Anda di halaman 1dari 14

1

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pembahasan

Pada bab IV ini penulis membahas tentang menejemen nyeri

dengan teknik relaksasi nafas dalam pada pasien post operasi fraktur di

ruang Nakula 1 RSUD Kota Semarang, penulis melakukan tindakan

kepada pasien Ny. W dengan mengawali dari pengkajian, merumuskan

masalah, menyimpulkan diagnosa keperawatan, merencanakan tindakan

keperawatan, melakukan tindakan keperawatan, den evaluasi keperawatan

secara komprehensif kepada Ny. W. Pengkajian di laksanakan pada hari

Jumat 20 Juni 2015 sampai dengan Senin 22 Juni 2015. Penulis ingin

membandingkan teori yang ada dengan keadaan riil pasien Ny. W.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan suatu awal dari suatu proses

keperawatan kepada pasien, oleh karena itu diperlukan ketepatan

dan ketelitian dalam mengenali masalah-masalah yang muncul

pada klien sehingga dapat menentukan tindakan keperawatan yang

tepat (Muttaqin, 2008). Proses keperawatan pada Ny. W di mulai

sejak tanggal 20 Juli 2015 pukul 15.00 di Rumah Sakit Umum

Daerah Semarang (RSUD Kota Semarang) proses pengumpulan


2

data dilakukana dengan cara wawancara observasi keadaan umum

pengkajian fisik dan rekam medik.

Pada pasien dengan trauma fraktur penatalaksanaan utama

adalah operasi atau pembedahan, pembedahan atau operasi

merupakan tindakan pengobatan yang menggunakan suatu cara

invasif dengan cara membuka bagian tubuh yang akan dilakukan

tindakan. Tindakan pembedahan merupakan salah satu cara untuk

menyatukan kontinuitas tulang yang telah terputus menjadi

tersambung kembali. Pada dasarnya penyambungan tulang dapat

dilakukan dengan cara pemasangan plat yang disebut dengan ORIF

dimana dilakukan tindakan untuk melihat fraktur secara langsung

dengan pembedahan untuk memobilisasi selama penyembuhan dan

akan menimbulkan masalah berupa nyeri (Barbara, 2006). Nyeri

setelah pembedahan atau operasi akan timbul setelah efek

pembiusan itu habis.

Efek dari post pembedahan maka akan muncul masalah pada

pasien yaitu nyeri akut. Menurut Smeltzer & Bare tahun 2002 nyeri

akut adalah nyeri yang biasanya awitannya muncul secara tiba tiba

dan umumnya berkaitan dengan cidera spesifik. Nyeri akut

biasanya mengindifikasikan bahwa terjadi kerusakan atau cidera

telah terjadi atau berlangsung, nyeri yang timbul dapat berbeda

berdasarkan usia, jenis kelamin dan, pengalaman sensori nyeri.


3

Pengkajian pola persepsi sensori didapatkan data subyektif

pada pasien Ny. W mengeluhkan nyeri pada luka bekas operasi

bagian pinggang kiri dengan nyeri yang di rasakan cenut cenut

dengan frekuensi nyeri yang hilang timbul, data objektif yang di

dapatkan pada Ny. W yaitu P : nyeri post operasi fraktur, Q : cenut

cenut, R : pinggang kiri, S : sekala 8, T : hilang timbul, TD :

150/70 N : 94x RR : 20x S : 36,3.

Pengkajian pada pola aktivitas pasien Ny. W mengatakan

bahwa akivitasnya selama sakit ini hanya di bed setelah pasien

selesai operasi fraktur pemasangan HIP replecement, pada pasien

pemasangan HIP akan mengalami gangguan mobilitas fisik dan

ambulasi karena adanya perubahan kekuatan dan ketahanan

sekunder terhadap kerusakan muskuloskletal efek dari fraktur dan

prosedur pembedahan

Pengkajian pada pola reproduksi didapatkan klien mengatakan

haidnya kadang kadang, mengatakan haidnya tidak teratur sejak 4

tahun yang lalu dan klien mengerti jika kalien akan berhenti

menstruasi atau menopouse. Pada wanita premenopouse akan

mengalami masalah masalah sendi dan akan berdampak pada

kekeroposan tulang.

Dari hasil observasi yang dilakukan di dapatkan hasil bahwa

pasien mengalami fraktur articular capsula pelvis pada pinggang

kiri terdapat balutan luka bekas operasi. Penulis tidak dapat melihat
4

luka post operasi fraktur pada pasien dikarenakan penulis pada saat

pengkajian luka telah di ganti dan keadaan balutan luka bersih,

balutan luka dengan panjang 21cm lebar 10cm.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Potter & Perry tahun 2005 diagnosa keperawatan

yang muncul akan menjadi dasar utama perawat dalam menyusun

intervensi untuk menyelesaikan masalah kesehatan klien,

berdasarkan data pengkajian pasien pada Ny. W dapat disimpulkan

diagnosa yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik

(luka post operasi fraktur).

Diagnosa keperawatan nyeri akut ini dapat ditegakkan

berdasarkan data subjektif pasien yang mengatakan nyeri hebat

pada luka operasi di pinggang kiri hilang timbul dengan nyeri skala

8 (rentan nyeri 0-8) secara objektif didapatkan data terdapat balutan

luka post operasi fraktur pada bagian pinggang kiri dengan panjang

21 cm dan lebar 10 cm, tekanan darah 150/70, nadi 84x permenit

ekspresi wajah tegang menahan nyeri.

Penulis mengangkat diagnosa keperawatan nyeri akut

didasarkan bahwa, nyeri yang muncul jika tidak diberikan tindakan

secara intensive untuk menurunkan nyeri akan mengakibatkan

dampak buruk dari penyembuhan luka (Smeltzer & Barre, 2002),


5

dengan kata lain nyeri akut kan berdampak buruk bagi pasien jika

tidak di tindaklanjuti secara intensive.

Diagnosa keperawatan nyeri akut ditegakkan berdasarkan teori

dalam buku NANDA 2012-2014 dengan kode 00132 yang dapat

disimpulkan sebagai suatu pengalaman sensori dan emosional yang

tidak menyenangkan yang didapat dari efek kerusakan jaringan

yang aktual atau potensial.

3. Intervensi

Intervensi keperawatan merupakan suatu tindakan keperawatan

setelah dilakukan prioritas diagnosa keperawatan di tegakkan dan

memulai merencanakan tujuan dalam jangka pendek dan jangka

panjang juga merencanakan tindakan keperawatan yang paling

efektif kepada pasien (Smeltzer & Bare, 2002).

Intervensi keperawatan yang dilakukan kepada pasien untuk

mengurangi intensitas nyeri yang timbul, penulis melakukan

tindakan pengukuran skala nyeri bertujuan untuk melihat intensitas

nyeri yang dirasakan oleh pasien sebelum di lakukan tindakan

teknik nafas dalam, setelah itu penulis menerapkan teknik relaksasi

nafas dalam secara komprehensif dan dilakukan berulang hingga

nyeri yang dirasakan oleh pasien berkurang, tindakan teknik

relaksasi nafas dalam dilakukan kepada pasien 1 jam sebelum

diberikan obat analgetik , setelah pasien diberikan dan diajarkan


6

teknik relaksasi nafas dalam pasien kembali lagi dilakukan

tindakan pengukuran skalanya nyeri bertujuan untuk

membandingkan apakah teknik relaksasi dapat menurunkan

intensitas nyeri yang dirasakan oleh pasien, dari hasil pengukuran

skala nyeri didapatkan sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas

dalam nyeri yang dirasakan pasien skala 8 menjadi skala 6.

Tindakan teknik relaksasi nafas dalam terbukti dari hasil

penelitian Suhartini Nurdin(2013), dapat menurunkan intensitas

nyeri. Hal ini dapat diketahui dari 11 orang (55,0 %) dengan

intensitas nyeri hebat berkurang menjadi 10 orang dengan

intensitas nyeri sedang dan 1 orang dengan intensitas tidak nyeri.

Hal yang sama juga terjadi pada 8 orang (40,0 %) dengan

intensitas nyeri sedang berkurang menjadi intensitas nyeri ringan.

Intensitas nyeri ringan 1 orang (5,0 %) berkurang menjadi tidak

nyeri. Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan untuk mengatasi

diagnosa nyeri akut dari hasil penelitian diatas dapat ditarik

diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (luka

post operasi fraktur). Diagnosa tersebut diangkat berdasarkan

NOC, dari diagnosa tersebut didapatkan intervensi pemberian

teknik relaksasi nafas dalam sebagai berikut yaitu setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 30 menit diharapkan

klien : mampu mengontrol nyeri, melaporkan bahwa nyeri

berkurang dengan menggunakan menejemen teknik relaksasi,


7

mampu mengenali nyeri, menyatakan rasa nyaman setelah nyeri

berkurang, tanda tanda vital dalam rentang normal. Berdasarkan

NIC didapatkan tindakan lakukan pengkajian nyeri secara

komprehensif, observasi reaksi nonverbal pasien, observasi tanda

tanda vital pasien, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam,

observasi tanda vital, melakukan pengkajian nyeri setelah

dilakukan teknik nafas dalam.

Dalam perencanaan ini penulis menekankan pada teknik nafas

dalam untuk menurunkan intensitas nyeri yang dirasakan oleh Ny.

W. Menurut teori teknik nafas dalam dapat menurunkan intensitas

nyeri pada pasien terutama pada nyeri akut atau nyeri sedang.

Dalam ini perawat mengajarkan tentang teknik relaksasi dalam

dengan baik dengan cara menarik nafas melalui hidung dan

menghembuskan melalui mulut secara perlahan. Selain itu teknik

nafas dalam dapat merileksasikan kondisi pasien dan

meningkatkan rasa nyaman yang dirasakan oleh pasien. Tujuan

dilakukan teknik relaksasi nafas dalam adalah untuk meningkatkan

ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah retraksi

paru, meningkatkan efisiensi batuk, mengurangi stress fisik

maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan

kecemasan pada pasien (Smeltzer & Bare, 2002). Secara tidak

langsung setelah dilakukan teknik relaksasi pada pasien maka

pasien akan dalam kondisi rileks, pada saat kondisi pasien maka
8

akan mempunyai dampak positif merileksasikan ketegangan otot

syaraf dan mengurasi kecemasan yang dirasakan oleh pasien. Dari

teori yang di paparkan diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa

teknik relakasi nafas dalam dapat menurunkan intensitas nyeri

pasien post operasi dan menghindarkan pasien dari resiko

imobilisasi pada pasien dapat tertangani dengan segera. Adapun

cara untuk melakukan teknik nafas dalam dengan baik dan benar

menurut Priharjo tahun 2003 sebagai berikut : Ciptakan lingkungan

yang tenang, mengusahakan klien agar tetap rileks dan tenang,

menganjurkan menarik nafas dari hidung dan mengisi paru paru

dengan udara melalui hitungan 1,2,3, dan Perlahan-lahan udara di

hembuskan melalui mulut sambil memfokuskan pada daerah yang

nyeri, anjurkan bernafas dengan irama normal sebanyak 3x,

menanarik nafas lagi dari hidung dan mengisi paru paru dengan

udara melalui hitungan 1,2,3, dan perlahan lahan udara di

hembuskan melalui mulut sambil memfokuskan daerah yang

terjadi nyeri, usahakan tetap konsentrasi atau mata tetap terpejam,

pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri, anjurkan

untuk mengulangi prosedur hingga nyeri berkurang, mengulangi

hingga 15x dengan waktu istirahat setiap 5 detik secara mandiri


9

4. Implementasi

Menurut Potter & Perry tahun (2005), Implementasi

keperawatan merupakan suatu kategori dari tindakan keperawatan

yang di perlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang di harapkan

untuk meningkatkan derajat kenyamanan suatu pasien. Dari hasil

pengkajian Ny. W didapatkan suatu diagnosa nyeri akut yang

berhubungan dengan agen injuri fisik (luka post operasi). Pada

pembahasan ini didapatkan suatu tindakan utama yaitu pengukuran

skala nyeri dengan menggunakan skala nyeri visual analog scale.

Penulis menggunakan visual analog scale dikarenakan mudah

untuk dimengerti pasien dan mempermudah saat pengkajian skala

nyeri. Pengkajian skala nyeri dapat dilakukan dengan

menggunakan pengkajian PQRST dengan hasil pengkajian yang di

dapat dari pasien , P : luka operasi pemasangan HIP, Q : cekut

cekut, R : pada pinggang kiri, S : sekala 8, T : hilang timbul, TD :

150/70, N : 94X, RR : 20X, S : 36,6.

Pengkajian pertama yang dilakukan selain menilai dengan

menggunakan visual analog scale, pengkajian juga dapat dilakukan

dengan menggunakan respon non verbal dari pasien, respon non

verbal pada pasien menggambarkan pasien dengan wajah merengut

menahan nyeri yang hebat.

Setelah dilakukan pengkajian skala nyeri kepada pasien

tindakan selanjutnya yaitu mengajarkan teknik nafas dalam kepada


10

pasien untuk merunkan intensitas nyeri yang dirasakan oleh pasien.

Teknik nafas dalam adalah sebuah bentuk asuhan keperawatan,

yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana

cara melakukan nafas dalam, nafas lambat, dan bagaimana

menghembuskan nafas secara perlahan, selain dapat menurunkan

intensitas nyeri pada pasien, teknik relaksasi nafas dalam juga

dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi

dalam darah (Smeltzer & Bare, 2002).

Penatalaksanaan pemberian teknik relaksasi nafas dalam

dilakukan pada pasien dilakukan setiap 1 (satu) jam sebelum

pemberian analgetik. Setelah dilakukan tindakan nafas dalam

tindakan selanjutnya adalah mengkaji ulang kembali skala nyeri

setelah dilakukan tindakan nafas dalam apakah nafas dalam

berpengaruh dalam penurunan intensitas nyeri yang dirasakan oleh

pasien, pengkajian nyeri tersebut didapatkan hasil pasien terlihat

lebih nyaman setelah dilakukan teknik nafas dalam, P : luka

operasi, Q : cekot cekot, R : pinggang bagian kiri, S : skala 6-7, T :

hilang timbul.

Penatalaksanaan yang lainnya adalah kolaborasi tindakan

medis dengan pemberian obat analgetik mefinal 3 x 500 mg

peroral, injeksi ketorolax 3 x 30 mg sesuai dengan saran dokter.


11

5. Evaluasi

Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari asuhan

keperawtan, evaluasi keperawatan juga berfungsi sebagai alat

untuk mengukur perkembangan pasien setelah dilakukan proses

keperawatan minimal selama 3 hari mulai dari awal pasien operasi

hingga hari ketiga post operasi. Pada proses keperawatan Ny. W

didapatkan evaluasi pada tanggal 20 Juni dengan metode SOAP

(Subjektif, Objektif, Analisa, Planning) seperti berikut S : klien

mengatakan nyeri sudah berkurang setelah di ajarkan tarik nafas

dalam oleh perawat, O : klien terlihat lebih nyaman sebelum

dilakukan teknik nafas dalam dan nyeri klien mulai berkurang dari

skala 7 menjadi skala 5 – 6, P : luka bekas operasi, Q : cekot cekot,

R : pada daerah pinggang kiri, S : sekala 5 – 6, T : hilang timbul,

A : masalah belum teratasi, P : melanjutkan intervensi pengkajian

nyeri pasien dan pemberian teknik relaksasi nafas dalam, TD :

150/70, N : 92, RR : 20, S : 36,3. Dari data diatas dapat

dismpulkan bahwa teknik relaksasi nafas dalam dapat menurunkan

skala nyeri pasien post operasi fraktur Ny. W dari skala 7 menjadi

skala 5-6 dengan di tandai dengan tanda tanda vital dalam batas

ambang normal, dan rencana tindakan selanjutnya yaitu mengkaji

ulang skala nyeri yang diraskan oleh Ny. W dan melakukan teknik

relaksasi ulang kepada Ny. W di hari berikutnya hingga nyeri yang

dirasakan oelh Ny. W dapat teratasi, serta memberikan motivasi


12

untuk meningkatkan status kenyamanan yang dirasakan oleh Ny.

W.

B. Kesimpulan

Data yang dapat diambil dari pengkajian kasus pada Ny. W dengan

masalah utama nyeri akut post operasi fraktur intra articular capsula pelvis

di Ruang Nakula I RSUD Kota Semarang, dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Data pengkajian yang telah dilakukan didapatkan bahwa Ny. W

merupakan pasien fraktur tertutup articular capsula pelvis dengan

pemasangan HIS hari ke-1, pasien mengeluhkan nyeri pada pinggang

kiri dengan nyeri yang cekot cekot dengan skala nyeri 7 (rentang skala

0-10) dan yang dirasakan hilang timbul.

2. Diagnosa keperawatan utama yang muncul pada pasien Ny. W adalah

nyeri akut berhubungan agen injuri fisik (luka post operasi fraktur).

3. Intervensi keperawatan pada pasien Ny. W disusun mengggunakan

intervensi NIC dan NOC dimana intervensi tersebut disusun guna

untuk mengatasi nyeri akut yang dirasakan oleh pasien Ny. W.

Intervensi yang diangkat yaitu yang pertama adalah pengkajian skala

nyeri pasien dengan menggunakan metode PQRST, pengkajian nyeri

non-verbal pasien, melakukan teknik nafas dalam pada pasien, dan

yang terakhir melakukan pengkajian nyeri ulang setelah dilakukan


13

tindakan rileksasi teknik nafas dalam, dan kolaborasi dengan tim

medis dalam pemberian analgetik.

4. Implementasi keperawatan pada pasien Ny. W berfokuskan kepada

tindakan pengkajian nyeri yang dirasakan oleh Ny. W, melakukan

pengkajian non-verbal, melakukan teknik relaksasi nafas dalam, dan

melakukan pengkajian skala nyeri ulang setelah dilakukan tindakan

teknik relaksasi nafas dalam.

5. Evaluasi keperawatan kepada Ny. W menggunakan metode SOAP

dimana didapatkan data S : klien mengatakan nyeri sudah berkurang

setelah di ajarkan tarik nafas dalam oleh perawat, O : klien terlihat

lebih nyaman sebelum dilakukan teknik nafas dalam dan nyeri klien

mulai berkurang dari skala 7 menjadi skala 5 – 6, P : luka bekas

operasi, Q : cekot cekot, R : pada daerah pinggang kiri, S : sekala 5 –

6, T : hiang timbul, TD : 150/70, N : 92, RR : 20, S : 36,3, A : masalah

belum teratasi, P : melanjutkan intervensi pengkajian nyeri pasien dan

pemberian teknik relaksasi nafas dalam.

C. Saran

a. Instalasi Rumah Sakit

Rumah sakit dapat menggunakan Standar Prosedur

Operasional (SOP) bagi perawat dengan melakukan tindakan non-

farmakologi dengan menggunakan teknik relaksasi nafas dalam

untuk menurunkan intensitas nyeri pasien post operasi fraktur.


14

b. Institusi Pendidikan

Hasil Karya Tulis Ilmiah ini memberikan rekomendasi atas

pentingnya keterampilan skill lab tidakan teknik relaksasi nafas

dalam bagi mahasiswa dalam melakukan menejemen nyeri pada

pasien post operasi fraktur.

c. Penulis

Karya Tulis Ilmiah ini dapat menambahkan ilmu

pengetahuan penulis tentang tindakan menejemen nyeri dengan

teknik relaksasi nafas dalam pada pasien post operasi fraktur.

Anda mungkin juga menyukai