Anda di halaman 1dari 14

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/320826564

Karakteristik Kekar Tiang pada Intrusi Mikrogabro di Daerah Watu Gajah,


Kecamatan Gedang Sari, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi D.I. Yogyakarta

Conference Paper · September 2017

CITATIONS READS
0 396

3 authors, including:

Salahuddin Husein Nugroho Imam Setiawan


Gadjah Mada University Gadjah Mada University
90 PUBLICATIONS   61 CITATIONS    15 PUBLICATIONS   22 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

stimation of S-wave Velocity Structure for Sedimentary Layered Media Using Microtremor Array Measurements in Palu City, Indonesia View project

Geochronology of HP/LT and amphibolite-facies rocks from Sulawesi and Java, Indonesia View project

All content following this page was uploaded by Salahuddin Husein on 03 November 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

KARAKTERISTIK KEKAR TIANG PADA INTRUSI MIKROGABRO DI DAERAH


WATU GAJAH, KECAMATAN GEDANG SARI, KABUPATEN GUNUNG KIDUL,
PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

Evi Kurniawati*
Salahuddin Husein
Nugroho Imam Setiawan
Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
*corresponding author: evi.kurniawati1994@gmail.com

ABSTRAK
Daerah Watu Gajah, Kecamatan Gedang Sari, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta secara umum tersusun oleh sekuen batuan vulkaniklastik Formasi Kebo Butak. Adanya
stuktur kekar tiang pada intrusi di daerah ini menarik untuk diteliti karena dapat memberikan
informasi mengenai karakteristik kekar tiang serta intrusi. Analisis yang digunakan pada penelitian ini
adalah analisis data lapangan dan analisis data sampel batuan dengan metode petrografi dan geokimia.
Intrusi pada daerah penelitian berupa sill dan termasuk dalam intrusi dangkal. Terdapat baked dan
chilled margin yang menunjukkan intrusi dangkal. Berdasarkan analisis data petrografi dan geokimia,
jenis batuan beku termasuk dalam mikrogabro dengan komposisi mineral utama berupa plagioklas dan
piroksen. Intrusi mikrogabro daerah Watu Gajah memiliki satu baris kolom kekar tiang. Sistem
pendinginan magma tidak sempurna dan didominasi kekar tiang dengan kolom segi lima. Korelasi
antara jumlah titik poligon dengan ukuran lebar kolom menunjukkan semakin banyak titik pada
poligon, maka semakin lebar kolom kekar. Pembentukan kekar tiang pada intrusi mikrogabro di Watu
Gajah dipengaruhi oleh laju pendinginan dan tekanan.
Kata kunci : Watu Gajah, kekar tiang, intrusi dangkal, mikrogabro
1. Pendahuluan
Daerah penelitian Kecamatan Gedang Sari Kabupaten Gunung Kidul terletak di kaki
Pegunungan Selatan, secara geologi lokasi ini termasuk dalam Formasi Kebo Butak. Menurut
Surono dkk. (1992) batuan yang ada di daerah ini secara umum berupa sekuen batuan
vulkaniklastik. Namun di Desa Watu Gajah, Kecamatan Gedang Sari dijumpai singkapan
intrusi batuan beku sisa aktivitas penambangan dengan struktur kekar tiang.
Di Zona Pegunungan Selatan terdapat lokasi yang terkenal dengan kekar tiang antara
lain di Pacitan dan Wonogiri. Pada kedua lokasi ini kekar tiang umumnya hadir pada batuan
beku ekstrusif. Penelitian kekar tiang pada lava andesit Formasi Mandalika, Daerah Wonogiri
telah dilakukan oleh Pratama dan Hakim (2013). Pratama dan Hakim (2013) menyebutkan
bahwa kekar tiang pada lava andesit bagian dari Formasi Mandalika di Daerah Wonogiri
dipengaruhi oleh paleotopografi. Sementara itu menurut Hetenyi dkk. (2012) pembentukan
kekar tiang pada tubuh lava secara umum dipengaruhi oleh sifat kimia magma.
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi mengenai karakteristik kekar
tiang serta karakteristik intrusi sebagai media kekar tiang di Daerah Watu Gajah, Kecamatan
Gedang Sari, Kabupaten Gunung Kidul.
1.1. Geologi Regional
Daerah penelitian secara administratif berada di Desa Watu Gajah dan Desa
Sampang, Kecamatan Gedang Sari, Kabupaten Gunung Kidul, Prov. Daerah Istimewa
Yogyakarta (Gambar 1). Daerah ini secara geologi berada dalam Regional
Pegunungan Selatan Jawa Timur bagian barat (Bemmelen, 1949). Daerah penelitian
secara rinci termasuk Subzona Baturagung (Bemmelen, 1949) atau disebut pula Igir
Baturagung (Husein dan Srijono, 2007) dari Pegunungan Selatan. Subzona

1114
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Baturagung ditandai dengan relief kasar dikontrol oleh litologi dan struktur. Litologi
peyusun Subzona Baturagung merupakan batuan sedimen vulkaniklastik dengan umur
Eosen-Miosen Tengah (Surono dkk., 1992). Pada zona ini dijumpai pola kelurusan
yang beragam, antara lain pola kelurusan timur laut-barat daya yang mencerminkan
sesar dengan arah yang sama. Sesar ini merupakan sesar tertua di Pegunungan Selatan
yang memotong batuan berumur Eosen-Miosen Tengah. Pola kelurusan lain yang
dijumpai yakni pola barat timur yang juga dapat mencerminkan sesar dengan arah
barat-timur dan diduga sebagai sesar termuda berhubungan dengan pengangkatan
Pegunungan Selatan (Prasetyadi dkk., 2011)
Zona Pegunungan Selatan tersusun atas batuan sedimen klastika dan karbonat
yang bercampur dengan batuan hasil vulkanisme Tersier (Surono, 2009). Berdasarkan
penelitian Surono (2009) Stratigrafi Pegunungan Selatan terbagi menjadi 3 periode
yakni Periode Pra vulkanisme, Periode Vulkanisme dan Periode Pasca Vulkanisme.
Formasi Kebo-Butak terendapkan pada umur Eosen Tengah-Oligosen Awal pada awal
Periode Vulkanisme. Surono (2008) memisahkan Formasi Kebo dengan Formasi
Butak. Formasi Kebo dan Formasi Butak terendapkan dalam lingkungan laut dan
termasuk dalam endapan turbidit. Formasi Kebo didominasi oleh batupasir dan
batupasir kerikilan termasuk dalam fasies distal-proximal. Formasi Butak yang
didominasi oleh breksi gunung api termasuk dalam fasies proximal hingga transisi.
Pada Formasi Kebo-Butak banyak dijumpai batuan terobosan (Surono dkk.,
2006). Hal ini terkait dengan periode magmatisme yang terjadi di Pegunungan
Selatan.Menurut Surono dkk. (2006) pada Oligosen Akhir hingga Miosen Awal
bersamaan dengan terendapkannya Formasi Kebo-Butak, di Pegunungan Selatan
terjadi peningkatan kegiatan magmatisme ditandai dengan beberapa letusan besar yang
menghasilkan intrusi dangkal.
2. Metode Penelitian
Pengambilan data dilakukan dengan metode pemetaan. Lokasi penelitian dibatasi oleh
koordinat UTM Zona 48 S; 453600-454400 dan 9136300-9136700. Luas daerah pemetaan
kurang lebih 0,32 km2 dengan panjang 800 m dan lebar 400 m. Skala pemetaan yang
digunakan pada penelitian cukup besar yakni 1 : 5.000. Pada tahap pemetaan geologi diambil
data lapangan serta sampel batuan. Analisis yang digunakan pada penelitian ini meliputi
analisis data lapangan dan analisis data sampel batuan. Data lapangan yang diambil meliputi
data geologi dan data kekar tiang. Analisis data lapangan dilakukan dengan membuat peta
geologi untuk memperoleh bentuk intrusi. Pada analisis data lapangan dilakukan pula analisis
ukuran ukuran dan bentuk kolom kekar tiang. Sampel batuan yang diambil pada tahap
pemetaan selanjutnya dibuat sayatan tipis untuk pengamatan petrografi. Beberapa sampel
batuan dianalisis dengan metode geokimia ICP-MS untuk mendapatkan data senyawa oksida
utama batuan. Penggunaan data geokimia terbatas untuk klasifikasi batuan beku berdasarkan
kandungan senyawa total alkali silika.
3. Data
Terdapat 45 titik pengamatan pada lokasi penelitian. Lokasi pengamatan serta
pengambilan sampel dapat teramati pada peta lintasan (Gambar 2). Berdasarkan pemetaan
pada lokasi penelitian diketahui bahwa pada daerah penelitian terdapat dua tipe batuan yakni
batuan sedimen dan batuan beku. Batuan Sedimen yang menyusun lokasi penelitian dari tua
ke muda secara berurutan yakni: Satuan perselingan batupasir kasar dengan tuff, Satuan
perselingan batupasir halus dengan batulanau, dan Satuan perselingan tuff dengan batupasir
halus. Satuan batun beku yang ada pada lokasi penelitian yakni Satuan mikrogabro dan

1115
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Satuan basalt tidak terpetakan. Struktur utama yang ada pada lokasi penelitian merupakan
sesar geser sinistral diperkirakan yang memanjang sepanjang Sungai Sampang.
Berdasarkan peta geologi (Gambar 3) dan sayatan geologi (Gambar 4) intrusi yang ada
pada daerah penelitian berupa sill dan dike. Sill merupakan intrusi utama yang menyisip
diantara lapisan batuan milik Satuan Satuan perselingan batupasir kasar dengan tuff dengan
Satuan perselingan batupasir halus dengan batulanau. Ketebalan sill mencapai 55 m. Dike
ditemukan dengan ukuran yang lebih kecil pada beberapa tempat di sepanjang Sungai
Sampang.
Kekar tiang teramati dengan jelas pada stasiun pengamatan 8,16.2,17,dan 18. Kekar
tiang hanya dijumpai pada sill. Kekar tiang memiliki kedudukkan N 295oE/76, N 101oE/74, N
8oE/76, N 28oE/76, dan N 250oE/76. Intrusi sill pada lokasi penelitian memiliki satu baris
kolom kekar tiang. Pada Gambar 5.a dapat diamati barisan kolom kekar tiang terpotong oleh
struktur sesar minor berupa sesar naik. Struktur ini teramati pada stasiun pengamatan 17
dengan kedudukan N 145/26 dan gores garis 85oN (Gambar 5.b).
Pengamatan ukuran dan bentuk kolom dilakukan pada 4 stasiun pengamatan. Bentuk
kolom kekar tiang pada intrusi mikrogabro di Daerah Watu Gajah didominasi oleh bentuk
kolom segilima (Gambar 5.c). Ukuran kolom kekar tiang pada stasiun pengamatan 16 berkisar
antara 80-150 cm dengan rata-rata lebar kolom mencapai 110 cm. Tabel pengukuran bentuk
dan lebar kolom kekar terangkum dalam Tabel 1. Di bagian tepi tubuh intrusi terdapat kekar
yang lebih kecil dengan bidang retakan yang lebih halus namun memiliki frekuensi yang lebih
banyak (Gambar 5.d). Selain kekar tiang pada lokasi pengamatan dijumpai urat kuarsa dan
zeolit.
Pengamatan petrografi dilakukan pada 15 sampel batuan. Pemilihan sampel batuan
menitikberatkan sampel batuan beku dan beberapa sampel batuan sedimen yang mendukung
pengamatan mengenai batuan terobosan. Batuan sedimen yang diambil sampel merupakan
baked margin atau batuan sedimen yang berbatasan langsung dengan intrusi. Sampel batuan
sedimen yang diamati sayatan petroggrafinya berupa tuff dan batupasir halus. Sedangkan
batuan beku yang diamati berupa basalt dan mikrogabro.
Tuff memiliki komposisi utama berupa gelas vulkanik mencapai 66 %, klorit 13%,
kuarsa dan mineral opak. Tubuh intrusi diklasifikasikan sebagai mikrogabro (Gambar 7 dan 8)
berdasarkan klasifikasi modal Streckeisen (1974) dan klasifikasi total alkali silika Cox-Bell-
Plank (1979). Komposisi utama mikrogabro berupa plagioklas dengan prosentase sekitar 60--
75 %, klinopiroksen 12-18 %, mineral opak 5-15 %, dan klorit. Bagian tepi intrusi
diklasifikasikan sebagai basalt dengan komposisi plagioklas berkisar 75 %, piroksen 5-8 %,
klorit 2-4 %, mineral opak, kuarsa, dan kalsit. Batupasir halus tersusun atas plagioklas 45 %,
gelas vulkanik 20%, piroksen 9 %, dan kuarsa. Perbandingan komposisi mineral/penyusun
masing masing batuan dapat diamati pada Tabel 2.
4. Hasil dan Pembahasan
Satuan basalt tidak terpetakan yang terdiri dari basalt berada pada tepi intrusi dengan
ketebalan rata-rata kurang dari 1 m. Sebaran basalt yang tidak terlalu besar dan hanya di tepi
dari tubuh intrusi mengindikasikan basalt sebagai chilled margin. Blatt dkk. (2006),
menjelaskan chilled margin terbentuk ketika tubuh intrusi mengalami pendinginan, kontak
antara intrusi dengan batuan yang diterobos akan mengalami pendinginan yang lebih cepat,
sehingga ukuran kristal akan lebih halus di bagian tepi intrusi. Basalt terbentuk akibat
pendinginan tubuh magma yang lebih cepat di bagian tepi intrusi. Karakteristik basalt yang
hampir sama dengan mikrogabro hanya berbeda pada ukuran mineral penyusun juga menjadi
indikasi basalt sebagai chilled margin.

1116
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Batupasir halus pada sampel petrografi memiliki tektur yang lebih keras daripada
batuan disekitar. Hal ini mengindikasikan batupasir halus merupakan baked margin dari tubuh
intrusi di bagian atas. Sampel tuff merupakan baked margin bagian bawah dari tubuh intrusi.
Berdasarkan data petrografi kedua batuan telah terubah dan mengalami silisifikasi oleh
adanya intrusi ditandai dengan kehadiran mineral kuarsa. Hubungan vertikal batuan tersebut
teramati pada gambar 9.
Kemiringan kolom kekar pada lokasi penelitian menunjukkan kisaran nilai 74-76 o.
Kolom relatif tegak lurus terhadap bidang perlapisan yang memiliki nilai dip sekitar 16 o. Hal
ini sekali lagi menunjukkan intrusi berupa sill. Kolom kekar didominasi oleh kolom berbentuk
segi lima. Menurut Toramaru dan Matsumoto (2004) kolom kekar tiang yang didominasi
bentuk segi lima terbentuk apabila laju pendinginan tinggi. Nilai rerata kolom kekar kurang
dari 6 mengindikasikan belum matangnya sistem pendinginan magma (Hetenyi dkk., 2012).
Kolom segilima terbentuk oleh perpotongan kekar berbentuk Y tidak sempurna dan
perpotongan X yang menunjukkan energi pembentukan cukup besar akibat proses
pendinginan yang cepat (Gambar 5.c).
Berdasarkan analisis korelasi lebar kolom terhadap bentuk kolom kekar (Gambar 10)
diketahui bahwa semakin banyak titik poligon maka semakin besar kolom kekar tiang yang
dihasilkan. Hal ini berkaitan sudut perpotongan kekar yang membentuk bidang poligon.
Semakin besar sudut yang berpotongan maka nilai lebar kolom akan semakin besar. Kekar
tiang daerah Watu Gajah menunjukkan pola yang semakin lebar kearah bawah dari tubuh
intrusi. Pada tubuh intrusi komposisi kimia kurang berpengaruh terhadap pembentukan kolom
kekar. Pembentukan kolom kekar tiang dipengaruhi posisi atau tempat pembentukan yang
mengontrol laju pendinginan dan tekanan yang diterima tubuh magma. Semakin ke arah
bawah atau semakin dalam dari permukaan, tekanan yang diterima intrusi semakin besar dan
laju pendinginan dari intrusi semakin lambat, sehingga kolom yang dihasilkan semakin lebar.
Terbentuknya kekar tiang pada intrusi di daerah Watu Gajah dimulai ketika magma
menerobos diantara Satuan perselingan batupasir kasar dengan tuff dan Satuan perselingan
batupasir halus dengan batulanau. Pendinginan magma terjadi pada bagian tepi magma
melalui batuan yang diterobos. Pendinginan ini berlangsung secara konduktif. Akibat
pendinginan terbentuk bidang isotermal yang sejajar dengan tepi pendinginan (perlapisan
batuan). Saat tegangan total yang terakumulasi melampui daya regang batuan kekar tiang
terbentuk. Pembentukan kekar tiang pada Daerah Watu Gajah menghasilkan satu set kolom
kekar tiang yang dapat dilihat kemenerusannya dari atas hingga bagian bawah. Pembentukan
kekar tiang di mulai dari salah satu tepi bidang pendinginan. Di bagian tepi tubuh intrusi atau
dekat dengan chilled margin akan terebentuk kekar dengan ukuran yang lebih kecil dan
frekuensi yang lebih banyak. Hal ini disebabkan karena tegangan maksimum akibat
pendinginan magma terakumulasi di bagian chilled margin. Skema pembentukan kekar tiang
dapat teramati pada gambar 11.
Berdasarkan dokumentasi lapangan (Gambar 5.a) kolom kekar tiang yang terbentuk
terpotong oleh adanya sturktur minor berupa sesar naik. Berdasarkan analisis gaya (Gambar
12.b) menujukkan kedudukan gaya pembentuk sesar berada pada arah utara-timur laur dengan
selatan-barat daya. Hal ini sesuai dengan adanya kekar ekstensi dengan kedudukan N 10 o E –
N 30 o E yang searah dengan gaya utama pembentuk sesar (Gambar 12.c). Bidang retakan
relatif tegak lurus dengan kolom kekar diasumsikan akibat adanya gaya ekstensi pada arah
vertical (Gambar 12.d). Konfigurasi gaya ini merupakan gaya yang umum membentuk lipatan.
Berdasarkan data regional di Igir Baturagung bagian timur terdapat beberapa lipatan, sehingga
sesar ini diperkirakan terbentuk dari tektonisme yang sama yang membentuk lipatan kaki Igir
Baturagung.

1117
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

5. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan:
 Kekar tiang terbentuk pada tubuh intrusi sill. Jenis batuan beku termasuk dalam
mikrogabro dengan komposisi mineral utama berupa plagioklas dan piroksen.
Terdapat baked margin dan chilled margin yang menunjukkan intrusi dangkal.
 Intrusi mikrogabro di Watu Gajah memiliki satu baris kolom kekar tiang yang
terpotong oleh struktur sesar minor. Sistem pendinginan magma tidak sempurna dan
didominasi kolom segi lima. Korelasi antara jumlah titik poligon dengan ukuran lebar
kolom menunjukkan semakin banyak titik pada poligon, maka semakin lebar kolom
kekar.
 Pembentukan kekar tiang pada intrusi mikrogabro di Watu Gajah dipengaruhi oleh
posisi tempat pembentukan yang mengontrol laju pendinginan dan tekanan.
Acknowledgement
Penelitian ini didanai oleh program Beasiswa 2000 dari Alumni Teknik Geologi UGM
Angkatan 2000. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Friska Putri Ayunda, Nusa
Fadhila Febriana Kusumaningtyas, Reinaldy Suhendra, dan Alloysius Andrianto Saputro atas
kritik dan sarannya.
Daftar Pusataka
Barker, A. 2014. A Key for Identification of Rock Forming Minerals in Thin Section. London:
Taylor and Francis Group
Best, M.G., 2003. Igneous and Metamorphic Petrology. Blackwell Publishing Company,
Victoria-Berlin, 2nd ed., 760 hal.
Blatt, H., Tracy, R.J., Owens, B.E. Petrology Igneous, Sedimentary and Metamorphic.2006.
New York : W.H. Freeman and Company. 530 hal.
Hetenyi, G., Taisne B., Garel, F., Medrad, E., Bosshard, S., dan Mattson, Hannes B. 2012.
Scales of Columnar Jointing in Igneous Rock : Field Measurement and Controlling
Factors. Bull Volcano 74:457-482 Hal. 457-482
Husein, S., dan Srijono. 2007. Tinjauan Geomorfologi Pegunungan Selatan DIY/Jawa
Tengah: telaah peran faktor endogenik dan eksogenik dalam proses pembentukan
pegunungan. Prosiding Seminar Potensi Geologi Pegunungan Selatan dalam
Pengembangan Wilayah. Yogyakarta : Pusat Survey Geologi,10 hal.
Le Maitre, R. W. (ed.)., 2002., A Classification and Glossary of Terms. Recommendations of
the International Union of Geological Sciences Subcommission on the Systematics of
Igneous Rocks, 2nd ed., Cambridge: Cambridge University
Kerr, P. F. 1959. Optical Mineralogy.New York : McGraw Hill book Company
Long, P.E., dan Wood, B.J. 1986. Structures, Textures and Cooling Histories of Columbia
River Basalt Flows. Geology Society Am Bull 97. Hal. 1144–1155
Price, N.J. dan Cosgrove, J.W. 1990. Analysis of Geological Structure. Cambridge :
Cambridge University Press
Slotznick, S. 2014.Columnar Basalt: Morphology and Processes. Iceland Field Guide :
California Institute and Tecnology Hal. 19-24

1118
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Spry, A.H. 1962. The Origin of Columnar Jointing, Particularly in Basalt Flows. Journal
Geology Society Australia Vol : 8. Hal. 191–216
Surono, B. Toha, dan Ign. Sudarno. 1992. Peta Geologi Lembar Surakarta-Giritontro.
Bandung :Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Surono. 2008. Stratigrafi dan Sedimentasi Formasi Kebo dan Formasi Butak di Pegunungan
Selatan Jawa Bagian Selatan. Jurnal Geologi Indonesia Vol. 3 No. 4 Hal. 183-193
Surono. 2009. Litostratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Timur Daerah Istimewa Yogyakarta
dan Jawa Tengah. Jurnal sumber daya Geologi Vol 19 No. 3. Hal. 31-43
Surono. Hartono, U. dan Permanadewi, S. 2006. Posisi Stratigrafi dan Petrogenesis Intrusi
Pendul Perbukitan Jiwo, Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Jurnal Sumber Daya
Geologi Vol. 15 No. 5 Hal. 232-311
Toramaru, A. dan Matsumoto, T. 2004. Columnar Joint Morphology and Cooling Rate :A
Strach Water Mixture Experiment. Journal of Geophysical Research, Vol.109 B02205
doi:10.1029/2003JB002686.
Van Bemmelen, R.W. 1949. The Geology of Indonesia, vol. I.A. Nijhoff, The Hague: Govt.
Printing Office.732 hal
Winter, John D. 2001. An Introduction to Igneous and Metamhorphic Petrology. New Jersey:
Prentice-Hall Inc, 697 hal.

Gambar 1. Peta indeks daerah penelitian. Lokasi penelitian berada di Desa Watu Gajah, Desa
sampang Kecamatan Gedang sari, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi D.I.
Yogyakarta

1119
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 2. Peta lintasan daerah penelitian

Gambar 3. Peta geologi daerah penelitian

1120
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 4. Sayatan geologi daerah penelitian

Gambar 5. Dokumentasi lapangan a) Singkapan intrusi mikrogabro pada stasiun pengamatan 17.
Terdapat satu baris kolom kekar yang terpotong oleh sesar minor. b) Cermin sesar
dengan gores garis (tanda merah). c) Kekar tiang dengan kolom berbentuk segi lima.
Kekar terbentuk dari perpotongan Y yang tidak sempurna (sudutt tidak sama rata 120 o)
d) Kehadiran kekar dengan ukuran yang lebih kecil diantara kekar utama pada bagian
tepi tubuh intrusi (chilled margin)

1121
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 6. Dokumentasi sayatan tipis a) dan b) Sayatan tipis tuff. c) dan d) Sayatan tipis
mikrogabro e) dan f) Sayatan tipis basalt. g) dan h)Sayatan tipis batupasir halus

1122
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 7. Pengelompokan batuan beku Daerah Watu Gajah berdasarkan klasifikasi batuan gabroik
(Streckeisen, 1974 dalam Le Maitre, 2002)

Gambar 8. Pengelompokan batuan beku Daerah Watu Gajah berdasarkan klasifikasi TAS plutonik
(Cox-Bell-Plank, 1979 dalam Winter, 2001)

1123
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 9. Hubungan vertikal batuan berdasarkan analisis data petrografi. Intrusi utama berupa sill
tersusun atas Satuan mikrogabro. Di bagian tepi tubuh intrusi terdapat basalt terbentuk
sebagai chilled margin. Diabagian atas dan bawah tubuh intrusi terdapat baked margin
ditandai dengan tekturnya yang lebih keras dan silisifikasi. Tuff merupakan baked margin
di bagian bawah sedangkan batupasir halus merupakan baked margin di bagian atas

Gambar 10. Korelasi lebar kolom kekar tiang dengan poligon pada kekar tiang.

1124
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 11. Skema pembentukan kekar tiang pada lokasi penelitian di Daerah Watu Gajah. A)
Intrusi sill mikrogabro memotong lapisan batuan. B) Terbentuk bidang isothermal
sejajar bidang perlapisan akibat pendinginan magma, C) Kekar terbentuk tegak lurus
bidang pendinginan magma. Di bagian tepi dari tubuh intrusi terbentuk kekar yang
lebih kecil dengan frekuensi yang lebih banyak akibat pendinginan yang lebih
intensif di bagian tepi.

Gambar 12. Analisis sesar naik pada daerah Watu Gajah. A) dokumentasi lapangan, B) analisis
struktur, C) Struktur pada intrusi, D) model pembentukan bidang retakan

1125
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
Tabel 1. Data kolom kekar tiang yang teramati pada daerah Watu Gajah, Kecamatan Gedang Sari,
Kabupaten Gunung Kidul. Pengambilan data dilakukan pada 4 titik pengamatan. Data kekar
tiang meliputi bentuk kolom (poligon) dan lebar kolom kekar tiang.

STA 16 STA 17 STA 18


Lebar kolom Lebar kolom Lebar kolom
poligon Polygon poligon
(cm) (cm) (cm)
4 118 5 131 3 87
5 123 5 162 4 89
4 84 5 134 5 92
5 127 4 134 4 82
4 102 4 91 5 102
5 111 5 153 5 115
4 81 5 122 6 124
4 131 4 115 STA 8
5 84 5 121 - 80
4 132 - 100
5 154 - 104

Tabel 2. Perbandingan komposisi mineral pada masing masing sayatan tipis. Terdapat 15 tipis dan
terdeskripsi menjadi 16 sayatan tipis.

1126

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai