah yang kamu sengaja, Maka kaffarat
Ibnu Hajar menukilkan dari al-Khattabi (melanggar) sumpah itu, ialah memberi
bahwa yang dimaksud dengan al-baldah di Makan sepuluh orang miskin, Yaitu dari
atas adalah Mekkah. Artinya, seluruh daerah makanan yang biasa kamu berikan kepada
di Mekkah dinamakan tanah suci. Lafaz keluargamu, atau memberi pakaian
mutlak al-baldah dimaksudkan untuk kepada mereka atau memerdekakan
keseluruhan tanah Mekkah. seorang budak. barang siapa tidak

70|| :Jurnal Pemikiran Islam,Vol.39,No.1


Januari - Juni 2014
Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt

sanggup melakukan yang demikian, Maka Artinya: “dan sempurnakanlah ibadah


kaffaratnya puasa selama tiga hari. yang haji dan ‘umrah karena Allah. jika kamu
demikian itu adalah kaffarat sumpah- terkepung (terhalang oleh musuh atau
sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu karena sakit), Maka (sembelihlah) korban
langgar). dan jagalah sumpahmu. yang mudah didapat, dan jangan kamu
Demikianlah Allah menerangkan kepadamu mencukur kepalamu, sebelum korban
hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur sampai di tempat penyembelihannya. jika
(kepada-Nya)” (QS. al-Maidah: 89). ada di antaramu yang sakit atau ada
gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur),
DU ©#×V C°% ©ÛØÜ\ȯW*W)Ä% ©ÛÙÏWm×J[‰ Ä3Xk¦¡VÙ Õi¦IVf Ô2Š C\-VÙ Maka wajiblah atasnya berfid-yah, Yaitu:
berpuasa atau bersedekah atau berkorban.
\°šVl  ;=j¦ԁ°% WÛÜ°P*¦y Ä3\ÈÕ»¯ VÙ ÕÌ°¼W*ԁRd Ô2Š C\-VÙ ƒy\-W)Wc apabila kamu telah (merasa) aman, Maka
bagi siapa yang ingin mengerjakan
]Cc­m°Ý›VÚ °XT   ÀjTÀiÄP |^Ú °"XT  ž° ¯SÀyXqXT ¯ SÄ=°%ØUÈ*° ‘umrah sebelum haji (di dalam bulan haji),
(wajiblah ia menyembelih) korban yang
§­¨ Ï/Ì°U Ì![kWÃ mudah didapat. tetapi jika ia tidak
Artinya: “Barangsiapa yang tidak menemukan (binatang korban atau tidak
mendapatkan (budak), Maka (wajib atasnya) mampu), Maka wajib berpuasa tiga hari
berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum dalam masa haji dan tujuh hari (lagi)
keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak apabila kamu telah pulang kembali. Itulah
Kuasa (wajiblah atasnya) memberi Makan sepuluh (hari) yang sempurna. demikian
enam puluh orang miskin. Demikianlah itu (kewajiban membayar fidyah) bagi
supaya kamu beriman kepada Allah dan orang-orang yang keluarganya tidak
Rasul-Nya. dan Itulah hukum-hukum Allah, berada (di sekitar) Masjidil Haram
dan bagi orang kafir ada siksaan yang (orang-orang yang bukan penduduk kota
sangat pedih” (QS. al-Mujadilah: 4). Mekah). dan bertakwalah kepada Allah
dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras
]C°% Xn\ƒÙjW*Ôy \-VÙ ×1É"Øn¦§ÕOÊ ØD¯ VÙ  Ž QQWmØ.ÄÈÙXT ƒMSVÙ Sr-°"U XT siksaan-Nya” (QS. al-Baqarah: 196).

 œÄ Š°V[& ÀsÕiRNÚ [×É ×Wc ³/\O Ô2Å\yTÃÄÃq SÁ ¯ ÙVU% YXT ¥sÕiRNÚ Ayat pertama tentang kaffarat sumpah
dengan puasa tiga hari tanpa dibatasi dengan
¸RWcÕi°ÝVÙ ž°O¦yÚ ˆq C°K% s?lU àž°O¯ ØTU ”²c®p„' 1Å=°% WD[ CX.VÙ berturut-turut. Ayat kedua tentang kaffarat
zhihar yang dibatasi dengan berpuasa dua bulan
\̎*\-V" C\-VÙ Ø/ÅÊ<°%U Vl¯ VÙ  ¾É6 ØTU RV\i_™ ØTU $4Xj°™ C°K% berturut-turut. Sedangkan ayat ketiga sanksi haji
tamattu’ yang dibatasi dengan berpuasa secara
Õi¦IVf ×1Š C\-VÙ  ¥sÕiRNÚ ]C°% Xn\ƒÙjW*Ôy \-VÙ §FMSVÙ rQ¯ ®QWmØ.ÄÈÙ¯
terpisah-pisah, yaitu tiga hari di saat
\Ú °"  ×1È)ØÈ\BXq Vl¯ R\È×\yXT §FMSVÙ r¯Û 4ŽcU °RV:›Q U2 Ä3Xk¦¡VÙ
pelaksanaan haji dan tujuh hari setelah pulang.
Menurut al-Sabt (1421H: 624), tidak
s¯n¦±\O œÄ ÊØFU ÕCÅWc ×1Š C\-° \°šVl  ¸
V°%[ ¸QXn_“Wà diragukan lagi bahwa sumpah lebih dekat
kepada zihar dari pada haji tamatthu’, karena
Àic°i[‰ ‹ ‰DU ßSÀ-Q ÕÃXT ‹ SÁ ‰"XT  °4WmSVÙ °iªHԁ\-Ù keduanya merupakan kaffarat. Maka
membatasi puasa kaffarat sumpah dengan
§ª²¯¨ ª!V °ÈÙ berturut-turut mengikuti puasa kaffarat zihar.

71|| :Jurnal Pemikiran Islam,Vol.39,No.1


Januari - Juni 2014
Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt

Kaidah Keempat siapa yang tidak Kuasa (wajiblah atasnya)


memberi Makan enam puluh orang miskin.
Demikianlah supaya kamu beriman
“Kemutlakan menghendaki kesamaan”. kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Itulah
hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir
Penjelasan Kaidah ada siksaan yang sangat pedih” (QS. al-
Pada dasarnya bila diungkapkan Mujadilah: 4).
kelebihan-kelebihan, maka sesuatu itu menjadi
istimewa. Ibnu Hajar (al-Bukhari, Juz 3, Pada ayat ini tidak ada perbedaan antara
1422H: 40) dalam syarahnya tentang hadits; laki-laki atau perempuan, anak kecil atau
orang dewasa. Artinya, “enam puluh orang
Ê Ê Ê
É ÈdzƢǬÈ ǸÈ ċǴLJÈ ȂÈ ȀÊ ȈÌÈǴǠÈ ȀÉ ċǴdzƢɇċǴǐ
ǐ È ďȈÊƦċǼdzƢǼÌǟƢ
È ǸÈ ȀÉ ºǼÌǠÈ ȀÉ ċǴdzƢÈȈǓ°ÂÈ ǂÇ ǸÌ ǠÈ ǼƦÌȀÊ ċǴdz¦ƾƦÌǠÈ ºǼÌǟÈ miskin” tidak membeda-bedakan orang miskin
Ê Ê Ê Ç Ê yang diberi makan.
ǘÊ ÌǧÈ¢ÂƢÈ ǷÅȂÌ ºÈȈǸÌ ǐ
É ÈdzƢǬÈ ɇċƬÈūÈ ¦±ƢÈ ǸÈ ǨÈ ǰÈ dzǀÈ ǼÌǷǂȺÈưǯÌ ÈƘǬÉ ȈǗÉȋƢÈ ǬÈ ǷƢċȇÈ¢ÈƨÈƯȐÈÈƯǂÊ Ȁċ Ì njdzƢǼÌŲÌ
ȐÈ ÈưȈǨÊÈdzƢǬÈ ɇċƬÈūÈ ¦±ƢÈ ǸÈ ÈǧǂȺÈưǯÌ ÈƘǬÉ ȈǗÉ
Ê ƘȈďǻȍƢÊÈ ÈǫǂÇ ȀÌ njÈ ďǴǰÉ ȈǨÊÈǻ¡ǂÌ ǬÉ Ìdz¦Ê¤ǂºÌǫȏƢÈ ǬÈ ºÈǧƢǷÅȂÌ ºÈȇ°Ì
È
Al-Mantuq dan Al-Mafhum
1. Kaidah Al-Mantuq
Ungkapan “puasalah tiga hari dalam Kaidah Pertama
sebulan” dijelaskan sebelum “puasalah satu
hari dan berbukalah satu hari”. Penjelasan
tersebut bersifat mujmal, lalu ditetapkan
hukum berdasarkan zahir nash, karena hal-
hal yang mutlak mengkendaki kesamaan. “Bila Syari’ mengungkapkan hukum
Hadits ini menunjukkan bahwa hari-hari setelah sifat yang sesuai, maka ia
dalam sebulan itu sama saja. Padahal terdapat menunjukkan bahwa hukum tersebut
dalil-dalil lain yang menjelaskan tentang ditetapkan karena sifat itu”.
kelebihan puasa hari senin, kamis, dan hari-
hari besar lainnya. Begitu juga terdapat Penjelasan Kaidah
larangan tentang puasa satu hari saja di hari Dilalah ini di kalangan ushuliyin dikenal
Jum’at dan Sabtu. dengan al-ima’ dan al-tanbih. Ia termasuk
kepada manthuq ghair al-sharih, yaitu
Penerapan Kaidah mengaitkan hukum dengan suatu sifat, yang
bila ungkapan tersebut tidak dijadikan sebagai
DU ©#×V C°% ©ÛØÜ\ȯW*W)Ä% ©ÛÙÏWm×J[‰ Ä3Xk¦¡VÙ Õi¦IVf Ô2Š C\-VÙ ‘illat hukum maka mengungkapkannya dalam
suatu penjelasan tidak berguna. Yang demikian
\°šVl  ;=j¦ԁ°% WÛÜ°P*¦y Ä3\ÈÕ»¯ VÙ ÕÌ°¼W*ԁRd Ô2Š C\-VÙ ƒy\-W)Wc
itu terpelihara dalam lafaz al-Syari’.
]Cc­m°Ý›VÚ °XT   ÀjTÀiÄP |^Ú °"XT  ž° ¯SÀyXqXT ¯ SÄ=°%ØUÈ*°
Penerapan Kaidah
§­¨ Ï/Ì°U Ì![kWÃ
W_[ \-¯ .ÄWs\B \-ÀIWc°iØcU ßSÄÈV¼ÙVÙ ÉRV®q‚XT Å®q‚XT
Artinya: “Barangsiapa yang tidak
§¬±¨ ³2j¦\O Ïsc®uWà ŒXT   ]C°K% 9Z›VW5
mendapatkan (budak), Maka (wajib
atasnya) berpuasa dua bulan berturut- Artinya: “laki-laki yang mencuri dan
turut sebelum keduanya bercampur. Maka perempuan yang mencuri, potonglah

72|| :Jurnal Pemikiran Islam,Vol.39,No.1


Januari - Juni 2014
Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt

tangan keduanya (sebagai) pembalasan 2. Kaidah Al-Mafhum


bagi apa yang mereka kerjakan dan Kaidah Pertama
sebagai siksaan dari Allah. dan Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS.
al-Maidah: 38).

Hukum potong tangan disyari’atkan karena “Apabila masa (terjadi) sesuatu sangat
perbuatan mencuri. Mencuri di sini disebut penting untuk disebutkan, maka kejadian
‘illat hukum, sekalipun lafaznya menunjukkan itu lebih penting dari pada waktunya” (Al-
hal itu secara jelas, tetapi ia dapat dipahami Sabt, 1421H: 633).
dari makna kalimat tersebut.
Penjelasan Kaidah
Kaidah Kedua Kaidah ini termasuk ke dalam bahasan
mafhum al-muwafaqah al-aulawi. Apabila
sebuah perintah dikeluarkan maka ia menuntut
“Suatu hukum yang dikaitkan terhadap untuk disebutkan masanya. Menyebutkan
sifat (‘illat) tertentu, maka ia menguat kejadian itu lebih utama dari menyebutkan
sejalan dengan kuatnya sifat tersebut, waktunya. Jika di antara keduanya ada sesuatu
sebaliknya hukum tersebut gugur karena yang mengikat, maka yang dimaksud adalah
hilangnya sifat itu”. urgensitas kejadian itu.

Penjelasan Kaidah Penerapan Kaidah


Bila memuji atau menghina, atau
memberikan kabar gembira dan pertakut W$V rW$×S\-Ù ¨qÔUÉ" \Ùk q°5®qU ªD!Xq ¿2Ÿ°FšWmׯ W$V Ùl¯ XT
terhadap suatu perbuatan, atau suatu sifat. Hal
itu bisa didapatkan oleh mukallaf karena ÖkÄbVÙ W$V ³ªÚ V „C®“\-Õ¼Xj°L C¦›VXT rQ"W W$V C°%ØUÉ" ×1VXTU
perbuatan tersebut sesuai dengan standar
#W\B ©G#Å rQ"Wà ×#\ÈÕB ƒ2É2 \ÙkV¯ „CÉFØn¾§VÙ ¯n×mŠ¼ ]C°K% <R\ÈW×qU
balasan dari perbuatan atau sifat itu. Maka ia
akan ditambahkan bersamaan dengan
‹ ‰DU ×1Q ØÆXT  >jØÈ\y \R<o°"Ú
Wc „CÀIÄÃØj ƒ2É2 =ÄØsÄB „CÆMØ@°K%
peningkatan kuantitas dan kualitas perbuatan,
atau sebaliknya. §«¯©¨ ¸/̦\O Ïsc®uWÃ

Penerapan Kaidah Artinya: “dan (ingatlah) ketika Ibrahim


berkata: “Ya Tuhanku, perlihatkanlah
Ä1ÀIV \®”‘›V
TÊ #2Ú ¾À¯ 2ÀIX=›\-c¯ ßS¾¯Ú Wc Ô2VXT SÄ=W%XÄ WÛÏ°Š kepadaku bagaimana Engkau
menghidupkan orang-orang mati.” Allah
§±«¨ WDTÀiW*ÕIv% 1ÉFXT ÀCÙ%)] berfirman: “Belum yakinkah kamu ?”
Artinya: “orang-orang yang beriman dan Ibrahim menjawab: “Aku telah
tidak mencampuradukkan iman mereka meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku
dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah tetap mantap (dengan imanku) Allah
yang mendapat keamanan dan mereka itu berfirman: “(Kalau demikian) ambillah
adalah orang-orang yang mendapat empat ekor burung, lalu cincanglah
petunjuk” (QS. al-An’am: 82). semuanya olehmu. (Allah berfirman):

73|| :Jurnal Pemikiran Islam,Vol.39,No.1


Januari - Juni 2014
Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt

“Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit menyebutkan sifat tersebut. Berpegang
satu bagian dari bagian-bagian itu, kepadanya, bukan kepada yang lain.
kemudian panggillah mereka, niscaya Kondisi ini merupakan hal-hal yang tidak
mereka datang kepadamu dengan segera.” boleh berlebihan dalam mafhum
dan ketahuilah bahwa Allah Maha mukhalafah.
Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. al- Adapun mafhum mu’tabarah antara lain;
Baqarah: 260). 1. Mafhum sifat.
2. Mafhum taqsim.
Kaidah Kedua 3. Mafhum syarat.
4. Mafhum ghayah (tujuan).
5. Mafhum al-adad (jumlah).
6. Mafhum istisna (pengecualian).
7. Mafhum hashar (pembatasan). Hal ini
“Bila hukum disebutkan setelah sifat yang ditunjukkan oleh;
mungkin mu’tabar, maka tidak boleh a. Istisna’ setelah nafi.
menyimpangkannya” (Al-Sabt, 1421H: b. Dhamir Fashal yang terletak di antara
634). mubtada’ dan khabar.
c. Hashar mubtada’ pada khabar.
Penjelasan Kaidah d. Mendahulukan ma’mul dari amilnya
Sebelumnya telah dijelaskan, bila syari’ atau mendahulukan yang seharusnya
mengungkapkan suatu hukum yang diikuti dikemudiankan.
dengan ‘illat yang menunjukkan bahwa hukum e. Mafhum “innama”
tersebut ditetapkan karenanya”. 8. Mafhum hal.
Di antara kedua kaidah itu terdapat 9. Mafhum waktu dan tempat.
kemiripan. Perbedaan keduanya adalah kaidah
yang lalu menghendaki adanya kaitan antara Kaidah Ketiga
hukum dan illatnya. Ini adalah prinsip
mendasar dalam tasyri’. Sedangkan kaidah
yang tengah dijelaskan ini dimaknai bahwa
sifat (‘illat) yang berpengaruh atau mu’tabar
harus diperhatikan dalam memahami makna “Bila sesuatu dikhususkan dengan
dan menetapkan hukum. menyebutkan pujian atau celaan, atau
Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan lainnya, maka ia tergolong mafhum
beberapa hal, antara lain; mu’tabarah. Bila demikian, maka tidak
1. Mengeluarkan sifat (‘illat) yang tidak layak untuk tidak diperhatikan”.
sesuai.
2. Berpegang kepada sifat-sifat (‘illat) yang Penerapan Kaidah
berpengaruh.
§ª®¨ WDSÈSÁHÔUS5‘4 k®”W%×SWc ×1®M®Jˆq CWà ×1ÆM‰;¯ +Z[
3. Tidak boleh mendiamkan sifat-sifat yang
disebutkan berdasarkan hal yang sesuai Artinya: “sekali-kali tidak, Sesungguhnya
dengan kejadian atau jawaban terhadap mereka pada hari itu benar-benar tertutup
pertanyaan dan sebagainya terhadap dari (rahmat) Tuhan mereka (QS. al-
keadaan yang tidak dikehendaki ketika Muthaffifin: 15).

74|| :Jurnal Pemikiran Islam,Vol.39,No.1


Januari - Juni 2014
Ismardi: Kaidah-kaidah Tafsir Berkaitan dengan Kaidah Ushul Menurut Khalid Utsman Al-Sabt

Tertutup di sini berarti azab, maka tidak al-Razi, Muhammad ibn Amr ibn al-Husain. (1400
tertutup rahmat Allah bagi siapa saja yang H). Al-Mahshul fi Ilm al-Ushul. Juz 4.
tidak diazab Allah. Kalaulah hal itu berlaku Riyadh: Jami’ah al-Imam Muhammad ibn
untuk seluruhnya tidak lah berarti azab. Imam Su’ud al-Islamiah.
Malik menjelaskan; “ketika Allah menutupi al-Sa’adi, Abd al-Rahman ibn Nashir. (2000).
rahmat terhadap musuhnya, maka jelaslah bagi Tafsir al- Karim al-Rahman fi Tafsir
wali-wali-Nya”. Menurut al-Syafi’i; ayat ini Kalam al-Mannan. Juz 1. Damaskus:
menjadi dalil bahwa para wali Allah (mukmin) Muassisah al- Risalah.
akan melihat Allah pada hari Kiamat dengan ———-. (2002). Al-Qawa’id wa al-Ushul al-
pandangan mereka (Al-Sabt, 1421H: 640). Jami’ah wa al-Furuq wa al-Taqasim al-
Badi’iah al-Nafi’ah. T.tp: Maktabah al-
Sunnah.
Daftar Kepustakaan al-Sabt, Khalid Utsman. (1421 H). Qaqa’id al-
Tafsir Jam’an wa Dirasatan. Madinah:
al-Amidi, Muhammad. al-Ihkam fi al-Ushul al- Dar ibn al-Affan.
Ahkam. vol. 2. al-Shan’ani, Muhammad ibn Ismail al-
al-Baghdadi, Ila’ al-Din ibn Muhammad ibn A m i r. ( 1 9 8 6 ) . U s h u l a l - F i q h a l -
Ibrahim. (1979). Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani M u s a m m a I j a b a t a l - S a i l S y a rh
al-Tanzil. Juz 2. Beirut: Dar al- Fikr. Bughyat al-Amal. Juz 1. Beirut:
al-Baihaqi, Imam. (1344 H). al- Sunan al-Kubra Muassasah al-Risalah.
wa fi Zailihi al-Jauhar al-Naqi. Juz 8. al-Subki, Taj al-Din Abd al-Wahab ibn Ali ibn
Haidar Abad: Majelis Dirasah al- Ma’arif Abd al-Kafi. (1991). Al-Asybah wa al-
al-Nizamiyah. Nazhair. Juz 2. Beirut: Dar al-Kutub al-
al-Bukhari, Imam. (1422 H). Al-Jami’ al-Musnad ‘Ilmiah.
al-Shahih al-Mukhtashar min Umur al-Syafi’i, Muhammad ibn Umar ibn Husain al-
Rasulillah SAW wa Sunanih wa Ayyamih. Razi. (2002). Mafatih al- Ghaib min al-
Juz 1. Dar Thauq al-Najah. Qur’an al- Karim. Juz 1. Beirut: Dar al-
al-Hanbali, Abu Hafidz Umar ibn Ali ibn “Adil al- Kutub al-‘ilmiah.
Damsyiqi. (1998). al-Lubab fi Ulum al- al-Syathibi, Imam. (1997). Al-Muwafaqat. Juz 6.
Kitab. Juz 2. Beirut: Dar al- Kutb al- ‘ilmiah. Dar Ibn Affan.
al-Hanbali, Ali ibn Abbas al-Ba’li. (1956). Al- al-Zarkasyi, Badr al-Din Muhammad ibn Bahadur
Qawa’id wa al-Fawaid al-Ushuliah wa Ma ibn Abdillah. (2000). Bahr al-Muhith fi
Yata’allaq biha min al-Ahkam. Juz 1. Kairo: Ushul a-Fiqh. Juz 2. Beirut: Dar al-Kutub
Mathba’at Al-Sunnah Muhammadiah. al-‘Ilmiah.
al-Nadwi, Ali Ahmad. (1994). al- Qawa’id al- al-Zarqani,Muhammad Abd al-”Azhim. (t.th).
Fiqhiyyah: Mafhumuha, Nasyatuha, Manahil al- Irfan fi Ulum al- Qur’an. Juz
Tathawwiruha, Muallafatuha, Adillatuha, 1. Isa al-Babi al-Halabi wa Syirkuh.
Muhimmatuha, Tathbiqatuha. Dimsyaq: al-Zuhaili, Wahbah. (1986). Ushul al-Fiqh al-
Dar al- Qalam. Islamy. vol 1. Beirut: Dar al-Fikr.

75|| :Jurnal Pemikiran Islam,Vol.39,No.1


Januari - Juni 2014

Anda mungkin juga menyukai