Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol /No.

STUDI MITIGASI BENCANA GEMPABUMI DENGAN PEMETAAN


MIKROZONASI DAERAH MAKASSAR BERDASARKAN
ANALISIS HVSR MIKROTREMOR

Yeni Purnama Sari1, Rustadi1, Syamsurijal Rasimeng1, Baheramsyah Indra2, Nia K Praja2
1
Teknik Geofisika, Fakultas Teknik Universitas Lampung
2
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

e-mail: Yenip445@gmail.com

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian di Daerah Makassar menggunakan data mikrotremor berdasarkan analisis HVSR
untuk mendapatkan nilai frekuensi resonansi dan faktor amplifikasi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
dan menggambarkan daerah yang rawan terhadap gempabumi sebagai upaya mitigasi, dengan pemetaan
mikrozonasi berdasarkan parameter frekuensi resonansi, periode dominan, Vs30 (kecepatan gelombang geser),
dan nilai amplifikasi yang dikaitkan dengan data geologi Daerah Makassar. Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa Daerah Makassar berada pada zona dengan frekuensi resonansi berkisar antara 0,65 Hz hingga 9,45 Hz,
dengan nilai amplifikasi berkisar 0,78 hingga 6,32. Kemudian nilai periode dominan yaitu 0,11 detik hingga 1,
54 detik, dan nilai kecepatan gelombang geser yaitu 78 m/s hingga 1134 m/s. Sehingga Kecamatan Mamajang
dan Kecamatan Biringkanaya merupakan Kecamatan yang hampir seluruh wilayahnya memiliki tingkat
kerawanan yang tinggi yaitu berada pada zona III amplifikasi tinggi, dengan klasifikasi tanah jenis IV tipe
batuan E berupa litologi batuan alluvial lunak berketebalan 30 meter atau lebih, sehingga perlu perhatian khusus
dari pemerintah dalam usaha pengembangan fasilitas umum dan kesadaran masyarakat dalam menanggapi
bencana gempabumi yang tiba-tiba dapat terjadi. Namun terdapat juga Daerah Makassar yang dianggap aman
yaitu wilayah yang direkomendasikan sebagai wilayah pengembangan dalam tataruang yang memiliki tingkat
kerawanan rendah dengan nilai amplifikasi berkisar antara 0,78 hingga 2,54 dan berada pada zona frekuensi
frekuensi tinggi berkisar 4 Hz hingga 10 Hz meliputi Kecamatan Tallo, dan pesisir pantai maupun bagian hulu
sungai Kecamatan Tamalate.

Kata kunci; mikrotremor, mikrozonasi, amplifikasi, Makassar


.

ABSTRACT
Regional studies have been conducted in Makassar use data based on the analysis HVSR mikrotremor to get the
value of the resonant frequency and amplification factor. This study aims to determine and describe the areas
that are prone to earthquakes as mitigation, with microzonation mapping based on the parameters resonant
frequency, the dominant period, Vs30 (shear wave velocity), and the value associated with the amplification of
the Regional geological data Makassar. The results showed that the area is Makassar is located in a zone with
resonant frequency ranges from 0.65 Hz to 9.45 Hz, with values ranging from 0.78 to 6.32 amplification, then
the dominant period is 0.11 second to 1, 54 seconds, and the value of shear wave velocity is 78 m/s up to 1134
m/s. So that the District Mamajang and the District Biringkanaya the District of almost the entire region has a
severe impact that high that is located in zone III amplification high, with soil classification type IV rock type E
form lithological rock alluvial soft thickness of 30 meters or more, so it needs special attention from the
government in business development and community awareness of public facilities in response to the earthquake
disaster that may suddenly occur. But there are also Regional Makassar considered safe areas which are
recommended as the development region in the layout which has a level of vulnerability to lower the value of
amplification ranging from 0,78 to 2,54 and are in the zone of the frequency of the high frequency range from 4
Hz to 10 Hz include District Tallo and Tamalate District.

Keywords: Microtremor, microzonation, amplification, Makassar


Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol /No.

I. PENDAHULUAN Makassar berdasarkan periode dominan, Vs30


(kecepatan gelombang geser hingga kedalaman 30
meter), dan amplifikasi yang dikaitkan dengan data
A. Latar Belakang geologi, digunakan sebagai langkah awal dalam
pembangunan tataruang maupun untuk mengurangi
Indonesia secara geologis terletak pada resiko bencana gempabumi.
pertemuan tiga lempeng besar yaitu Lempeng Benua
Indo-Australia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng
Eurasia, serta satu lempeng mikro yaitu Lempeng
Filipina (Pasau dan Tanauma, 2011). Fenomena II. TINJAUAN PUSTAKA
tektonik tersebut menyebabkan daerah-daerah di
Indonesia rawan terhadap bencana gempa bumi, A. Geologi Daerah Penelitian
salah satunya Sulawesi.
Namun untuk daerah yang jauh dari fokus gempa Berdasarkan peta geologi Kota Makassar secara
tektonik maupun vulkanik dampak getarannya tidak umum disusun atas 3 satuan batuan:
secara langsung dirasakan, karena amplitudo 1. Satuan Alluvial, penyebaran satuan batuan
getarannya semakin jauh semakin kecil. Daerah alluvial mendominasi hampir seluruh wilayah
tersebut misalnya Daerah Makassar, getaran yang kota meliputi daerah di sekitar daratan sampai ke
paling banyak mempengaruhi kontruksi bangunan pantai.
adalah gempa mikro yang bersumber dari 2. Satuan Basal, penyebaran satuan batuan basal
permukaan bumi dan menyebabkan tanah di terdapat di dua wilayah kecamatan yaitu
sekitarnya beresonansi secara periodik atau konstan kecamatan Tamalate dan Kecamatan
yang disebut mikrotremor (Syahruddin dkk, 2014). Biringkanaya.
Upaya mitigasi bencana gempa bumi dapat 3. Batuan sedimen laut berselingan batuan gunung
dilakukan salah satunya dengan pembuatan peta api Bawakaraeng, dan Formasi Camba yang
mikrozonasi, berdasarkan nilai frekuensi resonansi, terdiri dari lava, breksi, tufa dan konglomerat
periode dominan, Vs30 (kecepatan gelombang geser hasil erupsi Gunungapi Batturappe-Cindako
pada kedalaman 30 meter), dan amplifikasi berupa tufa dan breksi, penyebaran satuan batuan
menggunakan data mikrotremor berdasarkan analisis tufa dan breksi terdapat di Kecamatan
HVSR. Hasil penelitian ini bermanfaat dalam upaya Biringkanaya, Kecamatan Tamalate, dan
mitigasi bencana gempa bumi serta dapat membantu Kecamatan Panakukang (Soehaimi, 2009).
dalam perencanaan pengembangan Daerah Makassar
sebagai bahan pertimbangan untuk tata letak
bangunan.
III. TEORI DASAR

B. Tujuan Penelitian A. Mikrotremor


Tujuan dilakukan penelitian ini adalah: Mikrotremor merupakan getaran tanah yang
1. Mengetahui pengaruh gempabumi dengan sangat kecil dan terus menerus yang bersumber dari
menentukan nilai amplifikasi dan frekuensi berbagai macam getaran seperti, lalu lintas, angin,
resonansi Daerah Makassar. aktivitas manusia dan lain-lain (Kanai, 1983).
2. Menentukan dan menganalisis nilai periode Mikrotremor dapat juga diartikan sebagai getaran
dominan untuk menggambarkan daerah-daerah harmonik alami tanah yang terjadi secara terus
di Makassar yang rawan terhadap gempabumi. menerus, terjebak dilapisan sedimen permukaan,
3. Menentukan dan menganalisis nilai Vs30 terpantulkan oleh adanya bidang batas lapisan
(kecepatan gelombang geser hingga kedalaman dengan frekuensi yang tetap, disebabkan oleh
30 meter) untuk mengetahui jenis tanah Daerah getaran mikro di bawah permukaaan tanah dan
Makassar yang berpengaruh terhadap kegiatan alam lainnya.
gempabumi. Penelitian mikrotremor dapat mengetahui
4. Menggambarkan dan menentukan zona di karakteristik lapisan tanah berdasarkan parameter
Daerah Makassar yang direkomendasikan periode dominannya dan faktor penguatan
sebagai pengembangan tata ruang wilayah gelombangnya (amplifikasi).
dengan tingkat kerawanan rendah.
1. Teknik perbandingan spektra
C. Batasan Masalah nakamura (Analisis HVSR)

Adapun penelitian ini terbatas pada penyediaan Metode HVSR biasanya digunakan pada
informasi berupa peta zonasi rawan bencana daerah seismik pasif (mikrotremor) tiga komponen. Metode
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol /No.

ini juga dikenal sebagai metode Nakamura, seperti Maka amplifikasi dapat dituliskan sebagai suatu
yang diperkenalkan oleh Nakamura (1989) dari ide fungsi perbandingan nilai kontras impedansi, yaitu:
dasarnya oleh Nogoshi dan Igarashi yang
menunjukkan tingkat antara frekuensi puncak A0 = {(ρb.vb)/( ρs.vs)} (5)
terendah HVSR dari gelombang Rayleigh dan
frekuensi resonansi. Pada prinsipnya metode ini Dimana Ao adalah amplifikasi, adalah densitas
menghitung rasio spektrum antara komponen total batuan dasar (gr/ml), merupakan kecepatan rambat
resultan horizontal terhadap komponen vertikal, gelombang di batuan dasar (m/detik), merupakan
seperti pada Gambar 1. kecepatan rambat gelombang di batuan lunak
Adapun untuk menghitung fungsi respon lokasi (m/detik), merupakan rapat massa dari batuan lunak
modifikasi SM yaitu: (gr/ml), (Ambarrini, 2014).
Adapun besaran amplifikasi menurut Wakamatsu
SM (ω) = SE (ω) / AS (ω) (1) (2006) dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

( )⁄ ( ) Log Amp = 2.367-0.852 log Vs30 ± 0.166 (6)


atau SM (ω) = (2)
( )⁄ ( )

Dimana SM (ω) adalah fungsi transfer untuk lapisan 3. Frekuensi Dominan


soil. Karena komponen mikrotremor pada batuan
( )
dasar sama ke segala arah maka nilai = 1, Frekuensi dominan adalah nilai frekuensi
( )
sehingga persamaan 2 menjadi : yang kerap muncul sehingga diakui sebagai nilai
frekuensi dari lapisan batuan di wilayah tersebut
( ) sehingga nilai frekuensi dapat menunjukkan jenis
SM (ω) = (3) dan karakterisktik batuan tersebut. Lachet dan Brad
( )
(1994) melakukan uji simulasi dengan menggunakan
Dari persamaan 3, maka fungsi transfer untuk 6 model struktur geologi sederhana dengan
lapisan soil hanya bergantung pada hasil pengukuran kombinasi variasi kontras kecepatan gelombang
di permukaan. Dalam pengamatan di lapangan ada geser dan ketebalan lapisan soil. Hasil simulasi
dua komponen horizontal yang diukur yaitu menunjukkan nilai puncak frekuensi berubah
komponen utara–selatan dan komponen barat– terhadap variasi kondisi geologi (Tabel 1).
timur, sehingga komponen horizontal yang
digunakan adalah resultan dari ke dua komponen,
yaitu ditunjukkan dalam persamaan 4. 4. Periode Dominan
( ) ( ) Nilai periode dominan merupakan waktu
SM (ω) = (4)
( ) yang dibutuhkan gelombang mikrotremor untuk
merambat
Dimana HSN(ω) adalah spektrum mikrotremor melewati lapisan endapan sedimen permukaan atau
komponen horizontal utara–selatan dan HWE(ω) mengalami satu kali pemantulan terhadap bidang
adalah spektrum mokrotremor komponen horizontal pantulnya ke permukaan. Nilai periode dominan
barat–timur. juga mengindikasikan karakter lapisan batuan
(Tabel 2) yang ada di suatu wilayah. Nilai periode
dominan didapatkan berdasarkan perhitungan
2. Amplifikasi berikut:

Amplifikasi merupakan perbesaran gelombang T0 = 1/ f0 (7)


seismik yang terjadi akibat adanya perbedaan yang
signifikan antar lapisan, dengan kata lain gelombang Dimana, T0 = periode dominan.
seismik akan mengalami perbesaran, jika merambat f0 = frekuensi dominan.
pada suatu medium ke medium lain yang lebih lunak
dibandingkan dengan medium awal yang dilaluinya.
Semakin besar perbedaan itu, maka perbesaran yang
dialami gelombang tersebut akan semakin besar.
5. Kecepatan gelombang geser (Vs30)
Nilai faktor penguatan (amplifikasi) tanah
berkaitan dengan perbandingan kontras impedansi Vs30 merupakan kecepatan gelombang geser
lapisan permukaan dengan lapisan di bawahnya. Bila hingga pada kedalaman 30 meter dari permukaan.
perbandingan kontras impedansi kedua lapisan Menurut Roser dan Gosar (2010) nilai Vs30 ini dapat
tersebut tinggi maka nilai faktor penguatan juga dipergunakan dalam penentuan standar bangunan
tinggi, begitu pula sebaliknya (Nakamura, 2000). tahan gempa. Nilai Vs30 digunakan untuk
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol /No.

menentukan klasifikasi batuan berdasarkan kekuatan gempabumi, tipe dari kontruksi dan struktur
getaran gempabumi akibat efek lokal. Diasumsikan bangunan yang ada dengan lokasi bencana tersebut.
bahwa kecepatan gelombang geser melewati lapisan Adapun upaya yang dilakukan dalam mitigasi untuk
pada ketebalan 30 meter dari permukaan, mencegah resiko gempabumi yaitu:
dikarenakan terjadi resonansi pada amplitudo 1. Pemetaan daerah rawan gempa dan tsunami.
maksimum sebesar λ/4 di lapisan sedimen. Sehingga 2. Memperhatikan kaidah kontruksi tahan
persamaan yang terbentuk menjadi: gempa/tsunami dalam pembangunan.
3. Sosialisasi termasuk pemasangan pamflet dan
Vs= f . λ (8) poster mengenai gempa/tsunami.
4. Pembangunan sistem peringatan dini terhadap
H = λ/4 gempa/tsunami.
sehingga, λ = 4H 5. Pemasangan alarm tanda bahaya.
6. Membuat akses menuju dataran yang lebih
Vs30= f . 4h (9) tinggi/bukit terdekat.

Dengan f, Vs dan ℎ berturut-turut menunjukkan


frekuensi natural, kecepatan gelombang SH dan
ketebalan sedimen. Dari persamaan tersebut, dapat
IV. METODE PENELITIAN
disimpulkan bahwa frekuensi natural berbanding
lurus terhadap kecepatan gelombang SH dan A. Alat dan Bahan Penelitian
berbanding terbalik terhadap ketebalan sedimen
(Syahruddin dkk, 2014). Pada dasarnya semakin Pengukuran mikrotremor menggunakan
keras suatu material tanah, maka kecepatan seismometer L4-3D, Logger datamark LS 8800,
gelombang geser yang melaluinya semakin besar, GPS, dan Laptop. Kemudian pengolahan data
seperti pada Tabel 3. menggunakan software spyder phyton, Geopsy,
Surfer, Global Mapper, Arcgis.

B. Mikrozonasi
B. Pengolahan Data
Mikrozonasi mikrotremor adalah suatu
proses pembagian area berdasarkan parameter
tertentu memiliki karakteristik yang Data hasil pengukuran di lapangan adalah data
dipertimbangkan antara lain adalah getaran tanah getaran tanah dalam fungsi waktu, yang tidak dapat
atau frekuensi, faktor penguatan (amplifikasi) dan langsung digunakan karena masih dalam bentuk
periode dominan. Secara umum, mikrozonasi hexadesimal. Adapun proses pengolahannya adalah
mikrotremor dapat dikatakan sebagai proses untuk sebagai berikut:
memperkirakan respon dan tingkah laku dari lapisan 1. Data diolah menggunakan perangkat lunak
tanah atau sedimen terhadap adanya gempabumi spyder phyton untuk mengubah format
(Arifin dkk, 2014). (konversi) dari data mentah yang tersimpan pada
seismometer menjadi data *.sac dengan
memasukkan aplikasi DM2SAC, selanjutnya
dilakukan pada geopsy untuk memperoleh nilai
C. Upaya Mitigasi Bencana frekuensi resonansi dari hasil perbandingan
Gempabumi spektra ambient noise.
2. Pada saat penentuan nilai frekuensi dan
amplitudo (H/V) terdapat filtering dan juga
Mitigasi adalah suatu proses tindakan algoritma FFT untuk mempresentasikan sinyal
pencegahan untuk meminimalkan dampak negatif berdomain waktu menjadi domain frekuensi.
bencana alam seperti gempabumi terhadap manusia, 3. Sehingga didapatlah kurva frekuensi dan nilai
harta benda, infrastruktur dan lingkungan, baik amplitudo (H/V) di titik pengamatan tertentu
kesiapan ataupun tindakan-tindakan pengurangan yang diwakilkan kurva warna hitam. Dua garis
resiko jangka panjangnya. Mitigasi mencakup putus-putus mewakili standar deviasi dari H/V.
perencanaan dan pelaksanaan tindakan-tindakan Nilai frekuensi adalah batas antara garis abu-abu
untuk mengurangi resiko yang terkait dengan tua dan garis abu-abu muda, seperti pada
bahaya-bahaya yang ditimbulkannya (Abdillah, Gambar 2.
2010). 4. Kemudian memasukkan nilai frekuensi resonansi
Resiko gempa bumi merupakan struktur dan dan nilai H/V ke dalam Microsoft Excel untuk
kenampakan kerusakan akibat bencana gempabumi menentukan nilai periode dominan, Vs30, dan
yang menimpa masyarakat atau daerah setempat, amplifikasi.
seperti adanya suatu patahan aktif yang bergantung
pada kondisi geologi setempat, kekuatan
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol /No.

5. Hasil dari perhitungan tersebut satu persatu di cekungan diisi oleh endapan pasir halus, sehingga
grid pada surfer dengan format *.grd, dan memiliki ketebalan sedimen lunak yang tebal.
membuat peta mikrozonasi dengan Software Pada zona II dengan skala berwarna kuning
ArcGIS berdasarkan parameter yaitu frekuensi yaitu nilai frekuensi resonansi antara 2,5 Hz hingga
resonansi, periode dominan, Vs30, dan 4 Hz yang termasuk dalam klasifikasi tanah tipe III
amplifikasi. jenis III berupa batuan alluvial dengan ketebalan
6. Kemudian melakukan analisis mengenai hasil sedimen lebih dari 5 meter terdiri dari sandy-gravel,
yang diperoleh pada penelitian ini dengan data sandy hard clay, loam, dan lain-lain. Daerah pada
pendukung berupa geologi Daerah Makassar. zona II dikategorikan dalam frekuensi sedang dan
dapat dikatakan sebagai rawan gempabumi, namun
kerusakan yang ditimbulkan tidak begitu separah
daerah pada zona I jika diguncang gempabumi.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN Daerah tersebut yaitu sebagian Kecamatan Tallo,
sebagian kecil Kecamatan Panakukang, Kecamatan
A. Hasil Penelitian Tamalate dekat bagian hilir aliran Sungai
Jenebarang. Hal ini dikarenakan bagian hilir daerah
Hasil penelitian yang diperoleh berupa peta aliran Sungai Jeneberang disusun oleh endapan
frekuensi resonansi, peta periode dominan, peta Vs30 alluvial yang terdiri dari kerikil, pasir, lempung,
(kecepatan gelombang geser hingga kedalaman 30 lumpur, batu gamping, dan koral.
meter), dan peta amplifikasi dalam penentuan Jika zona III ditunjukkan dengan skala
daerah-daerah rawan gempabumi di Daerah berwarna merah yaitu nilai frekuensi berkisar antara
Makassar. Peta yang dihasilkan ini merupakan data 4 Hz hingga 10 Hz yang dikategorikan dalam
dan informasi dasar dalam rekomendasi umum frekuensi tinggi. Adapun klasifikasi tanah pada zona
perencanaan pengembangan dan pembanguan ini adalah tipe IV jenis II yang masih berupa batuan
wilayah bagi pemerintah sebagai salah satu upaya alluvial namun dengan ketebalan sedimen kurang
mitigasi bencana gempabumi tahap awal. dari 5 meter. Hal ini menandakan bahwa daerah
tersebut memliki tingkat kerawanan rendah. Daerah
tersebut yaitu sebagian Kecamatan Tallo, dan bagian
Utara Panakukang. Selain itu juga dijumpai di
B. Analisis dan Pembahasan Kecamatan Tamalate yang sebagian daerah nya
berada pada hulu aliran Sungai Jeneberang yang
1. Analisis nilai frekuensi resonansi disusun oleh batuan gunungapi terdiri dari
aglomerat, breksi, lava, endapan lahar, dan tufa.
Frekuensi resonansi memiliki hubungan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Daerah dengan ketebalan lapisan tanah keras. Seperti halnya
Makassar memiliki nilai frekuensi resonansi tanah dikemukakan oleh (Nakamura, 2000) bahwa
berkisar antara 0,65 Hz hingga 9,45 Hz (Gambar 3). semakin dalam lapisan tanah keras maka frekuensi
Jika berdasarkan Tabel 1 klasifikasi tanah menurut resonansinya semakin rendah, sebaliknya semakin
Kanai bahwa daerah tersebut di bagi menjadi 3 zona. dangkal lapisan tanah keras maka frekuensinya
Zona I ditunjukkan dengan skala berwarna hijau semakin tinggi. Menurut Brad, hubungan antara
yaitu kurang dari 2,5 Hz tergolong frekuensi rendah frekuensi resonansi dengan ketebalan sedimen
yang berarti termasuk klasifikasi tanah tipe I jenis membentuk sebuah hubungan berbanding terbalik.
IV, tersusun atas batuan alluvial yang terbentuk dari Sehingga daerah yang memiliki frekuensi yang
sedimentasi delta, top soil, lumpur, dan lain-lain, rendah merupakan daerah yang rawan terhadap
dengan ketebalan sedimen permukaan sangat tebal. gempabumi. Begitu juga sebaliknya, jika daerah
Hal ini mengindikasikan bahwa daerah pada zona I yang memiliki frekuensi yang tinggi berarti berada
merupakan daerah yang memiliki tingkat kerawanan pada sedimen lunak yang tipis berarti tingkat
tinggi terhadap gempabumi, dan nilai frekuensi ini kerawanan terhadap gempabumi tergolong rendah.
sebagian besar mendominasi Daerah Makassar.
Adapun daerah yang dimaksud antara lain,
Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan Ujung Tanah, 2. Analisis periode dominan
Kecamatan Wajo, Kecamatan Bontoala, Kecamatan
Makassar, Kecamatan Ujung Pandang, sebagian Pada peta zonasi periode dominan Daerah
Kecamatan Mariso, Kecamatan Mamajang, sebagian Makassar diperoleh nilai yaitu 0,11 hingga 1,54
Kecamatan Tamalate, dan Kecamatan Panakukang detik. Dengan mengacu pada Tabel 2, Kanai
dekat aliran Sungai Tallo. Jika dikaitkan dengan data mengklasifikasi struktur lapisan tanah menjadi
geologi, bahwa batuan yang menyusun daerah empat jenis. Jenis I, merupakan batuan tersier atau
tersebut berasal dari Formasi Camba dan sedimen lebih tua yang terdiri dari batuan hard sandy, gravel.
laut yang terdiri dari batu pasir, batu lempung, tufa Tanah jenis I memiliki periode dominan kurang dari
dan breksi. Bagian atas batuan yang terbentuk 0,25 detik (T < 0,25) ditunjukkan dengan skala peta
0
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol /No.

berwarna biru, yaitu berada di hulu Sungai lokasi tersebut juga meningkat. Hal ini menunjukkan
Jeneberang terutama Kecamatan Tamalate, dan bahwa kawasan dengan lapisan yang tebal dan faktor
Kecamatan Tallo. Hal ini berarti bahwa daerah ampifikasi yang tinggi akan memberikan respon
tersebut tersusun diatas batuan keras. getaran/goncangan lebih lama dan besar jika terjadi
Jenis II berada pada ketebalan 5 meter, terdiri gempabumi atau sumber getar buatan. Peta sebaran
dari sandy-gravel, sandy hard clay, loam. Tanah periode dominan daerah penelitian ditunjukkan pada
jenis II memiliki periode dominan antara 0,25 Gambar 4.
sampai 0,5 detik (0,25 < T < 0,5) yang ditunjukkan
0
dengan skala peta berwarna hijau. Adapun daerah 3. Analisis kecepatan gelombang
yang dimaksud adalah Kecamatan Panakukang, geser
Kecamatan Tallo, hulu sungai Kecamatan Tamalate,
dan sebagian kecil Kecamatan Biringkanaya. Hal ini
Berdasarkan analisis dari USGS (United State
mengindikasikan bahwa daerah tersebut berada pada
of Geology Survey) kecepatan gelombang
batuan dilluvial.
permukaan untuk Daerah Makassar dan sekitarnya
Jenis III, merupakan batuan alluvial, hampir
berada antara 180 m/s hingga 300 m/s seperti pada
sama dengan jenis II, hanya dibedakan oleh adanya
Gambar 5. Hal itu menandakan bahwa Daerah
formasi bluff. Tanah jenis III memiliki periode
Makassar berada pada profil tanah sedang.
dominan antara 0,5 sampai 0,75 detik (0,5< T <
0 Hasil yang ditunjukkan peta zonasi kecepatan
0,75) yang ditunjukkan dengan skala berwarna gelombang geser Daerah Makassar memiliki nilai
kuning. Terdapat beberapa daerah seperti Vs30 yaitu berkisar antara 78 m/s hingga 1134 m/s.
Kecamatan Panakukang, Kecamatan Makassar, Jika mengacu pada Tabel 3 oleh NEHRP (FEMA
Kecamatan Bontoala, sebagian Kecamatan 302, 1997) tentang klasifikasi tanah, maka Daerah
Biringkanaya, sebagian Kecamatan Tamalate, Makassar terbagi menjadi empat tipe batuan. Tipe
Kecamatan Wajo, Kecamatan Mariso, Kecamatan batuan E dengan nilai kecepatan gelombang geser
Ujung Pandang, dan Kecamatan Ujung Tanah. yaitu kurang dari 180 m/s diwakilkan skala peta
Jenis IV, merupakan batuan alluvial lunak berwarna biru, yang berarti jenis tanah lunak.
yang terbentuk dari sedimentasi delta, top soil, Daerah yang memiliki tipe batuan tersebut adalah
lumpur. Tanah jenis IV memiliki kedalaman Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan Mamajang,
sedimen 30 meter atau lebih. Tanah jenis IV sebagian Kecamatan Mariso, sebagian kecil terdapat
memiliki periode dominan lebih dari 0,75 detik (T > di Kecamatan Tamalate. Sehingga dapat diuraikan
0
0,75) yang dicirikan dengan skala berwarna merah, bahwa daerah yang memiliki kecepatan gelombang
dan menandakan periode yang tinggi. Daerah geser rendah merupakan endapan sand padat atau
tersebut diantaranya Kecamatan Mamajang, pesisir setengah padat sangat tebal, gravel atau clay padat
pantai Kecamatan Biringkanaya, sebagian pada ketebalan beberapa puluhan meter.
Kecamatan Mariso, dan sebagian Kecamatan Tipe batuan D dengan nilai kecepatan
Tamalate. Hal ini terdiri dari lapisan soft soil dengan gelombang geser berkisar antara 180 m/s hingga 360
resiko kerusakan yang cukup tinggi pada saat m/s ditunjukkan pada skala berwarna hijau, yang
terjadinya gempa bumi. berarti jenis tanah sedang. Terdapat pada daerah
Lapisan sedimen paling tebal terdapat pada seperti Kecamatan Ujung Pandang, sebagian besar
pesisir pantai Makassar maupun berada pada daerah Kecamatan Panakukang, Kecamatan Ujung tanah,
sungai Tallo, karena memiliki periode tinggi, yang sebagian Kecamatan Tallo, Kecamatan Makassar,
berarti berada pada amplifikasi yang tinggi juga. Kecamatan Wajo, Kecamatan Bontoala, Kecamatan
Pada daerah tersebut terdapat cekungan dimana Ujung Tanah, Kecamatan Tamalate dekat hilir
sedimen dapat terendapkan dengan baik dan tidak Sungai Jeneberang. Tipe batuan C dengan nilai
terjadi erosi maupun transportasi sehingga tingkat kecepatan gelombang geser yaitu antara 360 m/s
ketebalan sedimennya paling tebal, bahkan pada hingga 760 m/s pada skala berwarna kuning. Hal ini
beberapa tempat berbentuk cekungan yang tebal. menunjukkan bahwa daerah tersebut berada pada
Sehingga akan memiliki tingkat kerusakan yang tanah keras dan batuan lunak. Diantaranya yaitu
besar dikarenakan jarak menuju basement nya pesisir pantai Kecamatan Tamalate dan daerah hulu
paling jauh akibat tertutup sedimen lunak yang tebal. Sungai Jeneberang, Kecamatan Tallo, dan bagian
Sebaliknya pada daerah dengan sedimen tipis utara Kecamatan Panakukang. Jika tipe batuan B
dengan erosi dan transportasi yang tinggi, jika memiliki nilai kecepatan gelombang geser sebesar
terkena gempa maka kerusakan pada daerah 760 m/s hingga 1500 m/s dengan skala peta
tersebut tidak sebesar daerah dengan sedimentasi berwarna merah. Hal ini mengindikasikan bahwa
yang tebal. profil jenis batuan sedang, berada pada pesisir pantai
Karakteristik mikrotremor berdasarkan Tamalate dan sebagian Kecamatan Tallo.
variabel faktor amplifikasi dan ketebalan sedimen Hasil pemetaan sebaran kecepatan
menunjukkan hubungan yang linear, dimana gelombang geser rata-rata hingga kedalaman 30 m
semakin tebal lapisan maka faktor amplifikasi pada dari permukaan tanah ditunjukkan oleh Gambar 6.
Pada gambar tersebut terlihat bahwa semakin ke
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol /No.

wilayah bagian timur nilai Vs30 semakin rendah yang Berdasarkan kondisi geologi daerah setempat
berarti jenis tanah semakin lunak. Semakin ke barat tersebut khususnya di daerah yang mempunyai nilai
nilai Vs30 semakin tinggi yang berarti jenis tanah amplifikasi yang tinggi dan litologi batuannya terdiri
semakin keras. Jika ditinjau dari peta geologi Daerah dari aluvium dan endapan sedimen laut. Daerah-
Makassar dan sekitarnya tertutupi oleh endapan daerah tersebut mempunyai tingkat potensi resiko
permukaan berupa endapan aluvium dan batupasir gempa bumi yang tinggi, dan diharapkan tidak
(Qal). Sedangkan di bagian barat Daerah Makassar mendirikan bangunan diatas lahan yang dapat
mendekati perbukitan yang terjal dengan tanah yang mengamplifikasikan gelombang gempa. Hasil
semakin keras. Jenis tanah yang lunak memiliki analisis menunjukkan bahwa amplifikasi tanah
profil kecepatan gelombang S yang rendah. Jenis terhadap gempa bumi berkorelasi signifikan dengan
tanah seperti ini biasanya adalah sedimen umurnya ketebalan lapisan tanah lunak yang sebanding
masih muda dan belum terkompaksi. dengan frekuensi resonansi, dimana semakin tebal
lapisan lunak maka faktor amplifikasi pada lokasi
4. Analisis amplifikasi tanah tersebut juga meningkat.
Jadi, dari ke empat parameter yang diperoleh
berupa nilai frekuensi resonansi, periode dominan,
Suatu wilayah dengan kondisi geologi berupa Vs30 (kecepatan gelombang geser hingga kedalaman
endapan aluvial, tuff dan batu pasir mempunyai 30 meter), dan amplifikasi yang dikaitkan dengan
potensi bahaya lebih besar terhadap efek intensitas data geologi, maka Daerah Makassar yang tergolong
getaran tanah akibat amplifikasi dan interaksi paling rawan terhadap gempabumi yaitu Kecamatan
getaran tanah terhadap bangunan karena gempabumi Mamajang dan Kecamatan Biringkanaya. Sehingga
(Nakamura, 2000). Sebagaimana Daerah Makassar perlu tindakan khusus untuk mengantisipasi
dan sekitarnya tersusun atas endapan aluvial dan kerusakan yang ditimbulkan akibat guncangan
batuan sedimen laut yang didominasi oleh endapan gempabumi, yaitu sosialisasi termasuk pemasangan
batu pasir dan bedrock berupa batu gamping yang pamflet dan poster mengenai gempabumi,
mempunyai kontras impedansi cukup besar. pembangunan sistem peringatan dini terhadap
Kerusakan bangunan dipengaruhi oleh frekuensi gempabumi, pemasangan alarm tanda bahaya, dan
resonansi dan berbanding terbalik dengan membuat akses menuju dataran yang lebih
amplifikasi, yang terjadi karena adanya multirefleksi tinggi/bukit terdekat.
gelombang yang terjadi pada lapisan sedimen. Adapun daerah yang dianggap aman atau
Pada Gambar 7 menunjukkan hasil sebaran dikatakan memiliki tingkat kerawanan rendah yaitu
nilai amplifikasi tanah di Daerah Makassar berkisar berada pada zona frekuensi tinggi 4 Hz hingga 10
0,78 hingga 6,32 kali penguatan terhadap gempa Hz, periode dominan rendah kurang dari 0,25 detik,
bumi. Jika berdasarkan nilai frekuensi resonansi dan kecepatan gelombang geser tinggi sekitar 760 m/s
periode dominan mengenai pembagian zona hingga 1500 m/s, dan amplifikasi rendah sekitar
amplifikasi yang mengacu pada tabel Kanai, maka 0,78 hingga 2 yaitu di Kecamatan Tallo, bagian
Daerah Makassar terbagi menjadi 3 zona. Zona I utara Kecamatan Panakukang, bagian hulu Sungai
yang ditunjukkan pada skala peta berwarna hijau Jeneberang dan pesisir pantai Kecamatan Tamalate.
dengan nilai amplifikasi 0,78 hingga 2 bahwa Hal ini dikarenakan daerah taersebut tersusun atas
daerah tersebut memiliki tingkat resiko kerusakan Formasi Baturape-Cindako yang merupakan batuan
rendah. Daerah yang tergolong zona I tersebut tersier hasil erupsi gunung api berupa breksi
diantaranya bagian hulu sungai Jeneberang dan vulkanik, tufa, dan andesit sehingga cenderung
pesisir pantai Kecamatan Tamalate, bagian utara didominasi oleh batuan keras. Sehingga wilayah
Kecamatan Panakukang, dan Kecamatan Tallo. tersebut dapat dijadikan rekomendasi sebagai
Zona II yaitu skala berwarna kuning dengan wilayah pengembangan dalam tataruang bagi
nilai amplifikasi antara 2 hingga 4 yang berarti pemerintah dan masyarakat setempat.
berada pada tingkat resiko kerusakan sedang jika
diguncang gempabumi. Daerah yang dimaksud
antara lain sebagian Kecamatan Ujung Tanah,
Kecamatan Ujung Pandang, Kecamatan Wajo, VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Kecamatan Bontoala, Kecamatan Panakukang,
sebagian Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan A. Kesimpulan
Makassar, dan sebagian Kecamatan Tamalate. Jika
zona III yang ditunjukkan pada skala peta berwarna
merah dengan nilai amplifikasi berkisar 4 hingga Berdasarkan hasil analisis data mikrotremor Daerah
6,32. Hal ini menandakan bahwa daerah tersebut Makassar, maka dapat disimpulkan:
berada pada tingkat resiko kerusakan tinggi, yaitu di 1. Berdasarkan karakteristik tanah Daerah
Kecamatan Mamajang, Kecamatan Biringkanaya Makassar berada pada zona dengan faktor
bagian pesisir pantai, Kecamatan Mariso, dan amplifikasi berkisar antara 0,78 hingga 6,32 dan
sebagian kecil Kecamatan Tamalate. frekuensi resonansi antara 0,65 hingga 9,45 Hz.
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol /No.

2. Selain itu dari nilai frekuensi resonansi maka Daerah Liwa Dan Sekitarnya. Teknik
diperoleh nilai periode dominan yaitu 0,11 Geofisika:Universitas Lampung
hingga 1,54 detik dan nilai kecepatan gelombang
geser yaitu 78 m/s hingga 1134 m/s. FEMA 302. 1997. NEHRP Recomended Provisions
3. Kecamatan Mamajang, Kecamatan Mariso, dan for Seismic Regulations for New Buildings and
Kecamatan Biringkanaya merupakan daerah Other Structures. Washington, D. C: National
yang memiliki tingkat kerawanan tinggi Institute of Building Sciences
berdasarkan analisis frekuensi resonansi rendah
berkisar kurang dari 2,5 Hz, periode tinggi lebih Kanai, K. 1983. Engineering Seismology.
dari 0,75 detik, kecepatan gelombang geser Japan:University of Tokyo
rendah kurang dari 180 m/s, dan memiliki
amplifikasi tinggi yaitu 4 hingga 6,32 yang Lachet, C. dan Brad, P.Y. 1994. Numerical and
berupa litologi batuan alluvial lunak theoretical investigations on the possibilities
berketebalan 30 meter atau lebih, sehingga perlu and limitations of Nakamura’s technique.
perhatian khusus dari pemerintah dalam usaha Journal Physics of the Earth. 42, 377-397
pengembangan fasilitas umum dan kesadaran
masyarakat dalam menanggapi bencana Marjiyono, 2010. Estimasi Karakteristik Dinamika
gempabumi yang tiba-tiba dapat terjadi. Tanah Dari Data Mikrotremor Wilayah
4. Wilayah yang direkomendasikan sebagai wilayah Bandung. Thesis ITB. Bandung.
pengembangan dalam tataruang adalah wilayah
yang memiliki tingkat kerawanan yang rendah Nakamura, Y. 1989. A Method for Dynamic
yaitu dengan nilai amplifikasi berkisar antara Characteristic Estimation of Subsurface using
0,78 hingga 2 dan berada pada zona frekuensi Microtremor on the Ground Surface. QR
frekuensi tinggi berkisar 4 Hz hingga 10 Hz Railway Technical Research Institute, 30(1),
meliputi Kecamatan Tallo, dan pesisir pantai 25-33
maupun bagian hulu sungai Kecamatan
Tamalate. Nakamura, Y. 2000. Clear Indentification of
Fundamental Idea of Nakamura’s Technique
and Its Application. Japan:Tokyo University
B. Saran
Pasau, G., dan Tanauma, A. 2011.Pemodelan
Sumber Gempa Di Wilayah Sulawesi Utara
Adapun untuk hasil penelitian yang lebih baik, Sebagai Upaya Mitigasi Bencana Gempa
sebaiknya data pengukuran mikrotremor dilakukan Bumi. Universitas San Ratulangi
pada malam hari agar data yang diperoleh benar- Manado:Fisika FMIPA
benar data getaran tanah tidak terganggu oleh noise
yang terlalu banyak. Roser, J. dan Gosar, A. 2010. Determination of Vs30
for Seismic Ground Classifications In The
Ljubljana Area. Slovenia: Acta Geotechnica
DAFTAR PUSTAKA Slovenia

Abdillah.2010. Analisis Keaktifan dan Resiko Soehaimi, A. 2009. Seismotektonik dan Potensi
Gempa Bumi pada Zona Subduksi Daerah Kegempaan Wilayah Makassar. Jurnal Geologi
Pulau Sumatera dan Sekitarnya dengan Indonesia, Vol 3 No 1
Metode Least Square. Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah. Syahruddin, M.H., Aswad, S., Palullungan, E.F.,
Maria, dan Syamsuddin. 2014. Penentuan
Ambarrini, A. R. 2014. Studi Kawasan Rawan Profil Ketebalan Sedimen Lintasan Kota
Bencana Gempa Bumi di Kota Jayapura dan Makassar Dengan Mikrotremor.
Sekitarnya berdasarkan Data Mikrotremor Makassar:UNHAS
dengan Metode GMPE Boore dan Atkinson
2008. Yogyakarta:UGM Wakamatsu, K., dan Matsuoka, M. 2006.
Development of the 7.5-Arc-Second
Arifin, S.S., Mulyatno, B.S., Marjiyono, dan Engineering Geomorphologic Classification
Setianegara, R. 2014. Penentuan Zona Rawan Database and its Application to Seismic
Guncangan Bencana Gempa Bumi Microzoning, Bulletin of.
Berdasarkan Analisis Nilai Amplifikasi HVSR
Mikrotremor Dan Analisis Periode Dominan
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol /No.

Gambar 1. Ilustrasi penguatan gelombang komponen horizontal


pada sedimen lunak (Marjiyono, 2010)
Faktor Amplifikasi (H/V)

Frekuensi resonansi

Gambar 2. Tampilan nilai frekuensi dominan dan nilai amplitudo (H/V)

Gambar 3. Peta zonasi frekuensi resonansi Daerah Makassar


Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol /No.

Gambar 4. Peta zonasi periode dominan Daerah Makassar

Gambar 5. Peta sebaran Vs30 Daerah Makassar dan sekitarnya (USGS, 2007)
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol /No.

Gambar 6. Peta zonasi Vs30 (kecepatan gelombang geser) Daerah Makassar

Gambar 7. Peta zonasi amplifikasi tanah Daerah Makassar


Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol /No.

Tabel 1. Klasifikasi tanah berdasarkan nilai frekuensi resonansi mikrotremor oleh Kanai (Arifin dkk, 2014)

Klasifikasi Tanah Frekuensi Klasifikasi


Deskripsi
Tipe Jenis natural (Hz) Kanai
Batuan tersier atau lebih tua. Ketebalan sedimen
Terdiri dari batuan Hard permukaannya sangat tipis,
Jenis I 6,667 – 20 sandy, gravel, dll didominasi oleh batuan keras
Tipe IV Batuan alluvial, dengan Ketebalan sedimen
ketebalan 5m. Terdiri dari permukaannya masuk dalam
sandy-gravel, sandy hard clay, kategori menengah 5 hingga
Jenis II 10 – 4
loam, dll. 10 meter
Batuan alluvial, dengan
Ketebalan sedimen permukaan
ketebalan >5m. Terdiri dari
masuk dalam kategori tebal,
Tipe III dari sandy-gravel, sandy hard
Jenis III 2,5 – 4 sekitar 10 hingga 30 meter
clay, loam, dll.
Batuan alluvial, yang
Tipe II terbentuk dari sedimentasi Ketebalan sedimen
Jenis IV delta, top soil, lumpur,dll. permukaannya sangatlah
Dengan kedalaman 30m atau tebal
< 2,5
Tipe I lebih

Tabel 2. Klasifikasi tanah menurut Kanai (Arifin dkk, 2014)

Klasifikasi Periode
Keterangan Deskripsi
Tanah Kanai (detik)
Batuan tersier atau lebih tua. Terdiri dari Batuan
Jenis I < 0,25
batuan Hard sandy, gravel. Keras
Batuan alluvial, dengan ketebalan 5m. Terdiri
Jenis II 0,25 – 0,5 Dilluvial
dari dari sandy-gravel, sandy hard clay, loam.
Batuan alluvial, hampir sama dengan jenis II,
Jenis III 0,5 – 0,75 Alluvial
hanya dibedakan oleh adanya formasi bluff.

Batuan alluvial, yang terbentuk dari


Lebih dari Alluvial
sedimentasi delta, top soil, lumpur, dll.
Jenis IV 0,75 lunak
Dengan kedalaman 30m atau lebih.

Tabel 3. Klasifikasi jenis tanah berdasarkan Vs30 (FEMA 302, 1997)

Tipe batuan Profil jenis batuan Vs30


A Batuan keras > 1500 m/s
B Batuan sedang 760-1500 m/s
C Tanah keras dan batuan lunak 360-760 m/s
D Tanah sedang 180-360 m/s
E Tanah lunak < 180

Anda mungkin juga menyukai