Anda di halaman 1dari 27

DIABETES MELLITUS DISERTAI ULKUS DIABETIKUM

A. TINJAUAN MEDIS
1. Pengertian
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda- tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai
dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat
dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak
pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan
metabolisme lemak dan protein (Tjokronegoro, 2002).
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
(Tjokronegoro, 2002).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia
(Smelzert, 2002).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir
dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman
saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus
berbau,ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan
perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus
sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita
Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk
terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui
pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah
2005).
Ulkus diabetik merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena
adanya komplikasi makroangiopati sehinggaterjadi vaskuler insusifiensi
dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering
tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh
bakteri aerob maupun anaerob (Misnadiarly, 2006).
2. Etiologi
a. Diabetes Mellitus Tipe 1: Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Disebabkan karena destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi
insulin absolut.
1) Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA.
2) Autoimun
Disebabkan kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan
sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh
adanya infeksi pada tubuh. Ditemukan beberapa petanda imun
(immune markers) yang menunjukkan pengrusakan sel beta
pankreas untuk mendeteksi kerusakan sel beta, seperti "islet cell
autoantibodies (ICAs), autoantibodies to insulin (IAAs),
autoantibodies to glutamic acid decarboxylase (GAD). )", dan
antibodies to tyrosine phosphatase IA-2 and IA-2.
3) Idiopatik
Sebagian kecil diabetes melitus tipe 1 penyebabnya tidak jelas
(idiopatik). (Smelzert, 2002).
b. Diabetes Mellitus Tipe 2: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM)
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin
bersama resistensi insulin.
Faktor- faktor resiko:
1) Kelainan Genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap
diabetes. Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes melitus akan
ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan
produksi insulin.
2) Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara
dramatis menurun dengan cepat pada usia di atas 65 tahun.
Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin
pankreas untuk memproduksi insulin.
3) Obesitas/ Kegemukan
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi
yang akan berpengaruh pada penurunan hormon insulin.
4) Pola Makan Salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan
resiko diabetes. Malnutrisi dapat merusak pancreas, sedangkan
obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin. Pola
makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat juga akan
berperanan pada ketidakstabilan kerja pankreas.
5) Kurang Gerak
Seiring dengan kemajuan zaman dan perkembangan teknologi yang
semakin memudahkan pekerjaan manusia menyebabkan manusia
makin sedikit melakukan gerak badan sehingga dapat meningkatkan
kadar glukosa darah akibat berkurangnya pemakaian glukosa untuk
metabolisme otot (Smelzert, 2002).
c. Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes mellitus dapat merupakan kelainan herediter dengan cara
insufisiensi atau absennya insulin dalam sirkulasi darah, konsentrasi
gula darah tinggi. Berkurangnya glikogenesis. Diabetes dalam
kehamilan menimbulkan banyak kesulitan, penyakit ini akan
menyebabkan perubahan-perubahan metabolik dan hormonal pada
penderita yang juga dipengaruhi oleh kehamilan. Sebaliknya diabetes
akan mempengaruhi kehamilan dan persalinan (Smelzert, 2002).
Risiko Tinggi DM Gestasional:
1) Umur lebih dari 30 tahun
2) Obesitas dengan indeks massa tubuh 30 kg/m2
3) Riwayat DM pada keluarga (ibu atau ayah)
4) Pernah menderita DM gestasional sebelumnya
5) Pernah melahirkan anak besar > 4.000 gram
6) Adanya glukosuria (Smelzert, 2002).

3. Klasifikasi Diabetes Mellitus


a. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Yaitu defisiensi insulin karena kerusakan sel-sel langerhans yang
berhubungan dengan tipe HLA (Human Leucocyte Antigen) spesifik,
predisposisi pada insulitis fenomena autoimun (cenderung ketosis dan
terjadi pada semua usia muda). Kelainan ini terjadi karena kelainan
kerusakan sistem imunitas (kekebalan tubuh) yang kemudian merusak
sel- sel pulau langerhans di pankreas. Kelainan ini berdampak pada
penurunan produksi insulin (Smelzert, 2002)..
b. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
Yaitu diabetes resisten, lebih sering pada dewasa tapi dapat terjadi
pada semua umur. Kebanyakan penderita kelebihan berat badan, ada
kecendrungan familiar, mungkin perlu insulin pada saat hiperglikemik
selama stress (Smelzert, 2002).
c. Diabetes Mellitus tipe yang lain
Yaitu Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau
sindrom tertentu hiperglikemik terjadi karena penyakit lain; penyakit
pankreas, hormonal, obat atau bahan kimia, endokrinopati, kelainan
reseptor insulin dan sindroma genetik tertentu (Smelzert, 2002)..
d. Gestasional Diabetes Mellitus (GDM)
Yaitu intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan. Dalam
kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat
yang menunjang pemanasan makanan bagi janin serta persiapan
menyusui. Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat sehingga
mencapai tiga kali lipat dari keadaan normal. Bila ibu tidak mampu
meningkatkan produksi insulin sehingga relatif hipoinsulin maka
mengakibatkan hiperglikemia (Smelzert, 2002).

4. Karakteristik Diabetes Mellitus


a. DM TIPE 1:
1) Kasus 5-10 %
2) Mudah terjadi ketoasidosis
3) Pengobatan tergantung insulin
4) Biasanya kurus
5) Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
6) Didapatkan Islet Cell Antibody (ICA)
7) Riwayat keluarga DM positif 10 %
8) 30-50 % kembar identik terkena
9) Biasanya pada semua umur, < 30 tahun (umur muda)
b. DM TIPE 2:
1) Kasus 90-95 %
2) Tidak mudah terjadi ketoasidosis
3) Pengobatan tidak harus tergantung insulin
4) Gemuk atau tidak gemuk
5) Tidak berhubungan dengan HLA
6) Tidak ada islet cell antibody (ICA)
7) Riwayat keluarga DM positif 30 %
8) 100 % kembar identik terkena
9) Biasanya pada umur > 40 tahun (Smelzert, 2002).

5. Patofisiologi
Pada manusia bahan bakar itu berasal dari bahan makanan yang kita
makan sehari- hari, yang terdiri dari karbohidrat (gula dan tepung-
tepungan), protein (asam amino), dan lemak (asam lemak). Pengolahan
bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya
ke usus. Di dalam saluran pencernaan itu makanan dipecah menjadi
bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein
menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak (Corwin, 2007).
Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk ke
dalam pembuluh darah dan diedarkan keseluruh tubuh untuk
dipergunakan oleh organ- organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar.
Supaya dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan itu harus
masuk dulu ke dalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan
terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit, yang hasil
akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam
proses metabolisme itu insulin memegang peran yang sangat penting
yaitu bertugas memasukkan glukosa dalam sel, untuk selanjutnya dapat
digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah salah suatu zat atau
hormone yang dikeluarkan oleh sel beta di pankreas (Corwin, 2007).
Pada diabetes yang jenis diabetes mellitus tipe 2 jumlah insulin
normal, malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang
terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor insulin ini dapat
diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada
keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, sehingga meskipun
anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor)
kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan
kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah
meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama dengan pada diabetes
mellitus tipe 1 (Corwin, 2007).
Penyebab resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe 2 disamping
tidak begitu jelas, tetapi faktor- faktor di bawah ini banyak berperan :
1. Faktor Keturunan (herediter)
2. Obesitas/ kegemukan
3. Kurang berat badan (Corwin, 2007).
Pada diabetes mellitus tipe 2 jumlah sel beta berkurang sampai 50-
60% dari normal. Jumlah sel alfa meningkat, yang menyolok adalah
adanya peningkatan jumlah jaringan amiloid pada sel beta yang disebut
amilin. Baik pada diabetes mellitus tipe 1 maupun pada diabetes mellitus
tipe 2 kadar glukosa darah jelas meningkat dan bila itu melewati batas
ambang ginjal, maka glukosa itu akan keluar melalui urine (Corwin, 2007).
Penyakit diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan
pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik.
Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada
pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada
pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Bila yang
terkena pembuluh darah di otak timbul stroke, bila pada mata terjadi
kebutaan, pada jantung penyakit jantung koroner yang dapat berakibat
serangan jantung/ infark jantung, pada ginjal menjadi penyakit ginjal kronik
sampai gagal ginjal tahap akhir sehingga harus cuci darah atau
transplantasi. Bila pada kaki timbul luka yang sukar sembuh sampai
menjadi busuk (gangren). Selain itu bila saraf yang terkena timbul
neuropati diabetik, sehingga ada bagian yang tidak berasa apa-apa/ mati
rasa, sekalipun tertusuk jarum/ paku atau terkena benda panas (Corwin,
2007).
Kelainan tungkai bawah karena diabetes disebabkan adanya
gangguan pembuluh darah, gangguan saraf, dan adanya infeksi. Pada
gangguan pembuluh darah, kaki bisa terasa sakit, jika diraba terasa
dingin, jika ada luka sukar sembuh karena aliran darah ke bagian tersebut
sudah berkurang. Pemeriksaan nadi pada kaki sukar diraba, kulit tampak
pucat atau kebiru- biruan, kemudian pada akhirnya dapat menjadi
gangren/ jaringan busuk, kemudian terinfeksi dan kuman tumbuh subur,
hal ini akan membahayakan pasien karena infeksi bisa menjalar ke
seluruh tubuh (sepsis). Bila terjadi gangguan saraf, disebut neuropati
diabetik dapat timbul gangguan rasa (sensorik) baal, kurang berasa
sampai mati rasa. Selain itu gangguan motorik, timbul kelemahan otot,
otot mengecil, kram otot, mudah lelah. Kaki yang tidak berasa akan
berbahaya karena bila menginjak benda tajam tidak akan dirasa padahal
telah timbul luka, ditambah dengan mudahnya terjadi infeksi. Kalau sudah
gangren, kaki harus dipotong di atas bagian yang membusuk tersebut
(Corwin, 2007).
Gangren diabetik merupakan dampak jangka lama arteriosklerosis
dan emboli trombus kecil. Angiopati diabetik hampir selalu juga
mengakibatkan neuropati perifer. Neuropati diabetik ini berupa gangguan
motorik, sensorik dan autonom yang masing- masing memegang peranan
pada terjadinya luka kaki. Paralisis otot kaki menyebabkan terjadinya
perubahan keseimbangan di sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan
akan menimbulkan titik tekan baru pada telapak kaki sehingga terjadi
kalus pada tempat itu (Corwin, 2007).
Gangren diabetik akibat mikroangiopatik disebut juga gangren panas
karena walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa
hangat oleh peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri di bagian
distal. Biasanya terdapat ulkus diabetik pada telapak kaki. Proses
makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan
secara akut emboli akan memberikan gejala klinis 5 P, yaitu:
1. Pain (nyeri)
2. Paleness (kepucatan)
3. Paresthesia (parestesia dan kesemutan)
4. Pulselessness (denyut nadi hilang)
5. Paralysis (lumpuh), (Price, 2005).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut
pola dari Fontaine, yaitu 4 :
1. Stadium I ; asimptomatis atau gejala tidak khas (semutan atau
geringgingan)
2. Stadium II ; terjadi klaudikasio intermiten
3. Stadium III ; timbul nyeri saat istirahat
4. Stadium IV ; berupa manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia
(ulkus), (Price, 2005).
Gangguan sensorik menyebabkan mati rasa setempat dan hilangnya
perlindungan terhadap trauma sehingga penderita mengalami cedera
tanpa disadari. Akibatnya, kalus dapat berubah menjadi ulkus yang bila
disertai dengan infeksi berkembang menjadi selulitis dan berakhir dengan
gangren (Noer, 2004).
Gangguan saraf autonom mengakibatkan hilangnya sekresi kulit
sehingga kulit kering dan mudah mengalami luka yang sukar sembuh.
Infeksi dan luka ini sukar sembuh dan mudah mengalami nekrosis akibat
dari tiga faktor. Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang
menyebabkan perfusi jaringan kaki kurang baik sehingga mekanisme
radang jadi tidak efektif. Faktor kedua adalah lingkungan gula darah yang
subur untuk perkembangan bakteri patogen. Faktor ketiga terbukanya
pintas arteri-vena di subkutis, aliran nutrien akan memintas tempat infeksi
di kulit (Noer, 2004).
Poluria, polidipsia dan penurunan berat badan menurun di sebabkan
karena kadar glukosa plasma: >180 mg/dL, gula akan diekskresikan ke
dalam urine (glikogusria). Volume urine meningkat akibat terjadinya
diuersis osmotik dan kehilangan air yang bersifat obligatorik pada saat
yang bersarnaan (poliuria), kejadian ini selanjutnya akan menimbulkan
dehidrasi (hiperosmolaritas), bertambahnya rasa haus dan gejala banyak
minum (Polidipsia), (Noer, 2004).
Glikosuria menyebabkan kehilangan kalori yang cukup besar (4.'1 kal
bagi setiap gram karbohidrat yang diekskresikan keluar), kehilangan ini,
kalau ditambah lagi dengan deplesi jaringan otot dan adiposa, akan
mengakibatkan penurunan berat badan yang hebat kendati terdapat
peningkatan selera makan (polifagia) dan asupan-kalori yang normal atau
meningkat. Sintesis protein akan menurun dalam keadaan tanpa insulin
dan keadaan ini sebagian terjadi akibat berkurangnya pengangkutan
asam amino ke dalam otot (asam amino berfungsi sebagai substrat
glukoneogenik), (Lewis, 2011 dan Noer, 2004).
Jadi, orang yang kekurangan insulin berada dalam keseimbangan
nitrogen yang negatif. Kerja antilipolisi insulin hilang seperti halnya efek
lipogenik yang dimiliknya, dengan demikian, kadar asam lemak plasma
akan meninggi. Kalau kemampuan hati untuk mengakosidasi asam lemak
terlampaui, maka senyawa asam β hidroksibutirat dan asam asetoasetat
akan bertumpuk (ketosis). Mula mula penderita dapat mengimbangi
pengumpulan asam organik ini dengan meningkatan pengeluaran CO2
lewat sistem respirasi, namun bila keadaan ini tidak dikendalikan dengan
pemberian insulin, maka akan terjadi asidosis metabolik dan pasien akan
meninggal dalam keadaan koma diabetik.

6. Manifestasi Klinis
a. Poliuria
Hal ini disebabkan karna kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula
darah sampai diatas 160-180 mg/ dL, maka glukosa akan sampai ke
air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air
tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang.
Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan,
maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuria),
(Smelzert, 2002).
b. Polidipsi
Hal ini disebabkan karena pembakaran terlalu banyak dan kehilangan
cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi pasien
lebih banyak minum (Smelzert, 2002).
c. Polifagi
Hal ini disebabkan karena sejumlah besar kalori hilang ke dalam air
kemih, sehingga penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk
mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang
luar biasa sehingga banyak makan (polifagi), (Smelzert, 2002).
d. Berat badan menurun
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa,
maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh
yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar,
maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada
di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga
pasien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
(Smelzert, 2002).
Gejala lainnya adalah penglihatan kabur, pusing, mual, lemah,
kesemutan, gatal-gatal, berkurangnya ketahanan selama melakukan
olahraga dan luka sulit sembuh. Penderita diabetes yang kurang terkontrol
lebih peka terhadap infeksi. Karena kekurangan insulin yang berat, maka
sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hampir selalu
mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar penderita diabetes
tipe II tidak mengalami penurunan berat badan (Lewis, 2011 dan Price,
2005).
Pada penderita diabetes mellitus tipe I, gejalanya timbul secara tiba-
tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang
disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah
adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan
gula tanpa insulin, maka sel- sel ini mengambil energi dari sumber yang
lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan
senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam
(ketoasidosis), (Lewis, 2011 dan Price, 2005).
Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan
berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama
pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh
berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita
tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum
bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa
jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe
I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali
penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau
penyakit yang serius (Lewis, 2011 dan Price, 2005).
Penderita diabetes tipe II, bisa tidak menunjukkan gejala- gejala
selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka
akan timbul gejala yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus.
Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai
lebih dari 1.000 mg/ dL, biasanya terjadi akibat stres, misalnya infeksi atau
obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa
menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan
yang disebut koma hiperglikemik- hiperosmolar non- ketotik (Lewis, 2011
dan Price, 2005).

7. Komplikasi
a. Komplikasi yang bersifat akut
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan syaraf yang
disebabkan penurunan kadar glukosa darah. Hipoglikemia terjadi
karena pemakaian obat- obatan diabetik yang melebihi dosis yang
dianjurkan sehingga terjadi penurunan glukosa dalam darah (Lewis,
2011 dan Price, 2005).
Glukosa yang ada sebagian besar difasilitasi untuk masuk ke dalam
sel. Tanda- tanda hipoglikemia :
a) Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah menurun
b) Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit berbicara,
kesulitan menghitung sederhana
c) Stadium simpatik : keringat dingin pada muka terutama di
hidung, bibir atau tangan
d) Stadium gangguan otak berat : koma (tidak sadar) dengan atau
tanpa kejang
2) Koma hiperosmolar nonketotik
Koma ini terjadi karena penurunan komposisi cairan intrasel dan
ekstrasel karena banyak disekresi lewat urin (Lewis, 2011 dan Price,
2005).
3) Ketoasidosis
Minimnya glukosa di dalam sel akan mengakibatkan sel mencari
sumber alternatif untuk dapat memperoleh energi sel. Kalau tidak
ada glukosa maka benda- benda keton akan dipakai sel. Kondisi ini
akan mengakibatkan penumpukan residu pembongkaran benda-
benda keton yang berlebihan yang mengakibatkan asidosis. Pada
pasien yang dalam keadaan ketoasidosis akan mengalami
pernafasan kusmaul, dehidrasi (turgor kulit jelek, lidah dan bibir
kering), kadang- kadang disertai tekanan darah rendah sampai
renjatan dan kesadaran dapat menurun sampai koma (Lewis, 2011
dan Price, 2005).
b. Komplikasi yang bersifat kronik
1) Makroangiopati yang mengenai pembuluh darah sedang dan besar,
pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah
otak. Perubahan pada pembuluh darah besar dapat mengalami
atherosklerosis sering terjadi pada DMTII/ NIDDM. Komplikasi
makroangiopati adalah penyakit vaskuler otak, penyakit arteri
koronaria dan penyakit vaskuler perifer (Noer, 2004).
2) Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati
diabetika, nefropati diabetik. Perubahan- perubahan mikrovaskuler
yang ditandai dengan penebalan dan kerusakan membran diantara
jaringan dan pembuluh darah sekitar. Terjadi pada penderita DMTI/
IDDM yang terjadi neuropati, nefropati, dan retinopati (Noer, 2004).
a) Nefropati
Gangguan fungsi ginjal merupakan tanda awal kelainan ginjal
pada diabetes mellitus. Perubahan ini akan diikuti peningkatan
fitrasi glomerular, peningkatan aliran plasma ginjal serta
peningkatan permeabilitas glomerulus. Peningkatan
permeabilitas ini pada akhirnya mengakibatkan penumpukan
makro molekul, immunoglobulin pada dinding glomerulosklerosis
(Suyono, 2006).
b) Retinopati
Adalah adanya perubahan dalam retina karena penurunan
protein dalam retina. Perubahan ini dapat berakibat gangguan
dalam penglihatan (Robert, 2002).
c) Neuropati diabetika
Neuropati dapat menyerang saraf perifer, saraf cranial atau
system saraf otonom. Keluhan yang sering adalah berupa
kesemutan, rasa lemah, baal dan hilangnya kepekaan terhadap
sentuhan, nyeri. Pada pasien dengan neuropati autonom diabetic
dapat dijumpai gejala gastrointestinal yang umumnya berupa
mual, rasa kembung, muntah dan diare. Manifestasi neuropati
yang lain adalah hipotensi, adanya keluhan gangguan
pengeluaran keringat serta impotensi (Suyono, 2006).
3) Ulkusi diabetik
Perubahan mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati
menyebabkan perubahan pada ekstremitas bawah. Komplikasinya
dapat terjadi gangguan sirkulasi, terjadi infeksi, gangren, penurunan
sensasi dan hilangnya fungsi saraf sensorik dapat menunjang
terjadinya trauma atau tidak terkontrolnya infeksi yang
mengakibatkan gangren (Syono, 2006).

8. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


a. Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dL
b. Aseton plasma (keton) : positif
c. Asam lemak bebas : peningkatan lipid dan kolesterol
d. Elektrolit :
Natrium : normal, meningkat ataupun turun
Kalium : normal, peningkatan semu, kemudian menurun
Fosfor : menurun
e. Hemoglobin glikosilat : meningkat 2 – 4 kali lipat
f. Gas darah arteri : pH rendah dan penurunan HCO 3 (asidosis metabolik)
dengan kompensasi alkalosis respiratorik
g. Trombosit darah : peningkatan Ht, leukositosis
h. Ureum/ kreatinin : dapat normal ataupun meningkat
i. Amilase darah : meningkat
j. Insulin darah : menurun sampai tidak ada (pada tipe I) dan meninggi
pada tipe II
k. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid
l. Urine : gula dan aseton positif, peningkatan berat jenis dan osmolalita
(Tjokronegoro, 2002).

9. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan Diabetes Mellitus


a. Edukasi/Penyuluhan
Tujuannya untuk mendidik pengidap/ keluarganya mengenai
pengetahuan dan ketrampilan praktis diabetes mellitus sehingga
ketaatan dan peran sertanya meningkat, dan memiliki gaya hidup yang
baik (Tjokronegoro, 2002).
b. Diet
Prinsip penatalaksanaan diet pada diabetes mellitus adalah:
1) Jumlah kalori sesuai kebutuhan
Cara menentukan kebutuhan kalori:
a) Kurus : BBx 40-60 kal/ hari
b) Normal : BBx 30 kal/ hari
c) Gemuk : BBx 20 kal/ hari
d) Obesitas : BBx 10-15 kal/ hari
2) Jadwal makan (6 kali) makan pagi- selingan pagi- makan siang-
selingan sore- makan malam-menjelang tidur.
3) Jenis makanan, karbohidrat 60-70% kebutuhan kalori, protein 10-
15%, lemak 20-25%, dan unsure kelumit atau vitamin sesuai
kebutuhan (Tjokronegoro, 2002).
c. Olahraga
1) Keuntungan: peningkatan kepekaan insulin, pengurangan resistensi
insulin, pencegahan kegemukan, perbaikan aliran darah,
peningkatan HDL, pembentukan glikogen hati, peningkatan
pembakaran lemak, dan perbaikan pengendalian DM.
2) Persiapan: KGD < 250mg/ dL dan konsultasi.
3) Prinsip Olahraga mencakup:
a) Frekuensi jumlah olahraga perminggu 3- 5 kali
b) Intensitas beban latihan ringan sedang
c) Time (waktu) 30- 60 menit : (5- 10 menit pemanasan, 20- 40
menit latihan inti, dan 5 menit pendinginan)
d) Tipe (jenis) olahraga aerobic (jalan, jogging, renang, bersepeda),
(Tjokronegoro, 2002).
d. Obat anti- Diabetes Mellitus
1) Prinsip pemberian obat:
a) Diberikan bila dengan pengaturan makan dan olahraga
pengendalian DM belum optimal
b) Obat dengan cara diminum atau disuntikkan (insulin)
c) Jangan mengubah takaran obat atau jadwal pemakaian tanpa
konsultasi dokter
2) Obat- obatan Hipoglikemik Oral (OHO)
a) Golongan sulfoniluria
Cara kerja golongan ini adalah: merangsang sel beta pankreas
untuk mengeluarkan insulin, jadi golongan sulfonuria hanya
bekerja bila sel-sel beta utuh, menghalangi pengikatan insulin,
mempertinggi kepekatan jaringan terhadap insulin dan menekan
pengeluaran glukagon. Indikasi pemberian obat golongan
sulfoniluria adalah: bila berat badan sekitar ideal kurang lebih
10% dari berat badan ideal, bila kebutuhan insulin kurang dari 40
u/hari, bila tidak ada stress akut, seperti infeksi berat/perasi
(Tjokronegoro, 2002).
b) Golongan biguanid
Cara kerja golongan ini tidak merangsang sekresi insulin.
Golongan biguanid dapat menurunkan kadar gula darah menjadi
normal dan istimewanya tidak pernah menyebabkan hipoglikemi.
Efek samping penggunaan obat ini (metformin) menyebabkan
anoreksia, nausea, nyeri abdomen dan diare. Metformin telah
digunakan pada pasien dengan gangguan hati dan ginjal,
penyalahgunaan alkohol, kehamilan atau insufisiensi
cardiorespiratory (Tjokronegoro, 2002).
c) Alfa Glukosidase Inhibitor
Obat ini berguna menghambat kerja insulin alfa glukosidase
didalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan
glukosa dan menurunkan hiperglikemia post prandial. Obat ini
bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemi dan
tidak berpengaruh pada kadar insulin. Alfa glukosidase inhibitor
dapat menghambat bioavailabilitas metformin. Jika dibiarkan
bersamaan pada orang normal (Tjokronegoro, 2002).
d) Insulin Sensitizing Agent
Obat ini mempunyai efek farmakolagi meningkatkan sensitifitas
berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabakan
hipoglikemia (Tjokronegoro, 2002).
3) Insulin
Dari sekian banyak jenis insulin, untuk praktisnya hanya 3 jenis yang
penting menurut cara kerjanya yakni menurut Junadi, 1982,
diantaranya adalah:
a) Yang kerjanya cepat: RI (Regular insulin) dengan masa kerja 2-
4 jam. Contoh obatnya: Actrapid
b) Yang kerjanya sedang: NPN, dengan masa kerja 6- 12 jam
c) Yang kerjanya lambat: PZI (Protamme Zinc Insulin) masa
kerjanya 18- 24 jam
Untuk pasien yang pertama kali akan dapat insulin, sebaiknya selalu
dimulai dengan dosis rendah (8-20 unit) disesuaikan dengan reduksi
urine dan glukosa darah. Selalu dimulai dengan RI, diberikan 3 kali
(misalnya 3 x 8 unit) yang disuntikkan subkutan ½ jam sebelum
makan. Jika masih kurang dosis dinaikkan sebanyak 4 unit per tiap
suntikan. Setelah keadaan stabil RI dapat diganti dengan insulin
kerja sedang atau lama PZI mempunyai efek maksimum setelah
penyuntikan (Tjokronegoro, 2002 dan Riyaldi, 2008).
PZI disuntik 1/4 jam sebelum makan pagi dengan dosis 2/3 dari
dosis total RI sehari. Dapat pula diberikan kombinasi RI dengan PZI
diberikan sekali sehari. Misalnya semula diberikan RI 3 x 20 unit
dapat diganti dengan pemberian RI 20 unit dan PZI 30 unit
(Tjokronegoro, 2002).
B. TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan gangguan sistem endokrin diabetes
mellitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi
a. Data Demografi :
1) Identitas Pasien
Jenis Kelamin: dapat terjadi pada semua jenis kelamin
Umur : banyak terjadi pada umur > 45 tahun, diabetes tipe
satu dapat terjadi pada umur muda atau anak-anak.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien masuk ke RS dengan keluhan sering BAK, banyak
minum, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar
sembuh, kulit kering, merah, sakit kepala, menyatakan seperti mau
muntah, lemah otot, disorientasi, letargi, koma.
2) Riwayat kesehatan dahulu :
Biasanya pasien DM mempunyai riwayat hipertensi, penyakit
jantung seperti infark miokard. Memiliki kebiasaan mengkonsumsi
makanan berlemak, kurang olah raga. Berapa lama pasien
menderita DM, bagaimana penanganannya, apa terapinya, apakah
pasien teratur dalam minum obat.
4) Riwayat kesehatan keluarga :
Biasanya ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
c. Pengkajian berdasarkan 11 pendekatan fungsi Gordon
1) Pola Persepsi Kesehatan atau Penanganan Kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan
kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan, dan penatalaksanaan
kesehatan, kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang
praktek kesehatan.
Pada pasien diabetes mellitus terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang
dampak dari penyakit diabetes mellitus, sehingga menimbulkan
persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk
tidak mematuhi prosedur pengobatan karena perawatan yang lama.
2) Pola Nutrisi Metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah dalam sel tidak ada/ tidak dapat
dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan banyak makan,
banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
3) Pola Eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik
yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran
glukosa pada urine (glukosuria).
5) Pola Aktivitas dan Latihan
Kelemahan, susah berjalan/ bergerak, kram otot, gangguan istirahat
dan tidur, takhikardi/ tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan
bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan
otot– otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu
melaksanakan aktivitas sehari- hari secara maksimal, penderita
mudah mengalami kelelahan.
6) Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif karena adanya poliuri, nyeri pada kaki yang
luka, sehingga pasien mengalami kesulitan tidur.
7) Kognitif Persepsi
Pada pasien DM dengan gangren cenderung mengalami neuropati/
mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri.
Pengecapan mengalami penurunan, dan gangguan penglihatan.
8) Persepsi dan Konsep Diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang
sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan
dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga (self esteem).
9) Peran Hubungan
Pada pasien DM dengan luka gangren yang sukar sembuh dan
berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari
pergaulan.
10) Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek,
gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada
proses ejakulasi serta orgasme.
11) Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,
perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan
reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain– lain, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
12) Nilai Keprercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
d. Pengkajian fisik
1) Pemeriksaan Vital Sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu.
Tekanan darah dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM
bisa tinggi atau normal, Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu
akan mengalami perubahan jika terjadi infeksi.
2) Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah
terjadi komplikasi kulit terasa gatal.
3) Pemeriksaan Leher
Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah
bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure) normal 5-2 cmH2.
Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic
pernafasan cepat dan dalam.
4) Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
5) Pemeriksaan Abdomen
Dalam batas normal
6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Sering BAK
7) Pemeriksaan Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa
kesemutan
8) Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri,
bisa terasa baal
9) Pemeriksaan Neurologi
GCS :15
Kesadaran Compos mentis Cooperative (CMC)
e. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
1) Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dL
2) Aseton plasma (keton) : positif
3) Asam lemak bebas : peningkatan lipid dan kolesterol
4) Elektrolit :
Natrium : normal, meningkat ataupun turun
Kalium : normal, peningkatan semu, kemudian menurun
Fosfor : menurun
5) Hemoglobin glikosilat : meningkat 2 – 4 kali lipat
6) Gas darah arteri : pH rendah dan penurunan HCO 3 (asidosis
metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik
7) Trombosit darah : peningkatan Ht, leukositosis
8) Ureum/ kreatinin : dapat normal ataupun meningkat
9) Amilase darah : meningkat
10) Insulin darah : menurun sampai tidak ada (pada tipe I) dan meninggi
pada tipe II
11) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid
12) Urine : gula dan aseton positif, peningkatan berat jenis dan
osmolalitas
2. Diagnosa Keperawatan NANDA, NOC- NIC :
a. Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
berhubungan dengan Ketidakmampuan Untuk Mengabsorbsi Nutrisi
1) NANDA: Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi: intake nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
proses metabolik.
Batasan Karakteristik :
a) Nafsu makan menurun
b) Berat badan menurun (20% atau lebih dibawah ideal)
c) Kelemahan/ kerapuhan pembuluh kapiler
d) Penurunan berat badan dengan intake makanan yang cukup
e) Kurangnya informasi
f) Konjungtiva dan membran mukosa pucat
g) Tonus otot buruk
h) Melaporkan intake makanan yang kurang dari kebutuhan
makanan yang tersedia
2) Nursing Outcomes Classification (NOC)
a) Status nutrisi
Defenisi : sejauh mana tingkat nutrisi yang tersedia untuk dapat
memenuhi kebutuhan proses metabolik.
Indikator :
(1) Intake nutrisi adekuat
(2) Intake makanan adekuat
(3) Intake cairan dalam batas normal
(4) Energi cukup
(5) Indeks masa tubuh dalam batas normal
b) Status nutrisi : asupan makanan dan cairan
Definisi : jumlah makanan dan cairan dalam tubuh selama waktu
24 jam.
Indikator :
(1) Intake makanan melalui oral adekuat
(2) Intake cairan melalui oral adekuat
(3) Intake cairan melalaui intravena dalam batas normal
c) Status nutrisi : intake nutrisi
Definisi : intake nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi proses
metabolic
Indikator :
(1) Intake kalori dalam batas normal
(2) Intake protein dalam batas normal
(3) Intake lemak dalam batas normal
(4) Intake karbohidrat dalam batas normal
(5) Intake serat dalam batas normal
(6) Intake mineral dalam batas normal
3) Nursing Interventions Classification (NIC)
a) Manajemen Nutrisi
Aktivitas :
(1) Mengkaji adanya pasien alergi terhadap makanan
(2) Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan gizi pasien
(3) Mengatur pola makan dan gaya hidup pasien
(4) Mengajarkan pasien bagaimana pola makan sehari- hari yang
sesuai dengan kebutuhan
(5) Memantau dan mencatat masukan kalori dan nutrisi
(6) Timbang berat badan pasien dengan interval yang sesuai
(7) Memberikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi
dan bagaimana cara memenuhinya
(8) Membantu pasien untuk menerima program gizi yang
dibutuhkan
b) Therapy nutrisi
Aktivitas :
(1) Memantau makanan dan minuman yang dimakan dan hitung
intake kalori sehari yang sesuai
(2) Memantau ketepatan anjuran diet untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi sehari- hariyang sesuai
(3) Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan gizi pasien
(4) Memberikan makanan sesuai dengan diet yang dianjurkan
(5) Memantau hasil labor Memberikan
(6) Mengajari kepada keluarga dan pasien secara tertulis contoh
diet yang dianjurkan
c) Monitor Gizi
Aktivitas :
(1) Memantau berat badan pasien
(2) Memantau turgor kulit
(3) Memantau mual dan muntah
(4) Memantau albumin, total protein, Hb, hematokrit, dan
elektrolit
(5) Memantau tingkat energi, lemah, letih, rasa tidak enak
(6) Memantau apakah konjungtiva pucat, kemerahan, atau kering
(7) Memantau intake nutrisi dan kalori
b. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan Kehilangan Volume
Cairan Secara Aktif
1) NANDA : Kekurangan Volume Cairan
Definisi : penurunan cairan Intravaskuler, Interstisial, dan atau
Intrasel. Diagnosis ini mengacu pada dehidrasi yang merupakan
kehilangan cairan saja tanpa perubahan dalam natrium.
Batasan Karakteristik :
a) Perubahan status mental
b) Penurunan tekanan darah
c) Penurunan volume/ tekanan nadi
d) Penurunan turgor kulit/ lidah
e) Pengisian vena menurun
f) Membran mukosa/ kulit kering
g) Peningkatan hematokrit meninggi
h) Peningkatan denyut nadi
i) Konsentrasi urine meningkat
j) Kehilangan berat badan seketika
k) Kehausan
l) Kelemahan
2) Nursing Outcomes (NOC)
Hasil yang diharapkan :
a) Keseimbangan cairan
Defenisi : keseimbangan cairan di intraselluler dan ekstraselluler
di dalam tubuh
Indikator :
a. Tekanan darah dalam batas normal
b. Keseimbangan intake dan output selama 24 jam
c. Turgor kulit baik
d. Membran mukosa lembab
e. Hematokrit dalam batas normal
b) Hidrasi
Definisi : kecukupan cairan di intraselluler dan ekstraselluler di
dalam tubuh
Indikator :
(1) Turgor kulit baik
(2) Membran mukosa lembab
(3) Intake cairan dalam batas normal
(4) Pengeluaran Urin dalam batas normal
c) Vital Sign
Definisi : rentang normal suhu, nadi, respirasi, dan tekanan darah
Indikator :
(1) Suhu tubuh dalam batas normal
(2) Denyut nadi dalam batas normal
(3) Frekuensi pernafasan dalam batas normal
(4) Nafas tidak sesak
(5) Tekanan darah sistolik dalam batas normal
(6) Tekanan darah diastolik dalam batas normal
Hasil yang ditambahkan :
(1) Status Nutrisi : makanan dan cairan
(2) Mual dan muntah
(3) Jaringan integritas kulit dan mukosa
(4) Eliminasi urin
3) Nursing Interventions Classification (NIC)
a) Manajemen Cairan
Aktivitas :
(1) Mempertahankan keakuratan catatan intake dan output
(2) Memonitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa,
nadi, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
(3) Memonitor vital sign
(4) Memonitor hasil labor yang sesuai dengan retensi cairan
(BUN, Ht, osmolalitas urin)
(5) Memonitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori
harian
(6) Berkolaborasi untuk pemberian cairan IV
b) Monitor Cairan
Aktivitas :
(1) Menentukan faktor resiko dari ketidakseimbangan cairan
(polyuria, muntah, hipertermi)
(2) Memonitor intake dan output
(3) Memonitor serum dan jumlah elektrolit dalam urin
(4) Memonitor serum albumin dan jumlah protein total
(5) Memonitor serum dan osmolaritas urin
(6) Mempertahankan keakuratan catatan intake dan output
(7) Memonitor warna, jumlah dan berat jenis urin.
c. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan Perubahan
Sirkulasi, Kurang Pengetahuan, Faktor Mekanik (tekanan, benturan,
gesekan)
1) NANDA : Kerusakan integritas jaringan
Definisi : kerusakan pada selaput lendir, kornea, kulit dan jaringan
subkutan
Batasan Karakteristik :
(1) Kerusakan jaringan (kornea, membrane mukosa, kulit, dan
subkutan)
(2) Kehilangan jaringan
2) Nursing Outcomes (NOC)
Hasil yang diharapkan :
a) Integritas Jaringan : kulit dan membran mukosa
Defenisi : keutuhan struktur dan fungsi fisiologis normal dari kulit
dan membrane mukosa
Indikator :
(1) Temperatur kulit dalam batas normal
(2) Susunan dalam batas normal
(3) Perfusi jaringan baik
(4) Integritas kulit baik
b) Penyembuhan luka : tahapan utama
Definisi : tingkat regenerasi dari sel dan jaringan setelah
dilakukan penutupan
Indikator :
Bekas luka dalam keadaan baik
c) Penyembuhan luka : tahapan kedua
Definisi : tingkat regenerasi dari sel dan jaringan setelah
dilakukan penutupan
Indikator :
(1) Granulasi dalam keadaan baik
(2) Bekas luka dalam keadaan baik
(3) Penurunan ukuran luka
Hasil yang ditambahkan :
(1) Status sirkulasi
(2) Kontrol resiko : proses infeksi
(3) Status nutrisi
(4) Perfusi jaringan : perifer
3) Nursing Interventions Classification (NIC)
a) Managemen Tekanan
Aktifitas ;
(1) Memakaikan pasien pakaian yang tidak membatasi gerak
(2) Menahan diri untuk melakukan tekanan pada bagian tubuh
yang sakit
(3) Meninggikan ektremitas yang terluka
(4) Memutar posisi pasien setiap dua jam sekali, berdasarkan
jadwal khusus
(5) Memantau area kulit yang kemerahan atau rusak
(6) Memantau pergerakan dan aktifitas pasien
(7) Memantau status nutrisi pasien
(8) Memantau sumber tekanan dan geseran
b) Perawatan Luka (3660)
Aktifitas :
(1) Mengganti balutan plester dan debris
(2) Mencukur rambut sekeliling daerah yang terluka, jika perlu
(3) Mencatat karakteristik luka termasuk warna, bau dan ukuran
(4) Membersihkan dengan larutan saline atau nontoksik yang
sesuai
(5) Memberikan pemeliharaan kulit luka bernanah sesuai
kebutuhan
(6) Mengurut sekitar luka untuk merangsang sirkulasi
(7) Menggunakan unit TENS (Transcutaneous Elektrikal Nerve
Stimulation) untuk peningkatan penyembuhan luka yang
sesuai
(8) Menggunakan salep yang cocok pada kulit/ lesi, yang sesuai
(9) Membalut dengan perban yang cocok
(10) Mempertahankan teknik pensterilan perban ketika merawat
luka
(11) Memeriksa luka setiap mengganti perban
(12) Membandingkan dan mencatat secara teratur perubahan-
perubahan pada luka
(13) Menjauhkan tekanan pada luka
(14) Mengajarkan pasien dan anggota keluarga prosedur
perawatan luka

Anda mungkin juga menyukai