Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH HUKUM KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

“PERLINDUNGAN HUKUM DALAM PRAKTIK


KEPERAWATAN”

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1

NAMA :

1. ANGGRAENI DEWI R. (PK 115 016 003)


2. WANDA SFETLANI TALUNDU (PK 115 016 034)
3. FADLIA NUR (PK 115 016 010)
4. NUR FADILAH (PK 115 016 026)
5. MUTIARA SEPTIANTY LARAS (PK 115 016 020)

KELAS : VA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


INDONESIA JAYA
PALU 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Palu, 18 Januari 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i

DAFTAR ISI ............. . ......................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1


1.2 Tujuan .............. ......................................................................................2
1.3 Manfaat .................. ...............................................................................3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 4

2.1 Pengertian Praktik Keperawatan Profesional .......................................... 4


2.2 Perlindungan Hukum .................................................................... 5
2.3 Alasan Perlunya Perlindungan Hukum Dalam Praktik
Keperawatan……………… .................................................................... 6
2.4 Perilaku Yang Mengarah Pada Tindak Pidana ....................................... 7
2.5 Pelayanan Keperawatan yang Berisiko Menimbulkan Tindak
Pidana…………................ .................................................................... 10
2.6 Informed Consent ……… .................................................................... 14
2.7 Undang-undang Yang Berkaitan Dengan Praktik Keperawatan ............. 17
2.8 Strategi Perlindungan Hukum Dalam Praktik Keperawatan ................... 22
2.9 Organisasi Profesi Keperawatan ............................................................. 23

BAB III PENUTUP ................................ .......................................................... 26

3.1 Kesimpulan ............................ ............................................................... 26

3.2 Saran ..................................... ................................................................ 26

DAFTAR PUSTAKA .................................. ..................................................... 27

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan semakin meningkatnya pendidikan dan kesadaran masyarakat sebagai


penerima jasa keperawatan terhadap hukum, maka tata tertib hukum dalam
pelayanan keperawatan memberikan kepastian hukum kepada perawat, pasien
dan sarana kesehatan.Kepastian hukum berlaku untuk pasien serta perawat
sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing.Hak dan kewajiban perawat
harus dilaksanakan seimbang.Berdasarkan hal tersebut perawat harus
mengantisipasi keadaan yang tidak diiinginkan oleh pasien dengan
meningkatkan profesionalisme sebagai seorang perawat juga memahami hak
dan kewajibannya.

Makalah ini membahas tentang perlindungan hukum dalam praktik


keperawatan.Untuk penerapan praktik keperawatan, perlu ketetapan
(legislasi) yang mengatur hak dan kewajiban perawat yang terkait dengan
profesi.Legislasi dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum bagi
masyarakat dan perawat. Untuk melindungi tenaga perawat akan adanya
tuntutan dari klien/pasien perlu ditetapkan dengan jelas apa hak dan
kewajiban serta kewenangan perawat agar tidak terjadi kesalahan dalam
melakukan tugasnya. Perawat perlu memahami hukum untuk melindungi hak
kliennya dan dirinya sendiri dari masalah. Perawat tidak perlu takut hukum,
tetapi lebih melihat hukum sebagai dasar pemahaman terhadap apa yang
diharapkan masyarakat dari penyelenggara pelayanan keperawatan yang
profesional.

Perawat sebagai tenaga profesional memiliki akuntabilitas terhadap keputusan


dan tindakannya.dalam menjalankan tugas sehari-hari tidak menutup

1
kemungkinan perawat berbuat kesalahan dan kelalaian baik yang disengaja
maupun tidak disengaja.

Untuk menjalankan praktiknya,maka secara hukum perawat haus dilindungi


terutama dari tuntunan malpraktik dan kelalaian pada keadaan darurat.
Contohnya di indonesia dengan telah terbitnya UU kesehatan No.38 tahun
2014 memberikan suatu jalan untuk mengeluarkan berbagai peraturan
pemerintah termasuk disini undang-undang yang mengatur praktik
keperawatan dan perlindungan dari tuntutan malpraktik.

Di berbagai negara maju dimana tuntutan malpraktik terhadap tenaga


profesional semakin meningkan jumlahnya, maka berbagai area pelayanan
kesehatan telah melindungi para tenaga kesehatan termasuk praktik dangan
suatu asuransi liabilitas atau asuransi malpraktik. Seiring dengan
perkembangan jaman,tidak menutup kemungkinan di masa mendatang
asuransi malpraktik juga perlu di pertimbangkan bagi semua tenaga kesehatan
termasuk perawatan indonesia.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Menjelaskan tentang pengertian praktik keperawatan professional.


2. Menjelaskan perlindungan hukum pada praktik keperawatan.
3. Menjelaskan alasan perlunya perlindungan hukum dalam praktik
keperawatan.
4. Menjelaskan perilaku perawat yang mengarah pada tindak pidana.
5. Menjelaskan pelayanan keperawatan yang berisiko menimbulkan tindak
pidana.
6. Menjelaskan tentang informed consent.
7. Menjelaskan Undang-undang yang berkaitan dengan praktik keperawatan.
8. Menjelaskan strategi perlindungan hukum dalam praktik keperawatan.

2
1.3 Manfaat

1. Menambah ilmu pengetahuan.


2. Menjadi inspirasi.
3. Menjadi dasar pengetahuan bagi mahasiswa keperawatan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Praktik Keperawatan Profesional

Keperawatan adalah fungsi unik dari perawat membantu individu sakit atau
sehat dalam melaksanakan segala aktivitasnya untuk mencapai kesehatan atau
untuk meninggal dunia dengan tenang yang dapat dapat ia lakukan sendiri
tanpa bantuan apabila cukup kekuatan, harapan dan pengetahuan (Virginia
Handerson, 1958).

Perawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian


integral dari pelayanan kesehatan yang di dasarkan ilmu dan kiat
keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spritual yang
komprehensif serta di tujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik
sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia
(Lokakarya keperawatan Nasional 1986).

Praktik keperawatan berarti membantu individu atau kelompok dalam


mempertahankan atau meningkatkan kesehatan yang optimal sepanjang
proses kehidupan dengan mengkaji status, menentukan diagnosa,
merencanakan dan mengimplementasi strategi keperawatan untuk mencapai
tujuan, serta mengevaluasi respon terhadap perawatan dan pengobatan
(National Council of State Board of Nursing/NCSBN). Praktik keperawatan
profesional tertuang juga dlm Nurse Practice Art New York 1972 Praktik
keperawatan terdapat dalam American Nursing Association/ANA).

Praktik Keperawatan adalah pelayanan yang diselenggarakan oleh Perawat


dalam bentuk Asuhan Keperawatan.( UU no 38 tahun 2014 pasal 1 ayat 4 ).

2.2 Perlindungan Hukum

4
A. Pengertian hukum

Hukum adalah seluruh aturan dan undang-undang yang mengatur


sekelompok masyarakat dengan demikian hukum dibuat oleh masyarakat
dan untuk mengatur semua anggota masyarakat.

B. Tujuan

Tujuan hukum dalam keperawatan yaitu untuk mengendalikan cakupan


praktek keperawatan, ketentuaan, perizinan bagi perawat, dan standar
asuhan adalah melindungi kepentingan masyarakat. Perawat yang
mengetahui dan menjalankan undang-undang praktik perawat serta standar
asuhan akan memberikan layanan keperawatan yang aman dan kompeten.

C. Fungsi hukum dalam keperawatan

Hukum memberikan kerangka kerja untuk menetapkan jenis


tindakan keperawatan yang sah dalam asuhan klien, membedakan
tanggung jawab perawat dari tenaga propesional kesehatan lain, serta
membantu memberikan batasan tindakan keperawatan yang mandiri.

D. Sumber hukum

Pedoman legal yang dianut perawat berasal dari hukum perundang-


undangan, hukum peraturan, dan hukum umum.

1) Perundang-undangan
2) Hukum yang dikeluarkan oleh badan legislatif. Menggambarkan dan
menjelaskan batasan legal praktek keperawatan. Undang-undang ini
melindungi hak-hak penyandang cacat di tempat kerja, institusi
pendidikan, dan dalam masyarakat.
3) Peraturan atau administratif pengambilan keputusan yang dilakukan
oleh badan administratif. Salah satu contoh hukum peraturan adalah
kewajiban untuk melaporkan tindakan keperawatan yang tidak
kompeten atau tidak etis.

5
E. Hukum umum

Berasal dari keputusan pengadilan yang dibuat di ruang pengadilan saat


kasus hukum individu diputuskan. Contoh hukum umum adalah informed
consent dan hak klien untuk menolak pengobatan.

F. Tipe Hukum
1) Hukum Pidana (criminal laws) mencegah terjadinya kejahatan dalam
masyarakat dan memberikan hukuman bagi pelaku tindakan kriminal.
Contohnya antara lain pembunuhan, pembunuhan tidak direncana, dan
pencurian.
2) Hukum Perdata melindungi hak-hak pribadi individu dalam
masyarakat dan mendorong perlakuan yang adil dan pantas di antara
individu. (Praktik keperawatan profesional : konsep dasar dan hukum /
robert priharjo ;editor, yasmin asih – jakarta : EGC, 1995)

2.3 Alasan Perlunya Perlidungan Hukum Dalam Praktik Keperawatan

Pertama, alasan filosofi.Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam


peningkatan derajat kesehatan.Perawat berperan dalam memberikan
pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari
perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan.Tetapi pengabdian
tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan
hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum.Perawat juga memiliki
kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional, semangat
pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat
memegang teguh etika profesi.Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki
tujuan, lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama
berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya),
keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan
keselarasan.

6
Kedua alasan yuridis uud 1945 pasal 5 menyebutkan bahwa presiden
memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan dewan
perwakilan rakyat.

Ketiga alasan sosiologis, kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan


khususnya pelayanan semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran
paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan, dari model medikal yang
menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan gejala sebagai
informasi dan bukan sebagaik fokus pelayanan (cohen,1996). (Kozier,
Barbara, dkk. 2010. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.)

2.4 Perilaku Perawat Yang Mengarah Pada Tindak Pidana

Dalam menjalankan profesinya sebagai perawat, ada beberapa hal yang harus
dihindari para perawat agar tidak mengarah kepada tindak pidana.Sekalipun
para perawat memiliki otoritas dalam pelayanan kesehatan, tetapi pelayanan
perawat dapat mengarah kepada tindak pidana jika melanggar norma-norma
hukum atau merugikan pasien. Tindak pidana tersebut adalah sebagai berikut
:

A. Tindak Pidana Terhadap Nyawa

Pelayanan perawat bisa mengarah pada tindak pidana terhadap nyawa jika
tindakan perawat dapat menghilangkan nyawa pasien akibat kesalahan
yang dilakukan maupun akibat dari minimnya keterampilan dan
profesionalitas di bidang keperawatan.Hal itu bisa saja terjadi jika perawat
tidak berhati-hati dalam bertindak, tidak berkomunikasi dengan dokter
ahli, tidak memperhatikan etika pelayanan keperawatan, dan lain
sebagainya.

B. Tindak Pidana Terhadap Tubuh

7
Tindakan perawat (pelayanan) yang tidak memberikan manfaat sama
sekali namun memberikan rasa sakit atau menyiksa pasien secara fisik.
Tindak pidana ini bisa muncul apabila seorang perawat tidak memiliki
bekal pengetahuan yang mumpuni dalam pelayanan kesehatan, sehingga ia
mencelakakan pasien secara fisik sekalipun tidak membahayakan
nyawanya. Misalnya, menyuntik pasien dengan cara yang tidak benar
sehingga menimbulkan sakit yang tidak wajar di tubuh pasien, memasang
alat infus dengan cara yang salah sehingga menimbulkan rasa sakit pada
pasien.

C. Tindak Pidana Yang Terkait Dengan Asuhan Keperawatan Untuk Tujuan


Komersial

Tindakan semacam ini dilakukan oleh seorang perawat hanya untuk


mendatangkan keuntungan pribadi, sekalipun yang dilakukan adalah
benar.Misalnya, mengadakan penyuluhan kesehatan semata-mata untuk
mendatangkan materi dan amsyarakat tidak terlalu membutuhkan materi
penyuluhannya, emnjual obat-obatan dengan harga tinggi (tidak wajar)
semaat-mata untuk meraup keuntungan, sehingga para klien menjadi
terjepit.

D. Tindak Pidana Yang Terkait Dengan Pelaksanaan Asuhan Keperawatan


Tanpa Keahlian Atau Kewenangan

Tindak pidana ini dilakukan oleh perawat yang tidak memiliki


legalitas dari institusi keperawatan dan tidak memiliki keterampilan dalam
dunia keperawatan, namun ia melayani masyarakat dalam hal kesehatan,
sehingga pelayanannya tidak sesuai dengan standar pelayanan yang baku
dan cenderung melahirkan kerugian di pihak pasien.

E. Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Tidak Dipenuhinya Persyaratan


Administratif

8
Perawat melakukan kegiatan pelayanan kesehatan terhadap klien namun
tidak emmenuhi persyaratan formal, seperti surat izin dari institusi, surat
izin dari rumah sakit, dan lain sebagainya. Meskipun apa yang dilakukan
oleh perawat adalah benar sesuai dengan standar pelayanan kesehatan
yang baku, namun jika persyaratan administrative tersebut tidak terpenuhi,
maka hal tersebut bisa mengarah pada tindak pidana.

F. Tindak Pidana Yang Berkenaan Dengan Hak Atas Informasi

Perawat tidak memberikan kepada pasien yang dirawatnya tentang


indormasi secara transparan; tidak jujur sesuai dengan kenyataan yang
telah, sedang, dan akan terjadi, sehingga pasien merasa dirugikan atas
tindakan perawat. Misalnya, apsien tidak diberi tahu sebelumnya mengenai
suntikan yang akan dilakukan oleh perawat, tidak diberi tahu jenis
penyakit apa yang dideritanya, kecuali karna alasan-alasan tertentu yang
mendesak dan rasional sehingga pasien bertanya-tanya apa yang terjadi
sebenarnya pada dirinya; tidak diberi tahu apakah pihak rumah sakit akan
melakukan amputasi atau tidak terhadap salah satu anggota tubuh pasien,
dan lain sebagainya.

G. Tindak Pidana Yang Berkenaan Dengan Produksi Dan Peredaran Alat


Kesehatan Serta Kesediaan Informasi

Perawat menutup-nutupi mengenai informasi kelengkapan peralatan


kesehatan yang ada dirumah sakit (tempat ia bekerja) dengan tujuan agar
setiap pasien bisa berobat kerumah sakit tersebut. Misalnya, tidak memberi
tahu bahwa dirumah sakit tersebut belum ada alat pendeteksi detak
jantung, alat rontgen, dan lain sebagainya.Karena perawat tidak
memberikan informasi mengenai produksi dan peredaran alat kesehatan
dan kesediaan informasi dengan jujur, pasien pun banyak berdatangan.Hal
ini adalah sebuah tindakan pidana.

H. Mengakibatkan Orang Meninggal atau Luka

9
Tindak pidana semacam ini bisa muncul jika seorang perawat
melakukan kecerobohan. Misalnya, perawat melakukan kesalahan ketika
mendiagnosis tes darah pasien ; perawat melakukan kesalahan ketika
mengukur suhu tubuh pasien sehingga hasilnya tidak benar. Kesalahan-
kesalahan tersebut tentu akan menimbulkan kesalahan berikutnya, yaitu
tindakan yang merujuk kepada hasil tes darah dan ukuran suhu yang salah.
Meskipun kesalaahn ini muncul bukan karena unsur kesengajaan, namun
tetap saja dengan kesalahan tersebut pasien akan mengalami kerugian
sehingga perbuatan tersebut tetap tergolong sebagai tindak pidana.

2.5 Pelayanan Keperawatan Yang Berisiko Menimbulkan Tindak Pidana

Ada beberapa tindakan yang harus diperhatikan betul oleh seorang perawat
karena cenderung berisiko menimbulkan tindak pidana.Banyak perawat yang
sering lalai ketika melakukan tindakan-tindakan keperawatan dan berisiko
menimbulkan tindak pidana. Tindakan-tindakan tersebut adalah sebagai
berikut :

A. Perawatan Luka

Perawatan luka adalah suatu teknik dalam membershikan luka,


misalnya luka yang diakibatkan oleh penyakit diabetes mellitus (DM)
dengan tujuan untuk mencegah infeksi luka, melancarkan peredaran darah
sekitar, dan mempercepat proses penyembuhan luka. Namun jika tidak
hati-hati, perawat akan melakukan tindak pidana yaitu membuat celaka
pasien dengan perawatan luka yang dilakukan. Misalnya, menyebabkan
infeksi yang bisa menimbulkan kematian karna alat-alat atau teknik yang
digunakan selama pembersihan luka ternyata tidak steril.

B. Pemantauan Cairan Infus

Pemantauan atau monitoring cairan infus pasien dirumah sakit,


poliklinik maupun puskesmas harus dilakukan dengan teliti.Cairan infus

10
pasien harus selalu dipantau oleh perawat kesehatan secara langsung agar
tidak terjadi kesalahan.Tetapi seringkali perawat lalai dalam monitoring
cairan infus sehingga berdampak negative terhadap pasien.Misalnya,
perawat terlambat mengganti cairan infus yang sudah habis, perawat tidak
mengetahui bahwa cairan infus tidak menetes, perawat lalai mendeteksi
jumlah tetesan per menit, dan lalai mendeteksi terjadinya pendarahan pada
daerah jarum di tubuh pasien yang masuk ke dalam selang cairan infus.
Karena kesalahan ini, maka munculah dampak negative yang langsung
dirasakan oleh pasien, yaitu :

1) Terjadinya suatu aliran cairan yang besar dan mendadak yang tidak
teratur kea rah pasien.
2) Berkurangnya cairan yang mendadak, sehingga menyebabkan
ketidakcermatan dalam pemberian cairan pada pasien.
3) Timbulnya gelembung-gelembung udara dalam tube penyaluran.

C. Pemantauan Pemberian Oksigen O2

Tindakan pemberian oksigen (O2) merupakan tindakan yang sangat


penting dilakukan kepada pasien.Pada pasien dengan kondisi tertentu,
tanpa suplai oksigen ke bagian otak, hanya dalam waktu 4 menit sesorang
dapat langsung mengalami kerusakan sel-sel otak yang berakibat
kematian.Tetapi, pada kenyataannya ada perawat dirumah sakit yang
melakukan kesalahan ketika memantau pemberian oksigen.Bahkan ada
beberapa perawat yang memberikan oksigen kepada pasien tanpa dibekali
pengetahuan yang cukup.Dalam kondisi demikian, tentu pasien adalah
pihak yang paling dirugikan.

Beberapa kesalahan yang kerap terjadi ketika memberikan dan


memonitor pemberian oksigen adalah sebagai berikut :

1) Perawat salah ketika mengatur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan


yang dibutuhkan, yaitu diluar ukuran wajar 1-6 liter/menit. Perawat

11
juga lalai melakukan observasi bumidifer dengan melihat air yang
bergelembung.
2) Perawat salah ketika mengatur posisi pasien dengan semifowler.
3) Perawat salah ketika mengukur kateter nasal yang seharusnya dimulai
dari lubang telinga sampai ke hidung dan berikan tanda.
4) Perawat salah ketika membuka saluran udara dari tabung oksigen.
5) Perawat salah ketika lupa tidak memberikan minyak pelumas
(Vaseline/jelly).
6) Perawat salah atau lupa memasukkan kedalam hidung sampai batas
yang ditentukan. Selain itu, perawat juga salah atau lalai melakukan
pengecekan kateter apakah sudah masuk atau belum dengan menekan
lidah pasien menggunakan spatel (akan terlihat posisinya di belakang
uvula), sehingga berakibat fatal pada pernafasan.
7) Perawat salah ketika lalai melakukan fiksasi pada daerah hidung
pasien karena bisa saja terburu-buru akibat kondisi pasien yang kritis.
8) Perawat lupa memeriksa kateter nasal yang seharusnya diperiksa atau
dimonitoring setiap 6-8 jam.
9) Perawat salah ketika mengkaji cuping, septum, dan mukosa hidung
serta salah memeriksa kecepatan aliran oksigen setiap 6-8 jam.
10) Perawat tidak mencatat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian, dan
respons pasien.
11) Perawat lupa mencuci tangan setelah prosedur dilakukan.
12) Karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan perawat diatas,
pemberian oksigen bukan membantu pasien, tetapi justru sebaliknya
dapat membahayakan pasien.

D. Pemberian Injeksi

Injeksi adalah obat steril berupa larutan, emulsi,suspense, atau serbuk yang
harus dilarutkan terlebih dahulu sebelum di suntikkan dengan cara
merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.

12
Praktik-praktik pemberian injeksi yang dapat merugikan penerima
suntikan (pasien) sehingga bisa digolongkan menjadi tindak pidana adalah
sebagi berikut :

1) Menggunakan kembali (disposable syringe), termasuk jarum bekas


pakai. Spuit atau jarum injeksi yang sama digunakan untuk menyuntik
dua orang yang berbeda tanpa dilakukan sterilisasi.
2) Spuit atau jarum injeksi dicuci dengan air dan alcohol setelah
penyuntikan.
3) Membersihkan spuit bekas pakai memakai disinfektan untuk
digunakan kembali.
4) Syringe (spuit) dimasak atau disterilkan kembali setelah penyuntikan
untuk digunakan kembali.
5) Membersihkan tutup vial (yang sebenarnya sudah steril) dengan kapas
sebelum memberi suntikan.
6) Jarum injeksi tersentuh sesuatu sebelum penyuntikan.
7) Jarum dibersihkan dengan kapas alcohol sebelum penyuntikan.
8) Memasukan 2-3 jenis (multipel dosis ) obat ke dalam 1 spuit (syringe).
9) Menyuntikkan obat atau vaksin dari 1 syringe untuk beberapa orang.
10) Pada pemakaian obat (single dose) pada kemasan ampul, ampul telah
dibuka sebelumnya.
11) Bagian tubuh yang akan disuntik tidak diusap dengan kapas alcohol.

E. Memasang Sonde

Memasang sonde adalah pemasangan selang plastik lunak melalui


nasofaring pasien ke lambung.Tujuan dari memasang sonde adalah untuk
memasukkan makanan cair atau obat-obatan cair atau padat yang
dicairkan, mengeluarkan cairan atau isi lambung dan gas yang ada di
dalam lambung, dan mengirigasi karena perdarahan atau keracunan dalam
lambung. Dalam hal ini, perawar seringkali melakukan berbagi kesalahan,
misalnya :

13
1) Perawat lupa menjelaskan tindakan memasang sonde yang akan
dilakukan dan tujuannya kepada pasien.
2) Perawat lupa tidak mencuci tangan sehingga kotoran yang tersisa di
tangan masuk ke pernapasan.
3) Perawat salah dalam mengatur pasien highfowler sehingga sonde tidak
berfungsi secara maksimal.

F. Fiksasi Atau Pengikatan


Tindakan yang dilakukan perawat dan cenderung menimbulkan tindak
pidana adalah fiksasi.Misalnya, terdapat pasien yang mengalami gigi
rontok akibat sebuah kecelakaan, dan perawat hendak memasang gigi-gigi
tersebut ke tempat semula.Jika perawat membantu dokter gigi dalam
menangani pasien yang mengalami gigi rontok biasanya kesalahan yang
sering terjadi adalah ketika menempatkan gigi tersebut pada lubang
semula.Yaitu, tidak cermat melakukan fiksasi (pengikatan) ke gigi-gigi
tetangga agar gigi yang copot relative diam. Namun, karena tidak cermat,
penyembuhan justru tidak terjadi.

2.6 Informed Consent


Informed consent adalah persetujuan individu terhadap pelaksanaan suatu
tindakan, seperti operasi atau prosedur diagnostik invasif, berdasarkan
pemberitahuan lengkap tentang risiko, manfaat, alternatif, dan akibat
penolakan.
Informed consent merupakan kewajiban hukum bagi penyelengara pelayanan
kesehatan untuk memberikan informasi dalam istilah yang dimengerti oleh
klien sehingga klien dapat membuat pilihan.Persetujuan ini harus diperoleh
pada saat klien tidak berada dalam pengaruh obat seperti narkotika.
Namun berdasarkan salah satu penelitian di RSUD Dr. H Soewondo Kendal
dimana dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat pengetahuan perawat
tentang informed consent di dapati bahwa masih banyak perawat yang tidak
mengetahui dengan baik. Padahal pengabaian informed consent bisa berkaitan

14
dengan aspek hukum baik hukum perdata maupun hukum pidana. Dari aspek
hukum perdata bila ketidaklengkapan informed consent dikaitkan dengan
bunyi kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1233 yaitu “Tiap-tiap
perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk
tidak berbuat sesuatu. Uraian diatas menunjukan bahwa seorang dokter
maupun perawat berkewajiban memberikan informed consent karena terikat
oleh undang-undang, sehingga apabila tidak memberikan informed consent
maka seorang dokter atau perawat telah melakukan perbuatan melanggar
hukum, para pemberi pelayanan kesehatan tersebut tidak bisa digunakan
sebagai pertanggung jawaban atas pelaksanaan informed consent terhadap
pasien dan bisa menimbulkan permasalahan hukum.

A. Pengertian Malpraktek.

Malpraktek didefinisikan merupakan “kelalaian dari seseorang


dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu
pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim
dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama” .
Untuk malpraktek hukum dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum
yang dilanggar, yakni Criminal malpractice, Civil malpractice dan
Administrative malpractice.
1. Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal
malpracticemanakala perbuatan tersebut merupakan
kesengajaan,kelalaian, kecerobohan. Criminal malpractice yang bersifat
sengaja misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), melakukan
aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP).
Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya
melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent.

15
Criminal malpractice yang bersifat lalai misalnya kurang hati-hati
mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien, ketinggalan klem
dalam perut pasien saat melakukan operasi. Pertanggung jawaban
didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat
individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada
orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.

2. Civil Malpractice
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice
apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan
prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan
tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain:
a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib
dilakukan.
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
terlambat melakukannya.
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
tidak sempurna.
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya
dilakukan. Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat
individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain
berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka
rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas
kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama
tenaga kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas
kewajibannya.

3. Administrative Malpractice
Tenaga perawatan dikatakan telah melakukan administrative
malpractice manakala tenaga perawatan tersebut telah melanggar
hukum administrasi.ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang

16
persyaratan bagi tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat
Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga
perawatan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan
yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.

2.7 Undang-Undang Yang Berkaitan Dengan Praktik Keperawatan

A. Undang – Undang Dalam Praktik Keperawatan


1. Pasal 53 (1) UU 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
1) Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan profesinya.
2) Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban
untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
3) Tenaga kesehatan untuk kepentingan pembuktian dapat melakukan
tindakan medis terhadap seseorang dengan memperhatikan
kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan.
4) Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien diatur
dalam peraturan pemerintah.

2. Pasal 54 UU tahun 1992 tentang kesehatan


1) Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau
kelalaian dalam melaksankan tugas profesinya dapat dikenakan
tindakan sangsi.
2) Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga
Kesehatan.
3) Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja
Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan ditetapkan dengan keputusan
presiden.

17
3. Pasal 24 (1) PP 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

‘’Perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang


melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan.’’

4. Pasal 344 KUHP

“Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu
sendiri, yang disebutkannya dengan nyata & sungguh-sungguh
dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun.”

5. Pasal 299 KUHP


1) Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau
menyuruh supaya diobati, dengan memberitahukan atau
menimbulkan harapan bahwa dengan pengobatan itu kandungannya
dapat digugurkan, diancam pidana penjara paling lama empat tahun
atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.
2) Bila yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan,
atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pekerjaan atau
kebiasaan, atau bila dia seorang dokter, bidan atau juru-obat,
pidananya dapat ditambah sepertiga.
3) Bila yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam
menjalankan pekerjaannya, maka haknya untuk melakukan
pekerjaan itu dapat dicabut.

6. Permenkes No. HK.02.02 MENKES/148/I/2010/Tentang Izin dan


Penyelenggaraan Praktik Keperawatan.

Merupakan pelaksanaan dari pasal 23 (5) UU No. 36 tahun 2010

1) Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik


dalam maupun luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

18
Kewenangan

1) Kewenangan perawat: hak dan otonomi untuk melaksanakan


asuhan keperawatan berdasarkan kemampuan, tingkat pendidikan
dan posisi di sarana kesehatan.

Penyelenggaraan Praktik

1) Praktik keperawatan di laksanakan pada fasilitas pelayanan


kesehatan tingkat pertama, tingkat kedua, dan tingkat ketiga
2) Ditujukan kepada: individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
3) Kegiatan:
 Pelaksanaan asuhan keperawatan.
 Pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan, dan
pemberdayaan masyarakat.
 Pelaksanaan tindakan keperawatan komplemeter.

Pemberian Obat-Obatan

1) Pasal 8 (7)

Perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan dapat


memberikan obat bebas dan obar bebas terbatas.

Tanggung Jawab

Tanggung jawab perawat: etik, disiplin, dan hukum.

Kode Etik

Norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap profesi di dalam


melaksanakantugas profesinya dan di dalam hidupnya di masyarakat.

Prinsip-Prinsip Etik

1) Prinsip otonomi setiap orang berhak untuk melakukan atau


memutuskan apa yang di kehendaki terhadap dirinya sendiri.

19
2) Prinsip non maleficence berarti dalam setiap tindakan jangan
sampai merugikan orang lain.
3) Prinsip benefience berisikan kewajiban berbuat baik.
4) Prinsip keadilan menjelaskan bahwa dalam alokasi sumber daya
sedapat mungkin harus diusahakan agar sampai merata
pembagiannya.

Hak dan Kewajiban

1) Hak: kekuasaan / kewenangan yang di miliki seseorang untuk


mendapatkan atau memutuskan dalam berbuat sesesuatu.
2) Kewajiban: sesuatu yang harus di perbuat atau harus di lakukan
oleh seseorang.

Kewajiban Perawat

1) Menghormati hak pasien


2) Melakukan rujukan
3) Menyimpan rahasia sesuai ketentuan peraturan yang berlaku
4) Memberikan informasi
5) Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan
6) Melakukan pencatatan keperawatan
7) Mematuhi standar

Hak Perawat

1) Perlindungan hukum
2) Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur
3) Melaksanakan tugas sesuai kompetensi
4) Imbal jasa profesi
5) Kesempatan untuk mengembangkan diri
6) Memperoleh jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang
berkaitan dengan tugasnya.

20
7. Pasal 1 ayat 4 uu no 38 tahun 2014 tentang keperawatan

‘’Praktik Keperawatan adalah pelayanan yang diselenggarakan oleh


Perawat dalam bentuk Asuhan Keperawatan.’’

8. Pasal 1 ayat 9 uu no 38 tahun 2014

‘’Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Perawat yang telah


memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah
mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta telah diakui secara hukum
untuk menjalankan Praktik Keperawatan.’’

9. Pasal 1 ayat 11 uu no 38 tahun 2014

‘’Surat lzin Praktik Perawat yang selanjutnya disingkat SIPP adalah


bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota
kepada Perawat sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan
Praktik Keperawatan.’’

10. Pasal 3 uu no 38 tahun 2014

Pengaturan Keperawatan bertujuan :

‘’Meningkatkan mutu Perawat, meningkatkan mutu Pelayanan


Keperawatan, memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada
Perawat dan Klien, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.’’

11. Pasal 17 UU no 38 tahun 2014

‘’Untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan


meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Perawat,
Menteri dan Konsil Keperawatan bertugas melakukan pembinaan dan
pengawasan mutu Perawat sesuai dengan kewenangan masing-
masing.’’

12. Pasal 36 ayat 1 uu no 38 tahun 2014

21
‘’Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berhak:
memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur
operasional, dan ketentuan Peraturan Perundangundangan.’’

2.8Strategi Perlindungan Hukum Dalam Praktik Keperawatan

Perawat sebagai tenaga professional memiliki akuntabilitas terhadap


keputusan dan tindakannya.Dalam menjalankan tugas sehari-hari tidak
menutup kemungkinan perawat membuat kesalahan dan kelalaian baik yang
disengaja maupun yang tidak sengaja.

Untuk menjalankan praktiknya, maka secara hukum perawat harus dilindungi


terutama dari tuntutan malpraktik dan kelalaian pada keadaan darurat.Sebagai
contoh, misalnya di amerika serikat terdapat UU yang bernama Good
Samaritan Acts yang melindungi tenaga kesehatan dalam memberikan
pertolongan pada keadaan darurat. Di Kanada, terdapat UU lalu lintas yang
membolehkan setiap orang untuk menolong korban pada setiap situasi
kecelakaan, yang bernama Traffic Acts.

Undang-undang dan srategi diberlakukan untuk melindungi perawat terhadap


litigasi diantaranya:

1. Good Samaritan Act adalah undang-undang yang ditetapkan untuk


melindungi penyediaan layanan kesehatan yang memberikan bantuan pada
situasi kegawatan terhadap tuduhan malpraktek kecuali dapat dibuktikan
terjadi penyimpangan berat dari standar asuhan normal atau kesalahan
yang disengaja di pihak penyedia layanan kesehatan.
2. Asuransi tanggung wajib profesi seiring meningkatnya tuntutan malpraktik
terhadap para propesional kesehatan, perawat dianjurkan mengurus
asuransi tanggung wajib mereka. Kebayakan rumah sakit memiliki
asuransi pertanggungan bagi semua pegawai, termasuk semua perawat.

22
Dokter atau rumah sakit dapat dituntut karena tindak kelalaian yang
dilakukan perawat dan perawat juga dapat dituntut dan dianggap
bertanggung jawab atas kelalaian atau malpraktik.Rumah sakit dapat
menuntut balik perawat saat mereka terbukti lalai dan rumah sakit
mengharuskan untuk membayar. Oleh karna itu perawat dianjurkan
mengurus sendiri jaminan asuransi mereka dan tidak hanya mengandalkan
asuransi yang disediakan oleh rumah sakit saja.
3. Melaksanakan program dokter para perawat diharap mampu menganalisis
prosedur dan medikasi yang diprogramkan dokter. Perawat bertanggung
jawab mengklarifikasi program yang tampak rancu atau salah dari dokter
yang meminta.
4. Memberikan asuhan keperawatan yang kompeten praktik yang kompeten
adalah upaya perlindungan hukum utama bagi perawat. Perawat sebaiknya
memberikan asuhan yang tetap berada dalam batasan hokum praktik
mereka dan dalam batasan kebijakan instansimaupun prosedur yang
berlaku.penerapan proses keperawatan merupakan aspek penting dalam
memberikan asuhan klien yang aman dan efektif.
5. Membuat rekam medis rekam medis klien adalah dokumen hukum dan
dapat digunakan dipengadilan sebagai barang bukti.
6. Laporan insiden adalah catatan instantsif mengenai kecelakaan atau
kejadian luar biasa.laporan insiden digunakan untuk memberikan semua
fakta yang dibutuhkan kepada personel instansi.

2.9 Organisasi Profesi Keperawatan PPNI

Adapun tujuan dari pendirian PPNI adalah : menciptakan persatuan dan


kesatuan yang kokoh sesama tenaga keperawatan, meningkatkan mutu
pelayanan dan upaya kesehatan, mengembangkan dan prestasi kerja tenaga
keperawatan sejalan dengan peningkatan kesejahteraan tenaga keperawatan,
menjalin hubungan kerjasama dengan organisasi lain dan lembaga lain
didalam maupun diluar negeri.

23
A. Peran Organisasi

Peran PPNI sebagai organisasi profesi adalah :

1. Pembinaan anggota profesi

Peran ini dilakukan dengan cara menentukan kualifikasi anggota,


menetapkan legislasi dan kode etik, serta mengembangkan karir dan
kesejahteraan anggota (Kelly, 1981). Kualifikasi anggota profesi
didasarkan pada keahlian, otonomi dan komitmen terhadap profesi serta
tanggung jawab terhadap masyarakat.

Legislasi berperan sebagai dasar hukum untuk melindungi masyarakat


dan anggota profesi dari praktek keperawatan yang tidak berkualitas.
Menurut Lieberman,1970 legislasi adalah suatu ketetapan atau
ketentuan hukum yang mengatur hak dan kewajiban seseorang yang
berhubungan erat dengan tindakan.

2. Pengembangan iptek keperawatan.

Pembinaan dan pengembangan kemampuan perawat dalam


mengembangkan iptek keperawatan ditumbuhkan dengan
menciptakan iklim untuk memacu kegiatan riset, misalnya menambah
kemampuan perawat dalam melakukan riset, menggunakan hasil-hasil
riset keperawatan dalam praktek keperawatan.

Perkembangan iptek kesehatan atau keperawatan dapat menyebabkan


klien berada dalam lingkungan yang bersifat high technology dengan
pelayanan keperawatan yang high touch.

3. Menjamin pelayanan keperawatan yang berkualitas dan dapat


dipertanggungjawabkan.

Peran ini meliputi ; perumusan standar profesi, registrasi dan pemberian


lisensi. Standar dalam pelayanan keperawatan merupakan peraturan
yang menjadi patokan boleh tidaknya dilakukan praktek keperawatan,

24
sedangkan standar dalam pendidikan berguna sebagai alat akreditasi
mutu pendidikan.

Registrasi merupakan pencatatan secara resmi nama seseorang


berdasarkan hasil penilaian dari aspek profesi dan hukum yang
memungkinkannya melakukan praktek keprofesian.

B. Tugas pokok

PPNI mempunyai tugas-tugas pokok yang telah ditetapkan bersama, yaitu :

1. Di bidang Pembinaan Organisasi, PPNI bertugas membina


kelembagaan, anggota dan kader kepemimpinan.
2. Di bidang Pembinaan Profesi, PPNI bertugas meningkatkan mutu
pelayanan, pendidikan dan latihan, pengabdian masyarakat,
penghayatan dan pengamalan kode etik keperawatan, mengupayakan
terbentuknya peraturan perundang-undangan keperawatan serta
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan.
3. Di bidang Pembinaan Kesejahteraan Anggota, PPNI bertugas
membimbing, mengupayakan kemudahan-kemudahan bagi tenaga
keperawatan untuk mendapatkan kesejahteraan lahir dan bathin.
4. Dibidang Pembinaan Kerjasama, PPNI bertugas membina hubungan
dan kerjasama dengan organisasi lain dan lembaga didalam dan luar
negeri.

25
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Untuk melindungi tenaga perawat akan adanya tuntutan dari klien/pasien perlu
ditetapkan dengan jelas apa hak dan kewajiban serta kewenangan perawat agar
tidak terjadi kesalahan dalam melakukan tugasnya.
Sebagai bagian dari profesi kesehatan , perawat hendaknya tidak takut lagi untuk
melakukan tindakan karena sekarang sudah ada UU keperawatan, tetapi
meskipun telah ada UU yang mengatur tentang keperawatan perawat juga
hendaknya tetap berhati-hati dalam melakukan tindakan dan harus sesuai
dengan strandar operasional prosedur untuk mencegah terjadinya kesalahan.

3.2 Saran

Bagi Perawat :

1. Sebagai seorang perawat hendaknya mengetahui dengan jelas hak dan


kewajiban serta kewenangannya.
2. Seorang perawat hendaknya tidak boleh takut dengan hukum, tetapi lebih
melihat hukum sebagai dasar pemahaman terhadap harapan masyarakat
pada penyenggara pelayanan keperawatan yang profesional.

Bagi Organisasi Keperawatan :


1. Lebih bisa mengembangkan organisasi dengan memperjuangkan
kesejahteraan perawat dan meningkatkan mutu pelayanan perawat.

26
DAFTAR PUSTAKA

Amelia, Nindy. 2013. Prinsip Etika Keperawatan. Yogyakarta : D-Medika.


Ta’adi. 2009. Hukum Kesehatan, Pengantar Menuju Perawat Profesional. Jakarta :
EGC.
Rahajo J. Setijadji. 2002. Aspek Hukum Pelayanan Kesehatan. Edisi 1.Jakarta :
EGC.
Resti Nurhayati,& Sofwan Dahlan.2018. Tingkat Pengetahuan PerawatTentang
Informed Consent Bagi Tenaga Perawat Yang Melaksanakan Asuhan
Keperawatan Untuk Pasien Yang Dirawat Di RSUD Dr H Soewondo
Kendal. 3 (2): 205-226.
Baiq Setiani. 2018. Pertanggungjawaban Hukum Perawat Dalam Hal Pemenuhan
Kewajiban Dan Kode Etik Dalam Praktik Keperawatan. 8(4) :497-506.
https://azharnasri.blogspot.com/2015/12/makalah-perlindungan-hukum-
praktek.html (diakses 18 Januari 2019)
http://rahmaniarjasan.blogspot.com/2017/02/makalah-perlindungan-hukum-
dalam.html (diakses 18 Januari 2019)
http://khairunnisasiecharlaberabung.blogspot.com/2012/01/perlindungan-hukum-
dalam-praktek.html (diakses 18 Januari 2019)
http://ellyayunjune25.blogspot.com/2016/12/makalah-perlindungan-hukum-
dalam.html (diakses 18 Januari 2019)
http://dachi-dachistikes.blogspot.com/2011/01/makalah-perlindungan-hukum-
dalam.html (diakses 18 Januari 2019)
http://rajawaligarudapancasila.blogspot.com/2013/04/perlindungan-hukum-
terhadap-profesi.html (diakses 18 Januari 2019)
https://goners.wordpress.com/2010/03/16/ppni/ (diakses 18 Januari 2019)
https://yayantop.wordpress.com/about/askep-emfisema-dan
empiema/perlindungan-hukum-dalam-pragtek-keperawatan/ (diakses 18
Januari 2019)
http://handik123.blogspot.com/2016/10/aspek-hukum-dalam-keperawatan.html
(diakses 18 Januari 2019)

27
http://belajarsukes.blogspot.com/2011/03/makalah-praktik-keperawatan.html
(diakses 18 Januari 2019)

28

Anda mungkin juga menyukai