Anda di halaman 1dari 45

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi, jenis
yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi
dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan juga
cukup mahal untuk penanganannnya. Prevalensi cedera luka bakar di
Indonesia sebesar 2,2% , dimana prevalensi luka bakar tertinggi terdapat di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Riau sama-sama 3,8%
sedangkan di Provinsi Lampung tercatat sebesar 1,7% dari keseluruhan
kasus cedera. Biaya yang dibutuhkan untuk penanganan luka bakar pun
cukup tinggi. Penyebab luka bakar selain terbakar api langsung atau tidak
langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan
kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya
tersiram air panas, banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga
(Sjamsuhidajat, 2004; DEPKES RI, 2007).
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh
dokter, jenis yang beratmemperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang
relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain . Penyebab luka
bakar selain karena api (secara langsung ataupun tidak langsung), juga
karena pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia. Luka
bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api (misalnya tersiram
panas) banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga (Sjamsuhidajat,2005).
Dengan memperhatikan prinsip-prinsip dasar resusitasi pada trauma dan
penerapannya pada saat yang tepat diharapkan akan dapat menurunkan
sekecil mungkin angka- angka tersebut diatas. Prinsip- prinsip dasar
tersebut meliputi kewaspadaan akan terjadinya gangguan jalan nafas pada
penderita yang mengalami trauma inhalasi, mempertahankan hemodinamik
dalam batas normal dengan resusitasi cairan, mengetahui dan mengobati
penyulit- penyulit yang mungkin terjadi akibat trauma listrik, misalnya
rabdomiolisis dan disritmia jantung. Mengendalikan suhu tubuh dan
menjuhkan / mengeluarkan penderita dari lingkungan trauma panas juga

1
merupakan prinsip utama dari penanganan trauma termal ( American
College of Surgeon Committee on Trauma, 1997). Kulit adalah organ
kompleks yang memberikan pertahanan tubuh pertama terhadap
kemungkinan lingkungan yang merugikan. Kulit melindungi tubuh terhadap
infeksi, mencegah kehilangan cairan tubuh, membantu mengontrol suhu
tubuh, berfungsi sebagai organ eksretoridan sensori, membantu dalam
proses aktivasi vitamin D, dan mempengaruhi citra tubuh. Luka bakar
adalah hal yang umum, namun merupakan bentuk cedera kulit yang
sebagian besar dapat dicegah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari luka bakar?
2. Bagaimana etiologi dari luka bakar?
3. Bagaimana patofisiologi dari luka bakar?
4. Bagaimana karakteristik luka bakar (fase, zona, kedalaman, luas, serta
penilaian berat dan ringannya luka bakar)
5. Bagaimana resusitasi luka bakar pada pasien dengan intrahospital?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dan pelaksanaan luka bakar serta
resusitasi pada pasien intrahospital
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Memahami definisi dari luka bakar
2. Memahami etiologi dari luka bakar
3. Memahami patofisiologi dari luka bakar
4. Memahami karakteristik luka bakar (fase, zona, kedalaman, luas, serta
penilaian berat dan ringannya luka bakar
5. Memahami resusitasi luka bakar pada pasien dengan intrahospital

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan
radiasi. Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis,
dermis, maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya
kontak dengan sumber panas/penyebabnya. Kedalaman luka bakar akan
mempengaruhi kerusakan/ gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel
(Yepta, 2003).
Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit akibat
langsungatau peratara dengan sumber panas (thermal), kimia, elektrik, dan
radiasi luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas yang
memberikan gejala, tergantung luas, dalam, dan lokasi lukannya. (Andara,
& yessie, 2013)

2.2 Etiologi
a. Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah
Luka bakar suhu tinggi(Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald)
,jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat
terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya(logam panas,
dan lain-lain) (Moenadjat, 2005).
b. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali
yang biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan
pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga
(Moenadjat, 2005).
c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api,
dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang
memiliki resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh

3
darah, khusunya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan
sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak,
baik kontak dengan sumber arus maupun grown (Moenadjat, 2001).
d. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio
aktif. Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif
untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat
terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka
bakar radiasi (Moenadjat, 2001).
2.3 Patofisiologi
Luka bakar parah adalah cedera traumatis dan melemahkan fisik
yang mempengaruhi hampir setiap sistem organ dan menyebabkan
morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Baik luka bakar kecil dan luka
bakar berat besar memulai proses penyembuhan luka yang terdiri dari
beberapa fase yang sangat terintegrasi dan tumpang tindih: peradangan,
perekrutan sel, deposisi matriks, epitelisasi dan remodeling jaringan.
Sebagai tambahan untuk perbaikan luka lokal, luka bakar besar yang parah
juga menstimulasi respon stres patofisiologis yang persisten dan kondisi
katabolik hipermetabolik sistemik. (Yiwei Wang, 2018)
Luka bakar adalah cedera yang mengakibatkan kehilangan atau
kerusakan jaringan. Cedera pada jaringan dapat disebabkan oleh paparan
sumber panas, listrik, kimia, atau radiasi. Suhu atau kekentalan zat yang
terbakar dan perusakan kontak jaringan dengan sumber menentukan tingkat
cedera jaringan. Kerusakan jaringan dapat terjadi pada berbagai suhu,
biasanya antara 40˚C dan 44˚C. Luka bakar itu sendiri bertanggung jawab
atas efek lokal dan sistemik yang terlihat pada pasien yang terbakar.
Kerusakan jaringan disebabkan oleh kerusakan enzim dan denaturasi
protein. Kontak yang terlalu lama atau suhu yang lebih tinggi dapat
menyebabkan nekrosis sel dan proses yang dikenal sebagai pembekuan
protein. Area yang memanjang keluar dari area pusat cedera ini
mempertahankan berbagai tingkat kerusakan dan diidentifikasi oleh zona
cedera. (Linda D. Urden, 2010)

4
Efek local
Setelah luka bakar, kerusakan jaringan sebanding dengan suhu agen
pembakaran dan durasi itu diterapkan pada tubuh. Misalnya, air pada suhu
48˚C membutuhkan waktu 5 menit untuk menyebabkan ketebalan sebagian
terbakar, tetapi ketika suhu air dinaikkan menjadi 70˚ hanya butuh 1 detik
untuk menyebabkan cedera ketebalan penuh. Jackson menggambarkan zona
luka bakar yang terkait dengan tingkat kerusakan jaringan. Zona dalam
nekrosis koagulatif merupakan jaringan terbakar yang tidak dapat
diselamatkan di mana pembuluh darah mengalami trombosis dan kulit mati.
Zona menengah stasis merupakan jaringan yang dipengaruhi oleh luka
bakar dengan aliran darah statis. Area ini dapat menerima pertolongan
pertama, tindakan resusitasi dan perawatan luka yang baik dan karenanya
dapat diselamatkan jika dirawat dengan tepat. Zona terluar hiperemia
merupakan jaringan merah, hiperemik yang mengelilingi setiap proses
inflamasi akut dan akan kembali normal.

Kerusakan jaringan yang terjadi setelah cedera termal menghasilkan


peningkatan permeabilitas kapiler yang nyata yang maksimal dalam
beberapa jam pertama setelah cedera dan sembuh dalam 23 hari. Selama
waktu ini, molekul protein kecil bocor keluar dari sirkulasi yang
menyebabkan edema dan kehilangan cairan yang signifikan. Kehilangan
cairan sebanding dengan ukuran luka bakar; Namun, ketika ukuran luka
bakar melebihi 30% area permukaan tubuh (BSA), kapiler bocor melibatkan
semua jaringan tubuh dan bukan hanya kulit, menghasilkan respons

5
inflamasi sistemik. Edema luka bakar adalah hasil dari mediator inflamasi
yang beredar termasuk histamin, prostaglandin, leukotrien, dan kinin yang
menghasilkan peningkatan permeabilitas kapiler. Edema ini diperburuk
dengan meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler, menurun tekanan
hidrostatik jaringan, dan penurunan tekanan onkotik plasma (karena
kehilangan albumin dari sirkulasi).
Efek umum
Mediator inflamasi lokal dan sistemik yang dilepaskan setelah luka
bakar (khususnya cedera yang lebih besar dari 30% BSA) menghasilkan
efek sistemik yang mendalam. Karena kehilangan cairan yang sedang
berlangsung, curah jantung turun karena penurunan aliran balik vena,
preload dan afterload yang tidak memadai, dan penurunan aktivitas
miokard. Karena efek 'berkelahi atau melarikan diri', pasien mengalami
aktivitas simpatis katekolamin yang berkontribusi terhadap peningkatan
resistensi vaskular sistemik. Edema paru terjadi karena peningkatan
permeabilitas kapiler sistemik serta peningkatan resistensi vaskular paru,
gagal jantung sisi kiri, hipoproteinemia, cedera pembuluh darah langsung,
dan kadang-kadang penghinaan tambahan pada luka bakar inhalasi.
Efek sistemik lainnya setelah luka bakar besar termasuk peningkatan
metabolisme yang signifikan, kehilangan nitrogen dan kontrol suhu yang
buruk karena kehilangan air dan panas melalui jaringan yang terbakar. Rush
kortisol awal setelah luka bakar mengakibatkan kerusakan protein,
glukoneogenesis, dan gangguan pelepasan insulin dan toleransi glukosa
terlihat. Keadaan katabolik ini dapat berlangsung berminggu-minggu dan
berbulan-bulan setelah luka bakar dan dapat menyebabkan penurunan berat
badan yang berkelanjutan pada orang dewasa dan gangguan pertumbuhan
pada anak-anak. Efek imunosupresif dari luka bakar diperparah oleh respon
humoural dan seluler yang melemah setelah kerusakan sirkulasi lokal dan
proses inflamasi normal. Ini dapat menyebabkan peningkatan risiko infeksi;
luka bakar mentah adalah titik masuk yang mudah bagi bakteri dan ragi.
Selain itu, luka bakar pasien dapat kehilangan fungsi pelindung usus setelah
cedera besar, yang mengakibatkan translokasi organisme usus ke dalam

6
sirkulasi dengan meningkatnya sepsis, morbiditas dan mortalitas. (Helen E
Douglas, 2017)

2.4 Karakteristik luka bakar


2.4.1 Fase luka bakar
Menurut Musliha (2010), fase luka bakar terbagi menjadi tiga fase :
1. Fase akut
Disebut fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing
(mekanisme bernafas), circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak
hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun
masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi
dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab
kematian utama penderita pada fase akut.Pada fase akut sering terjadi
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang
berdampak sistemik.
2. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan:
a) Proses inflamasi dan infeksi
b) Problem penutupan luka
c) Keadaan hipermetabolisme
3. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat
luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang
muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik,
kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
2.4.2 Zona luka bakar
Menurut Moenadjat (2009), Jackson membedakan tiga area pada
luka bakar, yaitu:
1. Zona koagulasi, zona nekrosis

7
Daerah yang mengalami kontak langsung. Kerusakan jaringan
berupa koagulasi (denaturasi) protein akibat pengaruh trauma
termis.Jaringan ini bersifat non vital dan dapat dipastikan mengalami
nekrosis beberapa saat setelah kontak, karenanya disebut juga zona
nekrosis.
2. Zona statis
Daerah di luar/sekitar dan langsung berhubungan dengan zona
koagulasi.Kerusakan yang terjadi di daerah ini terjadi karena
perubahan endotel pembuluh darah, trombosit, dan respon inflamasi
lokal; mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi (no flow
phenomena).Proses tersebut biasanya berlangsung dalam 12-24 jam
pasca trauma; mungkin berakhir dengan zona nekrosis.
3. Zona hyperemia
Daerah di luar zona statis.Di daerah ini terjadi reaksi berupa
vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi sel. Tergantung keadaan
umum dan terapi yang diberikan, zona ketiga dapat mengalami
penyembuhan spontan; atau berubah menjadi zona kedua bahkan zona
pertama (perubahan derajat luka yang menunjukkan perburukan
disebut degradasi luka).

8
2.4.3 Kedalaman luka bakar

Luka bakar derajat I


a. Kerusakan terbakar pada lapisan epidermis (superficial).
b. Kulit kering, hiperemik berupa eritema.
c. Tidak dijumpai bulae.
d. Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
e. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari.
f. Contohnya adalah luka bakar akibat sengantan matahari.
Luka bakar derajat II
a. Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi
disertai proses eksudasi.
b. Dijumpai bullae.
c. Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
d. Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit
normal.
Luka bakar derajat II dibedakan menjadi:
a. Derajat II dangkal (superficial).
1. Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
2. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh.
3. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari, tanpa
operasi penambalan kulit (skin graft).

9
b. Derajat II dalam (deep).
1. Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
2. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea sebagian besar masih utuh.
3. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung biji epitel yang tersisa.
Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
Bahkan perlu dengan operasi penambalan kulit (skin graft).
Luka bakar derajat III
a. Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam.
b. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
mengalami kerusakan.
c. Tidak dijumpai bulae.
d. Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, karena kering letaknya lebih
rendah dibanding kulit sekitar.
e. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai
eskar.
f. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf
sensorik mengalami kerusakan/kematian.
g. Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari
dasar luka.
2.4.4 Luas luka bakar

10
Banyak cara menghitung luas luka bakar, tetapi yang banyak dipakai adalah
cara Rule of Nine dari Wallace, adalah sebagai berikut (untuk dewasa):

TABEL 1
Luas Luka Bakar Berdasarkan Rule Of Nine
NO AREA %
1. Head and neck 9
2. Anterior trunk 18
3. Posterior trunk 18
4. Genitalia 1
5. Right arm 9
6. Left arm 9
7. Right thigh 9
8. Left thigh 9
9. Right leg 9
10. Left leg 9
Total 100

Perhitungan luas luka bakar untuk anak ≤ 15 tahun ditetapkan berdasarkan


modifikasi dari Rule of Nine sebagai berikut:
Tabel 2. Luas luka bakar berdasarkan Rule of Nine untuk usia kurang dari sama
dengan 15 tahun

NO DAERAH PERMUKAAN TUBUH 0-1 TH 5 TH 15 TH


1 Kepala, muka dan leher 18 % 14 % 10 %
2 Badan sebelah depan 18 % 18 % 18 %
3 Badan sebelah belakang 18 % 18 % 18 %
4 Alat gerak atas kanan 9% 9% 9%
5 Alat gerak atas kiri 9% 9% 9%
6 Alat gerak bawah kanan 14 % 16 % 18 %
7 Alat gerak bawah kiri 14 % 16 % 18 %
Jumlah total 100 % 100 % 100 %

11
Antara umur 1-5 tahun, tiap tahun tiap tungkai bertambah 0,4 % dan antara
umru 5-15 tahun, tiap tahun tiap tungkai bertambah 0,2 %. Satu telapak tangan
penderita mempunyai luas 1 % dari luas tubuhnya. Disamping dengan cara Rule of
Nine, ada cara yang kadang dipakai untuk menghitung luas permukaan tubuh yang
terkena luka bakar sesuai dengan golongan usia. Cara ini menggunakan Lund and
Browder Chart.
TABEL 3
Luas Luka Bakar Berdasarkan Lund And Browder Chart
AGE-YEARS
NO AREA
0-1 1-4 4-9 10-15 ADULT
1 Head 19 17 13 10 7
2 Neck 2 2 2 2 2
3 Anterior trunk 13 17 13 13 13
4 Posterior trunk 13 13 13 13 13
5 Right buttock 2½ 2½ 2½ 2½ 2½
6 Left buttock 2½ 2½ 2½ 2½ 2½
7 Genitalia 1 1 1 1 1
8 Right upper arm 4 4 4 4 4
9 Left upper urm 4 4 4 4 4
10 Right lower arm 3 3 3 3 3
11 Left lower arm 3 3 3 3 3
12 Right hand 2½ 2½ 2½ 2½ 2½
13 Left hand 2½ 2½ 2½ 2½ 2½
14 Right thigh 5½ 6½ 8½ 8½ 9½
15 Left thigh 5½ 6½ 8½ 8½ 9½
16 Right leg 5 5 5½ 6 7
17 Left leg 5 5 5½ 6 7
18 Right foot 3½ 3½ 3½ 3½ 3½
19 Left foot 3½ 3½ 3½ 3½ 3½
Gambar 10. Estimation of burn size using Lundand Browder Chart

12
2.4.5 Berat dan ringannya luka bakar
Berdasarkan berat / ringan luka bakar, diperoleh beberapa kategori penderita
(Yefta Moenadjat, 2003):
1) Luka bakar berat / kritis (major burn)
a. Derajat II-III > 20% pada klien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia
50 tahun.
b. Derajat II-III > 25% pada kelompok usia selain disebutkan pada butir
pertama.
c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki dan perineum.
d. Adanya trauma pada jalan napas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan
luas luka bakar.
e. Luka bakar listrik tegangan tinggi.
f. Disertai trauma lainnya (misal fraktur iga / lain-lain).
g. Klien-klien dengan risiko tinggi.
2) Luka bakar sedang (moderate burn)
a. Luka bakar dengan luas 15-25% pada dewasa, dengan luka bakar derajat
III < 10%.
b. Luka bakar dengan luas 10-20% pada anak usia < 10 tahun atau dewasa >
40 tahun, dengan luka bakar derajat III < 10%.
c. Luka bakar dengan derajat III < 10% pada anak maupun dewasa yang tidak
mengenai muka, tangan, kaki dan perineum.
3) Luka bakar ringan (mild burn)
a. Luka bakar dengan luas < 15% pada dewasa.
b. Luka bakar dengan luas < 10% pada anak dan usia lanjut.
c. Luka bakar dengan luas < 2% pada segala usia; tidak mengenai muka,
tangan, kaki dan perineum.
2.5 Penatalaksanaan Luka Bakar
2.5.1 Pertolongan Awal Pada Luka Bakar
Pertolongan pertama saat kejadian menurut Sjamsuhidayat (2010) :
a. Luka bakar suhu atau thermal
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh,
misalnya dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar dengan

13
kain basah. Atau korban dengan cepat menjatuhkan diri dan berguling-
guling agar bagian pakaian yang terbakar tidak meluas. Kontak dengan
bahan yang panas juga harus cepat diakhiri, misalnya dengan mencelupkan
bagian yang terbakar atau menyelupkan diri ke air dingin atau melepas baju
yang tersiram air panas.
Pertolongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah
merendam daerah luka bakar dalam air mengalir selama sekurang-
kurangnya lima belas menit. Upaya pendinginan ini, dan upaya
mempertahankan suhu dingin pada jam pertama akan menghentikan proses
koagulasi protein sel dijaringan yang terpajan suhu tinggi yang akan
terlangsung walaupun api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap
meluas.
b. Luka bakar kimia
Baju yang terkena zat kimia harus segera dilepas. Sikap yang sering
mengakibatkan keadaan lebih buruk adalah menganggap ringan luka karena
dari luar tampak sebagai kerusakan kulit yang hanya kecoklatan, padahal
daya rusak masih terus menembus kulit, kadang sampai 72 jam.
Pada umumnya penanganan dilakukan dengan mengencerkan zat
kimia secara masif yaitu dengan mengguyur penderita dengan air mengalir
dan kalau perlu diusahakan membersihkan pelan-pelan secara mekanis.
Netralisasi dengan zat kimia lain merugikan karena membuang waktu untuk
mencarinya, dan panas yang timbul dari reaksi kimianya dapat menambah
kerusakan jaringan. Sebagai tindak lanjut, kalau perlu dilakukan resusitasi,
perbaikan keadaan umum, serta pemberian cairan dan elektrolit.
Pada kecelakaan akibat asam fluorida, pemberian calsium glukonat
10% dibawah jaringan yang terkena, bermanfaat mencegah ion fluor
menembus jaringan dan menyebabkan dekalsifikasi tulang. Ion fluor akan
terikat menjadi kalsium fluorida yang tidak larut. Jika ada luka dalam,
mungkin diperlukan debridemen yang disusul skin grafting dan
rekonstruksi.

14
Pajanan zat kimia pada mata memerlukan tindakan darurat segera
berupa irigasi dengan air atau sebaiknya larutan garam 0,9% secara terus
menerus sampai penderita ditangani di rumah sakit.
c. Luka bakar arus listrik
Terlebih dahulu arus listrik harus diputus karena penderita
mengandung muatan listrik selama masih terhubung dengan sumber arus.
Kemudian kalau perlu, dilakukan resusitasi jantung paru. Cairan parenteral
harus diberikan dan umumnya diperlukan cairan yang lebih banyak dari
yang diperkirakan karena kerusakan sering jauh lebih luas. Kadang luka
bakar di kulit luar tampak ringan, tetapi kerusakan jaringan ternyata lebih
dalam. Kalau banyak terjadi kerusakan otot, urin akan berwarna gelap
karena mengandung banyak mioglobin dan resusitasi pasien ini
mengharuskan pengeluaran urin 75-100ml per jam. Selain itu, urin harus
dirubah menjadi basa dengan natrium bikarbonat intravena, yang
menghalangi pengendapan mioglobulin. Bila urin tidak segera bening atau
pengeluaran urin tetap rendah, walaupun sudah diberikan sejumlah besar
cairan, maka harus diberikan diuretik yang kuat bersama manitol. Pada
penderita cedera otot yang masif, dosis manitol (12,5 gram per dosis)
mungkin diperlukan selama 12-24 jam. Pasien yang gagal berespon
terhadap dosis diatas mungkin membutuhkan amputasi anggota gerak gawat
darurat atau pembersihan jaringan nonviabel.
Otot jantung, juga rentan trauma arus listrik. Elektrokardiogram
(EKG) harus dilakukan untuk mengetahui adanya kerusakan jantung dan
pemantauan jantung yang terus menerus dilakukan untuk mendiagnosis dan
merawat aritmia. Kerusakan neurologi juga sering terjadi, terutama pada
medulla spinalis, tetapi sulit dilihat, kecuali bila dilakukan tes
elektrofisiologi. Pengamatan cermat atas abdomen perlu dilakukan pada
tahap segera setelah cedera karena arus yang melewati kavitas peritonealis
dapat menyebabkan kerusakan saluran pencernaan.
d. Luka bakar radiasi
Pada kontaminasi lingkungan, penolong dapat terkena radiasi dari
kontaminan sehingga harus menggunakan pelindung. Prinsip penolong

15
penderita atau korban radiasi adalah memakai sarung tangan, masker, baju
pelindung, dan detektor sinar ionisasi. Sumber kontaminasi harus dicari dan
dihentikan, dan benda yang terkontaminasi dibersihkan dengan air sabun,
deterjen atau secara mekanis disimpan dan dibuang di tempat aman.
Keseimbangan cairan dan elektrolit penderita perlu dipertahankan.
Selain itu, perlu dipikirkan kemungkinan adanya anemia, leukopenia,
trombositopenia, dan kerentanan terhadap infeksi. Sedapat mungkin tidak
digunakan obat-obatan yang menekan fungsi sumsum tulang.
2.5.2 Waktu Hospitalisasi Pasien Dengan Luka Bakar
Indikasi hospitalisasi pasien dengan luka bakar yaitu :
a. Luka bakar pada wajah, tangan, daerah kemaluan
b. Luka bakar akibat bahan kimia dan listrik
c. Menderita gangguan atau penyakit lain: penyakit jantung, ginjal,
diabetes.
d. Luka bakar derajat 2 dengan luas ≥15% (dewasa) dan ≥10% pada
anak dan lansia
e. Luka bakar derajat 3 ≥10%
2.5.3 Intra Hospital
Menurut Fitrianan (2014) penatalaksanaan intrahospital pasien luka bakar
di rumah sakit yaitu dengan primary survey dan secondary survey antara lain :
1) Pengkajian primer
Pengkajian primer terdiri dari airway, breathing, circulation, disability, dan
exposure.
a. Airway
Adanya masalah mengenai kepatenan jalan nafas baik aktual maupun
potensial karena benda asing, darah, muntah, cairan dan lidah jatuh.
Pada kasus luka bakar perlu dicurigai adanya pembengkakan
faring/laring akibat cidera inhalasi, biasanya dimanifestasikan dengan
suara stridor.
b. Breathing :
Adanya kesulitan bernafas, masalah pada pengembangan dada terkait
keteraturan dan frekuensinya. Adanya suara nafas tambahan ronkhi,
wheezing atau stridor.
c. Circulation :
Warna kulit tergantung pada derajat luka bakar, melambatnya
capillary refill time, hipotensi, mukosa kering, nadi meningkat.

16
d. Disability :
Bisa terjadi penurunan kesadaran, GCS menurun, ukuran pupil
anisokor, reaksi pupil terhadap cahaya negatif.
e. Exposure :
Suhu tubuh hipotermi, prosentase luas luka bakar, adanya injury atau
kelainan yang lain
2) Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder ini terdiri dari tiga macam yaitu full set of vital sign,
history, dan head to toe.
a. Full set of vital sign
Tekanan darah dapat menurun, nadi cepat, hipotermi, dan pernafasan
lemah.
b. History
 Subjektif (keluhan utama)
Keluhan utama yang dirasakan klien luka bakar adalah nyeri dan
sesak nafas. Nyeri dapat disebabkan iritasi terhadap saraf. Sesak
nafas dapat timbul karena penyumbatan saluran nafas bagian atas.
 Alergi
Adakah alergi terhadap makanan atau obat-obatan tertentu. Alergi
terhadap obat atau makanan dapat dijadikan acuan pada pemberian
terapi obat untuk menghindari adanya reaksi alergi yang dapat
memperburuk kondisi klien.
 Medication (obat-obat yang sedang dikonsumsi)
Mengetahui obat-obat yang dikonsumsi dapat mengindikasikan
penyakit penyerta yang diderita klien serta pertimbangan terhadap
interaksi obat terapi yang akan diberikan.
 Past medical history (Riwayat Penyakit)
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita klien
sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat
jika klien mempunyai riwayat penyaklit kardiovaskuler, paru,
DM, neurologis atau penyalahgunaan obat dan alcohol
 Last oral intake
Masukan oral terakhir, apakah benda padat atau cair. Mengethaui
intake oral terakhir dapat dijadikan pertimbangan pada pengkajian
resiko aspirasi atau sumbatan jalan nafas.
 Event (Riwayat masuk Rumah sakit)
Merupakan gambaran keadaan klien mulai terjadinya luka bakar,
penyebab luka bakar, lamanya kontak dan pertolongan pertama
yang dilakukan.
c. Head to Toe
 Kepala
Bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut

17
setelah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade
dan luas luka bakar.
 Leher
Catat posisi trakhea dan denyut nadi karotis biasanya meningkat
sebagai kompensasi untuk mengatasi kekurangan cairan.
 Dada
Inspeksi bentuk thorak, irama pernafasan, ireguler, ekspansi dada
tidak maksimal, vokal fremitus rendah karena cairan yang masuk
ke paru, suara nafas tambahan wheezing, ronkhi, dan sebagainya.
 Abdomen
Inspeksi bentuk perut, palpasi adanya nyeri pada area
epigastrium yang mengindikasikan adanya gastritis.
Ekstremitas
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot bila terdapat luka bakar pada
muskuloskeletal, kekuatan otot biasanya juga menurun
2.5.4 Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan tatalaksana utama pada saat fase awal
penanganan luka bakar terutama pada 24 jam pertama. Pemberian cairan yang
adekuat akan mencegah syok yang disebabkan karena kehilangan cairan
berlebihan pada luka bakar. Penyebab kematian pada fase akut (48 jam pertama)
ialah syok luka bakar dan inhalation injury. Syok luka bakar dapat terjadi karena
kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi. Terapi cairan yang tidak memadai dapat
menyebabkan perubahan fisiologi pasien luka bakar diantaranya perfusi pada
ginjal dan mesenteric vascular beds yang berkurang, kerusakan ginjal akut,
iskemik, kolaps kardiovaskular dan kematian. Pemberian cairan yang
berlebihan dapat menimbulkan fluid creep, sindrom kompartemen ekstermitas,
meningkatkan tekanan intraokular, sindrom kompartemen okular, edema paru
dan otak, acute respiratory distress syndrome, serta gangguan berbagai organ.
Tatalaksana resusitasi cairan dan pertimbangan terjadinya edema perlu
diperhatikan selama 24-48 jam pertama setelah timbul luka bakar. Sebanyak
13% dari korban kecelakaan meninggal selama 48 jam pertama karena
kegagalan resusitasi. Abdominal Compartment Syndrome merupakan akibat
dari kelebihan cairan yang telah teridentifikasi sebagai komplikasi utama dari
upaya resusitasi. Perhatian terhadap titrasi dari resusitasi cairan setiap jam
dibutuhkan untuk menghindari dampak tersebut dan “resuscitation morbidities”

18
(Cancio, 2014). Hal yang perlu dianalisis dalam kasus ini adalah pemberian
cairan yang melebihi rumus yang diperkirakan (Luo et al.,2015). Oleh karena
itu, perlu dilakukan monitoring terhadap terapi cairan dengan cara melihat
jumlah urin yang diproduksi, pengukuran hemodinamik, pengukuran tegangan
gas jaringan subkutan dan penentuan saturasi oksigen jaringan menggunakan
near-infrared spectroscopy (NIRS) (Tricklebank, 2008). Salah satu monitoring
terapi cairan adalah produksi urin. Perfusi organ yang memadai ditunjukkan
oleh produksi urin lebih dari 30 ml/jam (0,5ml/kgBB/jam) untuk dewasa dan 1
ml/kgBB/jam untuk anak-anak. (Mlcak et al.,2012). Diuretik kuat seperti
furosemid biasanya diberikan saat terjadi akumulasi cairan untuk mencapai
keseimbangan cairan negatif dan memperbaiki hasil terapi setelah dilakukan
pengaturan keseimbangan cairan (Rewa dan Bagshaw, 2015)
Terapi cairan yang diberikan pada pasien luka bakar adalah cairan kristaloid
dan koloid. Cairan kristaloid mengandung elektrolit yang terdistribusi 20% di
intravaskular dan 80% di ekstravaskular. Sesuai dengan hal ini, efisiensi cairan
untuk mengembang di volume plasma hanya 20% (Nuevo et al., 2013).
Sedangkan koloid berisi elektrolit dan makromolekul organik yang memiliki
kemampuan terbatas dalam melintasi membran endotelial (Lira dan Pinsky,
2014). Salah satu contoh koloid adalah albumin yang memiliki kemampuan
mengembangkan volume sampai 5 kali volume asal dalam waktu 30 menit,
kecuali bila dijumpai kebocoran kapiler (Moenadjat, 2009).
Menurut Fitriana (2014) mengatakan bahwa resusitasi cairan di bedakan
menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut:
a. Resusitasi Syok
Cairan diberikan pada klien yang sudah mengalami syok atau dengan
luas lebih dari 25%-30% dengan keterlambatan penanganan sekitar 2
jam. Hindari pemilihan vena pada daerah luka dan tungkai bawah karena
terdapat hipoperfusi perifer dan banyaknya sistem klep pada vena-vena
bagian ekstremitas bawah. Cairan yang digunakan adalah
Kristaloid Ringer’s Lactate. Dalam waktu < 4 jam pertama diberikan
cairan sebanyak :

3[25%(70% x BBkg)] ml

19
Keterangan :

 70% adalah volume total cairan tubuh


 25% adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang
dapat menimbulkan gejala klinik dari syndrome syok.
 Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)
menggunakan kristaloid sebanyak 3 kali jumlah cairan yang
diperlukan

b. Resusitasi tanpa syok


Resusitasi tanpa syok merupakan resusitasi cairan pada kasus tanpa
gejala klinis syok atau dengan luas kurang dari 25% sampai 30%,
tanpa keterlambatan penanganan atau dijumpai keterlambatan kurang
dari 2 jam. Kebutuhan cairan yang diberikan adalah berdasarkan rumus
Baxter sebagai berikut

3-4ml/kgBB/total luas permulaan tubh (TLPT)

Pemberiannya mengikuti metode yang ditentukan berdasarkan formula


Parkland yaitu pada 24jam pertama : separuh jumlah cairan diberikan
dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
Setelah diberikan resusitasi cairan perlu dilakukan pemantauan
sirkulasi renal meliputi :
 Jumlah produksi urine dipantau melalui kateter urine setiap jam
(30-50cc atau 0,5ml/kgBB setiap jam pada orang dewasa,
2ml/kgBB setiap jam pada anak dan 1ml/kgBB setiap jam pada
bayi).
 Bila produksi urine 0,5ml/kg/jam, maka jumlah cairan
diberikan ditingkatkan sebanyak 50% dari jumlah yang
diberikan pada jam sebelumnya.
 Bila produksi urine > 1ml/kg/jam, maka jumlah cairan yang
diberikan dikurangi 25% dari jumlah yang diberikan pada jam
sebelumnya. 3-4 ml/ kgBB/ % luka bakar

2.5.5 Komplikasi pada pasien luka bakar intrahospital


Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri atau dari
ketidakmampuan tubuh saat proses penyembuhan luka (Burninjury, 2013).
1. Infeksi luka bakar Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang
paling sering terjadi. Sistem integumen memiliki peranan sebagai

20
pelindung utama dalam melawan infeksi. Kulit yang rusak atau nekrosis
menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap patogen di udara seperti bakteri
dan jamur. Infeksi juga dapat terjadi akibat penggunaan tabung atau kateter.
Kateter urin dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius, sedangkan
tabung pernapasan dapat memicu infeksi traktus respirasi seperti
pneumonia (Burninjury, 2013).
2. Terganggunya suplai darah atau sirkulasi Penderita dengan kerusakan
pembuluh darah yang berat dapat menyebabkan kondisi hipovolemik atau
rendahnya volume darah. Selain itu, trauma luka bakar berat lebih rentan
mengalami sumbatan darah (blood clot) pada ekstremitas. Hal ini terjadi
akibat lamanya waktu tirah baring pada pasien luka bakar. Tirah baring
mampu menganggu sirkulasi darah normal, sehingga mengakibatkan
akumulasi darah di vena yang kemudian akan membentuk sumbatan darah
(Burninjury, 2013).
3. Komplikasi jangka panjang Komplikasi jangka panjang terdiri dari
komplikasi fisik dan psikologis. Pada luka bakar derajat III, pembentukan
jaringan sikatriks terjadi secara berat dan menetap seumur hidup. Pada
kasus dimana luka bakar terjadi di area sendi, pasien mungkin akan
mengalami gangguan pergerakan sendi. Hal ini terjadi ketika kulit yang
mengalami penyembuhan berkontraksi atau tertarik bersama. Akibatnya,
pasien memiliki gerak terbatas pada area luka. Selain itu, pasien dengan
trauma luka bakar berat dapat mengalami tekanan stress pasca trauma atau
post traumatic stress disorder (PTSD). Depresi dan ansietas merupakan
gejala yang sering ditemukan pada penderita (Burninjury, 2013).

21
2.6 WOC
Suhu tinggi Sengatan listrik Bahan kimia Radiasi

Terpapar ke kulit

Luka bakar

Tekanan Kerusakan Respon stres Kerusakan


hidrostatik kapiler jaringan kulit
kapiler ↑
Epineprin & Respon
Permeabilitas norepineprin fisiologis Jaringan rusak
kapiler ↑ ↑ parah

Pengeluaran
Cairan plasma Vasokontriksi Pembuluh
energy ↑
dan protein selektif darah
keluar ke ruang trombosis
intertisial
Resisten Kebutuhan
peripheral nutrisi ↑
Edema ↑ Kulit mati
Kehilangan
cairan
Afterload MK : Risiko
Volume MK : MK :
jantung ↑ deficit
sirkulasi Hipovolemia Gangguan
nutrisi
darah ↓ integritas
kulit

Kebutuhan MK :
O2 ↑ Penurunan MK : Nyeri
curah akut
Takinpnea, jantung
RR ↑

MK : Pola
napas tidak
efektif

22
2.7 Asuhan keperawatan Umum
A. Pengkajian
1. Identitas meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk, no
register, diagnosa medik dll.
2. Keluhan Utama: Luas cedera akibat dari intensitas panas (suhu) dan durasi
pemajanan, jika terdapat trauma inhalasi ditemukan keluhan stridor, takipnea,
dispnea, dan pernafasan seperti bunyi burung gagak (Kidd, 2010).
Pada kasus kegawatdaruratan akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji
keluhan nyeri pada pasien yang meliputi :
a. Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri apakah karna luka bakar
karna kimia, radiasi, termal atau listrik? Apa yang membuat nyerinya lebih
baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa yang anda
lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat
tidur?
b. Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti
diiris, tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik, diremas?
(biarkan pasien mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
c. Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah nyeri
terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
d. Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0
tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat.
e. Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat? Berapa
lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang timbul?apakah
pernah merasakan nyeri ini sebelumnya?apakah nyerinya sama dengan
nyeri sebelumnya atau berbeda.
3. Riwayat Penyakit Sekarang: Mekanisme trauma perlu diketahui karena ini
penting, apakah penderita terjebak dalam ruang tertutup, sehingga kecurigaan
terhadap trauma inhalasi yang dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas.
Kapan kejadiannya terjadi (Sjaifuddin, 2006).
4. Riwayat Penyakit Dahulu: Penting dikaji untuk menetukan apakah pasien
mempunyai penyakit yang tidak melemahkan kemampuan untuk mengatasi
perpindahan cairan dan melawan infeksi (misalnya diabetes mellitus, gagal

23
jantung kongestif, dan sirosis) atau bila terdapat masalah-masalah ginjal,
pernapasan atau gastro intestinal. Beberapa masalah seperti diabetes, gagal
ginjal dapat menjadi akut selama proses pembakaran. Jika terjadi cedera
inhalasi pada keadaan penyakit kardiopulmonal (misalnya gagal jantung
kongestif, emfisema) maka status pernapasan akan sangat terganggu (Hudak
dan Gallo, 1996).
5. Riwayat Penyakit Keluarga: kaji riwayat penyakit keluarga yang
kemungkinan bisa ditularkan atau diturunkan secara genetik kepada pasien
seperti penyakit DM, hipertensi, asma, TBC dll.

B. Pengkajian Primer
1. Airway
Kaji ada tidaknya sumbatan pada jalan nafas pasien.
- Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela
iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran.
- Listen/Dengar aliran udara pernafasan.
- Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi
perawat
2. Breathing
Kaji pergerakan dinding thorax simetris atau tidak, ada atau tidaknya kelainan
pada pernafasan misalnya dispnea, takipnea, bradipnea, ataupun sesak. Kaji
juga apakah ada suara nafas tambahan seperti snoring, gargling, rhonki atau
wheezing.Selain itu kaji juga kedalaman nafas pasien.
3. Circulation
Kaji ada tidaknya peningkatan tekanan darah, kelainan detak jantung
misalnya takikardi, bradikardi. Kaji juga ada tidaknya sianosis dan capilar
refil.Kaji juga kondisi akral dan nadi pasien.
4. Disability
Kaji ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan refleks, pupil
anisokor dan nilai GCS.
Disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU:

24
A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah
yang diberikan.
V - verbal, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa
dimengerti.
P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon).
U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.
5. Exposure
Pakaian pasien segera dievakuasi dan memeriksa cedera pada pasien serta
menilai luas dan derajat luka bakar. Jika pasien diduga memiliki luka bakar
derajad luka yang tinggi, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan.
Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang
perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah
mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua
pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan
jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson,
2011).

C. Pngkajian Sekunder
Merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara head to toe, dari
depan hingga belakang.
a. Monitor tanda-tanda vital
b. Pemeriksaan fisik
c. Lakukan pemeriksaan tambahan

D. Pemeriksaan Fisik (ROS)


a) B1 : nafas 20x/menit, tidak ada sesak nafas, bentuk dada simetris, penggunaan
otot bantu nafas tidak ada, saat diperkusi sonor, suara nafas normal.
b) B2 : Tidak ada peningkatan JVP, HR : 96x/ menit, BP : 170/100 mmHg

25
c) B3 : pupil normal, orientasi tempat-waktu-orang baik, reflek bicara baik,
pendengaran baik, penglihatan baik, penghidu baik, GCS : 15
d) B4 : urin pekat, Osmolaritas serum >450 mOsm/kg, Natrium serum = 170
mmol/L
e) B5 : kehausan dan penurunan nafsu makan
f) B6 : bola mata cekung, kelemahan otot, membran mukosa mulut kering

E. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah Kep.
1. DS: - Luka bakar Gangguan
DO: ↓ pertukaran gas
- tampak kesulitan Vasodilatasi PD
bernafas/sesak ↓
- Gerakan dada tidak Penyumbatan sal.
simetris nafas bagian atas
- RR> 20 x/mnt ↓
- Pola napas cepat dan Edema paru
dangkal ↓
- TTV : RR= 32 x/ mnt, N= Hiperventilasi
90 x/ mnt, TD= 100/ 70 ↓
mmHg, T= 36oC Gangguan
pertukaran gas

2. DS: - Luka bakar Bersihan jalan


DO: ↓ napas tidak
- pasien tampak sesak Inhalasi asap efektif
- pasien batuk-batuk ↓
- Gerakan dada tidak Edema laring
simetris ↓
- RR> 20 x/mnt Obstruksi jalan nafas
- Pola napas cepat dan ↓
dangkal

26
Bersihan jalan nafas
inefektif

3. Ds: - Luka bakar Defisit volume


Do: ↓ cairan
- Turgor kulit kering Permeabilitas kapiler
- Mukosa kering meningkat
- CVP abnormal ↓
- Intake Output tidak Evaporasi /
seimbang Penguapan
- Kadar kalium, natrium ↓
abnormal Kehilangan cairan
tubuh

4 DS: - Luka bakar Resiko


DO: ↓ ketidakefektifa
- Hb <10 ml/gr Vasodilatasi PD n perfusi
- Klien nampak sianosis ↓ jaringan
- Ekstremitas dingin Sirkulasi darah perifer
- Klien terlihat lemah menurun
- Akral dingin, lembab ↓
Sel mengalami
hipoksia

perfusi jaringan
tidak efektif

5 DS: pasien mengeluh perih, sakit Luka bakar Kerusakan


DO: ↓ integritas kulit
- Terdapat edema Kerusakan kulit/
- Kulit kemerahan hingga jaringan
nekrosis ↓

27
- Kulit tidak utuh Inflamasi, Lesi
- Akral dingin, lembab ↓
Kerusakan integritas
kulit

6 DS: pasien mengeluh panas dan Luka bakar Nyeri


sakit ↓
DO: Kerusakan kulit/
- Nadi 120x/menit jaringan dan edema
- RR 30x/menit ↓
-Pasien nampak meringis Nyeri
kesakitan sambil memegang dada
yang sakit.
P:trauma luka bakar
Q : terasa panas
R : sisi trauma/cidera yang sakit
S : Skala nyeri 7
T: Hilang timbul dan meningkat
jika adanya aktivitas

F. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas (00030) berhubungan dengan keracunan karbon
monoksida, inhalasi asap dan obstruksi saluran nafas atas.
2. Bersihan jalan napas tidak efektif (00031) berhubungan dengan edema dan
efek dari inhalasi asap.
3. Defisit volume cairan (00027) berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler dan kehilangan lewat evaporasi dari luka bakar.
4. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (00228) berhubungan dengan
penurunan atau interupsi aliran darah arteri / vena.
5. Kerusakan integritas kulit (00046) berhubungan dengan inflamasi dan lesi.
6. Nyeri (00132) berhubungan dengan kerusakan kulit / jaringan

28
G. Intervensi Keperawatan
1. Domain 3. Elimination and Exchange
Class 4. Respiratory Function
Gangguan pertukaran gas (00030) berhubungan dengan keracunan karbon
monoksida, inhalasi asap dan obstruksi saluran nafas atas.
NOC NIC

Domain II. Physiologic Health Domain 4. Safety


Class E. Cardiopulmonary Class V. Risk Management
0403 Respiratory Status: Ventilation 6680 Vital Signs Monitoring

040301 RR 12-24 x/mnt 1. Pantau TTV pasien


040302 Suara napas normal 2. Pantau RR dan suara nafas
040325 TTV dalam rentang normal 3. Pantau laporan GDA dan kadar karbon
040331 Mampu mengeluarkan sputum monoksida serum.
4. Berikan suplemen oksigen pada tingkat
yang ditentukan.
5. Pasang atau bantu dengan selang
endotrakeal dan tempatkan pasien pada
ventilator mekanis sesuai indikasi bila
terjadi insufisiensi pernafasan (dispneu
hipoksia, hiperkapnia, rales, takipnea dan
perubahan sensorium).
6. Anjurkan pernafasan dalam dengan
penggunaan spirometri selama tirah
baring.
7. Pertahankan posisi semi fowler, bila
hipotensi tak ada.

2. Domain 11.Safety/ Protection


Class 2. Physical Injury

29
Bersihan jalan napas tidak efektif (00031) berhubungan dengan edema dan efek
dari inhalasi asap.

NOC NIC

Domain II. Physiologic Health Domain 2. Physiological


Class E. Cardiopulmonary Class K. Respiratory Management
0403 Respiratory Status: Ventilation 3140 Airway Management:

040301 RR 12-24 x/mnt 1. Auskultasi suara napas sebelum dan


040302 Suara napas normal sesudah dilakukan pembebasan jalan
040325 TTV dalam rentang normal napas, catat hasilnya
2. Lakukan fiksasi pada daerah kepala leher
Domain II. Physiologic Health untuk meminimalkan terjadinya gerakan
Class E. Cardiopulmonary 3. Lakukan pembebasan jalan napas secara
0410 Respiratory Status: Airway manual dengan teknik jaw thrust
Patency maneuver secara hati-hati untuk
041013 menggunakan nasal faring mencegah terjadinya gerakan leher
041015 istirahat saat terjadi dyspnea 4. Lakukan pembebasan jalan napas dengan
041019 batuk alat oropharyngeal airway jika
dibutuhkan
5. Monitoring pernapasan dan status
oksigenasi klien

3. Domain 2. Nutrition
Class 5. Hydration
Defisit volume cairan (00027) berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler dan kehilangan lewat evaporasi dari luka bakar.

NOC NIC

Domain II. Physiologic Health Domain 2. Physiological


Class G. Fluid & Electrolytes Class N. Tissue Perfusion Management
0601 Fluid Balance 4120 Fluid Management

30
060117 membran mukosa lembab 1. Monitoring CVP, kapiler dan kekuatan nadi
060116 integritas kulit baik perifer.
060118 nilai elektrolit dalam batas 2. Observasi pengeluaran urin, berat jenis dan
normal. warna urin.
060107 Intake dan output cairan tubuh 3. Timbang berat badan setiap hari
pasien seimbang 4. Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap
hari sesuai indikasi
5. Lakukan program kolaborasi
meliputi: Pasang/ pertahankan kateter
urine.
6. Berikan penggantian cairan IV yang
dihitung, elektrolit, plasma, albumin.
7. Monitoring hasil pemeriksaan laboratorium
(Hb, elektrolit, natrium).
8. Berikan obat sesuai indikasi (diuretik)
9. Monitoring tanda-tanda vital setiap jam
selama periode darurat, setiap 2 jam selama
periode akut, dan setiap 4 jam selama
periode rehabilitasi.- Warna
urine.- Masukan dan haluaran setiap jam
selama periode darurat, setiap 4 jam selama
periode akut, setiap 8 jam selama periode
rehabilitasi. Status umum setiap 8 jam.

4. Domain 4. Activity/Rest
Class 4. Cardiovascular/PulmonaryResponses
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (00228) berhubungan dengan
penurunan atau interupsi aliran darah arteri / vena

31
NOC NIC

Domain II. Physiologic Health Domain 2. Physiological


Class I. Skin/Wound Management
Class E. Cardiopulmonary
3590 Skin Surveillance
0407 Tissue Perfusion: Peripheral
1. Monitoring warna kulit dan suhu
2. Monitoring kulit dan membran mukosa
040711 edema perifer untuk area perubahan warna, luka memar
dan kerusakan
040727 tekanan darah sistolik
3. Kaji warna, sensasi, gerakan, dan nadi
040728 tekanan darah diastolik perifer.
4. Tinggikan ekstremitas yang sakit.
040710 suhu kulit ekstrim
5. Ukur TD pada ektremitas yang mengalami
040715 pengisian kapiler jari tangan luka bakar
6. Dorong latihan gerak aktif
040716 pengisian kapiler jari kaki
7. Lakukan kolaborasi dalam
mempertahankan penggantian cairan
8. Kolaborasi dalam mengawasi elektrolit
terutama natrium, kalium, dan kalsium
9. Lakukan kolaborasi untuk menghindari
injeksi IM atau SC

5. Domain 11. Safety/Protection


Class 2. Physical Injury
Kerusakan integritas kulit (00046) berhubungan dengan inflamasi dan lesi.

NOC NIC

Domain II. Physiologic Health Domain 2. Physiological


Class L.Tissue Integrity Class I. Skin/Wound Management
1101 Tissue Integrity: Skin & Mucous 3500 Pressure Management
Membranes

32
110101 suhu kulit 1. Observasi luka: lokasi, dimensi,
110111 Jaringan perfusi kedalaman luka, karakteristik, warna
110113 Integritas kulit cairan, granulasi dan tanda-tanda infeksi
110115 lesi kulit lokal.
110114 Hidrasi 2. Monitoring mobilitas dan aktifitas pasien.
110105 Pigmentasi yang tidak normal 3. Monitoring status nutrisi pasien.
4. Ajarkan pada keluarga tentang luka dan
perawatan luka.
5. Anjurkan pasien untuk menggunakan
pakaian yang longgar.
6. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
kering.
7. Berikan posisi yang mengurangi tekanan
pada luka.
8. Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian
diet TKTP, vitamin

6. Domain 12. Comfort


Class 1. Physical Comfort
Nyeri (00132) berhubungan dengan kerusakan kulit / jaringan

NOC NIC
Domain 5: Perceived Health Domain 1: Physiological Basic
Class V: Symptom Status Class E: Physical Comfort Promotion
2102 Pain Level 1400 Pain Management

210201 melaporkan nyeri 1. Kaji nyeri secara komprehensif termasuk


210204 mengenali skala nyeri lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
210206 respon terhadap nyeri kualitas, dan faktor presipitasi
210208 kegelisahan 2. Observasi reaksi nonverbal dari
210222 agitasi ketidaknyamanan
210224 meringis

33
210215 hilang nafsu makan 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk mengenetahui pengalaman nyeri
Domain IV: Health Knowledge & pasien
Behavior 4. Evaluasi bersama pasien dan tim
Class Q: Health Behaviour kesehatan lain tentang ketidakefektifan
1605 Pain Control control nyeri masa lampau
5. Bantu pasien dan keluarga mencari
160502 mengakui timbulnya nyeri . dukungan
160501 menjelaskan faktor penyebab 6. Control lingkungan yang dapat
nyeri . mempengaruhi nyeri seperti suhu
160510 menggunakan panduan untuk ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
memantau gejala dari waktu ke waktu . 7. Kurangi faktor presipitasi nyeri
160503 menggunakan langkah-langkah 8. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
pencegahan . (farmakologi, non farmakologi,
160504 menggunakan terapi interpersonal)
nonanalgesic . 9. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
160504 menggunakan terapi analgesic menentukan intervensi
bila diindikasikan . 10. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
160513 melaporkan adanya perubahan 11. Berikan analgetik untuk mengurangi
gejala . nyeri
160507 melaporkan adanya gejala yang 12. Tingkatkan istirahat
tidak terkontrol 13. Kolaborasi dengan dokter jika ada
160511 melaporkan nyeri yang dialami keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
& terkontrol .

34
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
3.1 Study Case
Tn. R berusia 30 tahun dengan BB 65 kg dan TB: 165 cm datang ke
RSUA jam 11.00 pagi karena terkena ledakan tabung gas. Kejadian pasien
terluka bakar pada jam 08.00. Daerah luka bakar terjadi pada sebagian besar
dada klien ( Nilai : 18%). Keluhan utama klien saat datang ke RSUA
merintih kesakitan saat di kaji skala nyeri 8. Klien juga mengeluhkan sesak,
batuk-batuk, serta klien merasa lemas. Pasien mendapatkan 500 cc cairan.
Dari hasil pemeriksaan, TD: 100/80 mmHg, Nadi: 120x/mnt, S: 36,8oC, RR:
25x/menit, klien tampak kesulitan bernafas dan pergerakan dinding dada
tidak simetris.
Resusitasi cairan
Rumus Baxter : (% luka bakar) x (BB) x (4 cc)
18 x 65 x 4 = 4680 ml/24 jam
8 jam pertama = 2340 ml
16 jam berikutnya 2340 ml cairan
3.2 Pengkajian
a. Identitas klien
Nama : Tn. R
Jenis kelamin : Laki-Laki
Tanggal masuk : 20 Februari 2019
Usia : 30 tahun
Status perkawinan : Menikah
Suku bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Surabaya
Agama : Islam
b. Keluhan utama :
Klien merintih kesakitan karena luka bakar 3 jam sebelum MRS.
c. Riwayat penyakit sekarang :
3 jam sebelum masuk RSUA, Tn. R menderita luka bakar karena terkena
ledakan tabung gas elpiji . Kesadaran composmentis, TD: 100/80 mmHg,

35
Nadi: 120x/mnt, S: 36,8oC, RR: 25x/menit, TB: 165 cm, BB: 65 kg. Keluhan
utama klien saat datang ke RSUA merintih kesakitan. Klien juga
mengeluhkan sesak, batuk-batuk, serta klien merasa lemas
Pengkajian nyeri :
P : Akibat ledakan tabung gas elpiji (bahan kimia)
Q : Seperti rasa terbakar
R : Bagian dada (18 %)
S : Skala nyeri 8 dari 10
T : Hilang timbul dan meningkat jika adanya aktivitas
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Tn.R mengatakan belum pernah mempunyai riwayat masuk rumah
sakit/operasi di RS sebelumnya
e. Pemeriksaan fisik primer :
A (Airway) : Tidak ada sumbatan jalan napas
B (Breathing) : Klien mengeluh sesak nafas, pergerakan dinding dada tidak
simetris,
C (Circulation) : TD: 100/80 mmHg, Nadi: 120x/mnt
D (Disability) : Kesadaran komposmentis
E (Eksposure) : Klien mengalami luka bakar pada dada
f. Pemeriksaan fisik sekunder :
1.) Keadaan umum
- Tanda-tanda vital :
TD : 100/80 mmHg
N : 100x/menit
S : 36.8 C
RR : 25x/menit
- Kesadaran : Komposmentis
2.) Pemeriksaan B1-B6
- B1 (Breath) : Klien mengalami sesak napas, batuk-batuk, lemas,
RR 25x/menit
- B2 (Blood) : TD 100/80 mmHg
- B3 (Brain) : Kesadaran klien komposmentis

36
- B4 (Bladder) : Tidak ada gejala
- B5 (Bowel) : Tidak ada gejala
- B6 (Bone) : Tidak ada gejala
3.3 Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


Keperawatan
1 DS: Bahan Kimia Hipovolemi
Klien merasa lemas ↓
Terpaparnya kulit dengan
DO: penyebab
a. Turgor kulit kering ↓
b. Mukosa kering Luka bakar

c. CVP abnormal
Peningkatan
d. Intake Output tidak seimbang permeabilitas kapiler
e. Kadar kalium, natrium ↓
Vasodilatasi pembuluh
abnormal
darah

Volume darah arteri
menurun

Pengeluaran air, natrium
klorida, protein dalam sel

Menurunnya cairan
intraseluler

Hipovolemi
2. DS: Bahan Kimia Nyeri akut
Klien mengeluh merintih ↓
Terpaparnya kulit dengan
kesakitan
penyebab
DO: ↓
a. TD: 100/80 mmHg, Nadi: Luka bakar

120x/mnt
Cedera jaringan kulit

37
b. Pasien nampak meringis Kulit coklat kemerahan,
kesakitan sambil memegang hitam

dada yang sakit.
Kerusakan pada dermis,
P : Akibat ledakan tabung gas epidermis dan sub kutan
elpiji (bahan kimia) ↓
Kematian sel-sel
Q : Seperti rasa terbakar

R : Bagian dada (18 %) Nyeri akut
S : Skala nyeri 8 dari 10
T : Hilang timbul dan
meningkat jika adanya
aktivitas
3. DS: Bahan Kimia Kerusakan
Klien mengeluh perih, sakit ↓ integritas kulit
Terpaparnya kulit dengan
DO: penyebab
a. Terdapat luka bakar yang ↓
memerah hingga nekrosis Luka bakar

b. Kulit tidak utuh
Cedera jaringan kulit

Kulit coklat kemerahan,
hitam

Kerusakan pada dermis,
epidermis dan sub kutan

Kematian sel-sel

Kerusakan integritas kulit

3.4 Diagnosa Keperawatan


a. Hipovolemi berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dari luka
bakar.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera kimia
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi dan atau
lesi

38
3.5 Intervensi Keperawatan
1. Domain 2. Nutrition
Class 5. Hydration
Hipovolemi (00027) berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dari luka
bakar

NOC NIC

Domain II. Physiologic Health Domain 2. Physiological


Class G. Fluid & Electrolytes Class N. Tissue Perfusion Management
0601 Fluid Balance 4120 Fluid Management

060117 membran mukosa lembab 10. Monitoring CVP, kapiler dan kekuatan
060116 integritas kulit baik nadi perifer.
060118 nilai elektrolit dalam batas 11. Observasi pengeluaran urin, berat jenis
normal. dan warna urin.
060107 Intake dan output cairan tubuh 12. Timbang berat badan setiap hari
pasien seimbang 13. Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar
tiap hari sesuai indikasi
14. Lakukan program kolaborasi
meliputi: Pasang/ pertahankan kateter
urine.
15. Berikan penggantian cairan IV yang
dihitung, elektrolit, plasma, albumin.
16. Monitoring hasil pemeriksaan
laboratorium (Hb, elektrolit, natrium).
17. Berikan obat sesuai indikasi (diuretik)
18. Monitoring tanda-tanda vital setiap jam
selama periode darurat, setiap 2 jam selama
periode akut, dan setiap 4 jam selama
periode rehabilitasi.- Warna
urine.- Masukan dan haluaran setiap jam
selama periode darurat, setiap 4 jam selama

39
periode akut, setiap 8 jam selama periode
rehabilitasi. Status umum setiap 8 jam.

2. Domain 12. Comfort


Class 1. Physical Comfort
Nyeri akut (00132) berhubungan dengan agen cedera kimia

NOC NIC
Domain 5: Perceived Health Domain 1: Physiological Basic
Class V: Symptom Status Class E: Physical Comfort Promotion
2102 Pain Level 1400 Pain Management

210201 melaporkan nyeri 14. Kaji nyeri secara komprehensif termasuk


210204 mengenali skala nyeri lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
210206 respon terhadap nyeri kualitas, dan faktor presipitasi
15. Observasi reaksi nonverbal dari
Domain IV: Health Knowledge & ketidaknyamanan
Behavior 16. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
Class Q: Health Behaviour untuk mengenetahui pengalaman nyeri
1605 Pain Control pasien
17. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
160502 mengakui timbulnya nyeri . lain tentang ketidakefektifan control nyeri
160501 menjelaskan faktor penyebab masa lampau
nyeri . 18. Bantu pasien dan keluarga mencari
160504 menggunakan terapi dukungan
nonanalgesic . 19. Control lingkungan yang dapat
160504 menggunakan terapi analgesic mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
bila diindikasikan . pencahayaan, dan kebisingan
160513 melaporkan adanya perubahan 20. Kurangi faktor presipitasi nyeri
gejala . 21. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
160507 melaporkan adanya gejala (farmakologi, non farmakologi,
yang tidak terkontrol interpersonal)

40
160511 melaporkan nyeri yang 22. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
dialami & terkontrol . menentukan intervensi
23. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
24. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
25. Tingkatkan istirahat
26. Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil

3. Domain 11. Safety/Protection


Class 2. Physical Injury
Kerusakan integritas kulit (00046) berhubungan dengan inflamasi dan lesi.

NOC NIC

Domain II. Physiologic Health Domain 2. Physiological


Class L.Tissue Integrity Class I. Skin/Wound Management
1101 Tissue Integrity: Skin & Mucous 3500 Pressure Management
Membranes
4. Observasi luka: lokasi, dimensi,
110101 suhu kulit kedalaman luka, karakteristik, warna
110111 Jaringan perfusi cairan, granulasi dan tanda-tanda infeksi
110113 Integritas kulit lokal.
110115 lesi kulit 5. Monitoring mobilitas dan aktifitas pasien.
110114 Hidrasi 6. Monitoring status nutrisi pasien.
110105 Pigmentasi yang tidak normal 7. Ajarkan pada keluarga tentang luka dan
perawatan luka.
8. Anjurkan pasien untuk menggunakan
pakaian yang longgar.
9. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
kering.
10. Berikan posisi yang mengurangi tekanan
pada luka.
11. Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet
TKTP, vitamin

41
3.6 Evaluasi
a. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, klien diharapkan
tidak mengalami kekurangan volume cairan
b. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, nyeri yang
dirasakan klien berkurang
c. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, klien diharapkan
tidak mengalami kerusakan integritas kulit.

42
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kulit adalah organ kompleks yang memberikan pertahanan tubuh
pertama terhadap kemungkinan lingkungan yang merugikan. Kulit yang
melindungi tubuh dari infeksi, mencegah kehilangan cairan tubuh,
membantu mengontrol suhu tubuh, berfungsi sebagai organ eksretoridan
sensori, membantu dalam proses aktivasi vitamin D, dan mempengaruhi
citra tubuh.
Untuk klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian
emergensi akan meliputi revaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan,
sirkulasi) dan trauma lain yang mungkin terjadi; resusitasi cairan
(penggantian cairan yang hilang); pemasangan kateter urine; pemasangan
Nasogastric Tube (NGT); pemeriksaan vital signs dan laboratorium;
management nyeri; propilaksis tetanus; pengumpulan data; dan perawatan
luka.
4.2 Saran
Agar pembaca memahami dan mengerti tentang Luka bakar, tingkat
luka bakar, tindakan pada luka bakar agar dapat bermanfaat serta berguna
bagi pembaca dan masyarakat umum.

43
DAFTAR PUSTAKA

Andra & Yessie. 2013. Kamus Asuhan Keperawatan. Bandung : Salemba

Chu DH.2013. Overview of biology, development, and structure of the skin.

In: In: Wolf KW, et al. Fitzpatrick’s dermatology in General Medicine,


8thed. Mc Graw

Hill Medical.3:7:58-75.

Helen E Douglas, J. A. (2017). Management of Burns. SURGERY , 511-518.

https://ejournal.stikespku.ac.id/index.php/mpp/article/view/11/9

diakses pada 18 Februari 2019

http://repository.unair.ac.id/53803/2/FF%2037%2016.pdf

https://www1media.acehprov.go.id/uploads/PENANGANAN_LUKA_BAKAR.p
df

Jong W.2005. Luka, Luka bakar Buku ajar bedah 2nd ed. Jakarta : EGC 3:66-8.

Linda D. Urden, K. M. (2010). Critical Care Nursing: Diagnosis and

Management. St. Louis: Elsevier.

Moenadjat, Y. 2001. Luka bakar Pengetahuan Klinis Praktis. Edisi kedua.

Jakarta: Fakultas kedokteran universitas Indonesia

Moenadjat Y. 2005. Resusitasi: dasar-dasar manajemen luka bakar fase akut.

Jakarta: Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia.

Moenadjat Y. 2005. Resusitasi: dasar-dasar manajemen luka bakar fase akut.

Jakarta: Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia. hlm.60

Moenadjat Y. 2009. Luka bakar masalah dan tata laksana.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hlm 90-110

Noer MS, Saputro ID, Perdanakusuma DS.2006. Penanganan luka bakar.

Airlangga University press. Surabaya. 2006.2:3-9 .

Wardhana A. Panduan Praktis Manajemen Awal Luka Bakar.

44
Jakarta Pusat, Indonesia: Lingkar Studi Bedah Plastik Foundation

(Yayasan Lingkar Studi Bedah Plastik); 2014.

Yiwei Wang, J. B.-F. (2018). Burn injury: Challenges and advances in burn
wound
healing, infection, pain and scarring. Advanced Drug Delivery Reviews, 3-
17.

45

Anda mungkin juga menyukai