Abstract
Disputes are inevitable. Disputes can occur in almost all aspects of life . In Karo communities, disputes are
generally associated with the object of inheritance . Land as one of the objects of inheritance is considered
to have more value in Karo communities . Therefor disputes that occur are usually associated with land
ownership . Due to the disputes that happens is still in the realm Karo local law, then Karo customary law
and existing national laws should be taken into account.
Keywords: disputes, inheritance, land, local law, karo.
Intisari
Sengketa merupakan hal yang tidak terelakkan dalam kehidupan bermasyarakat. Sengketa dapat terjadi
dalam hampir seluruh aspek kehidupan. Pada masyarakat adat Karo sengketa yang terjadi pada umumnya
berkaitan dengan objek waris. Tanah sebagai salah satu objek waris dianggap memiliki nilai “lebih”
dalam masayarakat adat Karo. Untuk itu sengketa waris adat yang terjadi biasanya berkaitan dengan
kepemilikan tanah. Dikarenakan sengketa waris yang terjadi masih dalam ranah masyarakat adat, maka
dalam penyelesaiannya juga tetap memperhatikan hukum adat dan hukum nasional yang ada.
Kata Kunci: sengketa, waris, tanah, adat, karo.
Pokok Muatan
A. Pendahuluan . ..................................................................................................................................... 454
B. Pembahasan ....................................................................................................................................... 455
1. Sengketa Waris Tanah Adat .......................................................................................................... 455
2. Upaya Penyelesaian Sengketa Waris Tanah Adat pada Masyarakat Adat Karo ........................... 457
C. Penutup .............................................................................................................................................. 464
*
Alamat korespondensi: mariakabans@yahoo.com.
454 MIMBAR HUKUM Volume 28, Nomor 3, Oktober 2016, Halaman 453-465
1
Tolib Setiady, 2008, Intisari Hukum Adat Indonesia (Dalam Kajian Kepustakaan), Penerbit Alfabeta, Bandung, hlm. 281.
2
Hilman Hadikusuma, 1990, Hukum Perkawinan Adat, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 188.
3
Ibid., hlm. 188-189.
4
Tolib Setiady, Op. cit., hlm. 289.
Kaban, Penyelesaian Sengketa Waris Tanah Adat pada Masyarakat Adat Karo 455
masyarakat adat karo maka penelitian ini dibatasi dalam ruang lingkup penelitian hukum,
oleh waris tanah adat pada masyarakat karo yang istilah sengketa (dispute) telah menjadi
istilah baku dalam praktik hukum.6
mempunyai sistem kekerabatan patrilineal (garis
keturunan dari pihak bapak). Dari beberapa pengertian sengketa
yang telah diuraikan di atas maka dapat
B. Pembahasan ditarik kesimpulan bahwa sengketa adalah
1. Sengketa Waris Tanah Adat perselisihan yang terjadi antara dua belah
a. Definisi Sengketa piahk atau lebih yang terakumulasi hingga
Menurut kamus umum Bahasa Indo para pihak yang tidak terlibat dalam
nesia, sengketa adalah pertengkaran; perban perselisihan tersebut mengetahui akan adanya
tahan, pertikaian; perselisihan; percederaan, sengketa tersebut.
dan perkara.5 Sedangkan menurut badan b. Definisi Waris Adat
arbitrase perdagangan berjangka komoditi, Waris adalah proses beralihnya harta
sengketa adalah suatu pertentangan atas kekayaan dari si pewaris kepada ahli waris.
kepentingan, tujuan dan/ atau pemahaman Dalam hukum adat, proses peralihan harta
antara 2 (dua) pihak atau lebih. Sengketa akan kekayaan ini dapat terjadi pada saat pewaris
menjadi masalah hukum apabila pertentangan telah meninggal dunia, ataupun sebelum
tersebut menimbulkan perebutan hak, pewaris meninggal dunia, yang diwariskan
pembelaan atau perlawanan terhadap hak adalah harta milik pewaris yang dapat
yang dilanggar, dan/atau tuntutan terhadap berwujud maupun tidak berwujud. Peralihan
kewajiban atau tanggungjawab. harta kekayaan yang terjadi setelah pewaris
Sengketa atau penggunaannya dalam meninggal dunia disebut wasiat sedangkan
bahasa inggris disebut dengan conflict men peralihan harta kekayaan sebelum pewaris
dapat persepsi ganda oleh kalangan para meninggal dunia disebut hibah.
sarjana. Beberapa sarjana berpendapat bah Menurut I Gede A.B Wiranata harta
wa antara sengketa dan conflict memberi warisan dapat dibagi menjadi beberapa yaitu:
kan nuansa yang berbeda dalam cara Pertama, Harta warisan adalah harta
pendefenisiannya. Sengketa dipersamakan kekayaan dari pewaris yang telah wafat,
dengan dispute dalam bahasa inggris yang baik harta itu telah dibagi atau masih
dalam keadaan tidak terbagi-bagi.
mempunyai arti adanya perselisihan atau
Istilah ini dipakai untuk membedakan
perbedaan pandangan yang telah diketahui dengan harta yang didapat seseorang
oleh pihak-pihak yang tidak terlibat dalam bukan dari peninggalan pewaris,
perselisihan tersebut. Dalam hal pengertian melainkan didapat sebagai hasil usaha
pencaharian sendiri di dalam ikatan
konflik, Nurnaningsih berpendapat:
atau di luar ikatan perkawinan. Jadi,
Sedangkan konflik merupakan perse warisan atau harta warisan adalah
lisihan yang belum diketahui oleh harta kekayaan seseorang yang telah
pihak-pihak yang tidak terlibat di wafat. Kedua, Harta asal adalah semua
dalam perselisihan tersebut dan harta kekayaan yang dikuasai dan
mencakup perselisihan yang bersifat dimiliki pewaris sejak mula pertama,
laten, oleh karena itu konflik mem baik berupa harta peninggalan ataupun
punyai ruang lingkup yang lebih luas harta bawaan yang dibawa masuk ke
daripada sengketa, namun dalam peng dalam perkawinan dan kemungkinan
gunaannya secara ilmiah, khususnya bertambah selama perkawinan. Keti
5
W.J.S Poerwadarminta, 1999, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 916
6
Nurnaningsih Amriani, 2011, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, Raja Grafindo Press, Jakarta, hlm. 12.
456 MIMBAR HUKUM Volume 28, Nomor 3, Oktober 2016, Halaman 453-465
ga, Harta peninggalan adalah harta benda semasa seseorang masih hidup.
ini menunjukkan harta warisan yang Lembaga yang dipakai dalam hal ini
belum terbagi atau tidak terbagi-bagi ialah Hibah.9
disebabkan salah seorang pewaris
masih hidup. Misalnya harta pening Sistem pewarisan hukum adat menga
galan ayah yang telah wafat yang nut sistem aliran air, dimana yang pertama
masih dikuasai ibu yang masih hidup kali mendapatkan warisan adalah ahli waris
atau sebaliknya harta peninggalan ibu keturunan ke bawah yaitu anak, cucu, dan
yang telah wafat, tetapi masih dikuasai
ayah yang masih hidup. Termasuk seterusnya ke bawah (golongan ke-1).
di dalamnya ialah harta pusaka. Apabila keturunan ke-1 tidak ada (terdinding)
Keempat, Harta pusaka. Harta ini maka warisan akan jatuh kepada orang tua
dikategorikan ke dalam harta pusaka pewaris (golongan ke-2). Apabila keturunan
tinggi dan harta pusaka rendah. Harta
golongan ke-1 dan ke-2 terdinding maka
pusaka tinggi berasal dari zaman
leluhur, yang disebabkan keadaannya, warisan akan jatuh pada saudara pewaris
kedudukannya, sifatnya tidak patut , beserta keturunannya (golongan ke-3),
tidak pantas, dan tidak dapat dibagi- kemudian dengan terdindingnya ahli waris
bagi. Kelima, Harta perkawinan
golongan ke-1, ke-2 dan ke-3 maka warisan
Harta ini menunjukkan semua harta
kekayaan yang dikuasai atau dimiliki akan jatuh kepada golongan ke-4 yaitu kakek
oleh semua istri disebabkan adanya dan nenek pewaris.
ikatan perkawinan.7 Unsur penting dalam pewarisan antara
Soepomo merumuskan hukum adat waris lain adanya pewaris, ahli waris dan harta
adalah sebagai berikut: peninggalan, tanpa terpenuhinya salah satu
unsur di atas maka, proses pewarisan tidak
Hukum Adat Waris memuat peraturan-
peraturan yang mengatur proses akan terjadi. Sistem pewarisan adat sangat
meneruskan serta meng-over-kan tergantung dari sistem kekerabatan yang
barang-barang harta benda dan barang- berlaku oleh masing-masing masyarakat
barang yang tidak terwujud benda adat seperti sistem kekerabatan patrilineal,
(immaterielle goederen) dari suatu
angkatan manusia (generatie) kepada matrilineal, dan bilateral. Hukum adat waris
turunannya. (proses itu telah dimulai mengenal adanya tiga sistem kewarisan,
dalam waktu orangtua masih hidup. yaitu: Pertama, Sistem kewarisan indivi
Proses tersebut tidak menjadi akut oleh dual, Sistem pewarisan dimana setiap
sebab orangtua meninggal dunia).8
waris mendapatkan pembagian dari harta
Sedangkan menurut Bushar Muhammadd peninggalan untuk dapat dimiliki menurut
menyebutkan sebagai berikut: bagiannya masing-masing. Sistem kewarisan
Hukum waris adalah serangkaian ini terdapat pada masyarakat jawa, batak,
peraturan yang mengatur penerusan Sulawesi, dan lainnya. Kedua, Sistem
dan peng-over-an harta peninggalan kewarisan kolektif. Sistem kewarisan kolektif
atau harta warisan dari sesuatu generasi
ke generasi lain, baik mengenai benda adalah sistem pewarisan dimana sekelompok
material maupun imaterial. Bahwa ahli waris secara bersama-sama merupakan
hukum waris dimaksud mencakup secara badan hukum, dimana harta tersebut
pula persoalan-persoalan, tindakan- disebut sebagai Harta Pusaka tidak boleh
tindakan mengenai pelimpahan harta
dibagi-bagikan pemiliknya di antara para
7
I Gede A.B Wiranata, 2005, Hukum Adat Indonesia Perkembangannya dari Masa ke Masa, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 20.
8
Tolib Setiady. Op. cit., hlm. 281.
9
Ibid., hlm. 282.
Kaban, Penyelesaian Sengketa Waris Tanah Adat pada Masyarakat Adat Karo 457
ahli waris dimaksud dan hanya boleh dibagi- tanah adat /tanah ulayat/tanah hak pertuanan
bagikan pemakaiannya saja kepada mereka adalah suatu lingkungan tanah yang hidup
itu seperti dalam masyarakat matrilineal. dalam kekuasaan masyarakat adat yang sah.11
Ketiga, Sistem kewarisan mayorat. Sistem Tanah adat ini dapat berupa kolam, sawah,
kewarisan mayoran adalah sistem kewarisan lahan kosong, hutan, pantai, dan lain-lain.
seorang anak menerima warisan berupa Pada masyarakat adat pada umumnya
sebagian besar atau keseluruhan, sistem terdapat tanah-tanah yang dikuasai oleh
kewarisan ini terdapat di Bali dimana terdapat masyarakat yang bersangkutan yang diatur
hak mayorat anak laki-laki yang tertua dan di menurut hukum adatnya masing-masing.
tanah semendo dimana terdapat hak mayorat Mengenai masyarakat hukum, Soerjono
anak perempuan tertua. Soekanto mengemukakan:
c. Definisi Tanah Adat Dalam masyarakat Indonesia terda
Tanah mempunyai peranan penting pat persekutuan-persekutuan. Ada
bagi masyarakat hukum adat. Tanah adalah persekutuan (dahulu) dimana warga
nya mempunyai hubungan kekera
tempat tinggal, bercocok tanam, tempat
batan yang erat dan berdasarkan
dimana anggota masyarakat adat dikuburkan, keturunan satu nenek moyang, ada
serta tanah merupakan tempat tinggalnya juga pesekutuan yang tidak berdasar
makhluk gaib dan roh-roh para leluhur. Di hubungan kekeluargaan, tetapi berdasar
samping itu, tanah juga bersifat tetap dalam daerah atau wilayah yang didiami, dan
ada persekutuan yang dasarnya tidak
artian tidak berubah-ubah meskipun apapun hanya hubungan kekerabatan akan
yang terjadi tanah tersebut akan tetap. Dilihat tetapi juga daerah atau wilayah yang
dari lapangan hukum harta kekayaan pun, didiami. Persekutuan tersebut baik
tanah merupakan harta benda tetap yang yang pertama maupun yang kedua
atau yang ketiga mempunyai warga
dapat diwariskan kepada ahli waris dari si
yang teratur, yang agak tetap, yang
pemilik tanah tersebut. mempunyai pemerintahan sendiri
Berdasarkan penjelasan di atas dapat (kepala dan pembantunya), mempunyai
kita simpulkan bahwa antara masyarakat harta material dan inmaterial sendiri,
persekutuan ini adalah dalam suasana
hukum adat dengan tanah mempunyai
rakyat dapat disebut persekutuan
keterikatan religio magis yang membuat hukum. Selanjutnya dalam persekutuan
tanah mempunyai bidang pengaturan tersebut ada keterikatannya dengan
sendiri berupa hukum tanah dalam hukum tanah desanya yaitu daerahnya,
adat. Hubungan yang serta dan bersifat mengikat kelompok-kelompok yang
tinggal disitu dan yang tidak mem
religio magis ini menyebabkan persekutuan punyai hubungan kekeluargaan men
memperoleh hak untuk menguasai tanah jadi suatu persekutuan hukum suatu
dimaksud, memanfaatkannya tanah itu, kesatuan (genelaogis).12
memungut hasil dari tumbuh-tumbuhan dan 2. Upaya Penyelesaian Sengketa Waris
atau pohon-pohonan yang hidup di atas tanah Tanah Adat Pada Masyarakat Adat Karo
tersebut serta juga berburu binatang-binatang Masyarakat adat Karo merupakan
yang hidup di situ.10 Tanah yang dikuasai masyarakat hukum yang memiliki sistem hukum
oleh masyarakat hukum adat disebut juga adatnya sendiri yang diakui dan dihormati dalam
10
Tolib Setiady, Ibid., hlm. 312.
11
Djamanat Samosir, 2013, Hukum Adat Indonesia Eksistensi Dalam Dinamika Perkembangan Hukum di Indonesia, Nuansa Aulia, Bandung,
hlm. 103.
12
Soerjono Soekanto, 1985, Meninjau Hukum Adat Indonesia, Rajawali, Jakarta, hlm. 67.
458 MIMBAR HUKUM Volume 28, Nomor 3, Oktober 2016, Halaman 453-465
sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia. garis keturunan dari kebapakan mempunyai
Berbicara mengenai masalah berarti berbicara karakteristik: (1) Stelsel perkawinan di Karo bersifat
mengenai hukum adat Karo, hal ini disebabkan eksogami, perkawinan berlainan marga atau di luar
hubungan yang begitu erat antara masyarakat adat marga. Sebabnya secara empiris dapat diterangkan
Karo dengan tanahnya. Begitu eratnya hubungan bahwa satu marga dianggap satu keturunan atau
antara tanah dengan masyarakat adat Karo sehingga satu klan, sehingga perkawinan satu marga tidak
tanah dalam suku Karo mempunyai aturan mengenai diperkenankan. Dari sudut lain stelsel perkawinan
hukum tanah adat dan menjadi salah satu objek tersebut berakibat bahwa si wanita yang kawin telah
waris oleh masyarakat adat Karo. masuk marga/klan suaminya dan terlepas dari marga/
Dalam masyarakat adat Karo pada umumnya, klan keluarganya semula. Jadi tegasnya perkawinan
terdapat pengkategorian terhadap tanah, yakni: itu berakibat lepasnya si wanita dari marga/klan
Pertama, Taneh kuta (village land), Taneh kuta ayahnya dan masuk keluarga/klan suaminya. Dan
adalah tanah yang dimiliki oleh desa tertentu sebagai yang lepas itu sebenarnya adalah wanita itu bersama
pembeda dari kampung lain, termasuk di dalamnya hak dan kewajibannya dari marga/klan orangtuanya
tanah terbuka, kuburan, dan tanah kosong.13 sendiri. (2) Persekutuan hukum marga. Hampir
Kedua, Taneh kesain (ward land), Konsep taneh seluruh marga di Karo mempunyai persekutuan
kesain merujuk kepada kawasan perkampungan, hukum yang dikepalai oleh “bangsa taneh”/”anak
sebagai contoh, taneh Rumah Berneh menunjukkan taneh” dari marga itu yaitu “simatek”/mendirikan
bahwa tanah tersebut milik Kesain Rumah Berneh. “kuta”/kampung pada mulanya.16
Ketiga, Taneh nini (grandfather`s land), Konsep a. Penyelesaian Sengketa Melalui
taneh nini digunakan untuk tanah yang yang telah Runggun.
ditanami pertama kali oleh bapa (bapak/ayah), Pada masa sekarang ini peradilan
nini (kakek), nini nai (leluhur). Tanah ini dipunyai adat berangsur-angsur hilang, runggun kuta/
oleh anggota dari garis kekerabatan patrilineal. kesain, runggun urung, runggun sibayak,
Kelompok patrilineal dan anggotanya memiliki dan runggun sibayak berempat sudah tidak
ikatan yang sakral kepada tanah leluhurnya yang dipakai lagi dalam menyelesaikan masa
harus dipertahankan dengan tidak melepaskannya lah. Runggun yang masih dipakai saat ini
kepada orang lain. Tanah seperti ini pada umumnya hanyalah runggun keluarga dan umumnya
diwariskan dari ayah kepada anak laki-lakinya, dan runggun ini sering dipakai dalam nereh-
untuk kemudian akan selalu berada dalam keluarga empo17, penguburan, pindah rumah, perce
atau kelompok kekerabatan patrilineal.14 Keempat, raian, penggantian nama, dan juga dalam
Taneh kalimbubu (land of the kalimbubu),15 Konsep menyelesaikan masalah. Runggun dalam
taneh kalimbubu digunakan untuk tanah yang masyarakat Karo mempunyai makna yang
diberikan oleh kalimbubu kepada anak beru. Pada luas tidak hanya digunakan untuk menye
taneh kalimbubu, kalimbubu harus dilibatkan dalam lesaikan masalah saja, oleh karena itu
setiap keputusan yang berkaitan dengan taneh tidaklah etis untuk mendefinisikan runggun
kalimbubu. sebagai lembaga penyelesaian sengketa antar
Sistem pewarisan dalam masyarakat adat masyarakat adat Karo. Runggun baik dalam
Karo didasarkan pada garis keturunan ayah kegunaannya sebagai lembaga penyelesaian
(patriarchaat). Masyarakat Karo yang menarik masalah maupun dalam kegunaannya yang
13
Herman Slaats and Karen Portier, 1992, Traditional Decisioin-Making and Law. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hlm. 99.
14
Ibid., hlm. 106.
15
Herman Slaats and Karen Portier, Op. cit., hlm. 98.
16
Sarjani Tarigan, 2014, Sekilas Sejarah Pemerintahan Taneh Karo Simalem, SiBNB Press, Medan, hlm. 137.
17
Nereh adalah mengawinkan anak perempuan, Empo adalah mengawinkan anak laki-laki.
Kaban, Penyelesaian Sengketa Waris Tanah Adat pada Masyarakat Adat Karo 459
lain tetap memiliki susunan yang sama yaitu tujuan mereka diundang dalam runggun
adanya kalimbubu, anak beru, dan senina yang kemudian akan dijawab oleh anak beru
yang diwujudkan dalam konsep sangkep si yang diwakili oleh anak beru cekoh baka.
telu. Baik kalimbubu, anak beru, dan senina akan
Menurut Runtung, dibandingkan mempunyai pembicaranya masing-masing.
dengan forum masyarakat mufakat lainnya Acara runggun pada umumnya akan dipandu
maka runggun mempunyai beberapa ciri oleh anak beru cekoh baka.
khas yang penting yaitu:18 (1) Runggun itu Herman Slaats dan Karen Portier
adalah merupakan musyawarah sangkep mendeskripsikan tugas anak beru, senina,
si telu secara lengkap, yang berarti para dan kalimbubu dalam runggun yaitu: (1)
peserta runggun harus dapat mencerminkan Kelompok senina menjelaskan permasalahan
wakil-wakil dari masing-masing kelompok yang akan didiskusikan dan menilai masukan
kekeluargaan senina, anak beru, dan yang diajukan untuk menyelesaikan masalah.
kalimbubu. Suatu runggun tidak akan dimulai (2) Kelompok anak beru berkewajiban
apabila salah satu dari kelompok tersebut memberikan cara-cara penyelesaian masalah.
belum terwakili. (2) Dalam forum runggun (3) Kelompok kalimbubu menyetujui
hanya orang-orang yang telah menikah masukan yang diajukan kepada mereka.20
(kawin) saja yang dimintakan pendapatnya. Kebanyakan runggun untuk menyelesaikan
Proses diadakannya runggun pada permasalahan akan diadakan pada sore hari.
umumnya sama adalah dimulai dengan Runggun berdasarkan jenis masalah yang
adanya niat/keinginan para pihak untuk didiskusikan terbagi atas 2 yaitu: Pertama,
membawa permasalahan ke runggun, niat ini Runggun yang membicarakan masalah
kemudian didiskusikan dengan anak beru19 bukan sengketa dapat berupa runggun untuk
terdekat untuk menentukan waktu dan tempat membicarakan berbagai persiapan pelak
diadakannya runggun serta permasalahan sanaan pesta adat perkawinan (erdemu
apa yang akan disampaikan di runggun nanti. bayu), masuk rumah baru (mengket rumah),
Setelah diskusi dengan anak beru selesai, menabalkan nama anak yang baru lahir
maka anak beru kemudian memanggil anak (erbahan gelar), memutuskan tanggal pe
beru lain untuk menginformasikan rencana laksanaan pesta tahunan (kerja tahun),
diadakannya runggun dan berbagi tugas membicarakan berbagai pembangunan dan
mempersiapkan hal-hal yang diperlukan pemeliharaan sarana dan prasarana desa
untuk diadakannya runggun. Setelah per dan lain-lain. Kedua, Runggun yang mem
siapan selesai maka anak beru akan bicarakan penyelesaian sengketa adalah
mengundang kalimbubu dan senina agar runggun yang membicarakan penyelesaian
datang untuk runggun. sengketa yang terjadi dalam masyarakat baik
Sebelum memulai runggun biasanya sengketa keluarga, sengketa antar sesame
akan diadakan acara makan terlebih dahulu. warga desa, sengketa antar warga desa yang
Setelah acara makan selesai, kalimbubu satu dengan warga desa yang lain.21
akan membuka percakapan dengan bertanya
18
Runtung, 2002, Keberhasilan dan Kegagalan Penyelesaian Sengketa Alternatif : Studi Mengenai Masyarakat Perkotaan Batak Karo di
Kabanjahe dan Brastagi, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, hlm. 182.
19
Masyarakat Karo mempunyai tingkatan anak beru yaitu: anak beru tua kuta/kesain, anak beru tua jabu, anak beru cekoh baka, anak beru
jabu, anak beru cekoh baka tutup, anak beru jabu, anak beru niampu, dan anak beru singukuri.
20
Herman Slaats and Karen Portier, Op. cit., hlm. 52.
21
Runtung, Op. cit.,, hlm. 184.
460 MIMBAR HUKUM Volume 28, Nomor 3, Oktober 2016, Halaman 453-465
perumah dibata (perumah jenujung)31. hakim di atas, hanya penetapan yang berasal
c. Penyelesaian Sengketa Melalui dari permohonan. Penetapan merupakan
Pengadilan Negeri. pernyataan hakim yang dituangkan dalam
Pengadilan Negeri merupakan bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim
lembaga formal yang paling dekat dengan dalam sidang terbuka untuk umum sebagai
masyarakat dalam struktur hukum formal hasil dari pemeriksaan perkara permohonan
untuk menegakkan keadilan. Keadaan ini (voluntair). Oleh karena ruang lingkup
menempatkan Pengadilan Negeri Kabanjahe permasalahan dibatasi hanya mengenai
dalam posisi yang harus tanggap atas nilai- sengketa, maka penetapan tidak akan diulas
nilai yang berkembang di masyarakat Karo. lebih lanjut.
Keadilan yang dijanjikan oleh lembaga Dengan masuknya perkara ke
pengadilan ini terbuka untuk segala go pengadilan maka baik senina, kalimbubu,
longan masyarakat (equality of justice). anak beru, maupun penetua adat tidak dapat
Masyarakat Karo umumnya memperlakukan lagi campur tangan dalam menyelesaikan
pengadilan sebagai lembaga terakhir untuk masalah. Menurut Perma No. 1 Tahun 2008
menyelesaikan sengketa mereka, terutama yang telah diubah dengan Perma No. 1 Tahun
dalam hal waris. Menurut masyarakat Karo 2016 Pasal 1 butir (2) dan (3), yang bisa menjadi
adalah hal yang sangat memalukan apabila mediator dalam penyelesaian sengketa di
permasalahan harta warisan dibawa ke pengadilan adalah hakim karir dan hakim non
pengadilan. Hal ini dikarenakan dengan karir. Hakim non karir ini harus memenuhi
mengajukan sengketanya ke pengadilan maka persyaratan mempunyai sertifikat mediator
mereka akan menyerahkan penyelesaiannya yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung,
kepada pihak ketiga yang menurut mereka oleh karena itu, baik senina, kalimbubu, anak
tidak akan mengetahui akar permasalahan beru, maupun penetua adat tidak dapat lagi
dari sengketa mereka, namun dikarenakan camur tangan dalam menyelesaikan masalah.
runggun dianggap tidak lagi dapat Namun dengan dimasukkannya mediasi ke
memberikan jalan keluar permasalahan, maka pengadilan, kesempatan berdamai bagi para
diajukanlah sengketa tadi ke pengadilan. pihak sengketa terbuka lagi walaupun bentuk
Produk hakim dari hasil pemeriksaan perdamaian yang ditawarkan oleh pihak
perkara di persidangan ada 3 (tiga) bentuk pengadilan tidak mengikutsertakan runggun
yaitu: (a) Putusan suatu pernyataan yang oleh di dalamnya.
hakim sebagai pejabat yang diberi wewenang d. Penyelesaian Sengketa di Pengadilan
itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan Berbentuk Putusan
mengakhiri atau menyelesaikan suatu Dalam menyelesaikan sengketa waris
perkara atau sengketa antara para pihak.32 tanah adat di PN Kabanjahe bentuk penye
(b) Penetapan atau putusan declaratoir yaitu lesaian sengketa yang sering dijumpai adalah
suatu putusan yang bersifat menetapkan, putusan. Menurut Sudikno Mertokusumo,
menerangkan saja.33 (c) Akta Perdamaian putusan hakim adalah suatu pernyataan yang
adalah surat penyelesaian perselisihan yang oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi
bersifat final and binding.34 Dari ketiga produk wewenang itu, diucapkan di persidangan dan
31
Ritual pemanggilan roh penjaga badan seseorang.
32
Sudikno Mertokusumo, 1993, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hlm. 174.
33
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 2002, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju, Bandung, hlm.
10.
34
H.P Panggabean, Op. cit., hlm. 209.
462 MIMBAR HUKUM Volume 28, Nomor 3, Oktober 2016, Halaman 453-465
bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu keadaan hukum yang baru, misalnya
suatu perkara atau sengketa antara para putusan yang menyatakan seseorang jatuh
pihak.35 Sesuai dengan ketentuan Pasal 189 pailit. (3) Putusan Condemnatoir, putusan
Rbg dan Pasal 178 HIR yaitu: (1) Hakim dalam yang berisi penghukuman, misalnya pihak
waktu bermusyawarah karena jabatannya, tergugat dihukum untuk menyerahkan
harus mencukupkan alasan-alasan Hukum, sebidang tanah berikut bangunan yang ada
yang mungkin tidak dikemukakan oleh kedua di atasnya untuk membayar hutangnya.
belah pihak; (2) Ia wajib mengadili segala Kedua, Putusan Sela (Putusan interlokutoir)
bagian gugatan. (3) Ia dilarang menjatuhkan adalah putusan yang dijatuhkan sebelum
keputusan atas perkara yang tidak digugat, putusan akhir yang diadakan dengan tujuan
atau meluluskan lebih dari apa yang digugat. untuk memungkinkan atau mempermudah
Berdasarkan Pasal 189 Rbg dan Pasal kelanjutan pemeriksaan perkara. Putusan sela
178 HIR, apabila pemeriksaan perkara selesai, selalu tunduk pada putusan akhir karena tidak
Majelis hakim karena jabatannya melakukan berdiri sendiri dan akhirnya dipertimbangkan
musyawarah untuk mengambil putusan yang pula pada putusan akhir, hakim tidak terikat
akan diajukan. Proses pemeriksaan dianggap pada putusan sela, bahkan hakim dapat
selesai apabila telah menempuh tahap jawaban mengubahnya sesuai dengan keyakinannya.37
dari tergugat sesuai dari Pasal 121 HIR, Pasal Putusan sela tidak dapat dimintakan banding
113 Rv, yang dibarengi dengan replik dari kecuali bersama-sama dengan putusan
penggugat berdasarkan Pasal 115 Rv, maupun akhir. Dalam hukum acara dikenal macam
duplik dari tergugat, dan dilanjutkan dengan putusan sela yaitu: (1) Putusan Preparatuir,
proses tahap pembuktian dan konklusi. Jika putusan persiapan mengenai jalannya
semua tahapan ini telah tuntas diselesaikan, pemeriksaan untuk melancarkan segala
Majelis menyatakan pemeriksaan ditutup dan sesuatu guna mengadakan putusan akhir;
proses selanjutnya adalah menjatuhkan atau (2) Putusan Interlocutoir, putusan yang
pengucapan putusan. isinya memerintahkan pembuktian karena
Ada berbagai jenis putusan hakim putusan ini menyangkut pembuktian maka
dalam pengadilan, antara lain:36 Pertama, putusan ini akan mempengaruhi putusan
Putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri akhir; (3) Putusan Incidental, putusan yang
pemeriksaan di persidangan, baik telah berhubungan dengan insiden yaitu peristiwa
melalui semua tahapan pemeriksaan maupun yang menghentikan prosedur peradilan
yang tidak/belum menempuh semua tahapan biasa. (3) Putusan Provisional, putusan yang
pemeriksaan. Macam-macam putusan menjawab tuntutan provisi yaitu permintaan
akhir adalah sebagai berikut: (1) Putusan pihak yang berperkara agar diadakan tindakan
Declaratoir, putusan yang sifatnya hanya pendahulu guna kepentingan salah satu pihak
menerangkan, menegaskan suatu keadaan sebelum putusan akhir dijatuhkan.
hukum semata, misalnya menerangkan bahwa e. Penyelesaian Sengketa di Pengadilan
A adalah ahli waris dari B dan C. (2) Putusan Berbentuk Mediasi
Constitutif, putusan yang sifatnya meniadakan Mediasi sengketa waris tanah adat
suatu keadaan hukum atau menimbulkan pada PN Kabanjahe adalah mediasi yang
35
Sudikno Mertokusumo, Loc. cit.
36
R. Subekti, 1989, Hukum Acara Perdata, Binacipta, Bandung, hlm. 129.
37
Iqbal Albanna, “Putusan Hakim dan Eksekusi”, pn-nunukan.go.id, diakses tanggal 7 Maret 2016.
Kaban, Penyelesaian Sengketa Waris Tanah Adat pada Masyarakat Adat Karo 463
38
Nurnaningsih Amriani, Op. cit., hlm. 103.
464 MIMBAR HUKUM Volume 28, Nomor 3, Oktober 2016, Halaman 453-465
39
Rachmadi Usman, Op. cit., hlm. 74.
40
Nurnaningsih Amriani, Op. cit., hlm. 102.
Kaban, Penyelesaian Sengketa Waris Tanah Adat pada Masyarakat Adat Karo 465
DAFTAR PUSTAKA