Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

KEIKUTSERTAAN PGRI DALAM MELAKSANAKAN


OTONOMI DAERAH

Disusun oleh:

JEMIANUS TAMO AMA

M. ARIFIN

ZULFAN

PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MIPA

UNIVERSITAS INDRAPRASTA
A. PENGERTIAN DESENTRALISASI
Desentralisasi adalah penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat
kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi. pengertian ini sesuai dengan
Undang-undang nomor 23 tahun 2014. Dengan adanya desentralisasi maka muncul
otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah
dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan
kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi
akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan
adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di
Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa desentralisasi berhubungan
dengan otonomi daerah. Sebab, otonomi daerah merupakan kewenangan suatu daerah
untuk menyusun, mengatur, dan mengurus daerahnya sendiri tanpa ada campur
tangan serta bantuan dari pemerintah pusat. Adanya desentralisasi akan berdampak
positif pada pembangunan daerah-daerah tertinggal dalam suatu negara hingga daerah
otonom tersebut dapat mandiri dan secara otomatis dapat memajukan pembangunan
nasional.

B. PERBEDAAN DESENTRALISASI, DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN


1. Desentralisasi

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada


pemerintah daerah untuk mengurus urusan yang ada di daerah. Menurut Undang-
undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, desentralisasi dimaknai
sebagai penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Menurut Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan,
desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desentralisasi bukan sekedar memindahkan
sistem politik dan ekonomi yang lama dari pusat ke daerah, tetapi pemindahan
tersebut harus pula disertai oleh perubahan kultural menuju arah yang lebih
demokratis dan beradab. Melalui desentralisasi diharapkan akan meningkatkan
peluang masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan kebijakan yang
terkait dengan masalah sosial, politik, ekonomi.
Pelaksanaan desentralisasi dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan
daerah didanai dari APBD. Dalam urusan pemerintahannya diserahkan kepada daerah
disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta
kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.
2. Dekonsentrasi

Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada


aparat pemerintah pusat yang ada di daerah untuk melaksanakan tugas pemerintah
pusat di daerah. dengan kata lain, dekonsentrasi adalah perpanjangan tangan
pemerintah pusat di daerah. Menurut Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, dekonsentrasi didefinisikan sebagai pelimpahan wewenang
pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau
kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Menurut Undang-undang nomor 33 tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan, dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang
dari Pemerintah kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah.
Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada wilayah provinsi dalam
kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan
pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubenur sebagai wakil pemerintah di wilayah
provinsi. Gubernur sebagai kepala daerah provinsi berfungsi pula selaku wakil
Pemerintah di daerah, dalam pengertian untuk menjembatani dan memperpendek
rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah termasuk dalam pembinaan
dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah kabupaten
dan kota. Jadi, penyelenggaraan pemerintah secara dekonsentrasi pada urusan
pemerintahannya dilimpahkan kepada Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai
dengan urusan yang didekonsentrasikan.

3. Tugas pembantuan

Tugas pembantuan merupakan penyertaan tugas-tugas atau program-program


Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah Propinsi Daerah Tingkat I yang diberikan
untuk turut dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II, dimana pelaksanaannya dapat tercermin
dari adanya konstribusi Pusat atau Propinsi dalam hal pembiayaan pembangunan,
maka besarnya konstribusi tersebut dapat digunakan untuk mengukur besarnya
penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat sentralistik Menurut Undang-undang
nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Tugas Pembantuan adalah
penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi
kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten kota kepada
desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Menurut Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan, Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah
dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan
mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan. Pemberian
tugas pembantuan dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan, pengelolaan pembangunan, dan pelayanan umum.
Tujuan pemberian tugas pembantuan adalah memperlancar pelaksanaan tugas dan
penyelesaian permasalahan, serta membantu penyelenggaraan pemerintahan, dan
pengembangan pembangunan bagi daerah dan desa.
Penyelenggaraan urusan pemerintah yang dilaksanakan oleh gubernur dalam
rangka pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan didanai dari
APBN. Kegiatan Dekonsentrasi di Daerah dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan
oleh gubernur, sedangkan Kegiatan Tugas Pembantuan di Daerah dilaksanakan oleh
SKPD yang ditetapkan oleh gubernur, bupati, atau walikota.
Ruang lingkup dekonsentrasi dan tugas pembantuan mencakup aspek
penyelenggaraan, pengelolaan dana, pertanggungjawaban dan pelaporan, pembinaan
dan pengawasan, pemeriksaan, serta sanksi. Pertanggungjawaban dan pelaporan
dekonsentrasi dan tugas pembantuan mencakup aspek manajerial dan aspek
akuntabilitas. Pemeriksaan atas dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan dilakukan
oleh BPK dan dan pemeriksaan meliputi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja,
dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

1. PERBEDAAN OTONOMI DAERAH DAN DAERAH OTONOM

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Secara harfiah, otonomi
daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal
dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau
undang-undang, sehingga dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur
sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri.
Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah.[1]
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga
sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara
memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab,
terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang
ada di daerah masing-masing.
Daerah maura swantantra atau daerah otonom adalah daerah di dalam
suatu negara yang memiliki kekuasaan otonom, atau kebebasan dari pemerintah di
luar daerah tersebut. Biasanya suatu daerah diberi sistem ini karena keadaan
geografinya yang unik atau penduduknya merupakan minoritas negara tersebut,
sehingga diperlukan hukum-hukum yang khusus, yang hanya cocok diterapkan untuk
daerah tersebut.
Menurut jenisnya, daerah otonom dapat berupa otonomi teritorial, otonomi
kebudayaan, dan otonomi lokal.
Di Indonesia, daerah otonom diartikan sebagai kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas daerah tertentu, yang berwenang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. SIKAP PGRI DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

Pada era otonomi daerah PGRI mengalami beberapa kendala yang harus
disikapi dan oleh karena itu pada era otonomi daerah PGRI harus terus mengikuti dan
menyikapi berbagai permasalahan dan tantangannya sesuai dengan tuntutan otonomi
daerah. Perkembangan yang harus direspon oleh PGRI dalam pelaksanaan otonomi
daerah adalah melakukan adaptasi dalam aspek struktur, kultur, substansi, dan
sumberdaya manusia.
Dengan begitu PGRI akan bisa mengikuti dan menyikapi berbagai
permasalahan dan tantangan yang ada dalam otonomi daerah. Dalam aspek struktur
harus dilakukan penyesuaian struktur organisasi yang sesuai dengan semangat
otonomi daerah tanpa kehilangan jati dirinya. PGRI harus mampu menjadi pelopor
dan teladan dalam mengembangkan jiwa, semangat dan nilai-nilai otonomi melalui
kinerja organisasi. Kegiatan organisasi perlu lrbih banyak dilakukan ditingkat daerah,
sementara pengurus besar akan lebih banyak berkipra di forum internasional dan
dalam penetapan standar-standar nasional.Dalam aspek kultur, dinamika organisasi
harus lebih demokaratis dan terbuka, baik kedalam maupun keluar.
Dalam aspek substansi, program-progrma kerja PGRI di usahakan untuk
mampu mengakomodasi beragama aspirasi para anggotanya sesuai dengan kondisi
daerah masing-masing. dan dalam aspek sumber daya manusia adalah, PGRI harus
mampu memberikan sumbangan terhadap pelaksanaan otonomi daerah yang tetap
berada dalam kerangka persatuan dan kesatuan bangsa. Seperti diketahui, dewasa ini
pendidikan nasional mengalami penyesuaian agar sejalan dengat semangat otonomi
daerah. Kualitas sumberdaya manusia PGRI merupakan modal utama dalam
mewujudkan kinerja organisasi pada era otonomi daerah.
Maka dari itu dalam menghadapi era otonomi daerah, PGRI dalam
perencanaan dan pengadaan (rekrutmen) calon tenaga pendidik (Diktendik), kususnya
guru, harus di dasarkan pada hasil kebutuhan guru per mata pelajaran, per jenis satuan
pendidikan, per kecamatan. Perkabupaten, perkota madya, perprovinsi, dan
kebutuhan kualitatif dan kuantitatif guru secara nasional. Perencanaan perencaan guru
berbagai kebutuhan di kembangkan dan dilaksanakan secara konsisten.

Dalam era otonomi daerah, pemerintah juga sangat harus berperan terhadap
pengadaan guru di era otonomi daerah. Pemerintah melakukan upaya analisis dan
pemetaan kebutuhan guru jangka panjang, menengah dan pendek mencakup : jumlah
kebutuhan dan kekurangan guru per mata pelajaran pada semua jenis jenjang
pendidikan untuk 25 tahun mendatang. Kulifikasi pendidikan guru kondisi guru,
kondisi guru menurut umur dan latar belakang pendidikan. Dari hasil analisis yang
dilakukan menjadi sangat penting dan sentral karena dengan cara tersebut maka
pemerintaha akan mengetahui jumlah guru yang ada, kebutuhan, kekurangan pada
guru yang ada di Indonesia ini. Sebagai masukan untuk perencanaan kedepan dan
sebagai masukan untuk menyesuaikan pengadaan dan pembinaan calon guru.
Maka dari itu untuk mengawal era otonomi daerah dalam rekrutmen dan
seleksi guru harus benar-benar dilaksanakan pada kebutuhan sesuai dengan hasil
analisis. Operasionalnya, rekrutmen dan seleksi untuk pengangkatan dan penempatan
guru di dasarkan pada persyaratan administrasi umum dan persyaratan khusus. Selain
itu seleksi calon guru juga harus mempertimbangkan factor-faktor minat dan bakat,
persepsi tentang profesi guru, kepribadian. Penyelenggara calon seleksi guru juga
perlu menjamin proses rekrutmen dan selseksi yang transparan dan akuntabel.
Penyelenggara calon selseksi guru ini juga harus bersifat netral, artinya tidak
membeda-bedakan semua calon guru,tidak memandang saudara atau teman dekat.
Dalam mengahadapi era otonomi daerah, dalam proses penyeleksian calon guru harus
benar-benar di lakukan dengan baik agar pada era otonomi daerah ini pendidikan bisa
menjadi jalan keluar terhadap permasalahan yang ada, bukan malah menjadi
pengekang terhadap segala kreatifitas peserta didik. Hal ini karena, dalam era
otonomi daerah para peserta didik di harapkan mampu untuk menggali dan
mengembangkan segala potensi yang dimiliki daerah masing-masing.
Sebenarnya dalam pelaksanaan kemajuan pendidian akan terwujud apabila
seorang guru sebagai pemangku utama pendidikan sadar akan tugas dan
kewajibannya sebagai pendidik. Dan proses penyeleksian calon guru tidak di jadikan
ladang bisnis bagi pemerintah.
Dengan adaptasi organisasi dalam konteks otonomi daerah, PGRI di daerah
harus memiliki kualitas keberdayaan, kemandirian, kreativitas, dan wawasan yang
unggul dalam mewujudkan kinerjanya dan program-program kerja yang terfokus
pada amanat anggota dan sesuai dengan kondisi daerah perlu dikembangkan melalui
berbagai forum organisasi.
Forum tersebut dapat dioptimalkan untuk mengembangkan berbagai gagasan
dan program yang lebih bermakna. Pengurus PGRI perlu pula melakukan sosialisasi
tentang berbagai programnya pada era otonomi daerah terhadap para anggota dan
masyarakat pada umumnya. Pengurus PGRI sampai pada jajaran ranting pada satuan
pendidikan harus memformulasikan dengan tepat.

Anda mungkin juga menyukai