Anda di halaman 1dari 19

PENDIDIKAN ISLAM DI ERA MILENIAL

ABUDDIN NATA

(Guru Besar Ilmu Pendidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah


dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta)

Abstract dari pesantren tradisional yang bersifat non-formal,


Today humans live in the millennial era. hinggapesantren modern dengan berbagai
The era that is a continuation of this global era has programnya, mulai dari Taman Kanak-kanak hingga
created new challenges that must be transformed into perguruan tinggi, secara institusional merupakan
opportunities that can be put to good use, so that bagian dari sistem pendidikan nasional. Dengan
challenge brings a blessing for everyone to do. Since posisinya yang demikian itu, pendidikan Islam mau
the millennial era besides having similarities also has tidak mau harus ikut berkontribusi, bahkan
differences, especially in the use of digital bertanggung jawabdakam menyiapkan manusia
technology that goes beyond the computer era, this dalam menghadapi era millennial. Yaitu manusia
kaeadaan has invited a number of experts to speak yang mampu merubah tantang menjadi peluang, serta
out and at the same time offer a number of thoughts dapat memanfaatkannya guna kesejahteraan hidunya
and ideas in dealing with it. Islamic education with secara material dan spiritual. Tulisan ini berupaya
various types and levels, ranging from traditional menggali potensi yang terdapat dalam pendidikan
pesantren that is non-formal, hinggapesantren Islam dengan berbagai jenis dan jenjangnya dalam
modern with various programs, ranging from menghadapi tantangan di era millennial. Tulisan ini
kindergarten to college, is institutionally part of the diawali dengan mengemukakan karakteristik dan
national education system. With such a position, tantangan era millennial, problema sosial dan
Islamic education will inevitably have to contribute, dampaknya bagi kehidupan.
even responsible menak prepare human beings in the
millennial era. That is a human being who is able to Katakunci: Pendidikan Islam, Era Millennial,
change challenges into opportunities, and can use Tantangan Dan Peluang.
them for his own material and spiritual welfare. This
paper seeks to explore the potential contained in Karakteristik dan Tantangan Era Millenial
Islamic education with various types and levels in the Kosakata millennial berasal dari bahasa
face of challenges in the millennial era. This paper Inggris millennium atau millennia yang berarti masa
begins by presenting the characteristics and seribu rahun (Echols, 1980: 380). Millennia
challenges of the millennial era, social problems and selanjutnya menjadi sebutan untuk sebuah masa yang
their impact on life. terjadi setelah era global, atau era modern. Karena
itu, era millennial dapat pula disebut erapost-modern.
Keywords: Islamic Education, Millennial Era, Era ini oleh sebagian pakar diartikan sebagai era back
Challenges and Opportunities. to spiritual and moral atau back to religion. Yaitu
masa kembali kepada ajaran spiritual, moraldan
Abstrak agama. Era ini muncul sebagai respon terhadap era
Dewasa ini manusia hidup di era millennial. modern yang lebih mengutamakan akal, empirik,
Era yang merupakan kelanjutan dari era global ini danhal-hal yang bersifat materialistik, sekularistik,
telah menimbulkan tantangan-tantangan baru yang hedonistik, fragmatik, dan transaksional. Yaitu
harus diubah menjadi peluang yang dapat pandangan yang memisahkan urusan dunia dengan
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, sehingga urusan akhirat. Akibat dari kehidupan yang demikian
tantangan tersebut membawa berkah bagi setiap itu manusia menjadi bebas berbuat tanpa landasan
orang melakukannya. Karena era millennial selain spiritual, moral, dan agama. Kehidupan yang
memiliki persamaan juga memiliki perbedaan, demikian, memang telah mengantarkan
terutama dalam penggunaan digital technology yang manusiakepada tahap membuat sesuatu yang
melampaui era computer, maka kaeadaan ini telah mengagumkan, seperti digital technology, cloning,
mengundang sejumlap pakar untuk angkat bicara dan dan sebagainya. Namun karena tidak disertai
sekaligus menawarkan sejumlah pemikiran dan landasan spiritual, moral dan agama, semua temuan
gagasan dalam menghadapinya. Pendidikan yang mengagumkan itu telah pula digunakan manusia
Islamdengan beragam jenis dan jenjangnya, mulai untuk mendukung selera hawa nafsunya. Praktik

10
ekonomi yang kapitalistik dan berjiwa predator, asupan. Yakni ketika agama dibunuh, ternyata ia
politik yang menghalalkan segala cara, peredaran hidup lagi. Karena agama menyatu dalam fithrah
Narkoba, perdagangan manusia, korupsi, hingga manusia. Inilah di antara ciri jiwa manusia pada era
praktek LGBT (Lesbian, gay, be seksual, gay dan post modern.
trangender), perusakan lingkungan dan sebagainya, Era millennial sebagaimana yang terjadi saat
nampak semakin canggih, karena didukung oleh ini selain memiliki ciri-ciri era post modern
digital technology yang dilakukan oleh manusia sebagaimana tersebut di atas, juga masih memiliki
generasi millennialis. ciri-ciri era globalisasi yang antara lain adanya
Kehidupan yang demikian didasarkan pada persaingan yang ketat sebagai akibat dari pasar bebas
assumsi, bahwa dengan akal, panca indera, dan (free market); tuntutan untuk memperoleh perlakuan
materi yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan yang lebih adil, egaliter, manusiawi,dan demokratis,
teknologi canggih semua masalah dapat dipecahkan. sebagai akibat dari fragmentasi politik; hegemoni
Ingin bepergian jauh tinggal pesan tiket pesawat; politik sebagai akibat dari adanya kesaling
ingin tidur nyenyak dan makan nikmat tinggal pergi tergantungan (interdependensi); harus belajar
ke hotel dan restoran, ingin senang-senang, tinggal kembali sebagai akibat dari kemajuan ilmu
pergi ke tempat hiburan; ingin sehat tinggal panggil pengetahuan dan teknologi; serta adanya
dokter, dan ingin pandai tinggal panggil guru atau kemerosotan moral (moral decadency) sebagai akibat
nara sumber; ingin memperoleh informasi tingggal dari masuknya budaya baru yang tidak sejalan
lihat Google. Demikian seterusnya. Sementara itu dengan nilai-nilai ajaran agama (Bell, 2001, 27-33).
agama dipandang tidak perlu ikut campur, karena Dengan demikian ketika memasuki era
akan menghambat kebebasan manusia dalam millennial sesungguhnya ciri-ciri post modern dan
mencapai kemajuannya. ciri-globalisasi sebagaimana tersebut di atas, masih
Namun demikian, assumsi bahwa semua melekat. Hal tersebut akan terasa berat jika berbagai
masalah dapat dipecahkan dengan bantuan panca tantangan dan permasalahan yang terdapat pada
indera, akal, ilmu pengetahuan dan teknologi, setiap zaman tersebut belum dapat dipecahkan,
ternyata meleset. Panca indera, akal, Ilmu sehingga masalah dan tantangannya bertumpuk-
pengetahuan dan teknologicanggih tidak dapat tumpuk. Semua itu akan terasa ringan, jika masalah
menyelesaikan masalah yang amat krusial dan luas dan tantangan yang terdapat pada post modern dan
sebagaimana telah disebutkan di atas. Panca indera, globalisasi sebagaimana tersebut di atas sudah dapat
akal, ilmu pengetahuan dan teknologi canggih, diatasi, sehingga tidak terlalu berat. Kesiapan
ternyata bukanlah tujuan, melainkan hanya alat. manusia dalam menghadapi persamalahan tersebut
Semua itu memangdapat membawa kemajuan dan kondisinya berbeda-beda. Yakni ada yang kondisinya
menjawab kebutuhan manusia, namun tidak masih berat, yakni ketika ia belum dapat
semuanya, hanya mengatasi akibat dan bukan sebab memecahkan masalah post modern dan globalisasi,
atau penyebabnya. Masalah moral, seperti korupsi, sudah datang lagi masalah baru; ada yang yang sudah
perkosaan, dan penipuan, masalahspiritual seperti ringan, yakni sudah dapat menyelesaikan masalah
tidak tidak merasa berdosa kalau berbuat maksiat dan post modern dan era globalisasi, dan
kesalahan, dan selalu merasa tidak puas;masalah tinggalmenghadapi masalah era millennial. Selain itu
sosial seperti konflik yang dipicu isu SARA, bahkan ada pula kondisi manusia yang masih agak berat,
penjajahan dan peperangan, tidak dapat diatasi oleh yakni baru dapat menyelesaikan sebagian saja dari
ilmu dan teknologi canggih semata. Pemecahan tantangan pada semua era tersebut.Pendidikan Islam
masalah tersebut membutuhkanagama, moral sebagaimana dijelaskan di bagian bawah berikutnya
danspiritual. tulisan akan menawarkan solusinya yang tepat.
Selain itu, diketahui, bahwa manusia, Selanjutnya terkait dengan permasalahan
sebagai makhluk yang memiliki fithrah beragama dan tantangan yang terjadi di era millennial antara
yang dibawa sejak lahir, yakni rasa percaya kepada lain terkait dengan adanya sikap dan perilaku
Tuhan, patuh dan tunduk kepada-Nya membutuhkan manusia yang ciri-cirinya antara lain: (1) suka dengan
agama. Tanpa agama, manusia akan berada dalam kebebasan; (2) senang melakukan personalisasi; (3)
kekosongan yang dapat berbahaya, karena dapat diisi mengandalkan kecepatan informasi yang instant (siap
dengan hal-hal yang buruk. Menjauhkan manusia saji); (4) suka belajar; (5)bekerja dengan lingkungan
dari agama, adalah suatu hal yang mustahil, karena inovatif, (6) aktif berkolaborasi, dan (7) hyper
bertentangan dengan fithrah manusia yang diberikan technology (Tapscott, 2008) (8) critivcal, yakni
Tuhan (Q.S. al-Ruum, 30:30). Menganggap agama terbiasa berfikir out of the box, kaya ide dan gagasan;
sudah mati juga suatu hal yang mutahil. Atas dasar (9) confidence, yakni mereka sangat percaya diri dan
ini, Komaruddin Hidayat menulis bukuAgama berani mengungkapkan pendapat tanpa ragu-ragu;
memiliki Seribu Nyawa.Buku tersebut (10) connected, yakni merupakan generasi yang
menggambarkan adanya sejumlah orang yang pandai bersosialisasi, terutama dalam komunitas yang
berusaha membunuh agama, namun ternyata tidak mereka ikuti; (11) berselancar di sosial media dan
berhasil; agama tetap hidup, butuh penyaluran dan internet (Farouk, 2017, 7). (12)

11
sebagai akibat dari ketergantungan yang tinggi 2011: 34). Tahap teologis merupakan periode paling
terhadap internet dan media sosial, mereka menjadi lama dalam sejarah manusia. Pada tahap ini manusia
pribadi yang malas, tidak mendalam, tidak dan semua fenomena diciptakan oleh zat adikodrati,
membumi, atau tidak bersosialisasi; (13)cenderung ditandai dengan kepercayaan manusia pada jimat.
lemah dalam nilai-nilai kebersamaan, kegotong- Periode ini dibagi dalam tiga subperiode, yaitu (1)
royongan, kehangatan lingkungan dan kepedulian fetisisme, yaitu bentuk pikiran yang dominan dalam
sosial; (14)cenderung bebas, kebarat-baratan dan masyarakat primitive, meliputi kepercayaan bahwa
tidak memperhatikan etik dan aturan formal, adat semua benda memiliki kelengkapan kekuatan
istiadat, serta tata krama. hidupnya sendiri; pada tahap ini, manusia mulai
Dari empat belas sikap yang ditimbulkan di mempercayai kekuatan jimat; (2) politheisme, yaitu
era millennialitu, nampaknya hanya butir 12, 13 dan muncul anggapan bahwa ada kekuatan-kekuatan yang
14 yang menyangkut dengan etos kerja, etika dan mengatur kehidupan atau gejala alam. Pada tahap ini
moral, yakni malas, tidak mendalam, tidak sudah mulai muncul kehidupan kota, pemilikan tanah
membumi, kurang peduli pada lingkungan, menjadi institusi sosial, muncul sistem kasta, dan
cenderung bebas, kebarat-baratan, dan melanggar perang dianggap sebagai satu-satunya cara untuk
etika. Semua masalah etika dan moral inilah yang menciptakan kehidupan politik yang kekal; (3)
menjadi tanggung jawab pendidikan Islam. Itulah monotheisme, yaitu kepercayaan bahwa peran dewa
sebabnya Noory Ajthariza mengatakan: sudah digantikan dengan yang tunggal, dan
Dalam kaitannya dengan toleransi, satu- puncaknya ditujukan pada Katolisisme. Selanjutnya
satunya penjelasan adalah pendidikan. tahap metafisika merupakan tahap transisi antara
Semakin tinggi tingkat pendidikan tahap teologis ke tahap positivistis. Tahap ini ditandai
seseorang, kecenderungan dia untuk oleh suatu kepercayaan terhadaphukum alam yang
bersikap terbuka dan toleran akan semakin asasi yang dapat ditemukan dalam akal budi. Pada
tinggi. Pendidikan yang baik membuat tahap ini, manusia mengaggap bahwa pikiran
seseorang makin bisa memilah dan bukanlah ciptaan zat adikodrati, namun merupakann
mencerna informasi secara akurat di ciptaan “kekuatan abstrak”, sesuatu yag benar-benar
tengah-tengah timbunan informasi pasa era dianggap ada, dan melekat dalam diri seluruh
digital (Akhthariza, 2018, 7). manusia dan mampu menciptakan semua fenomena.
Era millineal dengan ciri-cirinya Selanjutnya pada tahap positivistis, manusia tidak
sebagaimana tersebut di atas pada ujungnya harus lagi mencari penyebab fenomena, akan tetapi pikiran
dihadapi dan dijawab oleh dunia pendidikan. Dalam manusia mulai mencari hukum-hukum yang
hubungan ini, Mansur Fakih dalam tulisannya yang menentukan fenomena, yaitu menemukan rangkaian
berjudul Ideologi dalam Pendidikan mengatakan: hubungan yang tidak berubah dan memiliki
Para praktisi pendidikan seperti para guru kesamaan. Tahap ini ditandai oleh adanya
ataupun doses di Lembaga pendidikan kepercayaan terhadap data empiris sebagai sumber
ataupun sekolah formal, pelatih (trainer) pengetahuan terakhir, tetapi sekali lagi pengetahuan
pada tempat kursus maupun loka karya atau itu sifatnya sementara dan tidak mutlak. Analisis
bahkan para pemandu pelatihan (fasilitator) rasional mengenai data empiris akhirnya akan
di berbagai arena pendidikan non formal memungkinkan manusia untuk memperoleh hukum-
ataupun pendidikan rakyat (popular hukum yang bersifat uniformitas (Nanang, 2011: 34-
education) di kalangan buruh, petani 35).
ataupun rakyat miskin, banyak yang tidak Sementara itu, M. Amin Abdullah dengan
sadar bahwa ia tengah terlibat dalam suatu mengambil inspirasi dari Keith Ward membagi
pergumulan politik dan ideologi melalui kehidupan manusia ke dalam empat fase atau
arena pendidikan (Naomi, 2008, 10). tahapan. Yaitu tahapanlocal (prehistorical periode),
fase canonical atau propositional, fase critical dan
Periodesasi Kehidupan faseglobal (M.Amin, 2009: 261-273). Pada tahap
Selanjutnya sebelum membahas peran local (prehistorical periode) semua agama dapat
pendidikan dalam mengatasi era millennial perlu pula dikategorikan sebagai lokal. Semua praktik tradisi,
dibicarakan periode atau tahapan kehidupan manusia, kultur, ada istiadat, norma, bahkan agama adalah
sehingga akan memudahkan dalam mengenali fenomena lokal. Kelokalan ini tidak bisa dihindari
karakteristik serta permasalahan yang dihadapinya sama sekali karena salah satu faktor utamanya adalah
serta pemecahannya oleh pendidikan. bahasa yang bersifat lokal dan merupakan warisan
Para ahli sejarah umumnya membagi dari bangsa sebelumnya. Warisan lama prasejarah ini
kehidupan dalam berbagai teori tentang periode. ternyata masih berlangsung sampai sekarang. Bahasa
August Comte misalnya membagi kehidupan China, misalnya hanya terbatas pada dataran China.
manusia berdasarkan kemampuan berfikir dan Begitu juga bahasa Jepang, Inggris, Arab, Melayu. Di
kebudayaan. Untuk itu ia membagi manusia ke dalam Eropa sendiri ada beberapa bahasa, seperti Perancis,
tahap teologis, metafisik, dan positifistik (Nanang, Jerman, Itali, Spanyol, Belanda, dan Inggris. Semua
12
bahasa tersebuttidak ada yang sepenuhnya bersifat muslim perlu menyusun dan menciptakan distem
universal. kehidupan keagamaan tersendiri, sebagai hasil
Selanjutnya pada fase canonical atau adaptasi dengan lingkungan sekitar yang baru,
propositional, sebagai era agama-agama besar. ataukah mereka masih bersikukuh mempertahankan
Kehadiran agama-agama Ibrahim (Abrahamic sistem aturan fikih lama, yang biasa digunakan dan
Religion) (Graham E, 2010: 21), dan juga agama- dipraktikan di tempat-tempat yang dihuni oleh
agama di Timur, yang pada umunya menggunakan mayoritas muslim, baik di Timur Tengah, Pakistan
panduan Kitab Suci (The Sacred Text) merupakan atau Indonesia (Abdullah, 2009: 271-272).
babak baru tahapan sejarah perkembangan agama- Dalam pada itu Harun Nasution dengan
agama dunia pasca prehistoric religions di atas. menggunakan pendekatan sejarah membagi
Budaya baca tulis (literacy) dengan menggunakan kehidupan manusia tiga periode, yaitu periode klasik
huruf sudah mulai dikenal dalam kehidupan umat (650-1250 M.) yang dibagi pada masa kemajuan
manusia. Tradisi yang dahulunya “oral” (lisan) Islam I (650-1000 M.), dan masa disintegrasi (1000-
berubah menjadi “written” (tulis) dengan 1250 M.), periode pertengahan (1250-1800 M.) yang
menggunakan alfabet, huruf, kata, anak kalimat, diabgi ke dalam masa kemunduran I (1250-1500
kalimat, dan begitu seterusnya. Masing-masing M.),, dan Masa Tiga Kerajaan Besar yang dibagi
agama, baik Abrahamic religion (Yahudi, Kristen, pada fase kemajuan (1500-1700 M.) dan fase
Islam), maupun Eastern religion (agama-agama kemunduran II (1700-1800 M.), dan periode modern
Timur) mempunyai kitab suci sebagai panduan hidup (1800 M. sd sekarang). Masa Kemajuan Islam I
moral, hukum dan sosial. adalah masa ekspansi, integrase dan keemasan Islam;
Dalam pada itu, fase critical yang dimulai yaitu masa Nabi Muhammad SAW melaknakan visi,
abad ke-16 dan 17, ditandai antara lain oleh adanya misi, tujuan dan sasaran dakwahnya yang kemudian
kesadaran beragama di Eropa yang mengalami dinilai sebagai yang paling berhasil; masa Khulaf’a
perubahan yang radikal, dan terwadahi dalam al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali) yang
gerakan Enlighttenment. Meskipun ini adalah mengintegrasikan fungsi kekhalifahan dan fungsi
pengalaman Eropa, tetapi dalam perkembangannya keagamaan yang ditandai dengan meletakkan dasar-
juga merambah ke seluruh tradisi agama-agama dasar Islam dan persatuan umat; Bani Umayyah yang
dunia selain Kristiani dan Yahudi Eropa. Agama- ditandai oleh perluasan wilayah dan kemajuan ilmu
agama tradisional menghadapi tantangan berat agama (Tafsir, Hadis, Teologi, Fikih, dan Sejarah
sehingga memaksa para penganutnya untuk Islam); dan ilmu umum; Bani Abbas yang ditandai
memikirkan kembali secara menyeluruh asumsi- oleh kemajuan ilmu umum, kebudayaan dan
asumsi dasar yang telah menjadi habit of mind dan peradaban yang membawa dunia Islam pada zaman
belief. Dua tantangan besar tersebut adalah prinsip- keemasan (Golden Age). Sedangkan pada periode
prinsip berfikir yang harus berdasarkan pada bukti- pertengahan ditandai oleh kemunduran dalam bidang
bukti riil di lapangan (the principle of evidentalism) politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan
dalam arti bahwa seluruh kepercayaan hendaknya perabadan, serta infra struktur berupa serbuan Kulagu
secara proporsional bersedia (legowo) untuk Khan yang menghancurkan kota Baghdad pada tahun
menghadapi pertanyaan dan pertanggungjawaban uji 1258 M. Sedangkan periode modern adalaah periode
public-serta prinsip otonomi moral (the principle of kebangkitan Islam yang timbul setelah meneliti
autonomy) dalam arti bahwasanya kepercayaan sebab-sebab kehancuran dunia Islam, serta kemajuan
agama, khususnya hal-hal yang terkait dengan dunia Barat, seperti yang diperlihatkan oleh ekspedisi
persoalan moral (moral beliefs) hendaknya tidak Napoleon di Mesir pada tahun 1801 yang membuka
berdasarkan atas otoritas.Kalau umat beragama mata dunia Islam, terutama Turki dan Mesir (Harun,
menerima kedua prinsip Enlighttenment ini, maka 1979:56-88) lihat juga (Frank, 2011).
kepercayaan agama dalam bentuknya yang tradisioal-
kovensional selama ini, tidak akan dapat Selanjutnya Alvin Toffler membagi tahap
dipertahankan lagi. kehidupan manusia ke dalam masa agriculturalatau
Selanjutnya faseglobal dinilai sebagai fase collision of waves, masaindustry atau the
yang belum tahu persis bagaimana formatnya yang architecture of civilization, dan globalisasi atau the
utuh nanti, tetapi yang jelas era teknologi informasi, new synthesis (Alvin, 1980: 1-138). Tiga tahapan
khususnya ditambah lajunya kemajuan transportasi tersebut ditandai oleh kedaan sebagai berikut. Jika
udara, laut, dan darat mempercepat terwujudnya pada masa agricultural ditandai oleh orientasi
impian borderless society ini. Dalam era globa, kehidupan pada masa lampau, menggunakan
fenomena globalisasi juga tampak di sini. Tradisi teknologi sederhana, bekerja tanpa perencanaan,
lokal dibawa ke aah global. Muslim diaspora, kurang menghargai waktu, pertemuan face to face,
imigrasi muslim di Eropa, gerakan transnasionalisme ukuran kekayaan pada tanah dan hewan ternak; maka
menempati salah satu bagian dari kompleksitas pada masa industri dan globalisasi ditandai oleh oleh
kehidupan agama di era global ini. Apakah pada orientasi kehidupan pada masa sekarang dan yang
tempatnya yang baru di Eropa ini, para migraan akan datang, menggunakan teknologi modern,
13
bekerja dengan perencanaan, amat menghargai pahaam Comte, atau faselocal dalam fahamKeith
waktu, pertemuan jarak jauh, ukuran kekayaan pada Ward yang dikutip Amin Abdullah, dalam pandangan
penguasaan ilmu dan teknologi, dan khusus pada era Islam disebut masa jahiliyah. Selanjutnya Islam
globalisasi ditandai oleh penggunaan teknologi menerima paham positivisme tapi tidak sepenuhnya,
informasi dan komunikasi yang canggih berupa karena di dalam paham positivisme hanya mengakui
kompoter, handphone, digital tecknology, dalam yang dapat diamati oleh pancaindera, berupa hukum-
bentuk internet, small message system, facebook, hukum alam atau hukum sebab akibat, serta hal-hal
wash app, you tobe, insta gram, dan sebagainya. yang rational, sedangkan yang bersifat metafisik yang
Terkait dengan pembagian periodesasi ghaib, yakni jiwa, spirit, dan sifat-sifat Allah SWT
tersebut ada dua sikap atau pandangan. Pertama, yang ada pada ciptaan atau fenomena tersebut, serta
sikap atau pandangan yang melihat bahwa periode hal-hal yang hanya dapat diterima dengan kepatuhan
tersebut terpisah-pisah satu persatu, yakni dengan dan ketundukan hati nurani, seperti kepatuhan pada
adanya satu periode, maka periode lainnya tidak ada. ketentuan Tuhan dalam ibadah, dan kehidupan di
Misalnya ketika saat ini umat Islam memasuki era akhirat, adalah bukan wilayah rational, tapi wilayah
globalisasi atau era millennial, berarti era iman dan hati nunari. Dalam Islam terdapat hal-hal
lainnya:local, canonical, dan criritical, atau zaman yang dapat dijangkau oleh pancaindera dan akal,
klasik dan pertengahan sudah tidak ada lagi; atau sebagaimana dalam paham positvisme, dan terdapat
ketika saat inimanusia memasuki era positivisme, pula hal-hal yang hanya dapat dijangkau oleh hati
maka era ideologis dan metafisis sudah tidak ada nurani dan iman, yakni dengan mempercayai dan
lagi, atau sudah ditinggalkan. Kedua, sikap yang menerima yang disampaikan Tuhan melalui wahyu-
memandang, bahwa periode tersebut semuanya ada Nya; sekalipun tidak dapat dijangkau oleh
secara bersamaan, bahkan saling terkait,namun pancaindera dan akal. Oleh karena itu dalam
dianut oleh masyarakat yang berbeda-beda. Yaitu pendidikan Islam, pancaindera, akal dan hati nurani
bahwa di samping saat ini ada yang sudah memasuki harus digunakan.
era globalisasi, posivisme dan modern, namun masih Selanjutnya jika dikaitkan dengan ayat al-
ada pula yang masih berada pada tahap agricultural, Qur’an yang pertama turun, yakni surat al-‘Alaq, 96:
ideologi, metafisis, local, dan canonical. 15 yang pada intinyaa memerintah untuk membaca
dan menulis dalam arti yang seluas-luasnya, termasuk
Pandangan Islam tentang Periodesasi dan Era melakukan penelitian dan melaporkan hasilnya dalam
Millennial berbagai macam karya ilmiah dan produk terknologi,
Selanjutnya jika pembagian tahap kehidupan serta adanya ayat-ayat yang memerintahkan untuk
manusia berdasarkan periodesasi tersebut dihadapkan melakukan klarifikasi, termasuk mempertanyakan
pada pendidikan Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan mengkritisi atau tabbayun. Seperti ayat-ayat yang
dan al-Sunnah, maka selain sebagian mengakui menyuruh meneliti dan menggunakan akal, seperti
adanya tahapan zaman tersebut, namun Islam juga pada potongan ayat liyafakkaru (agar mereka
memiliki pandangan tersendiri tentang zaman. Islam berfikir), la’allaqum ta’qilun (agar menggunakan
misalnya mengakui adanya tahap teologis dan akal), afalaa yandzuruuna (agar mereka meneliti),
metafisis sebagaimana yang terdapat pada paham yakni meneliti tumbuh-tumbuhan, binatang, benda-
Augus Comte; dan mengakui pula adanya tahap local benda ruang angkasa, fenomena masyarakat, diri
dan cannonical yang ditawarkanKeith Ward yang sendiri, dan firman Allah yang terdapat dalam al-
dikutip Amin Abdullah; tahap agricultural yang Qur’an, menunjukkan bahwa ajaran Islam lebih
dikemukakan Alvin Toffler, zaman klasik dan memilih zaman canonical, critical, dan global.
pertengahan sebagaimana dikemukakan Harun Kalaupun al-Qur’an juga terkadang berbicara untuk
Nasution. Islam menyuruh manusia untuk masyarakat local, teologis, dan agraris, namun hal itu
mempelajari semua zaman itu, namun hasilnya bisa sifatnya bukan tujuan akhir. Yang menjadi tujuan
sebagai inspirasi untuk dipratekkan di masa lalu, dan akhir adalah lahirnya masyarakat yang memiliki
bisa juga sebagai peringatan untuk ditinggalkan budaya baca tulis, bersikap kritis, mengembangkan
(Nata, 2017: 173-174). Islam misalnya ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan dan
memperkenalkan zaman Jahiliyah yang harus peradaban, namun tetap berbasis pada tauhid, akhak
ditinggalkan, karena mereka menganut sistem mulia dan keseimbangan (Raghib, 2011: 269)
kepercayaan dan pola pikir yang keliru. Mereka yang Dengan landasan tauhid, ilmu, teknologi, kebudayaan
menyembah patung berhala, atau kekuatan misteris dan peradaban yang dikembangkan manusia akan
dianggap perbuatan musyrik yang harus ditinggalkan. membawa dirinya makin dekat, makin patuh, makin
Namun Islam juga mengakui adanya khasiat atau tunduk dan makin cinta kepada Allah; dan dengan
keistimewaan pada benda-benda tertentu, namun landasan akhlak mulia, ilmu pengetahuan, teknologi,
bukan menjadikan benda-benda itu sebagai sesuatu kebudayaan dan peradaban, akan ditujukan untuk
yang disembah; melainkan yang disembah adalah kesejahteraan, kemaslahatan dan kedamaian hidup
pencipta benda-benda tersebut, yakni Allah SWT. manusia di dunia dan akhirat; dan dengan
Mereka yang berada dalam fase teologis dalam keseimbangan, lmu,

14
teknologi, kebudayaan dan peradaban yang juga berdasarkan pendapat akal pikiran yang sehat
dikembangkan akan mencakup semua ilmu:ilmu yang tidak bertentangan dengan ajaran al-Qur’an dan
agama, ilmu alam, ilmu sosial, filsafat dan ma’rifat. al-Hadis. Dengan demikian, di samping memelihara,
Itulah tugas yang harus dilakukan pendidikan Islam menjaga dan mengamalkan ajaran yang bersifat
di era millennial, yaitu menanamkan dasar tauhid, perenialis, juga yang bersifat temporer yang
akhlak mulia dan keseimbangan. Tugas lainnya dihasilkan para ahli, tokoh agama, peneliti,
adalah mengawal umat manusia dalam proses cendekiawan melalui kajian, penelitian dan
perubahan hidupnya dari satu tahap ke tahap lainnya sebagainya. Denga cara demikian fleksibilitas dan
dengan seimbang, serta meluruskan mereka yang akomadatif terhadap berbagai perkembangna baru
masih berada pada tahap sebelumnya yaitu dengan yang timbul di era milleneal termasuk yang menjadi
landasan tauhid, akhlak mulia dan keseimbangan. salah satu ciri ajaran Islam. Dengan demikian, hal-hal
Keadaan saat ini menunjukkan, bahwa keberadaan baru yang dihasilkan era millennial yang sejalan
umat Islam masih berada pada tahaap lokal atau dengan ajaran Islam dapat diterima. Sikap yang
teologis. Hal ini misalnya tercermin pada sikap dinamis, inovatif, kreatif, dan berani keluar dari
berhenti ketika telah dapat membaca, menghafal dan kebiasaan lama (out of the box) yang muncul di era
meyakini khasiat dari setiap ayat ayat yang dihafal millennial misalnya dapat diterima oleh ajaran Islam.
dan dibacanya secara tektual. Sedangkan membaca Di dalam al-Qur’an dan al-Hadis terdapat nama-nama
dalam arti melakukan penelitian, mengkritisi, dan yang baik bagi Allah (Asmaul Husna) yang menurut
melahirkan berbagai teori dan konsep belum dapat hadis riwayat Turmuzi, berjumlah 99 atau 100
dilakukan. Al-Qur’an, nampak terkesan “masih misalnya ,dan kita diminta oleh Allah dan Rasul-Nya
terlalu tinggi” buat umat Islam. Hal ini disebabkan agar meniru sifat-sifat-Nya itu, misalnya sifat al-
karena ummat Islam belum melaksanakan amanat mushawwir:memembentuk atau merubah sehingga
Rasulullah SAW agar menuntut ilmu sebagai alat kedaannya berbeda dengan sebelumnya (dinamis),
untuk memahami al-Qur’an. Tugas dan peran sifat-Nya al-khaliq: menciptakan sesutu yang baru
pendidikan Islam dapat dilihat pada uraian di bawah yang tidak ada contoh sebelumnya(inovafif); sifat al-
ini. mubdiu:memulai sesuatu yang baru atas usaha dan
keinginan sendiri (kreatif); fan sifat al-
Potensi Pendidikan Islam Menghadapi Era baari:memberikan keleluasaan untuk melakukan
Millenial sesuatu tanpa terikat pada contoh sebelumnya.
Terdapat sejumlah potensi yang dimiliki Selama ini, Asma al-Husna dipahami secara mistik,
pendidikan Islam dalam menghadapi tantangan di era yakni dengan mengharapkan keberkahan, misalnya
millennialyang ciri-ciri serta hubungannya dengan bahwa dengan membaca dan menghafalnya
era sebelumnya telah dikemukakan di atas. Potensi diharapkan memperoleh syafa’at (pertolongan)
yang dimiliki pendidikan Islam dalam menghadapi Tuhan di akhirat, atau agar dilapangkan dalam
era millineal tersebut antara lain terkait dengan sifat kuburnya dan sebagainya. Tentu saja sikap yang
karakter pendidikan Islam yang holistik, demikian tidak salah, dan boleh saja. Namun
komprehensif, dan progresif dan responsive, bersamaan dengan itu seharusnya pemahaman
perhatian pendidikan Islam terhadap perbaikan terhadap Asma al-Husna disertai dengan menangkap
karakter yang cukup besar,integralisme pendidikan spirit atau etos kerja yang terdapat di dalamnya,
Islam,pendidikan Islam dalam penyiapan generasi sebagaimana yang telah diperlihatkan oleh Tuhan.
unggul, contoh dan keteladanan yang diberikan oleh Sifat dan karakteristik pendidikan Islam
Rasulullah SAW dalam menjalani kehidupan dalam berikutnya terkait dengan pandangannya terhadap
berbagai situasi dan kondisi, pengalaman pendidikan waktu, era atau zaman. Islam mengakui adanya
Islam dalam menyiapkan sumber daya manusia yang waktu yang berbeda-beda, kondisi dan situasi yang
unggul, pengalaman pendidikan Islam dalam ada di dalamnya serta pengaruhnya bagi kehidupan
menyiapkan lulusan yang berjiwa entrepreneur, dan manusia. Al-Qur’an misalnya memilih bulan
perhatian pendidikan Islam pada manajemen modern. Ramadhan sebagai bulan diwajibkannya berpuasa
Berbagai potensi ajaran Islam tersebut dapat dan diturunkannya al-Qur’an, sebagaimana hal ini
dikemukakan sebagai berikut: diabadikan dalam surat al-Baqarah, 2:185: (Beberapa
hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan,
1. Sifat dan Karakteristik Pendidikan Islam bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al
Pada dasarnya sifat dan karakter pendidikan Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
Islam adalah sama dengan sifat dan karakteristik penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
ajaran Islam, yaitu ajaran yang didasarkan pada pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena
teologi humanism teo-prophetik. Dengan teologi ini, itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri
maka ajaran Islam selain mendasarkan ajaranya pada tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia
ajaran Tuhan yang terdapat di dalam al-Qur;an, dan berpuasa pada bulan itu. Selanjutnya, al-Qur’an
ajaran Nabi Muhammad SAW yang terdapat di menyatakan bahwa waktu siang sebagai saat
dalam hadisnya (ucapan, perbuatan dan ketetapan), berusaha mencari rezeki dan waktu malam sebagai
15
saat beristirahat. Hal ini dinyatakan dalam surat an- Sifat dan karakteristik pendidikan Islam
NabaAn-Naba,78:9-11:“Dan Kami jadikan tidurmu terkait dengan penggunaan waktu, dapat pula dilihat
untuk istirahat; dan Kami jadikan malam sebagai daridari pesan Sayyidina Umar bin Khattab kepada
pakaian; dan Kami jadikan siang untuk mencari para orang tua yang berbunyi: Didiklah anak-anakmu
penghidupan.” Waktu malam dalam ayat tersebut sekalian, karena mereka adalah makhluk yang akan
diartikan pakaian,karena malam itu gelap menutupi hidup pada zaman yang berbeda dengan zaman kamu
jagat sebagaimana pakaian menutup tubuh manusia sekalian. Berdasarkan petunjuk Umar bin Khattab
(Departemen Agama RI, 2006: 864). Selain itu, tersebut maka zaman atau era millennial dengan ciri-
waktu sebagian dari waktu malam juga agar ciri dan tantangan-tantangannya sebagaimana
digunakan untuk bertahajjud. Hal ini dinyatakan tersebut di atas sudah harus diberitahukan kepada
dalam surat Al-Isra, 17:79:Dan pada sebahagian para peserta didik, dan sekaligus memberitahukan
malam hari bersembahyang tahajudlah kamu tentang wawasan, ilmu, keterampilan atau keahlian
sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah- yang harus mereka miliki agar mereka dapat merubah
mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat tantangan-tantangan yang dihadapinya menjadi
yang terpuji.” Dari beberapa ayat al-Qur’an yang peluang serta mampu menggunakannya dengan tepat.
dikutip tersebut dapat diketahui bahwa al-Qur’a
mengakui adanya waktu, zaman dan periode yang Selanjutnya terkait dengan respon al-Qur’an
berbeda-beda, baik situasi dan kondisi serta terhadap adanya zaman atau era teologis, metafisis,
pengaruhnya bagi manusia.Namun demikian, al- dan positifistik sebagaimana yang dikemukakan
Qur’an tidak mengakui adanya waktu sial atau waktu Augus Comte; atau era local, canonical, critical dan
mujur. Semua waktu, zaman dan periode statusnya globalisasi sebagaimana dikemukakan Amin
sama. Yang membedakan bukan waktunya, tapi Abdullah, atau periode klasik, pertengahan, dan
penggunaan atau pemanfaatannya. Pada ayat-ayat modern, terdapat penafsiran yang beragam. Sebagian
tersebut Tuhan menggunakan waktu untuk berpendapat, bahwa al-Qur’an antara satu periode
menurunkan al-Qur’an, mewajibkan ibadah puasa, dengan periode lainnya sesungguhnya berjalan
mengerjakan ibadah haji. Melaksanakan shalat berdampingan, yakni ketiga atau keempat zaman atau
tahajjud, berusaha mencari rezeki, beristirahat dan era tersebut ada secara bersamaan, namun tempatnya
sebagainya. Hal ini sejalan dengan kandungan surat berbeda-beda. Yakni ada masyarakat yang masih
al-Ashr, 103:1-3: 1. Demi masa; 2. Sesungguhnya pada periode yang masih berada pada tahap teologis,
manusia itu benar-benar dalam kerugian; 3. kecuali metafisis atau positifitik; periode local, canonical,
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal critical dan globalisasi, atau periode klasik,
saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati pertengahan atau modern; agricultural, industrial,
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi atau globalisasi. Hal ini tercermin dari adanya
kesabaran.” Pada ayat tersebut al-ashr diartikan kandungan ayat-ayat, atau metode yang cocok untuk
waktu, padahal sebenarnya kata al-ashr pada makna orang yang hidup setiap zaman, Misalnya ada
aslinya bukan waktu, tapi perasaan. Kata al-mu’shirat masyarakat yang dapat didekati dengan pemahaman
misalnya berarti perasan, seperti perasaan buah- yang berbentuk hikmah, yakni dengan
buahan, atau juz, seperti perasaan buah jeruk, anggur, mengemukakan kebaikan-kebaikan atau manfaat
dan sebagainya. Penggunaan kata al-ashr untuk yang terdapat dalam ajaran (al-hikmah), berupa
waktu dimasudkan agar waktu tersebut digunakan, pahala atau kebaikan dan manfaat lainnya; atau
atau dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, dengan mengemukakan bimbingan dan nasehat yang
sebagaimana halnya buah-buahan yang diambil baik (ma’uidzah hasanah), atau dengan cara
saripatinya dengan cara diperas. Penggunaan waktu berdialog dengan cara yang baik (mujadalah bil laity
tersebut untuk hal-hal yang positif, yakni hisa ahsan). Sejalan dengan pendapat ini, maka
meningkatkan keimanan, amal salih, berwasiat istilahnasakh mansukh ayat-ayat al-Qur’an, yakni
dengan kebenaran, dan berwasiat dengan kesabaran. ayat yang dibatalkan atau tidak diberlakukan isinya
Karena demikian pentingnya memanfaatkan waktu (al-mansukh), yakni ayat yang turun lebih dahulu,
secara produktif untuk kebaikan, maka di kalangan dan ayat yang membatalkan (al-nasikh) yang datang
para sahabat ada sebuah tradisi, yaitu apabila kemudian tidak diakui adanya. Semua ayat al-Qur’an
berpisah dari suatu pertemuan, maka mereka tetap berlaku sesuai keadaan waktu, zaman dan
mengakhirinya dengan membaca surat al-Ashr. periode dan sifat-sifat yang dimiliki orang tersebut.
Karena demikian pentingnya memanfaatkan waktu Sementara itu ada pula yang berpendapat, bahwa
secara positif dan produktif itu, maka Imam Syafi’i zaman atau periode itu berbeda-beda dan antara satu
pernah berkata dalam sebuah pengandaian: dan lainnya tidak berjalan bersamaan. Atau
Seandainya Tuhan tidak menurunkan surat lain di setidaknya zaman-zaman itu tetap ada, namun al-
dalam al-Qur’an, kecuali al-Ashr, maka kandungan Qur’an memilih zaman tertentu yang cocok dan
surat al-Ahr tersebut jika diamalkan dengan sebaik- digunakan untuk menyampaikan gagasan, pemikiran
baiknya, maka sudah cukup menjamin keselamatan dan ajaran al-Qur’an. Dalam hal ini sebagian ahli ada
manusia di dunia dan akhirat. yang berpendapat, bahwa al-Qur’an diturunkan

16
bukan pada zaman local yang mengandalkan kedua ini yang digunakan, maka teori tentang nasakh
kepercayaan atau perasaan yang sulit terukur, mansuk ayat-ayat al-Qur’an dapat diterima. Ayat
melainkan diturunkan pada zaman canonical dan yang datang kemudian dapat menghapus ayat yang
critical, yakni zaman baca tulis dan berfikir kritis. datang kemudian, jika kedua ayat tersebut secara
Hal ini terlihat dari adanya ayat yang pertama kali lahiriyah nampak bertentangan.
diturunkan yang berisi perintah memba dan menulis, Menghadapi perbedaan sudut pandang
sebagaimana terlihat dalam surat al-Alaq, 96:1-5: terkait dengan waktu tersebut, nampaknya menarik
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang dan perlu diperhatikan sikap yang dikemukakan
menciptakan; 2. Dia telah menciptakan manusia dari Amin Abdullah yang mengusulkan agar memadukan
segumpal darah; 3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang antara pemikiran yang bercorak lokal yang
Maha Pemurah; 4. Yang mengajar (manusia) dengan mengandalkan perasaan, spiritualitas, ritualitas, yang
perantaran kalam; 5. Dia mengajar kepada manusia berdasarkan pada tradisi lisan yang berada di bawah
apa yang tidak diketahuinya.” Kosakata Iqra’ yang kordinasi tokoh adat, yang tercermin dalam
berarti baca, bukan hanya mengandung arti membaca keteguhan menjalan ajaran agama dan tradisi lokal
huruf-huruf atau angka-angka dalam bentuk kata- dengan pemikiran yang bercorak canonical dan
kata atau kalimat sebagaimana yang dipahami, critical sebagaimana tercermin pada masyarakat
melainkan mengandung arti research (penelitian), terpelajar dan terdidik yag berdasarkan teori dan
baik penelitian bayani (eksploratif dengan temuan ilmiah yang tercermin dalam tradisi menulis
mengandalkan kemampuan bahasa), ‘irfani dan mengkitisi untuk mencari yang terbaik; dan
(pembersihan diri dengan mengandalkan intuisi yang kemauan untuk menerima isu-isu baru di era
bersih yang siap menerima ilmu dari Tuhan, ijbari globalisasi sebagai akibat dari kemajuan ilmu
(penggunaan eksperimen dengan mendandalkan pengetahuan dan teknologi modern, dengan
pancaindera), , burhani (observasi dan demontrasi membangun sinergitas dan integrasi antara berbagai
argumentative) atau jadali (logika deduktif dan disiplin ilmu pengetahuan (Abdullah, 2005).
induktif) (Nata, 2017). Hal ini sejalan dengan makna Dengan demikian dapat diketahui bahwa
generic al-iqra, yakni mengumpulkan atau pendidikan Islam yang berideologi hamanisme teo-
menghimpun. Hal ini sama artinya dengan research prophetik memandang perlunya memilih waktu yang
yang berarti menemukan. Perintah melakukan tepat dan memanfaatkannya secara produktif untuk
penelitian ini dapat pula dipahami dari ayat-ayat al- hal-hal yang positif. Pendidikan Islam juga
Qur’an yang menyuruh manusia melakukan intidzar, mengajarkan tentang perlunya menyampaikan
seperti pada surat al-Ghasiyah, 88:17-20:17. “Maka kandungan pendidikan sesuai dengan tahapan zaman
apakah mereka tidak memperhatikan unta di mana manusia itu berada. Sikap dan pandangan
bagaimana dia diciptakan; 18. Dan langit, yang diajarkan pendidikan Islam yang demikian itu
bagaimana ia ditinggikan; 19. Dan gunung-gunung sejalan dengan tantangan yang terjadi pada era
bagaimana ia ditegakkan; 20. Dan bumi bagaimana millennial. Dengan kata lain, pandangan ajaran Islam
ia dihamparkan.”Pada ayat tersebut terdapat perintah yang demikian itulah yang seharusnya dianut oleh
meneliti dunia fauna yang diwakili oleh penelitian masyarakat yang hidup di era millennial.
terhadap unta; penelitian ruang angkasa (langit),
penelitian terhadap gunung (geologi), dan penelitian 2. Perhatian Pendidikan Islam terhadap
terhadap bumi. Hasil-hasil penelitian tersebut berupa Perbaikan Karakter
teori-teori yang setelah divalidasi dan diverifikasi Tanggung jawab pendidikan Islam dalam
disusun secara sistematik kemudian menjadi ilmu memberikan bimbingan pada manusia dalam
pengetahuan, dan setelah dipadu dengan teknik, menghadapi era millennial juga dapat dilihat dari
maka terjadilah teknologi yang dapat digunakan perhatian pendidikan Islam terhadap pendidikan atau
untuk memanfaatkan sumber daya alam untuk perbaikan karakter. Mohammad Athiyah al-Abrasyi
kemakmuran manusia. Selanjutnya kosakata bi al- misalnya mengatakan:
qalam yang secara harfiah berarti dengan pena, Pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari
mengandung arti tentang pentingnya menyiapkan pendidikan Islam, dan Islam telah
alat-alat yang berkaitan dengan alat untuk menyimpulkan bahwa pendidikan budi
menyimpan hasil-hasil penelitian, berupa tulisan, pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan
buku, rekaman, disket, plasdisk, photo, disain, dan Islam. Mencapai suatu akhlak yang
sebagainya, yang suatu saat hasil-hasil penelitian sempurna adalah tjuan sebenarnya dari
tersebut dapat diakses untuk jangka waktu yang tidak pendidikan. Tapi ini tidak beraryi bahwa
terbatas. Sedangkan dengan sikap critical dapat kita tidak mementingkan pendidikan jasmani
dilihat dari ayat-ayat yang memerintahkan manusia atau akal atau ilmu ataupun segi-segi praktis
agar menggunakan menggunakan pikiran lainnya, tetapi artinya ialah bahwa kita
(liyatafakkaru), menggunakan akal (la’allakum memperhatikan segi-segi pendidikan akhlak
ta’qilun), agar melakukan perenungan seperti juga segi-segi lainnya itu. Anak-anak
(liyatadabbarun), dan sebagainya. Jika teori yang membutuhkan kekuatan dalam jasmani,
17
akal, ilmu dan anak-anak membutuhkan pula Dengan demikian terdapat berbagai sumber tentang
pendidikan budi pekerti, perasaan, kemauan, baik dan buruk. Ada baik dan buruk berdasarkan
cita-rasa dan kepribadian. (Mohd. ‘Athitah. pancaindera yang disebut budi pekerti, budaya atau
1974, 15) adat istiadat, ada baik dan buruk berdasarkan akal
yang disebut etika; dan ada yang baik dan buruk
Dalam pendidikan Islam kosakata karakter berdasarkan hati nurani yang disebut moral. Karena
biasanya disebut dengan akhlaq yang secara harfiah Islam menerima pendapat pancaindera, akal, dan hati
berarti perangai, tabi’at, prilaku, sikap, budi pekeri. nurani, maka ajaran Islam menerima adat istiadat,
Kata akhlak dekat dengan khalaq artinya penciptaan, budi pekerti, budaya, etika dan moral dalam batas-
dan dekat dengan kata makhluq yang berarti yang batas yang sejalan dengan al-Qur’an dan al-Sunnah.
diciptakan. Hal ini menunjukkan bahwa akhlak Jika ajaran akhlak Islam yang berdasarkan al-Qur’an
merupakan hiasan bagi makhluk, atau sesuatu yang dan hadis bersifat universal, general, mutlak benar,
harus dilakukan oleh makhluk ciptaan Tuhan sebagai dan berlaku sepanjang zaman, maka ajaran baik dan
Khaliq (Maha Pencipta). Selanjutnya dari definisi buruk yang berasal dari pancaindera (adat istiadat,
akhlak yang dikemukakan Ibn Miskawaih dan al- budi pekerti dan budaya), dari akal pikiran (etika),
Ghazali: yakni ekpresi jiwa yang muncul dengan dan hati nurani (moral) bersifat lokal, spesifik, nisbi
mudah tanpa memerlukan pemikiran dan dan bisa tidak berlaku. Ajaran baik buruk yang
pertimbangan, dapat diketahui bahwa sesuatu dapat berupa etika yang berdasar pada akal sebagaimana
dikatakan akhlak apabila telah memiliki lima ciri, yang berlaku di Barat misalnya, hanya berlaku di
yaitu: sudah mandarah daging, sudah mudah dan Barat saja, dan bisa dibatalkan. Namun demikian,
gampang dilakukan; dilakukan atas kemauan sendiri; ajaran baik dan buruk yang bersumber dari adat
dilakukan dengan sebenarnya, dan diniatkan karena istiadat, budi pekerti, budaya, etika dan moral tetap
Allah SWT (Nata, 2015, 4-6). diterima oleh akhlak Islam sebagai alat untuk
Selanjutnya dengan mengacu pada surat al- menafsirkan dan melaksanakannya. Dengan
Nahl, 16:78: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari demikian, di samping memilikisi sisi universal,
perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui akhlak Islam juga memiliki sisi lokal. Sebagai
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, contoh, akhlak Islam tentang menutup aurat adalah
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” universal dan berlaku sepanjang zaman. Namun cara
Kosakata al-sam’a atau pendengaran adalah menutup aurat tersebut dapat menggunakan tradisi,
representasi dari pancaindera. Al-Qur’an budaya dan budi pekerti yang terdapat di setiap
menggunakan kosatakata al-sam’a sebagai sampling daerah, seperti Jawa, Sunda, Betawi, Sumatera Barat,
dari pancaindera lainnya, karena di antara Sumatera Utara dan sebagainya dapat digunakan
pancaindera yang lima, pendengaranlah yang untuk mempraktekkan cara menutup aurat
pertama kali berfungsi, dan tepatnya tujuh jam sebagaimana yang dikehendaki al-Qur’an dan al-
setelah bayi dilahirkan, pendengaran sang bayi sudah Hadis. Namun demikian, ad acara-cara model
berfungsi dengan baik, dan itulah sebabnya yang menutup aurat yang tidak diterima oleh Islam karena
pertama kali dilakukan terhadap bayi adalah dengan tidak sejalan dengan pesan ajarab menutup aurat yang
memperdengarkan suara azan pada telinganya. dikendaki oleh Islam, yakni memelihara kesopanan,
Dengan disebutnya al-sama dimaksudkan semua menghindari fithnah, memuliakan manusia, dan
pancaindera yang lainnya termasuk. Al-Qur’an tidak menghindari perbuatan maksiat, perkosaan dan
menyebut semua pancaindera, karena terkait dengan kemorosotan akhlak. Dengan demikian ajaran akhlak
sifat dan karakter ajaran al-Qur’an yang bersifat ijaz, Islam bersifat militansi moderat. Yakni dari satu sisi
yakni singkat dan padat. Dari penggunaan terbuka dan akomodatif, namun dari sisi lain tetap
pancaindera dapat dihasilkan pengetahuan yang militant, dalam arti tidak menerima
bersifat empiris yang kemudian dipraktekkan hingga perubahan.Dengan demikian akhlak Islam dapat
menjadi budi pekerti, budaya atau atau adat itiadat menerima ajaran baik buruk yang berasal dari etika
yang di dalamnya terdapat nilai-nilai baik dan buruk. barat, ajaran moral dari tokoh spiritual, atau yang
Sedangkan kosakataabshar yang terdapat pada berasal dari peraturan perundangan yang dibuat
potongan ayat tersebut dapat diartikan penglihatan, pemerintah, dengan cara yang selektif melalui proses
namun bukanlah penglihatan dengan mata kepala tabayyun(penjelasan), atau tatmim (penyempurnaan),
melainkan dengan akal pikiran. Melihat dengan mata sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
kepala biasanya menggunakan kosakata nadzara. SAW yang menyatakan: bahwa ia diutus untuk
Dengan menggunakan pemikiran manusia dapat menyempurnakan akhlak yang mulia. Kosakata
menentukan tentang yang baik dan buruk yang menyempurnakan dalam hadis tersebut
selanjutnya disebut dengan etika. Selanjutnya menggambarkan bahwa Nabi bukan hanya
kosakata afidah yang terdapat pada ayat tersebut menghargai, melainkan menerima akhlak yang mulia
dapat diartikan hati nurani yang selalu jujur dan yang pernah ada sebelumnya, yakni akhlak yang
lurus. Melalui hati inilah dapat ditentukan baik atau berasal dari etika Yunani, moralitas ajaran Sidharta
buruk yang selanjutnya dikenal dengan moral. Gautama, tradisi atau budaya China, India, Persia dan
18
sebagainya dengan cara yang selektif. Tentang apa Nilai-nilai dan sikap positi yang ditimbulkan
saja yang dikatakan baik, banyak teori yang di era milenial yaitu, suka belajar, bekerja dengan
mengemukakan dengan nama yang berbeda-beda. lingkungan inovatif, aktif berkolaboras, berani
Menurut Yunani Kuno, sebagaimana dikutip Thomas mengungkapkan pendapat tanpa ragu, pandai
Lickono, ada 10, yaitu; (1) hikmah, kebijakan atau bersosialisasi selain sejalan dengan akhlak Islami,
wisdom, (2) keadilan (justice); (3) kebajikan juga ada yang sejalan dengan nilai-nilai yang
(fortitude), (4) pengendalian (temperance); (5) cinta; dikembangkan dalam pendidikan karakter di
(6) sikap positif (husn al-dzann); (7) bekerja keras; Indonesia yang berasal dari empat sumber, yaitu
(8) integritas, (9) syukur dan (10) rendah hati agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan
(Lickona, 2015, 16-20). nasional, yaitu sikap kerja keras, kreatif, mandiri dan
Ajaran akhlak Islam ini tidak hanya terkait demokratis, rasa ingin tahu, dan menghargai prestasi
hubungan dengan Tuhan, melainkan hubungan (Zubaedi, 2011, 75-76). Sedangkan nilai-nilai dan
dengan manusia yang hidup dalam zaman yang sikap negative yang ditimbulkan di era millennial,
berubah-ubah. Yaitu akhlak yang berkaitan dengan yaitu malas, tidak mendalam, serba instant, tidak
kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya, membumi, cenderung lemah dalam nilai-nilai
pendidikan, dan lain sebagainya. Sikap-sikap yang kebersamaan, kegiatan gotong royong, kehangatan
ditunjukkan generasi millennial sebagaimaa tersebut lingkungan dan kepedulian sosial, cenderung ke-
di atas, yakni: Suka dengan kebebasan, senang Barat-baratan, tidak memperhatikan etika dan aturan
melakukan personalisasi, mengandalkan kecepatan formal, adat istiadat serta tata krama, menjadi pribadi
informasi yang instant, suka belajar, bekerja dengan yang malas, tidak mendalam, tidak membumi
lingkungan inovatif, aktif berkolaborasi, hyper termasuk akhlak yang tidak baik dan betentangan
technology, terbiasa berfikir out of the box, sangat dengan nilai-nilai pendidikan karakter di Indonesia,
percaya pada diri sendiri dan berani mengungkapkan yaitu religious, toleransi, bersahabat/komunikatif,
pendapat tanpa ragu, pandai bersosialisasi, serba gemar membaca, peduli lingkungan dan peduli sosial.
instant, mengandalkan pada kemudahan IT, Dengan demikian nilai-nilai pendidikan karakter di
ketergantungan yang tinggi pada internet dan media Indonesia tidak hanya mendukung sikap-sikap yang
sosial, menjadi pribadi yang malas, tidak mendalam, ditimbulkan di era millennial dan juga bersikap
tidak membumi, cenderung lemah dalam nilai-nilai mencegah. Namun demikian sikap bekerja dengan
kebersamaan, kegiatan gotong royong, kehangatan lingkungan inovatif, aktif berkolaboras, berani
lingkungan dan kepedulian sosial, cenderung ke- mengungkapkan pendapat tanpa ragu, dan pandai
Barat-baratan, tidak memperhatikan etika dan aturan bersosialisasi sebagaimana ditimbulkan di era
formal, adat istiadat serta tata karma (Muhammad, millennial adalah sejalan dengan nilai-nilai
2017, 7). pendidikan karakter yang berkaitan dengan kerja
Jika sikap-sikap yang ditimbulkan generasi keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
millennial ini dilihat dari ajaran akhlak Islami, maka dan gemar membaca. Dengan demikian, nilai-nilai
nampak sebagian dari sikap-sikap tersebut ada yang pendidikan karakter di Indonesia sejalan dengan
sejalan dengan ajaran akhlak Islami, dan ada yang nilai-nilai yang ditimbulkan di era millennial.
tidak sejalan. Sikap suka belajar, bekerja dengan Nilai-nilai dan sikap yang ditimbulkan di era
lingkungan inovatif, aktif berkolaboras, berani millinneal juga ada yang sejalan dengan nilai-nilai
mengungkapkan pendapat tanpa ragu, pandai yang terdapat pada program Living Values Education
bersosialisasi adalah sejalan dengan akhlak Islami (LVE) yang ditawarkan Diane Tilman dan digunakan
dan karenanya perlu penguatan. Sedangkan sikap oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada ulang
menjadi pribadi yang malas, tidak mendalam, serba tahunnya yang ke-50 pada tahun 1995. Yaitu nilai
instant, tidak membumi, cenderung lemah dalam kedamaian, penghargaan, cinta, kerjasama,
nilai-nilai kebersamaan, kegiatan gotong royong, kebahagiaan, kejujuran, rendah hati, tanggung jawab,
kehangatan lingkungan dan kepedulian sosial, kesederhanaan, toleransi, kebebasan, dan persatuan
cenderung ke-Barat-baratan, tidak memperhatikan (Hidayatulloh, 2018, 128-144). Nilai-nilai yang
etika dan aturan formal, adat istiadat serta tata krama, terdapat dalam LVE lebih banyak yang sejalan
menjadi pribadi yang malas, tidak mendalam, tidak dengan nilai-nilai yang terdapat dalam era millennial.
membumi termasuk akhlak yang tidak baik. Dengan demikian, nilai-nilai dalam LVE sudah
Selanjutnya hyper technology, dan berfikir out of the sejalan dengan nilai-nilai yang ditimbulkan di era
box, bisa membawa pada kebaikan dan bisa millennial.
membawa pada keburukan. Dalam hubungan ini, Hal yang terpenting yang harus dilakukan
maka tugas pendidikan Islam adalah mencegah Pendidikan Islam adalah mengupayakan agar nilai-
masuknya pengaruhnilai-nilai dan sikap-sikap yang nilai yang terdapat dalam akhlak Islam, nilai-nilai
negative ke dalam diri peserta didik dan pendidikan karakter di Indonesia, dan nilai-nilai yang
mengarahkan sikap yang bisa negative dan positif terdapat dalam Living Values Education (LVE)
yang ditimbulkan era millennial tersebut; serta benar-benar tertanam kuat dalam generasi yang hidup
menguatkan nilai-nilai yang positif. di era millennial. Hal ini menarik dikemukakan,
19
karena selama ini banyak kritik bermuncullan yang lebih tepat disebut “transmisi pengetahuan
ditujukan terhadap kegagalan pendidikan karakter. agama”, melalui cara didaktis-metodis
Para mengeritik pendidikan karakter di Amerika seperti halnya pengajaran umum. Oleh
misalnya mengatakan: bahwa pendidikan karakter karena itu, jika kita ingin menemukan
kurang menaruh perhatian pada kebajikan-kebajikan pedagogis Islam, barangkali yang harus kita
tertentu, bahwa ia dibatasi, terbatas, dan berfokus lakukan ialah merumuskan lebih dahulu
pada metode pengajaran tradisional (Nucci, 2015, tentang filsafat pendidikan Islam yang
129). Meningkatkan perilaku menyimpang, kemudian dijadikan dasar mengembangkan
kriminalitas, korupsi, narkoba, sek bebas, dan lain cara-cara teknis pendidikan, baik dalam
sebagainya sering digunakan sebagai indicator lingkup sekolah maupun keluarga dan
kegagalan pendidikan karakter. Penyebab terjadinya masyarakat, atau dijadikan acuan model
keadaan yang demikian yang umumnya digunakan pedagogis dalam penyelenggaraan
sebagian para ahli adalah karena pendidikan karakter pendidikan Islam. Misalnya bagaimana
berhenti pada pengajaran yang bersifat wawasan, gambaran filosofis konsep nilai yang selama
pengetahuan, hafalan yang bersifat kognitif dan ini kita sebut “anak yang shaleh” atau
indoktrinasi, tidak adanya contoh dan teladan, latihan “insan kamil” (Abdurrahman, 1997, 239-
dan pembiasaan, dan bersifat kuantitatif. 240).
Seiring dengan itu, muncul pula sejumlah Sejalan dengan itu, Moeslim Abdurrahman
pendekatan yang dinilai efektif untuk membentuk menganjurkan sebaiknya pendidikan agama harus
karakter yang mulia. Zubaedi misalnya menawarkan lebih berorientasi untuk menumbuhkan wawasan
delapan pendekatan, yaitu evocation, inculcation, keagamaan dalam kaitan dengan religious intellectual
moral reasoning, value clarificiation, values analysis, building. Oleh karena itu, selain mungkin lebih cocok
moral awareness, commitment approach, dan union disajikan dalam kelas-kelas seminar dan evaluasi
approach (Zubaedi, 207). Pertama, evocation adalah melalui karya tulis, materi kuliah agama itu
pendekatan yang memberi kesempatan dan hendaknya bersifat “perspektif”. Misalnya Islam
keleluasaan kepada peserta didik untuk secara bebas dalam perspektif kebudayaan, dalam perspektif
mengekpresikan respon afektifnya terhadap stimulus sejarah, dalam perspektif perkembangan sains, dan
yang diterimanya. Kedua, inculcation adalah lain sebagainya. Selain yang mungkin tidak kalah
pendekatan agar peserta didik menerima stimulus pentingnya ialah dengan cara-cara memperoleh
yang diarahkan menuju kondisi siap. Ketiga, moral “suasana religiousitas,” misalnya dengan life in
reasoning adalah pendekatan yang terjadi transaksi pesantren pada saat-saat tertentu. Selain itu dengan
intelektual taksonomik tinggi dalam mencari melakukan kunjungan sosial, seperti ke rumah
pemecahan suatu masalah. Keempat, value jompo, ke lokasi bencana alam, ke permukiman
clarification adalah pendekatan melalui stimulus kumuh, Sejalan dengan itu, tiga komponen dasar
terarah agar peserta didik diajak mencari kejelasan isi pendidikan agama-guru, filsafat dan metodologi
pesan keharusan nilai moral. Kelima, value analysis pendidikan dan perangkat keras (gedung dan lain
adalah pendekatan agar peserta didik dirangsanh sebagainya) harus serempak dikembangkan
untuk melakukan analisis nilai moral. Keenam, moral (Abdurrahman, 1997, 242-243).
awareness adalah pendekatan agar peserta didik Pendapat tersebut sesuai pula dengan
menerima stimulus dan dibangkitkan kesadarannya strategi yang diitawarkan oleh Diane Tilmlman yang
akan nilai tertentu. Ketujuh, commitmen approach menggagas living values education. Ia misalnya
adalah pendekatan agar peserta didik sejak awal mengatakan, bahwa salah satu konsep filosofis yang
diajak menyepakati adanya suatu pola pikir dalam mendasar dalam LVE adalah setiap peserta didik
proses pendidikan nilai. Kedelapan, union approach diajak untuk mereflesikan dan menggali nilai pribadi
adalah pendekatan agar peserta didik diarahkan untuk mereka, agar menjadi pondasi dalam menciptakan
melaksanakan secara riil nilai-niai budi pekerti dalam suasana belajar yang berbasis nilai, seperti mengajak
suatu kehidupan. peserta didik dalam menyusun perencananaan
Selanjutnya ada pula yang berpendapat pembelajaran dengan melakukan refleksi terlebih
bahwa di antara sebab terjadinya kegagalan dalam dahulu pada dirinya. Dengan living vales education
pendidikan karakter adalah karena kesalahan dalam diarahkan untuk membantu seseorang menghidupkan
menerapkan konsep pendidikan Islam. Moeslim nilai-nilai yang sudah ada dalam diri setiap orangm
Abdurrahman misalnya mengatakan: seperti damai, menghargai, kasih sayang, kerjasama,
Salah satu kritik yang mungkin sudah kebahagiaan, kejujuran, kerendahan hati, tanggung
hamper klasik, tentang pendidikan (Islam) jawab, kesederhanaan, toleransi, kebebasan daan
ialah belum ditemukannya pengetahuan persatuan (Hidayatulloh, 152).
pedagogis agama yang memadai. Apa yang Selain itu ada pula yang menawarkan
selama ini dilaksanakan tentang pendidikan implementasi pendidikan Islam dengan pendekatan
agama mungkin tidak lebih dari proses filosofism induksi-deduksi, kultural, fungsional, dan
belajar mengajar agama. Itu mungkin juga emosional. Pendekatan filosofis adalah sebagai studi
20
proses tentang kependidikan yang didasari dengan Islam dan menyiapkan manusia yang siap
nilai-nilai ajaran Islam menurut konsepsi filosofis menghadapi era millennial.
bersumberkan kitanb suci al-Qur’an dan sunnah Nabi
Muhamad SAW. Pendekatan induksi adalah 3. Integralistisme Pendidikan Islam
pendekatan yang penganalisaannya secara ilmiah, Karakter Integralistik yang terdapat dalam
bertolak dari kaidah-kaidah khusus untuk pendidikan Islam dapat pula dijadikan alternative
menentukan hukum yang bersifat umum. Sedangkan dalam menyiapkan manusia yang siap menghadapi
pendekatan deduksi adalah sebaliknya, dari yang era millennial. Sebagaimana telah dikemukakan di
umum menuju yang khusus. Sedangkan pendekatan atas, bahwa era millennial antara lain ditandai oleh
sosio kultural bertolak dari pandangan bahwa adanya generasi yang memiliki ciri aktif
manusia sebagai makhluk sosial, tolong menolong berkolaborasi, dan terbiasa berfikir out of the box.
antar sesame manusia, kesatuan masyarakat, dan Generasi millennial tidak mau lagi dikurung oleh
persaudaraan. Sedangkan pendekatan fungsional suatu pandangan tertentu, melainkan ia akan terus
menekankan peran dan manfaat manusia; dan menjelajah, membuka diri, berintegrasi dengan
pendekatan emosional menekankan pada upaya semua aliran, pemikiran, pandangan, gagasan dan
menggugah perasaan dan emosi peserta didik (Ismail, sebagainya dalam rangka memperoleh jawaban atas
2013, 37-38). problema kehidupan yang kompleks. Sikap esklusif,
Terlepas dari konsep-konsep dan dan sectarian misalnya harus diganti dengan sikap
pendekatan tersebut di atas, sesungguhnya ada bahan inklusif dan toleran. Dalam upaya merespon
rujukan yang dapat digunakan sebagai bahan rujukan kebutuhan generasi millennial yang salah satu
dalam pendidikan karakter, yaitu adanya success wataknya yang demikian itu, maka pendidikan harus
story yang dicapai oleh Nabi Muhammad SAW, mengembangkan karakter integralistiknya dengan
Jepang dan Finlandia. Nabi Muhammad tercatat perspektif yang baru. Jika di zaman klasik umat Islam
dalam sejarah sebaagai yang paling berhasil dalam berkolaborasi atau mengintegrasikan pandangan al-
mengemban misi risalahnya membina akhlak mulia, Qur’an dengan llmu pengetahuan Yunani, India,
sebagaimana yang ada di dalam al-Qur’an: Kaana China, Persia dan lainnya, maka di era Millennial
khuluquhu al-Qur’an. Allah SWT menyatakan: integrase tersebut tidak memadai lagi. Integrasi di
Sungguh pada diri Nabi Muhammad SAW terdapat masa sekarang, integrasi harus dilakukan dengan
ketauladan yang baik; Allah juga menyatakan: ilmu pengetahuan modern dengan terlebih dahulu
Sesungguhnya Engkau berbudi pekerti yang mulia. menghilangkan prinsip-prinsipnya yang tidak sejalan
Berdasarkan petunjuk surat al-Fath, ayat 19, bahwa dengan prinsip Islam, seperti prinspnya yang hanya
kesuksesan Nabi Muhammad SAW dalam membina mengakui yang rational dan empiris dengan ditambah
akhlak itu karena tegas dan tidak mau kompromi dengan yang metafisis (al-ghaib). Selanjutya jika di
terhadap kekafiran, kasih sayang dengan sesame masa klasik masing-masing bidang llmu, seperti
manusia, selalu memohon petunjuk Allah, kalam, filsafat dan tasawuf memberikan jawaban
mengharapkan keridoan-Nya, dan ikhlas. Ia juga sendiri-sendiri atas berbagai persoalan umat, maka di
memberikan contoh teladan yang baik; membimbing, masa sekarang ketiganya harus dipadukan. Karakter
melatih, membiasakan, dan teguh. Sedangkan Jepang integralisme pendidikan Islam ini lebih lanjut dapat
berhasil membina akhlak melalui pendidikan etika dipahami dari gagasan dan pemikiran yang
dan penegakkan hukum. Sedangkan Finlandia dikemukakan Armahedi Mazhar. Dalam hubungan
berhasil melalui pendidikan yang dilaksanakan ini ia mengatakan:
secara berkualitas. Integralisme dapat digunakan sebagai
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui filsafat yang menjembatani kebenaran-kebenaran
bahwa pendidikan Islam amat menekanian akhla diniyaha yang tercantum dalam Kitab Suci Qur’an
mulia yang sejalan dengan akhlak yang harus dengan kebenaran-kebenaraan ilmiah yang terbaca
dimiliki masyarakat di era millennial. Yaitu akhlak dalam Kitab Besar Alama semesta seperti halnya
yang bersifat militansi moderat. Yakni berpegang filsafat tradisional Islam di zaman dahulu. Kita perlu
teguh pada ajaran syari’at sebagaimana ditetapkan al- berusaha mengganti filsafat Islam tradisional yang
Qur’an dan al-Sunnah, namun dalam pelaksanaanya menghubungkan ilmu pengetahuan Yunani
dapat berkolaborasi dengan etika, moral, budi Helenistik dengan Qur;an Suci dengan suatu filsafat
pekerti, budaya dan adat istiadat. Dengan demikian, Islam modern yang menghubungkan ilmu
dalam rangka membentuk akhlak mulia, selain dapat pengetahuan modern dengan Qur’an Suci.
menggunakan petunjuk al-Quran, al-Sunnah, Integralisme harus dikembangkan dengan suatu
khususnya kesuksesan Nabi Muhammad SAW, juga tradisi kritis, generasi demi generasi, sehingga dapat
dapat mengambil inspirasi dari yang dilakukan menjadi apa yang disebut Alvin Toffler supra-
bangsa-bangsa lain di dunia, seperti Finlandia dan ideologi bagi peradaban Islam di masa depan.
Jepang. Sifat dan karakteristik pendidikan Islam yang Integralisme melihat adanya kesatupaduan antara
memberikan perhatian terhadap pembentukan manusia-alam-Tuhan, atau Allah, alam-manusia. Hal
karakter yang mulia, dapat digunakan pendidikan ini sesuai dengan “diri-cakrawaala-kebenaran” atau
21
:anfus-afaq-Haqq.” Atau antara alam Lahut, alam munculnya Dirasaat Islamiyah yang bercorak critical,
jabarut, alam malakut-alam nasut (Alam Tuhan, alam dan global. Sehubungan dengan ini, M.Amin
jagat raya, alam ghaib dan alam nyata; Allah-Rabb Abdullah mengatakan:
al-Falaq-Rabb an-Naas yang muncul dalam ayat Menurut hemat penulis, tetapi yang
pertama surat terakhir Qur’an Suci, yaitu Surat al- diperlukan untuk mengobati kecenderungan
Ikhlas, al-Falaq dan An-Naas (Mahzar, 1983, 130- konservatisme dan eksklusifisme pendidikan agama
137). di era modern” adalah bagaaimana mengelaas,
Dengan integralisme ini akan memunculkan menghubungkan dan mempertautkan hubungan yang
ilham-ilham Ilmiah di dalam pikiran para ilmuwan kokoh antara ketiganya. Dirasat Islamiyah atau
Muslim sehingga mereka mampu menggali Islamic Studies yang bercorak critical dan dialogical
kandangan-kandungan makna dalam al-Qur’anul perlu dikenalkan kepada anak-anak agar nilai-nilai
Karim untuu kemudian dikembangkan sebagai dari keberagamaan yang autentik untuk menyangga
penemuan-penemuan ilmiah baru. Bukan sebaliknha kehidupan bersama (peaceful coexistence, al-ta’ayus
seperti selama ini di mana ayat-ayat Qur’an dicari- al-silmi) dapat dipelihara dan dikembang-suburkan.
cari untuk menjelaskan penemuan ilmiah atau Perbedaan visi dan misi muslim puritan dan moderat
teknologi baru kemudian digembarkan gemborkan pun dapat dijembatani. Nilai fundamental
bahwa: “semuanya sudah ada di dalam Qur’an.” keberagamaaan Islam yang bersifat altruistic (Taqdim
Selama sikap yang disebut belakangan ini yang ‘ala al-ghair; al-Itsar:mendahulukan dan
diambil oleh para ilmuwan Muslim, mereka akan memprioritaskan kepentingan orang lain dan umum
tetap menjadari tertawaan dunia ilmu pengetahuan daripada kepentingan sendiri dan kelompok) perlu
modern, karena tidak bisa menyumbangkan apa-apa ditonjolkan kepada anak didik dan masyarakat luas,
kecuali berteriak “semua sudah ada dalam al-Qur’an” dan bukannya cuma nilai-nilai yang bersifat egoistic,
untuk menutupi kompleks rendah diri mereka. Tetapi agitative, dan acitivistic (Abdullah, 2009, 277-2780).
untunglah ilmuwan Muslim tidak semuanya bersikap Melalui pendekatan integralisme ini, maka
demikian, ada di antara mereka yang dengan tekun nilai-nilai positif yang terdapat pada Ulum al-Din,
membaca ayat-ayat yang tertulis di cakrawala- seperti berpegang teguh pada ‘aqidah, kepatuhan dan
cakrawala ciptaan Allah SWT. Salah satu di ketekunan dalam menjalankan ritualitas kegamaan
antaranya adalah pemenang hadiah Nobel pertama termasuk yang hukumnya sunnah, seperti shalat
dari kalangan Islam, Prof. Abdus Salam yang tahajjud, puasa Senin Kamis, membaca dan
memperoleh hadiah Nobel di bidang fisika (Mahzar, menghafal al-Qur’an,berzikir dan berdo’a setelah
1983, 133). shalat, kesalihan dalam sikap, silaturahmi dan
Karakter Integralistik pendidikan Islam sebagainya; nilai-nilai positif yang terdapat dalam al-
yang dibutuhkan generasi millennial juga dapat Fikri al-Islami, yakni pesan moral, dan spirit yang
dilakukan pada adanya integrasi pada paham Islam terdapat dalam ajaran Islam serta daya kritis dan
yang bercorak Ulum al-Din, al-Fikri dan Dirasat analitis dari perspektif historis, sosiologis dan
Islamiyah. Paham Islam Ulum al-Din yang lainnya, sehingga menimbulkan kebanggaan pada
cenderung menekankan sisi keagamaan, ritualitas, Islam; serta pesan-pesan universalitas, kemanusiaan,
formalitas, sectarian, lokal, dangkal, parsial keadilan, kedamaian, kebersaamaan dan sebagainya
(sepotong-sepotong), provincial (terkotak-kotak; sebagaimana terdapat pada paham Islam Dirasat
terbatas cara pandangnya); parochical (sempit); Islamiyah (Islamic Studies) yang menumbuhkan
Sedangkan al-Fikr al-Islamiy atau Islamic Thoght dimensi sikap menjunjung tinggi pesan-pesan
yang pendekatannya lebih historis, sistematis, utuh- kemanusiaan yang universal dapat ditumbuhkan.
komprehensif, non sectarian, tidak provincial; dan Dalam konteks era millennial seperti sekarang ini,
Dirasat Islamiyah (Islamic Studies) yang selain cara yang ditempuh pendidikan Islam bukanlah
masih merujuk pada kluster ilmu-ilmu keagamaan mempertentangkan antara paham Islam model Ulum
(Islam) yang patenm standar baku dalam Ulum al- al-Din yang bercorak local, al-Fikr al-Islamy yang
Din dan al-Fikr al-Islamy, ia juga ditopang dan bercorak canonical dan critical dan Dirasat
diperkokoh oleh research (penelitian) lapangan, Islamiyah (Islamic Studies) yang bercorak global, dan
pematan historis-empiris yang obyektif tentang bukan pula dengan cara memilih yang satu dan
dinamika sosial, ketersambungan (continuity) dan meninggalkan yang lainnya; melainkan dengan
perubahan(change), pola dan trend pergumulan memadukan, mengkolaborasi dan
sosial politk, ekonomi, budaya, pola-pola mengintegrasikannya, mengingat pada masing-
ketegangan, konflik, harmoni dan merekam pluralitas masing paham Islam tersebut terdapat nilai-nilai
interpretasi makna oleh para pelaku di lapangan positif yang dibutuhkan generasi millennial. Generasi
(Abdullah, 2009, 277-278). millennial butuh Islam Ulum al-Din dalam rangka
Islam dalam paham Ulum al-Din masih menjaga identitas keislamannya, menjaga akidahnya,
berada pada tahap canonical, bahkan local dalam arti dan terbebas dari kecenderungan ke Barat-baratan
parochicaal-provincia; sedangkan al-Fikri al-Islami dan kebebasan tanpa batas. Generasi millennial juga
berada pada tahap transisi ke arah pematangaan butuh al-Fikr al-Islamy dalam rangka menumbuhkan
22
kebanggaan pada Islam dan memiliki argumentasi jika tidak digunakan secara produktif dalam bentuk
yang kokoh dan komprehensif atas Islam yang iman dana amal shaleh. Yakni pekerjaan yang
dianutnya. Selanjutnya generasi millennial juga memiliki motivasi dan komitmen moral dan spiritual
butuh Dirasat Islamiyah (Islamic Studies) dalam yang luhur, juga mengacu kepada standar operating
rangka memberikan kemampuan untuk merespon prosedur (SOP) yang benar dan berdasar pada teori
berbagai problema kehidupan dari perspektif ajaran keilmuan yang sahih (Q.S. al-‘Ashr, 103:1-3); Tuhan
Islam, serta kemampuan membangun kerjasama dan menjadikan hidup dan mati sebagai peluang untuk
kolaborasi dengan berbagai pandangan yang melakukan yang terbaik. (Q.S. al-Mulk, 67:2). Nabi
dikemukakan para ahli dalam berbagai bidang ilmu Muhammad SAW sendiri telah menjadi model yang
lainnya, tanpa kehilangan identitas. Dengan terbaik bagi manusia (laqad kaana lakum fi rasulillah
menggunakan pendekatan kollaboratif dan integrasi uswatun hasanah). Pendidikan Islam yang unggul
yang demikian itu, maka yang akan dihasilkan adalah dalam rangka menyiapkan generasi millinneal yang
manusia yang dari segi amaliyahnya seperti seorang unggul juga telah dicontoh oleh Nabi Muhammad
kiai, dari segi pemikirannya seperti cendekiawan, dan SAW pada Lembaga pendidikan pertama di Madinah
dari segi kiprahnya seperti seorang peneliti, ilmuwan yang bernama Shuffah. Dengan mengambil tempat di
yang membawa pesan perdamaian pada dunia. bagian pinggir masjid Nabawiy, menunjuk Nabi
Pendidikan Islam di era millennial harus mampu Muhammad SAW sebagai guru, al-Qur’an dan Hadis
mengembang missi integrasi yang demikian itu. sebagai inti atau pokok kurrikulum dan syllabus;
infak, sedekah dan ghanimah serta lainnya sebagai
4. Pendidikan Islam dalam Menyiapkan sumber dana; Nabi Muhammad SAW telah berhasil
Generasi Unggul dan Keteladanan Rasulullah melahirkan lulusan yang unggul yang selanjutnya
SAW sebagai pelopor yang membangun kebudayaan dan
Generasimillennialsebagaimana peradaban Islam. Di antara lulusan Shuffah yang
dikemukakan di atas, adalah generasi yang harus jumlahnya sekitar 300-an, terdapat nama Abu
mampu bersaing dan dalam persaingan tersebut ia Hurairah (ahli Hadis), Zaib bin Tsabit (ahli al-
harus keluar sebagai pemenang. Untuk itu, generasi Qur’an), Abu Zar al-Ghifari (ahli ilmu tasawuf dan
millenneial adalah generasi yang unggul baik dari sosial), Ali bin Abi Thalib (ahli ilmu faraid dan
aspek hard skill, maupun soft skill (moral, mental, matematika), Salman al-Farisi (ahli Irigasi dan
intellektual, emosional dan spiritual). Generasi yang Bendungan), Ibn Umar (ahli Fiqih/Hukum), dan
unggul itu hanya akan dapat dilihirkan oleh sebagainya. Demikian pula melalui Lembaga
pendidikan yang unggul, sebagaimaana yang pendidikan al-Kuttab, al-Badiah, al-Qushr (Istana),
diperlihatkan oleh bangsa-bangsa yang maju di dunia Rumah Ulama, Perpustakaan, Observatorium,
ini. Hasil kajian para ahli telah memperlihatkan, Madrasah dan lainnya telah dilahirkan para lulusan
bahwa antara kemajuan suatu bangsa memiliki dalam berbagai ilmu yang bertarap internasional. Abu
korelasi yang positif dengan keunggulan suatu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Ahmad Ibn
bangsa; dan keunggulan suatu bangsa memiliki Hambal dalam bidang fiqih/hukum; Ibn Abbas, Ath-
korelasi yang positif dengaan keunggulan Thabari, dan Ibn Katsir dalam bidang Tafsir/Al-
pendidikan. Qur’an; Imam Bukhari, Imam Muslim; Imam
Pendidikan Islam dengan rujukan utamanya Turmudzi, Imam Nasai, Imam Ibn Majah dan Imam
al-Qur’an dan al-Sunnah sesungguhnya memiliki Abu Daud dalam bidang Hadis; Abu Hasan al-
komitmen pada keunggulan. Islam mengajarkan agar Asy’ari, Imam Maturidi, Washil bin Atha dan al-
manusia memiliki sifat-sifat Allah dan Rasul-Nya. Jubai dalam bidang teologi; Imam al-Ghazali,
Yakni berakhlak dengan akhlak Tuhan dan Rasul Zunnun al-Misri, Ibn Arabi, al-Jilli, Jalaluddin Rumi
sesuai kadar kesanggupan manusia (al-takhalluq bi dan Abdul Qadir al-Jailani dalam bidang
akhlaq Allah wa al-Rasul ‘ala thaawa al-basyariah). Tasawuf/Tariqat; al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina dan
Karena Allah dan Rasul-Nya bersifat Unggul dan Ibn Rusyd dalam bidang filsafat Islam; al-
Maha Sempurna, maka pernyataan tersebut Khawarizmi dalam bidang matematika, al-Razi
mengandung isyarat bahwa dalam melaksanakan dalam bidang fisika, al-Tusi dalam bidang astronomi,
pendidikan harus meniru keunggulan dan Ibn Batuthah dalam bidang geology; al-Kindi, al-
kesempurnaan sifat-sifat dan perbuatan Tuhan. Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd dalam bidang
Demikian pula perintah tentang iman dan amal kedokteran/Ilmu pengetahuan murni di samping ahli
shalih, menunjukkan bahwa pendidikan Islam selain filsafat; Ibn Khaldun dalam bidang sosiologi; dan
perlu memiliki komitmen moral dan spiritual yang sebagainya. Mereka diakui sebagai ilmuan yang
luhur, juga mengacu kepada standar operating unggul, karenaa mendapatkan pendidikan yang
prosedur (SOP) yang benar dan berdasar pada teori unggul. Mereka dikenal pula sebagai ilmuwan yang
keilmuan yang sahih, sehingga pekerjaan tersebut Ensiklopedik, all round dan multi talented, karena di
dilakukan secara professional dan dapat samping memiliki keahlian yang merupakan
dipertanggung jawabkan kepada publik.Waktu yang keunggulannya, juga memiliki kemampuan dalam
disediakan Tuhan hanya akan menimbulkan kerugian bidang lainnya. Ibn Sina misalnya selain ahli filsafat
23
juga mahir dalam bidang kedokteran, ilmu jiwa, sta artinya berdiri. Dengan demikian secara
tafsir, dan tasawuf. Demikian pula Ibn Rusyd, selain etimologi, wiraswasta berari keberanian, keutamaan
ahli dalam filsafat juga ahli dalam bidang kedokteran seta keperkasaan dalam memenuhi kebutuhan serta
dan hukum Islam (Harun 1979). Ajaran normative memecahkan permasalahan hidup dengan kekuatan
dan pengalaman sejarah yang terkait dengan yang ada pada diri sendiri (Alma, 2011, 17). Sumber
pengembangan pendidikan yang unggul dan lain menyebutkan bahwa entrepreneur diartikan:
integrated yang demikian itu, patut dipraktekkan Orang yang pandai atau berbakat mengenali produk
kembali dalam rangka menghasilkan generasi unggul baru, menentukan cara produksi baru, menyusun
di era millennial. Kondisi objektif pendidikan Islam operasi untuk mengadakan produk baru,
saat ini nampaknya lebih banyak yang kurang siap memasarkannya, serta mengatur permodalan
dan kurang mampu dalam menghasilkan generasi operasinya (Djatmiko, 2011, 7). Selain itu, seorang
unggul yang dibutuhkan era millennial. wirausaha adalah orang yang memegang prinsip
integritas, kejujuran, keadilan, martabat manusia,
5. Perhatian Pendidikan Islam terhadap bidang komitmen, tanggung jawab sosial, dan kebaikan
Entrepreneurship umum (Byron, 2010, 63-219).
Saat ini di Indonesia terdapat sekitar 27.000 Wirausaha berbeda dengan pedagang atau
pondok pesantren. Selain ada yang bercorak saudagar yang berasal dari kata sau yang berarti
tradisional (salafiyah) yang hanya menyelengarakan seribu, dan dagar yang artinya akal. Jadi saudagar
pendidikan ilmu agama Islam; ada yang bercorak berarti seribu akal (Rashid, 1981:4) lihat juga (Alma,
modern (khalafiyah) yang di samping 2011, 17). Seorang pedagang terbatas pada kegiatan
menyelenggarakan pendidikan ilmu agama, juga membeli dan menjual produk yang dibuat oleh orang
menyelenggarakan pendidikan umum, mulai tingkat lain, dengan tujuan terbatas pada mencari
Taman Kanak-kanak, dasar, menengah hingga keuntungan. Sedangkan seorang wirausaha harus ada
perguruan tinggi dengan berbagai bentuknya: inisiatif, kreatifitas, menciptakan hal baru,
politeknik, akademi, sekolah tinggi, institute maupun menyediakan pekerjaan bagi orang lain, menanggung
universitas. Di antara Lembaga-lembaga pendidikan resiko, menciptakan hal-hal baru, memulai dari nol,
Islam tersebut ada yang tergolong maju, terkemuka kerja keras dan tidak kenal lelah, motivasi dan
dan mendapat pengakuan yang luas baik nasional komitmen yang tinggi, jujur, keterbukaan, kreatif,
maupun internasional. Pondok pesantren Darussalam, kritis, produktif, dan pengambil resiko (Nugroho,
Gontor Ponorogo, Jawa Tengah; Pondok Pesantren 2015, 8). (Suryana, 2015, 8). Mereka yang memiliki
Darul Umum di Jombang, jawa Timur, Pondok jiwa yang demikian itu antara lain Henry Ford,
Pesantren Tebu Ireng, Jombang Jawa Timur, Pondok Thomas Edison, Philips, Krupp, Mitsui, Sciciro
Pesantren Tambak Beras, Pondok Pesantren Sunan Honda, Bahruddin, Pardede dan sebagainya. Di
Drajat, Paciran, Lamongan, Jawa Timur; dan Pondok antara mereka itu ada yang berasal dari kaum
Pesantren Modern lainnya yang baru tumbuh dan bangsawan, sarjana, tetapi kebanyakan termasuk
berkembang di berbagai daerah di Indonesia yang orang yang tidak tinggi sekolahnya (Alma, 2011, 17).
jumlahnya belum dapat diketahui dengan pasti. Dengan memperhatikan catatan tersebut di
Hal yang menarik dari pertumbuhan dan atas, dapat diketahui bahwa adanya kemajuan yang
perkembangan pendidikan Islam termasuk yang terdapat Pendidikan Islam sebagaimana yang terjadi
berada di Pondok Pesantren yang tergolong modern pada Pondok Pesantren, menunjukkan bahwa Pondok
tersebut statusnya swasta. Kemajuan, nama besar, Pesantren tidak hanya telah memiliki wawasan,
kepercayaan masyarakat, jenis dan jenjang program pemahaman dan penghayatan terhadap nilai-nilai dan
pendidikan yang beragam, area kampus yang luas, sikap kewirausahaan, juga telah mempraktekkan.
infra-structure, sarana, prasarana, fasilitas yang Sikap yang dimiliki para pendiri dan pengelola
lengkap dan modern, manajemen pengelolaan yang Lembaga pendidikan termasuk para kiai adalah para
professional, kondisi keuangan yang sehat dan kuat, entrepreneur yang memiliki wawasan, pemahaman,
kemasan, branded dan pemasaran yang modern, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai
mereka capai dengan usaha dan kerja keras yang kewirausahaan (inisiatif, kreatifitas, menciptakan hal
tidak mengenal Lelah, serta keuletan dan keberanian baru, menyediakan pekerjaan bagi orang lain,
dalam mengambil keputusan dengan resiko yang menanggung resiko, menciptakan hal-hal baru,
diperhitungkan. Adanya kemajuan yang dicapai memulai dari nol, kerja keras dan tidak kenal lelah,
Lembaga pendidikan Islam tersebut menujukan motivasi dan komitmen yang tinggi, jujur,
bahwa di dalam Lembaga pendidikan tersebut adalah keterbukaan, kreatif, kritis, produktif, dan pengambil
kegiatan entrepreneurship (kewirausaha atau resiko). Sikap kewirausahaan ini sejalan dengan sikap
wiraswasta). Wiraswasta terdiri dari tiga generasi millennial sebagaimana tersebut di atas,
kata:wira,swa dan sta, masing-masing berarti: wira yakni dinamis, inovatif, kreatif, dan berani keluar
adalah manusia unggul, teladan, berbudi luhur, dari kebiasaan lama (out of the box). Dengan
berjiwa besar, pahlawan, pendekar kemajuan, dan demikian, dapat diperkirakan, bahwa para lulusan
memiliki keagungan watak, swa artinya sendiri; dan dari Lembaga pendidikan telah memahami,

24
menghayati dan mempraktekkan kewirausahaan yang kelemahan yang masih dimiliki (weakness),
sejalan dengan mental generasi millennial. Namun kesempatan yang tersedia (opportunity ) dan
demikian, dalam realitanya ada pondok pesantren tantangan yang dihadapi (treathmen) (Gregory G.
yang tidak mendidik secara langsung dan khusus 2003, 149-183) lihat juga (Purwanto, 2007, 73-117).
pada lulusannya tentang kewirausahaan; dan ada pula Bahkan ada pula yang menerapkan SWOT Balance
pondok pesantren yang mengajarkan jiwa Scorecard yang dimodifikasi dan dikembangkan,
kewirausahaan yang sejalan dengan jiwa generasi yang semula bertumpu mengukur kemajuan dari
millenia. Pondok Modern Gontor Ponorogo misalnya keseimbangan yang dicapai dalam bidang keungan,
mendidik lulusannya agar memiliki jiwa keikhlasan, pelanggan, proses produksi dan sumber daya
persaudaraan, kesederhanaan, kemandirian dan manusia, menjadi pada prestasi lulusan, hasil
kebebasan. Jiwa ini sejalan dengan jiwa akreditasi, dan sebagainya. Manajemen yang
kewirausahaan dan era millennial. Demikian pula demikian adalah yang paling sesuai dan dibutuhkan
adanya pondok pesantren yang mengelola kegiatan masyarakat era milenial. SMU Madania, Jampang
usaha pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, Parung, Bogor, Insan Cendekia, Serpong, Tangerang,
usaha makanan dan minuma, bahkan hingga pada Banten, Madrasah Pembangunan UIN Syarif
pembuatan kapal hingga mencapai bobot 40 ton Hidayatullah Jakarta, Ciputat, Tangerang Banten,
seperti yang dilakukan Pondok Pesantren Sunan MIN, MTSN, dan MIN Malang, Jawa Timur, adalah
Drajat, Paciran, Lamongan, Jawa Timur, di antara Lembaga pendidikan Islam yang telah
menunjukkan bahwa potensi kewirausahaan di menerapkan TQM, Strategic Management dan
pesantren cukup tinggi. Balanced Scorecard (Rangkuti, 2017, 1-4). Hal yang
Dengan demikian dapat dikemukakan, demikian terjadi, karena dari sejak awal didirikannya
bahwa pendidikan Islam akan memiliki peran yang Lembaga-lembaga pendidikan tersebut, termasuk
besar dalam menyiapkan generasi yang akan siap Institut Agama Islam Negeri (IAIN) yang kini banyak
menghadapi era millenial, apabila Lembaga yang jadi Universitas Islam Negeri adalah agar
pendidikan Islam tersebut ikut serta membentuk lulusannya dapat hidup di era masayarakat modern.
mental kewirausahaan. Hal yang demikian terjadi, Natsir sebagai salah seorang tokoh pendiri Perguruan
karena antara nilai-nilai pendidikan kewirausahaan Tinggi Islam misalnya menekankan pentingnya STI
dengan nilai-nilai yang diperlukan bagi generasi menghasilkan kelompok intelektual yang memiliki
millennial nampak saling melengkapi dan sejalan. basis pengetahuan keislaman dan kebudayaan yang
Upaya yang harus dilakukan pendidikan Islam ini kuat sebagai alternative pendidikan ala Barat (Jabali,
akan terasa mudah dilaksanakan, bahwa bisa 2003, 4). Demikian pula Lembaga-lembaga
dipraktekkansecara langsung, apabila memperhatikan pendidikan yang berada di bawah naungan
praktek kewirausahaan yang telah dilaksanakan Muhammadiyah, Persatuan Islam, dan lainnya juga
sebagian pondok pesantren yang tergolong maju. menghasilkan lulusan yang unggul dan modern. Pada
Tidak hanya itu, pendidikan Islam juga dapat kedua organisasi ini upaya pembaharuan pemikiran
menggali nilai-nilai kewirausahaan sebagaimana (ijtihad) mendapatkan perhatian yang sungguh-
yang diajarkan oleh al-Qur’an dan telah dicontohkan sungguh, dan kesediaan untuk meninggalkan
pelaksanaannya oleh Rasulullah SAW. pendapat yang telah diambil dan memberi tempat
kepaa pendapat orang lain yang didasarkan atas
6. Perhatian Pendidikan Islam terhadap argumen yang lebih kuat (Noer, 1982, 107). Lihat
Manajemen Modern juga (Nata, 2014, 279-292). Sikap seperti sangat
Dewasa ini sudah banyak Lembaga disukai generasi era millennial.
pendidikan Islam yang menerapkan Manajemen Tidak hanya itu, Lembaga pendidikan Islam
Modern, seperti Total Quality Management: saat ini juga sudah banyak yang mengenal dan
Manajemen Mutu Terpadu (TQM) yang berorientasi menerapkan kepemimpinan modern, seperi
pada memuaskan pelanggan dengan melakukan kepemimpinan yang berbasis budaya, manajemen
perbaikan secara terus menerus (continuous berbasis sekolah, (Departemen Pendidikan Nasional,
improvement), menentukan standar muta (quality 2001, 1-65) dan manajemen berbasis emosioal
assurance), perubahan kultur (change of culture), (Goleman, tp. Th, 35-127). Manajemen Berbasis
perubahan organisasi (upside-dowm organization), Kinerja (Bacal, 2005, 1-12). Yaitu dan budaya
dan mempertahankan hubungan dengan pelanggan Lembaga (corporate culture) lihat juga (Moeljono,
(keeping close to the customer) (Sallis, 2006, 7- 11). 2007) (Muhaimin, 2009, 2-7). Pendidikan Islam juga
Selain itu, banyak pula Lembaga pendidikan Islam telah banyak yang menggunakan berbagai komponen
yang menerapkan strategic manajemen yang pendidikan dengan paradigm baru yang didasarkan
bertumpu pada tercapanya competitive advantage pada analisis problema yang harus dijawab di era
(keunggulan yag berdaya saing) yang ditandai oleh globalisasi dan millennial, (Mastuhu, 1999, 8-19)
adanya rumusan visi, misi, tujuan dan sasaran lihat juga (Sistem Pendidikan Nasional, 2007, 9-15)
berdasarkan analis SWOT yakni dengan berdasarkan seperti dalam pendekatan dan strategi pembelajaran,
pada kekuatan yang dimiliki (Strengtenth), kurikulum, (pendekatan subjek akademis, pendekatan

25
humanis, pendekatan teknologis, dan rekonstruksi cara pemecahannya yang strategis, serta
sosial) (Muhaimin, 2009, 139-173). evaluasi, dan lain kemauan yang kuat untuk mewujudkannya, yang
sebagainya. ditopang oleh akhlak mulia. Keenam hal yang
ditawarkan pendidikan Islam sebagaimana
Kesimpulan tersebut di atas, diharapkan dapat menjadi
Berdasarkan uraian dan analisa sebagaimana strategi yang tepat guna menghadapi era
tersebut di atas, dapat dikemukakan catatan penutup,
sebagai berikut. millennial. Namun seberapa besar efektifitas atau
keberhasilan yang dapat dicapai oleh pendidikan
1. Era millennial adalah era yang ditandai antara Islam dalam mengatasi masalah era millinneal
lain oleh lahirnya generasi yang memiliki ciri- tersebut, amat bergantung pada kemauan yang
ciri: (1)suka dengan kebebasan; (2)senang kuat dari seluruh pihak yang berkeimpun dalam
melakukan personalisasi; (3)mengandalkan bidang pendidikanu ntuk mewujudkannya, yang
kecepatan informasi yang instant; (4)suka
ditopang oleh akhlak mulia, serta hidayah Allah
belajar; (5)bekerja dengan lingkungan inovatif,
SWT. Wallahu a’lam bis shawaab.
(6)aktif berkolaborasi, dan (7)hyper technology
(Tapscott, 2008). (8)critivcal, yakni terbiasa
berfikir out of the box, kaya ide dan gagasan; Daftar Pustaka
(9)Confidence, yakni mereka sangat percaya diri Abdurrahman, Moeslim, (1997). Islam Transformatif,
dan berani mengungkapkan pendapat tanpa ragu- Jakarta:Pustaka Firdaus. cet. III.
ragu; (10)Connected, yakni merupakan generasi Al-Abrasyi, Mohd. Athiyah, (1974). Dasar-dasar
yang pandai bersosialisasi, terutama dalam Pokok Pendidika Islam, (terj.) Bustami A.
komunitas yang mereka ikuti; (11)berselancar di Gani dan Djohar Bahry L.I.S., dari judul
asli, al-Tarbiyah al-Islamiyah,
social media dan internet (Farouk, 2017, 7).
Jakarta:Bulan Bintang. cet. II.
(12)sebagai akibat dari ketergantungan yang
Al-Ahwany, Ahmad Fu’ad, al-Tarbiyah fi al-Islam,
tinggi terhadap internet dan media sosial, mereka (Mesir: Dar al-Ma’arif, tp.th.).
menjadi pribadi yang malas, tidak mendalam, Azra, Ayumardi, (1996). Islam in the Indonesian
tidak membumi, atau tidak bersosialisasi; World An Account of Institutional
(13)cenderung lemah dalam nilai-nilai Formation, Bandung:Mizan Pustaka.
kebersamaan, kegotong-royongan, kehangatan Alma, Buchari, (2011). Kewirausahaan untuk
lingkungan dan kepedulian sosial; Mahasiswa dan Umum, Bandung:Alfabeta,
(14)cenderung bebas, kebarat-baratan dan tidak XVII.
memperhatikan etik dan aturan formal, adat Al-Baaqy, Abd., Muhammad Fuad, al-Mu’jam al-
istiadat, serta tata krama. Mufahras li Alfaadz al-Qur’an al-Karim,
Beirut: Dar al-Fikr, 1407H./1978 M.
2. Baik secara normative, filosofis dan historis, Bacal, Robert, (2005). Performance Manajemen,
pendidikan Islam siap menghadapi era Memberdayakan Karyawan, Kinerja melalui
millennial. Yakni siap menyiapkan sumber daya Umpan Balik Mengukur Kinerja,
manusia yang dibutuhkan di era millennial, dan Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, cet. III.
sekaligus dapat mengatasi berbagai problema Budi Djatmiko, Muhammad, (2011).
kehidupan yang timbul di era tersebut. Kesiapan Entrepreneurship Go International, Cara
pendidikan Islam dalam menghadapi era Mudah dan Benar Menjadi Pengusaha,
millennial ini, dapat dilihat pada, enam hal. Bandung:STEMBI Bandung Business
Yaitu (1)Sifat dan karakteristik Pendidikan School, cet. III.
Islam; (2)perhatian pendidikan Islam terhadap Buchori, Mochtar, (1994). Pendidikan dalam
perbaikan karakter yang cukup besar; Pembangunan, Jakarta:IKIM
(2)integralisme pendidikan Islam; (4)pendidikan Muhammadiyah Jakarta Press, cet. I.
Islam dalam penyiapan generasi unggul dan ------------, (2005). Pendidikan Antisipatoris,
YogyakartaLKanisius, cet. V.
keteladanan Rasulullah SAW; (5) perhatian
Byron, William J., (2010). The Power of Principles
pendidikan Islam terhadap bidang entrepreneur,
Etika untuk Budaya Baru Perusahaan,
dan (6)perhatian pendidikan Islam pada Yogyakarta:Kanisius.
manajemen modern.
Departemen Pendidikan Nasional, (2001).
3. Bahwa keberhasilan Rasulullah SAW dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
mendidik generasi awal pada khususnya, dan Sekolah, Jakarta:Diirektorat Jenderal
mengatasi problema umat pada umumnya adalah Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat
karena ketepatan beliau dalam memotret Pendidikan Menengah Umum, Departemen
permasalahan problema umat serta menawarkan Pendidikan Nasional.

26
Al-Djamali, Fadhil, (1920). Menerabas Krisis Pengembangan Sekolah/Madrasah,
Pendidikan Dunia Islam, Jakarta:Golden Jakarta:Prenada Media Group, cet.II. ---------
Trayon, cet.II --, (2006). Nuansa Baru Pendidikan Islam Mengurai
Jabali, Fu’ad, dan Jamhari, (2003). IAIN & Benang Kusut Dunia Pendidikan, Jakarta:Raja
Modernisasi Islam di Indonesia, Grafindo Persada,
Jakarta:UIN Jakarta Press, 1424 H./2003 M. Nata, Abuddin, (2014). Sosiologi Pendidikan Islam,
cet.I. (Jakarta: RajaGrafindo Persada, cet. I.
O’Neil, William F., (2008). Ideologi-ideologi ----------, (2015). Akhlak Tasawuf dan Karakter
Pendidikan, (alih bahasa:Omi Intan Naomi) Mulia, Jakarta:RajaGrafindo Persada, cet.
dari judul asli Educational Ideologies XIV.
Contemporary Expressions of Educational Noer, Deliar, (1982). Gerakan Modern Islam di
Philosophoes, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, Indonesia 1900-1942, Jakarta:LP3ES,
cet. I. Nucci, Larry P, dan Darcia Narvaes, Hand book,
Fuller, Graham E., (2010). A Wordl Without Islam, Pendidikan Moral dan Karakter Handbook
New York, Boston dan London:Little Brown of Moral and Character Education,
and Company. (Bandung:Nusa Media, 2015), cet. II.
Gregory, dan G.T. Lumpkin, (2003). Strategic Nugroho, Riant, (2015). Membangun Entrepreneur
Management Creating Competitive Indonesia Tantangan Manajemen
Advantage, New York, London:McGraw- Pemerintahan Jokowi, (Jakarta:Kompas
Hill, Irwin. Gramedia.
Hidayatullah, Taufik, Islam dan Pendidikan Karakter Nurfuadi, (2012). Profesionalisme Guru,
Paradigma Pendidikan Living Values Purwokerto:STAIN Press, Purwokerto.
Education (Studi Kasus di Sekolah Madania, Poeradisastra, S.I.Sumbangan Islam kepada Ilmu &
(Jakarta:Sekolah Pascasarjana Universitas Peradaban Modern, (Jakarta:LP3M, 1986),
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah cet. II
Jakarta. Purwanto, Iwan, (2007). Manajemen Strategi,
Ismail, Saminan, (2013). Budaya Sekolah Islam, Bandung:Yrama Widya, cet. I.
Bandung:Rizqi Press, cet. I. Rangkuti, Freddy, SWOT Balance Scorecard, (2017).
Al-Kailany, Majid Irsan, al-Fikry al-Tarbawiy ind Teknik Menyusun Strategi Korporat yang
Ibn Taimiyah, Madinah al-Munawwarh: Efektif plus Cara Mengelola Kinerja dan
Maktabah Dar al-Turats, tp. Th.. Risiko, Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama,
Langgulung, (1986), Manusia dan Pendidikan suatu cet. XI.
Analisa Psikologi dan Pendidikan, Rozak Abd. (2010). Pengembangan Profesi Guru,
Jakarta:Pustaka Alhusna, cet. I. Jakarta:Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Lickona, Thomas, (2012), Character Matters Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah
Persoalan Karakter Bagaimana Membantu Jakarta, Cet. I.
Anak Mengembangkan Penilaian yang Baik, Sallis, Edward, (2006). Total Quality Management in
Integritas, dan Kebajikan Penting Lainnya, Education, Manajemen Mutu Pendidikan,
Jakarta:Bumi Aksara, cet. I. Jogjakarta:IRCiSoD, cet. I.
Al-Maraghy. Ahmad Mushthafa, Tafsir al-Maraghy, Al-Sarjani, Raghib, Sumbangan Islam pada Dunia,
al-Mujallid I, Beirut: Dar al-Fikr, tp. Th. (Jakarta:Pustaka al-Kautsar, 2011), cet. I.
Mastuhu, (2007), Sistem Pendidikan Nasional, Saridjo, Marwan, (ed.), (2009). Mereka Bicara
Ciputat:Lentera Hati, cet. I. Pendidikan Islam sebuah Bunga Rampai,
---------, (1999), Memberdayakan Sistem Pendidikan Jakarta:RajaGrafindo Persada, cet. I.
Islam, Jakarta:Logos Wacana Ilmu, cet. II. Soetjipto dan Raflis Kosasi, (2009). Profesi
Al-Mawardy, Abi al-Hasan Ali bin Muhammad bin Keguruan, Jakarta:Rineka Cipta dan Pusat
Jaib al-Bashry, Adab al-Dun-ya wa al-Din, Perbukuan Depdiknas.
Beirut: Dar al-Fikry, tp.th. Sudaryono, (2014). Perilaku Konsunen dalam
Moeljono, Djokosantoso dan Steve Sudjatmiko, (ed.), Perspektif Pemasaran, Jakarta:Lentera Ilmu
(2007), Corporate Culture:Challenge to Cendekia, cet. I.
Excellence, Jakarta:PT Elex Media Suryana, Yuyus, dan Kartib Bayu, (2010).
Komputindo Kelompok Kompas-Gramedia, Kewirausahaan Pendekatan Karakteristik
cet. I. Wirausahawan Sukses,
Muhaimin, (2009). Pengembangan Kurikulum (Jakarta:Prenadamedia Group, cet. I.
Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Syafruddin, (2010). Kepemimpinan Pendidikan
Perguruan Tinggi, Jakarta:Raja Grafindo Akuntabilitas Pimpinan Pendidikan dalam
Persada. Konteks Otonomi Daerah, Ciputat:Quantum
Teaching.
Muhaimin, dkk, (2010). Manajemen Pendidikan
Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana
27
Tjahjono, Herry, (2011). Culture Based Leadership
Menuju Kebesaran Diri & Organisasi
melalui Kepemimpinan Berbasis Budaya
dan Budaya Kinerja Tinggi, Jakarta:Kompas
Gramedia, cet. I.
Toffler, Alvin, Author of Future Shock, (1980). The
Third Wave, New York:William Morrow
and Company, Inc.
Welsh, Frank, (2011). The History of the World from
the Dawn of Humanity to the Modern Age,
London:Quercus, cet. I.
Zenger, John H., Joseph R. Folman, et all, (2013). Ho
to Be Exceptional Mendorong Kesuksesan
Kepemimpinan dengan Melipatgandakan
Kekuatan, Jakarta:Gramedia.
Zubaidi, (2011). Desain Pendidikan Karakter
Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan, Jakarta:Prenada Media, ce. I.

28

Anda mungkin juga menyukai