3. Pengadopsian kebijakan
Adopsi kebijakan adalah sebuah proses untuk secara formal mengambil atau
mengadopsi alternative solusi kebijakan yang ditetapkan sebagai sebuah regulasi atau
produk kebijakan yang selanjutnya akan dilaksanakan. Pengadopsian kebijakan sangat
ditentukan oleh rekomendasi yang antara lain berisikan informasi mengenai manfaat
dan berbagai dampak yang mungkin terjadi dari berbagai alternative kebijakan yang
telah disusun dan akan diimplementasikan (Ayuningtyas, 2015).
Penerapan kebijakan baru, perubahan, perbaikan atau terminasi/ penarikan kebijakan
yang sudah ada merupakan tanggung jawab dari pimpinan pembuat kebijakan
Pengajuan kebijakan barum amandemen atau penarikan/ penghentian kebijakan yang
sudah ada harus mendapat persetujuan dengan suara afirmatif dari mayoritas anggota
keseluruhan pimpinan. Kecuali bila dinyatakan dengan lain, kebijakan baru atau
amandemen kebijakan akan efektif pada saat pengadopsian oleh pimpinan dan akan
menggantikan seluruh kebijakan sebelumnya didaerah tersebut (Olentangy, Local
School District, 2011).
4. Pengimplementasian kebijakan
Pengimplementasian merupakan cara agar kebijakan dapat mencapai tujuannya.
Definisi implementasi menurut Dunn (2003) adalah pelaksanaan pengendalian aksi-
aksi kebijakan di dalam kurun waktu tertentu. Lester dan Stewart memandang
implementasi secara luas sebagai pelaksanaan undang-undang atau kebijakan yang
melibatkan seluruh actor, organisasi, prosedur, serta aspek teknik untuk meraih
tujuan-tujuan kebijakan atau program-program (winarno, 2010). Ada dua alternative
dalam implementasi kebijakan : mengimplementasikan dalam bentuk program atau
membuat kebijakan turunannya (Hann, 2007)
Kesiapan implementasi sangat menentukan efektivitas dan keberhasilan sebuah
kebijakan. Penyusunan kebijakam berbasis data atau bukti yang berpengaruh besar
terhadap sukses-tidaknya implementasi kebijakan (Ayuningtyas, 2015). Oleh karena
itu, keberadaan beberapa actor utama untuk menganalisis kesiapan, memasukkan hasil
penelitian kebijakan sebagai pertimbangan implementasi kebijakan menjadi begitu
penting. Diantaranya komite eksekutif badan formulasi kebijakan, dewan penelitian
kesehatan/ medis, kementerian kesehatan, kementerian sains dan teknologi, dan
konsorsium universitas. Akan menjadi menguntungkan bila seluruh hasil asasmen,
analisis atau riset dapat terkoordinasi. Para actor utama ini juga perlu mengambil dan
memilih tanggun jawab terhadap implementasi kebijakan sekaligus memantau
kemajuan, mengevaluasi hasil, dan memastikan umpan balik untuk pembuat
kebijakan serta mengenalkan aplikasi dari semua hasil penelitian yang berguna. Peran
dan keterlibatan para peneliti, akademisi, organisasi profesi ikatan keahlian medis
tertentu dalam mendampingi implementasi kebijakan.
5. Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan kesehatan merupakan penilaian terhadap keseluruhan tahapan
dalam siklus kebijakan, utamanya ketika sebuah kebijakan yang disusun telah selesai
diimplementasikan. Tujuannya adalah untuk melihat apakah kebijakan telah sukses
mencapai tujuannya dan menilai sejauh mana keefektifan kebijakan dapat
dipertanggungjawabkan kepada pihak yang berkepentingan. Evaluasi merupakan
salah satu mekanisme pengawasan kebijakan. Parameter yang umum digunakan
adalah kesesuaian, relevansi, kecukupan, efisiensi, keefektifan, keadilan, respons, dan
dampak. Kesesuaian evaluasi harusnya dikembangkan untuk mencakup tidak hanya
proses, tetapi juga dampak jangka pendek dan jangka panjang dari sebuah kebijakan
(Htwe, 2006).
1. Analisis kebijakan
Analisis kebijakan direktur BPJS untuk mengurangi deficit anggaran dengan
mengurangi beberapa layanan katarak, fisioterapi dan bayi lahir sehat pada kasus
section yang dianggap menyumbang deficit kepada BPJS merupakan langkah yang
tepat, menurut dumilah (2018) analisis kebijakan dilakukan sebagai proses
mengkaji dan menjelaskan fenomena atau komponen kebijakan untuk kemudian
menjadi dasar menentukan efektivitas dan efesiensi dari suatu kebijakan. Dalam hal
ini pihak BPJS tidak sependapat dengan pemerintah karena hal tersebut melanggar
undang – undang pasal 28 dan pasal 34.
Metode analisis kebijakan retrospektif yaitu dengan menggunakan pengamatan
pelaksanaan kebijakan BPJS berjalan periode 2016 -2017.
Model pengembangan kebijakan adalah model Rasional dimana kebijakan dilahirkan
untuk memberi manfaat yang maksimal untuk masyarakat, dimana kebijakan BPJS
dibuat untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia terutama masyarakat miskin
2. Agenda seting
Mennurut kingdom (1995) menjelaskan bahwa agenda setting pembuatan kebijakan
public merupakan pertemuan dari tiga alur penentuan agenda yaitu masalah (
problem), solusi yang mungkin untuk masalah dan keadaan politik
a. Masalah
Deficit dana social JKN, struktur iuran perbulan sangat kecil perubahan
kondisi epdemiologi dan perubahan geografi dan aging society pemanfaatan
BPJS sangat meningkat 612.000 pemanfaatan /hari (2017) berdampak
kekesehatan keuangan Rumah sakittarif yankes yang bermasalah sangat
rendah
b. solusi:
1. Audit medis secara berkala. Dalam rangka penataan ulang Program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Komisi IX DPR RI meminta
Pemerintah bersama dengan DJSN, sebagaimana fungsi DJSN yang
tertuang dalam Pasal 7 UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN, untuk
membuat Peta Jalan Restrukturisasi Sistem Program JKN dengan
mempertimbangkan masukan dari Anggota Komisi IX DPR RI dan seluruh
pemangku kepentingan yang hadir hari ini, termasuk diantaranya:
a. menetapkan manfaat pasti pelayanan JKN
b. menaikkan iuran JKN
c. menetapkan daftar tarif tertinggi pelayanan kesehatan sesuai nilai
keekonomian
d. membenahi tata kelola DJSN dan BPJS Kesehatan
e. memanfaatkan data dan teknologi informasi
f. mewujudkan kepesertaan wajib dan menegakkan kepatuhan dan
membuat skema reward dan punishment
g. memperbaiki keseimbangan utang dan piutang Dana Jaminan Sosial
(DJS) Kesehatan
Peta Jalan ini harus tersusun dan diimplementasikan secara bertahap dalam jangka
waktu paling lambat 1 (satu) tahun.