2833 - Bahan Ajar Beton I - 05 New Analisis
2833 - Bahan Ajar Beton I - 05 New Analisis
ANALISIS BALOK T
1. PENGANTAR
Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis dan desain balok T, serta perincian
pembahasan yang mencakup :
Analisis Balok T
Pembatasan Penulangan Tarik Balok T
Setelah mengikuti dan menyelesaikan materi pada bab keempat ini, mahasiswa
dapat menganalisis struktur balok T.
2. PENYAJIAN
2.1. Pendahuluan
Dipohusodo, I, (1994), menyatakan komponen lantai atau atap bangunan gedung
struktur beton bertulang dapat berupa plat dengan seluruh beban yang didukung langsung
dilimpahkan ke kolom dan selanjutnya ke fondasi bangunan. Bentangan struktur plat yang
demikian tidak dapat panjang karena pada ketebalan tertentu akan menghasilkan struktur
yang tidak hemat dan praktis. Oleh karena itu telah dikembangkan jenis struktur plat yang
bertujuan untuk memperoleh bentangan sepanjang mungkin dengan beban mati yang
sekecil mungkin.
Salah satu diantaranya dengan menggunakan sistem Balok Anak dan Balok Induk,
terdiri dari plat yang bertumpu pada balok anak yang membentuk rangka dengan balok
induk serta kolom sebagai penopang struktur secara keseluruhan. Pada sistem seperti ini,
umumnya balok induk dan balok anak dicetak menjadi satu kesatuan monolit dengan plat.
Sistem berbeda dapat juga dilaksanakan, dimana hubungan plat dan balok bukan
merupakan satu kesatuan monolit, baik dengan cara pracetak maupun cetak di tempat.
Gambar 5.1. menunjukkan sistem monolitik tipikal. Pada umumnya balok anak membagi
bentangan balok induk menjadi setengah, sepertiga, seperempat seperti pada gambar 5.2.
Analisis dan perencanaan balok yang dicetak menjadi satu kesatuan monolit dengan
plat lantai atau atap, didasarkan pada anggapan bahwa antara plat dengan balok-balok
terjadi interaksi saat menahan momen lentur positif yang bekerja pada balok. Interaksi
antara plat dan balok-balok yang menjadi satu kesatuan pada penampangnya membentuk
huruf T tipikal, dan oleh karena itulah balok-balok dinamakan balok T.
Seperti tampak pada gambar 5.3, plat akan berlaku sebagai lapis sayap (flens) tekan
dan balok-sebagai badan. Plat yang berfungsi sebagai flens dari balok T juga harus di
rencana dan diperhitungkan tersendiri terhadap lenturan pada arah melintang terhadap
balok-balok pendukungnya. Dengan demikian plat yang berfungsi sebagai flens tersebut
akan berperilaku sebagai komponen struktur yang bekerja pada dua arah lenturan yang
saling tegak lurus. Pada perpotongan antar-balok T, struktur akan mendukung momen
lentur negatif dimana tepi atas plat berada dalam keadaan tertarik sedangkan badan balok
di bagian bawah dalam keadaan terdesak.
Untuk keperluan perencanaan dan analisis, serta penyederhanaan perilaku plat
terlentur pada dua arah rumit, standar SK SNI menetapkan kriteria lebar efektif tertentu
untuk plat (flens) yang diperhitungkan bekerjasama dengan balok-balok dalam rangka
menahan momen lentur yang bekerja pada balok.
Standar SK SNI memberikan pembatasan lebar flens efektif balok T sebagai
berikut :
1). Lebar flens efektif yang diperhitungkan tidak lebih besar dari seperempat panjang
bentang balok, sedangkan lebar efektif bagian plat yang menonjol di kedua sisi dari
balok tidak lebih dari delapan kali tebal plat, dan juga tidak lebih besar dari separuh
jarak bersih dengan balok di sebelahnya.
Lebar flens efektif yang diperhitungkan tidak lebih besar dan diambil nilai terkecil
dari nilai-nilai berikut :
a. Seperempat panjang bentang balok
b. bw + 16 hf
c. jarak dari pusat ke pusat antar balok
2). untuk balok yang hanya mempunyai flens pada satu sisi, lebar efektif bagian plat
yang menonjol yang diperhitungkan tidak lebih besar dari :
a. 1/12 panjang bentang balok
b. 6 kali tebal pelat = 6 hf
c. ½ jarak bersih dengan balok disebelahnya
3). Untuk balok yang khusus dibentuk sebagai balok T dengan maksud untuk
mendapatkan tambahan luas daerah tekan, ketebalan flens tidak boleh lebih besar
dari separoh lebar balok, dan lebar flens total tidak boleh lebih dari empat kali lebar
balok.
Persyaratan daktilitas balok T sama dengan yang disyaratkan bagi balok persegi
dimana rasio penulangan maksimum tidak boleh lebih besar dari 0,75 b. Tetapi nilai
tersebut tidaklah sama dengan nilai-nilai yang tercantum dalam tabel untuk balok persegi,
karena bentuk balok T memberikan daerah tekan khusus yang cenderung lebih luas.
Sedangkan rasio penulangan minimum ditetapkan sesuai dengan :
1,4
min
fy
Gaya tarik total Ts pada keadaan batas (ultimit) dihitung dengan menggunakan
persamaan :
Ts = As . fy
Untuk proses analisis harus diketahui terlebih dahulu bentuk blok tegangan tekan.
Gaya tekan total Cc harus seimbang dan sama dengan gaya tarik total Ts. Bentuk blok
tegangan tekan harus sesuai dengan luasan daerah beton tekan.
Dengan demikian terdapat dua kemungkinan keadaan yang akan terjadi, blok
tegangan tekan seluruhnya masuk di dalam daerah flens atau meliputi seluruh daerah flens
ditambah sebagian lagi masuk di badan balok.
b
c = 0,003 fc ‘
hf c a = 1. c ND
a
d z d
2
As NT
s
bw
Asumsikan bahwa garis netral terletak pada sayap (flange) ; c < hf. Juga asumsikan fs
= fy untuk menjamin keruntuhan yang terjadi adalah tension failure.
Cc = 0,85 . fc’ . a . b
Ts = As . fy
Jika c < hf, maka garis netral terletak di dalam sayap (flens), sehingga :
a
Mn = C c . d
2
a
= 0,85 f c '.b.a. d
2
Atau :
a
Mn = Ts . d
2
a
= A s .f y . d
2
Dengan : Mu = Mn = 0,8 Mn
Untuk kontrol daktilitas tulangan, caranya sama dengan balok persegi bertulangan
tunggal.
hf a
d d
2 2
Sehingga :
h
Mnf = C cf . d f
2
h
= 0,85 f c '.b e - b w .h f . d f
2
Atau :
h
Mnf = Tsf . d f
2
h
= A sf .f y . d f
2
Sehingga :
a
Mnw = C cw . d
2
a
= 0,85 f c '.b w .a. d
2
Atau :
a
Mnw = Tsw . d
2
a
= A sw .f y . d
2
Momen nominal, Mn :
a h
Mn = 0,85.fc’.a.bw. ( d ) + 0,85.fc’.(b-bw).hf ( d f )
2 2
3. Hitung gaya tekan yang tersedia apabila hanya daerah flens saja yang menyediakan
daerah tekan, Cc = 0,85 fc’. b . hf
4. Apabila Ts > Cc, balok berperilaku sebagai balok T murni dan selisih gaya tekan akan
ditampung di sebagian daerah badan balok di bawah flens. Sedangkan bila
Ts < Cc, balok berperilaku sebagai balok persegi dengan lebar b, atau balok T persegi.
6. Periksa min,
1,4 As
min dan aktual
fy b w .d
y
A.y
A
Kemudian, z = d - y
8. Hitung momen tahanan, MR = . Cc . (z) atau = . Ts . (z)
9. Pemeriksaan persyaratan daktilitas menggunakan ungkapan As (maks) dari daftar 5.1
harus lebih besar dari As aktual.
As
b.d
7. Mengacu pada tabel Appendiks A dalam Dipohusodo, I (1994), didapatkan nilai k
yang diperlukan untuk nilai yang didapat dari langkah (6).
8. Hitung momen tahanan, MR = .b.d2.k
9. Pemeriksaan persyaratan daktilitas dengan menggunakan ungkapan As (maks) dari daftar
5.1 harus lebih besar dari As aktual.
= 141,177 mm
a
c =
1
141,177
=
0,85
= 166,09 mm
Ternyata diperoleh c = 166,09 mm > hf = 125 mm, sehingga balok harus dianalisis
sebagai balok T murni.
b. Analisa balok T
Balok Sayap
Luas zona tekan = (be – bw). hf
Syarat keseimbangan : H = 0
Ccf = Tsf
0,85. fc’. (be – bw) . hf = Asf . fy
0,85. f c '.be bw .h f
Asf =
fy
0,85.20
. 500 250
. 125
=
400
= 1328,125 mm2
Sehingga :
h
Mnf = Tsf . d f
2
h
= A sf .f y . d f
2
Balok Badan
Luas tulangan tarik pada badan,
Asw = As total – Asf = 3000 – 1328,125 = 1671,875 mm2
Syarat keseimbangan : H = 0
Ccw = Tsw
0,85. fc’. bw . a = Asw . fy
A sw .f y
a =
0,85.f c '.b w
1671,875. 400
0,85.20
. 250
=
= 157,353 mm
Sehingga :
a
Mnw = Tsw . d
2
a
= A sw .f y . d
2
ρ < ρmax
ρ < 0,75 . ρb
0,85 f c '.1 600
ρb = . ρf
fy 600 f y
0,85. 20
. 0,85 600 1328,125
.
600 400 250
. 610
=
400
= 0,030396
ρmax = 0,75 . ρb
= (0,75) . (0,030396)
= 0,022797
ρmin < ρ < ρmax ,yaitu 0,0035 < 0,01967 < 0,022797 ..............OK
2. Suatu balok T seperti pada gambar mempunyai fy = 400 MPa dan fc’=20 MPa,
Es = 200000 MPa dan As=2000 mm2.
Tentukan Mn untuk :
a. hf = 100 mm
b. hf = 30 mm
Penyelesaian :
a. hf = 100 mm
Asumsikan fs = fy dan c < hf
As . f y
a = 0,85. f c '.b
2.000 x 400
a = 0,85 x 20 x 800
a = 58,82 mm
a 58,82
c = 69,20 mm
β1 0,85
c < hf
69,20 < 100 mm ..... Garis netral terletak pada flange !
Momen nominal :
Mn = As. fy (d-0,5a)
= 2.000 x 400 x (300 – (0,5 x 58,82))
= 216.472.000 N.mm 216,47 kN.m
s > y
b. hf = 30 mm
Asumsikan fs = fy dan c < hf
As . f y
a = 0,85. f c '.b
2.000 x 400
a = 0,85 x 20 x 800
a = 58,82 mm
a 58,82
c = 69,20 mm
β1 0,85
c > hf
69,20 > 30 mm ..... Garis netral terletak pada web !
a 145,29
c = 170,93 mm
β1 0,85
Momen ultimit, Mu :
h
Mn
= c
w
a
2 c
w f
0 ,85 f '.a .b d 0 ,85 f '. b b h d
f
2
145 , 29
= 0 ,85 x 20 x 145 , 29 x 200 300 2
30
0 ,85 x 20 800 200 30 300 2
= 199.520.187 N.mm 199,520 kN.m
s > y
0,0023 > 0,002 ..... Baja tulangan telah leleh, OK !
3. Balok T merupakan bagian dari suatu sistem lantai dengan jarak spasi antar balok
800 mm, b = 800 mm, bw = 250 mm, hf = 50 mm, d = 300 mm, As = 3D29. Hitunglah
kuat momen tahanan MR apabila fy = 400 MPa dan fc’=20 MPa.
Penyelesaian :
- Karena panjang bentangan tidak diketahui, lebar flens efektif ditentukan berdasarkan
tebal flens dan jarak antara balok satu dengan lainnya.
bw + 16 hf = 250 + 16 (50) = 1050 mm
Jarak antara balok ke balok = 800 mm
Maka dipilih nilai yang terkecil, yaitu b yang digunakan = 800 mm
- Dianggap bahwa tulangan baja tarik mencapai tegangan luluhnya, untuk kemudian
menghitung Ts :
Dari Tabel A-4, Luas Penampang Tulangan Baja :
Dia. Luas Penampang (mm2)
batang Jumlah Batang
(mm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
6 28,3 56,6 84,9 113,1 141,4 169,6 197,9 226,2 254,5
8 50,3 100,6 150,9 201,1 251,4 301,6 351,9 402,2 452,4
9 63,6 127,2 190,8 254,5 318,1 381,6 445,2 509,0 572,6
10 78,5 157,0 235,6 314,2 392,7 471,2 549,8 628,3 760,9
12 113,1 226,2 339,3 452,4 565,5 678,6 791,7 904,8 1017,9
13 132,7 265,4 398,2 630,9 663,7 796,4 929,1 1061,8 1194,6
14 154,0 308,0 462,0 616,0 770,0 924,0 1078,0 1232,0 1386,0
16 201,1 402,2 603,2 804,2 1005,3 1206,4 1407,4 1608,5 1809,5
18 254,5 509,0 763,4 957,9 1272,4 1526,8 1781,3 2035,8 2290,2
19 283,5 567,0 850,5 1134,0 1417,5 1701,0 1984,5 2268,0 2551,5
20 314,2 628,4 942,5 1256,6 1570,8 1885,0 2199,1 2513,3 2827,4
22 380,1 760,2 1140,4 1520,5 1900,7 2280,8 2660,9 3041,0 3421,2
25 490,9 981,8 1472,6 1963,5 2454,8 2945,2 3436,1 3927,0 4418,1
28 615,7 1231,5 1847,3 2463,0 3078,7 3694,6 4310,3 4926,0 5541,7
29 660,5 1321,0 1981,6 2642,1 3302,6 3963,2 4623,7 5284,0 5944,5
32 804,3 1608,6 2412,8 3217,0 4021,3 4825,5 5629,8 6434,0 7238,3
36 1017,9 2035,8 3053,6 4071,5 5089,4 6107,2 7125,1 8143,0 9160,9
40 1256,6 2513,3 3769,9 5026,6 6283,2 7539,8 8796,6 10053 11309
50 1963,5 3927,0 5890,5 7854,0 9817,5 11781 13745 15708 17672
Ts = As . fy
= (1982) . (400)
= 792.800 N
= 792,8 kN
- Seandainya flens ditegangkan penuh seluruhnya hingga mencapai 0,85 fc’, akan
memberikan gaya tekan total :
Cc = 0,85 fc‘ . hf . b
= 0,85 . (20) . (50) . (800)
= 680.000 N
= 680,0 kN
- Karena Ts > Cc yaitu 792,8 kN > 680,0 kN, daerah blok tegangan tekan akan meliputi
flens seluruhnya ditambah sebagian masuk ke daerah balok di bawah flens, dengan
sisa gaya tekan yang bekerja adalah :
Cc = 792,8 – 680
= 112,8 kN
Tampak bahwa daerah blok tegangan tekan masuk ke daerah balok di bawah
flens, oleh karenanya dilakukan analisis balok T murni.
- Sisa gaya tekan tersebut di atas (Ts – Cc) bekerja di daerah badan balok di bawah flens:
Ts - Cc = 0,85 fc’ . bw . (a - hf)
50
112.800
0,8520
. 250
=
= 76,5 mm
- Pemeriksaan min :
1,4 1,4
min = 0,0035
f y 400
As 1982
aktual 0,0264
b w .d 250
. 300
=
- Untuk menghitung besarnya kopel momen dalam, perlu diketahui terlebih dahulu jarak
lengan antara gaya Cc dan Ts. Kedudukan Ts adalah tepat pada titik pusat luas tulangan
tarik sedangkan Cc pada titik pusat luasan daerah tekan. Dengan mengacu pada garis
tepi sisi atas penampang, letak titik pusat luasan terhadap tepi atas dapat ditetapkan
sebagai berikut :
A.y
A
y =
- Untuk balok T penyelesaian akan lebih mudah dengan cara membandingkan jumlah
luas tulangan tarik aktual terhadap 75% tulangan tarik perlu untuk mencapai keadaan
seimbang (0,75 Asb).
.d
600
cb =
f y 600
.300
600
=
400 600
= 180 mm
- Dengan menggunakan hubungan yang sudah dikenal pada balok persegi a = 0,85 c,
yang kurang lebih dapat juga diterapkan untuk balok T :
Ab = 0,85 . (180) = 153 mm
- Sedangkan :
As(maks) = 0,75 Asb = 0,75 . (2794) = 2096 mm2
.d
600
1. c b
f y 600
Dengan memasukkan berbagai pasangan nilai kombinasi fc’ dan fy, didapat nilai
As (maks) dalam bentuk daftar seperti pada daftar 5.1.
Sesuai dengan contoh 1, dengan menggunakan persamaan tersebut di atas dihitung
As (maks) yang diijinkan oleh peraturan :
0,51d
A s maks 0,0319.h f b b w bw
hf
0,51300
0,0319.50 800 250 250
50
1,595 800 515
2097 mm 2 2096 mm 2
Nilai tersebut adalah luas penampang tulangan tarik yang diijinkan dipasang sehubungan
dengan persyaratan daktilitas struktur. Karena nilainya masik lebih besar dari luas
penampang tulangan aktual As terpasang (2097 > 1982), dijamin akan tercapai persyaratan
hancur liat (daktail) sesuai dengan peraturan. Tampak bahwa nilai As (maks) yang didapat
sebenarnya tidak berbeda jauh dengan nilai 0,75 Asb.
- Karena 2550 > 1188,9, maka flens menyediakan daerah tekan cukup luas sedemikian
sehingga blok tegangan tekan seluruhnya masih berada didalamnya. Maka balok
berlaku sebagai balok T persegi dengan lebar b = 1500 mm
- Untuk balok demikian, meskipun untuk menentukan MR dianggap sebagai balok T
persegi, ada kemungkinan pada waktu melakukan pemeriksaan As maksimum, balok
tersebut berperilaku sebagai balok T murni pada keadaan seimbang.
- Pemeriksaan min :
1,4 1,4
min = 0,0047
f y 300
As 3963
aktual 0,0260
b w .d 250
. 610
=
- Harap menjadikan perhatian, dalam kasus ini diperlukan sikap hati-hati untuk tidak
mencampur-adukkan dua pengertian yang berbeda antara rasio penulangan aktual
yang digunakan untuk menghitung kuat momen dan yang digunakan untuk
membandingkannya dengan min. Kedua rasio penulangan dihitung dengan cara dan
penggunaan yang berbeda.
- As aktual =3963 mm2, karena 8987 > 3963 balok akan berperilaku daktail (liat) dan
seperti anggapan pada awal perhitungan bahwa tulangan baja tarik sudah meluluh
pada waktu terjadi momen ultimit.
3. DAFTAR PUSTAKA
a. Asroni, A, 2010, “Balok dan Pelat Beton Bertulang”, Yogyakarta, Graha Ilmu.
b. Dipohusodo, I, 1994, “Struktur Beton Bertulang”, Jakarta, PT. Gramedia.
c. Pratikno, “Diktat Konstruksi Beton I”, Jakarta, Politeknik Negeri Jakarta
d. Wahyudi, L dan Rahim, S.A, 1999, “Struktur Beton Bertulang; Standar SNI T-15-
1991-03”, Jakarta, PT. Gramedia.
e. Standar Nasional Indonesia (SNI) Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk
Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002), 2007, Surabaya, ITP Press.