Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan sebagai suatu upaya untuk mencetak sumber daya manusia yang

berkualitas dan berdedikasi tinggi memerlukan suatu pendukung yaitu mutu

pendidikan. Pendidikan saat ini berkaitan erat dengan rendahnya motivasi siswa

dalam belajar. Tuntutan dalam dunia pendidikan sudah banyak berubah, tidak bisa

lagi mempertahankan paradigma lama yaitu guru memberikan pengetahuan kepada

siswa yang cenderung pasif, tetapi hal ini nampaknya masih banyak diterapkan

dalam proses pembelajaran di kelas dengan alasan pembelajaran seperti ini adalah

praktis dan tidak menyita waktu.

Menurut walker belajar adalah suatu perubahan dalam pelaksanaan tugas yang

terjadi sebagai hasil dari pengalaman dan tidak ada sangkut pautnya dengan

kematangan rohaniah, kelelahan, motivasi, perubahan dalm situasi stimulus atau

faktor-faktor samar-samar lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan belajar

(Trianto, 2010: 5). Belajar sebagai konsep mendapatkan pengetahuan dalam

prakteknya banyak dianut. Guru bertindak sebagai pengajar yang berusaha

memberikan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan peserta didik giat

mengumpulkan atau menerimanya. Sudah barang tentu pengertian belajar seperti ini

secara esensial belum memadai. Belajar merupakan proses sistemik yang dinamis,

konstruktif, dan organik.

Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif

yang mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang

1
bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan

untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pembelajaran

dilakukan. Harapan yang tidak pernah sirna bagi seorang guru yaitu bagaimana

bahan pelajaran yang disampaikan dapat dikuasai oleh peserta didik secara tuntas.

Ada tiga aspek yang membedakan anak didik satu dengan yang lainnya yaitu aspek

intelektual, psikologis dan biologis (Aswan Zain, 2006: 1).

Penulis telah mendapatkan informasi dari salah satu guru mata pelajaran IPA

Sekolah Menengah Pertama Negeri 8 Palangka Raya bahwa sekolah tersebut

mempunyai sarana dan prasarana sekolah seperti laboratorium yang cukup memadai,

tetapi kegiatan praktikum untuk pelajaran fisika jarang dilakukan. Perpustakaan di

SMPN-8 Palangka Raya sudah tertata rapi dan buku-buku sudah cukup tersedia,

tetapi minat siswa berkunjung ke perpustakaan masih sangat kurang.

Keterampilan Proses Sains (KPS) adalah perangkat kemampuan kompleks

yang biasa digunakan oleh para ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah ke

dalam rangkaian proses pembelajaran. Keterampilan Proses Sains adalah

kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami,

mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat penting bagi setiap

siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan

sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan

pengetahuan yang telah dimiliki. Artinya dengan menggunakan metode ilmiah dalam

pembelajaran IPA siswa menjadi lebih aktif dalam belajar.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas VII di SMPN-8 Palangka

Raya bahwa ketuntasan minimum (KKM) adalah sebesar 70. Kualitas pembelajaran

2
fisika di sekolah dapat diamati dari hasil belajar siswa, Penulis mendapatkan

informasi dari guru fisika bahwa siswa kelas VII tidak mencapai KKM (tidak tuntas)

pada materi kalor hal ini dikarenakan, guru lebih sering menyampaikan materi

pelajaran menggunakan metode ceramah dan media sederhana sehingga siswa

terbiasa belajar dengan menerima langsung materi yang diberikan oleh guru. Kendala

tersebut menjadi faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar siswa pada materi

tersebut, oleh karena itu diperlukan suatu tindakan untuk memperbaiki proses

pembelajaran dan diharapkan terjadinya peningkatan keaktifan belajar siswa agar

tercapainya tujuan pembelajaran. Nilai rata-rata fisika kelas VII SMPN-8 Palangka

Raya dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini :

Tabel 1
Nilai rata-rata fisika kelas VII semester ganjil tahun ajaran 2014/2015
Kelas VII-1 VII-2 VII-3 VII-4 VII-5 VII-6 VII-7 VII-8 VII-9
Nilai
rata- 75 72 67 68 73 67 71 66 67
rata
Sumber : Guru Mata Pelajaran Fisika SMPN-8 Palangka Raya Tahun 2015

Kalor merupakan salah satu materi yang diajarkan di SMP kelas VII yang

memerlukan banyak praktik (percobaan) pada setiap bab materinya, sehingga dapat

dieksperimenkan. Peniliti berasumsi, dalam mempelajarinya memerlukan model dan

metode yang tepat agar tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai. Model

kooperatif dan metode eksperimen dapat dijadikan salah satu alternatif sebagai

pemecahan masalah diatas karena model dengan metode tersebut mengacu pada

pembelajaran yang tidak hanya terpusat pada guru melainkan pembelajaran yang

terpusat kepada siswa itu sendiri, serta metode eksperimen menggunakan percobaan

yang mengaitkan masalah dalam kehidupan sehari-hari sebagai konteks belajar bagi

3
siswa yang dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik dengan lebih

efektif.

Materi pokok kalor akan diterapkan dengan menggunakan model kooperatif

dengan metode eksperimen. Penulis memilih materi kalor karena pada penyampaian

materinya siswa tidak hanya dituntut untuk dapat memahami materi secara teori saja

akan tetapi siswa juga harus dapat menyimpulkan karakteristik dari kalor melalui

kegiatan eksperimen sehingga keaktifan siswa juga sangat diperlukan dalam kegiatan

pembelajaran. Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan metode eksperimen

pada materi kalor diharapkan siswa akan lebih mudah dalam memahami materi

pembelajaran.

Berdasarkan pemikiran tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk mengkaji

lebih jauh dengan mengadakan penelitian dengan judul “Implementasi Model

Kooperatif Dengan Metode Eksperimen Pada Pembelajaran IPA Materi Kalor

Di Kelas VII Semester I SMPN-8 Palangka Raya Tahun Ajaran 2015/ 2016. ”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana keterampilan proses sains siswa kelas VII dengan menggunakan

model kooperatif pada metode eksperimen di SMPN 8 Palangka Raya?

2. Bagaimana ketuntasan hasil belajar kognitif siswa Kelas VII setelah menggunakan

model kooperatif dengan metode eksperimen di SMPN 8 Palangka Raya?

4
1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui :

1. Keterampilan proses sains siswa kelas VII setelah diajarkan menggunakan

model kooperatif pada metode eksperimen di SMPN 8 Palangka Raya.

2. Ketuntasan hasil belajar kognitif siswa Kelas VII setelah diajarkan

menggunakan model kooperatif dengan metode eksperimen di SMPN 8

Palangka Raya.

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Hasil belajar yang diteliti adalah asfek kognitif

2. Keterampilan proses sains yang digunakan adalah KPS terpadu meliputi

merumuskan hipotesis, mengidentifikasi variabel, mengumpulkan data,

menganalisis data, dan menarik kesimpulan.

3. Hasil belajar yang diteliti adalah keterampilan proses sains dan hasil belajar

kognitif siswa.

5
1.5 Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

berikut :

1. Bagi Guru:

1) Sebagai salah satu pilihan dalam menggunakan metode pembelajaran.

2) Memotivasi guru untuk memperluas penggunaannya pada konsep-konsep

atau materi-materi yang lain secara mandiri dan berkelanjutan.

2. Bagi Siswa:

1) Melatih siswa untuk aktif dalam kegiatan belajar-mengajar.

2) Melatih keterampilan proses sains siswa.

Anda mungkin juga menyukai