Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka
musim kemarau dapat mencapai suhu 33-35ºC. Ayam broiler akan berproduksi
optimal pada suhu 18 - 21ºC. Suhu yang ada di dalam kandang, pada dasarnya
adalah berupa panas lingkungan yang berasal dari matahari dan dari panas yang
dikeluarkan oleh tubuh ayam. Tingginya suhu lingkungan di daerah tropis pada
siang hari dapat mencapai 34ºC dapat mengakibatkan terjadinya penimbunan panas
dalam tubuh, sehingga ternak mengalami cekaman panas. Ayam broiler termasuk
suhu tubuhnya dalam keadaan relative konstan antara lain melalui peningkatan
frekuensi pernafasan dan jumlah konsumsi air minum serta penurunan konsumsi
Pada suhu lingkungan di atas suhu normal, produksi panas tubuh meningkat
karena ayam tidak dapat mengontrol hilangnya panas dengan menguapkan air dari
pori-pori keringat, akhirnya cara yang dilakukan ialah melalui pernafasan yang
cepat, dangkal atau suara terengah-engah (panting). Panting tidak dapat digunakan
sebagai alat mengontrol hilangnya panas untuk waktu tak terbatas, seandainya suhu
lingkungan tidak turun atau panas tubuh yang berlebihan tidak dibuang, maka ayam
akan mati karena hyperthermy (kelebihan suhu) (Fuller dan Rendon, 1977).
dalam tubuh, maka apabila temperatur udara meningkat, temperatur tubuh juga
akan sedikit meningkat. Namun sebagai hewan homoioterm, ayam akan berusaha
mengembalikan temperatur tubuhnya ke temperatur normal, sebab semua reaksi
biokimiawi di dalam tubuh akan optimal pada temperatur tertentu (Rosita, 2015)
fisiologis dalam kaitannya dengan metabolisme tubuh ayam, kegiatan ini akan
mempengaruhi perubahan yang terjadi pada temperatur tubuh ayam. Pada masing-
temperatur tubuh tidak mungkin menunjukkan suatu derajat panas yang tetap.
Ayam petelur tidak memiliki kelenjar keringat, sehingga jalur utama untuk menjaga
dengan cara panting, melebarkan sayap, melalui air minum, dan lain-lain seperti
yang ekstrim, maka ternak akan menjadi tidak tenang dan akan menimbulkan
aktivitas berlebih. Hal ini dapat diperlihatkan dengan adanya perubahan fisiologis
yang ditunjukkan oleh perubahan hematologis ternak, antara lain perubahan jumlah
eritrosit, nilai hematokrit, dan kadar hemoglobin (Rosita, 2015; Fuller dan Rendon,
1977).
Respon tubuh hewan terhadap stres panas merupakan suatu kesatuan respon
dari sistem saraf, sistem hormon dan sistem pertahanan tubuh. Pada ayam yang
berbagai sitokin yang diperlukan untuk respon imun (Mashaly dkk., 2004).
CRH ini akan menstimulasi pembentukan ACTH pada hipofisa anterior yang
metabolism normal tubuh (Sugito, 2007). Tingginya kadar hormon ini akan
adrenal akan memacu terjadinya perubahan perubahan pada sel-sel darah. Aktivitas
leukosit akan menjadi lebih lambat (lazy leucocyte syndrome) dan peningkatan
rasio heterofil dan limposit yang meningkat terhadap sirkulasi darah ayam yang
terpapar stres panas (Sulistyonigsih, 2004 ; Virden and Kidd, 2009; Kusnadi, 2008).
leukosit, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit pada ayam. Perubahan tersebut
disebabkan karena terlalu banyak cairan tubuh yang dikeluarkan, sehingga terjadi
perubahan bentuk yang tidak normal pada eritrosit dan menyebabkan hemoglobin
yang terikat akan terlepas. Jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin akan meningkat
pada temperatur lingkungan rendah dan akan menurun pada temperatur lingkungan
yang tinggi (Rosita, 2015; Nurfaizin dkk, 2014). Perubahan ini memungkinkan
masih dalam keadaan normal apabila peningkatan temperatur tidak terlalu ekstrim,
namun perubahan yang sangat signifikan dapat terjadi jika temperatur dan
hematokrit yang dapat menyebabkan nilai hematokrit ikut menurun. Hal ini
disebakan karena nilai hematokrit normal sebanding dengan jumlah eritrosit dan
kadar hemoglobin. Jika jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin berubah, persentase
adalah pigmen eritrosit berisi darah yang tersusun atas protein konjugasi dan protein
sederhana. Hemoglobin diproduksi oleh sel darah merah yang disintesis dari asam
asetat (acetic acid) dan glycine menghasilkan porphyrin. Porphyrin
yang terdiri dari empat rantai asam-asam amino membentuk hemoglobin. Nilai
massa sel terbesar dalam darah (Virden dkk, 2007). Peningkatan ataupun
penurunan nilai hematokrit dalam darah akan berdampak pada viskositas darah.
tergantung jenis hewan (Dellmann dan Brown 1992). Stres panas dapat
Washburn 1998; Virden and Kidd, 2009; Kusnadi, 2009). Peningkatan sel-sel
heterofil dan penurunan sel-sel limfosit sehingga rasio antara heterofil dan limfosit
cekaman panas yang kronis pada ayam (Bedanova dkk., 2003). Stres panas dapat
(Blecha, 2000).