Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keperawatan bukan profesi yang statis dan tidak berubah tetapi profesi yang secara terus-
menerus berkembang dan terlibat dalam masyarakat yang berubah, sehingga pemenuhan dan
metode perawatan berubah, karena gaya hidup berubah. Berbicara tentang keperawatan berarti
berbicara tentang keperawatan pada satu waktu tertentu, dan dalam hal ini, bab ini akan
membicarakan tentang “Konsep dasar ilmu politik dalam keperawatan”. Satu trend dalam
pendidikan keperawatan yang berkembangnya jumlah peserta didik keperawatan yang menerima
pendidikan keperawatan dasar di sekolah dan Universitas.

Organisasi keperawatan professional terus-menerus menekankan pentingnya pendidikan


bagi perawat dalam mendapatkan dan memperluas peran baru. Trend praktik keperawatan
meliputi berkembangnya berbagai tempat praktik dimana perawat memiliki kemandirian yang
lebih besar. Perawat secara terus-menerus meningkatkan otonomi dan penghargaan sebagai
anggota dari tim asuhan kesehatan. Peran perawat meningkat dengan meluasnya focus asuhan
keperawatan. Trend dalam keperawatan sebagai profesi meliputi perkembangan aspek-sapek dari
keperawatan yang mengkarakteristikkan keperawatan sebagai profesi, meliputi pendidikan, teori,
pelayanan, otonomi dan kode etik. Aktivitas dari organisasi professional keperawatan
menggambarkan seluruh trend dalam pendidikan dan praktik keperawatan kontemporer.

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa pengertian politik secara umum ?
b. Bagaimana peran perawat di dunia politik ?
c. Bagaimana sejarah prinsip dasar dan aktifitas perawat di dunia politik ?
d. Bagaimana manfaat keterlibataan perawat di area politik ?
e. Bagaimana ruang lingkup ilmu politik dalam keperawatan ?
f. Bagaimana etika politik perawat dalam merawat pasien?
1.3. Tujuan
a. Mengetahui pengertian politik secara umum
b. Mengetahui peran perawat di dunia politik
c. Mengetahui sejarah, prinsip dasar dan aktifitas perawat di dunia
d. Mengetahui manfaat keterlibataan perawat diarea politik
e. Mengetahui ruang lingkup ilmu politik dalam keperawatan
f. Mengetahui etika politik perawat dalam merawat pasien
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Politik Secara Umum

Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang
antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini
merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik
yang dikenal dalam ilmu politik.

Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun
nonkonstitusional.

Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori
klasik Aristoteles). Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan
Negara. Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan
kekuasaan di masyarakat. Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan
pelaksanaan kebijakan public.

2.2. Pengertian Peran, Perawat Di Dunia Politik

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik
dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang
diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu. (Kozier Barbara, 1995:21).
Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti merawat
atau memelihara. Harlley Cit ANA (2000) menjelaskan pengertian dasar seorang perawat yaitu
seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang
karena sakit, injury dan proses penuaan dan Perawat Profesional adalah Perawat yang
bertanggungjawab dan berwewenang memberikan pelayanan Keperawatan secara mandiri dan
atau berkolaborasi dengan tenaga Kesehatan lain sesuai dengan kewenanganya.(Depkes
RI,2002).
Peran perawat yang dimaksud adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat dalam
praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan
oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung keperawatan secara profesional sesuai
dengan kode etik profesional.
Fungsi itu sendiri adalah suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan perannya. Fungsi
dapat berubah disesuaikan dengan keadaan yang ada.
Fungsi Perawat dalam melakukan pengkajian pada Individu sehat maupun sakit dimana
segala aktifitas yang di lakukan berguna untuk pemulihan Kesehatan berdasarkan
pengetahuan yang dimiliki, aktifitas ini dilakukan dengan berbagai cara untuk
mengembalikan kemandirian Pasien secepat mungkin dalam bentuk Proses Keperawatan yang
terdiri dari tahap Pengkajian, Identifikasi masalah (Diagnosa Keperawatan), Perencanaan,
Implementasi dan Evaluasi.

2.3. Sejarah, Prinsip Dasar Dan Aktifitas Perawat Di Dunia Politik

Menurut sejarah, keterlibatan perawat dalam politik terbatas. Walaupun secara


individu, seperti Florence Nightingale, Lilian Wald, Margaret Sanger, Dan Lavinia Dock telah
mempengaruhi dalam pembuatan keputusandibidang seperti sanitasi, nutrisi, dan keluarga
berencana, keluarga kurangdihargai sebagai kelompok (Hall- Long, 1995). Akan tetapi gerakan
wanita telah memberikan inspirasi pada perawat masalah perawatan kesehatan. Selain itu dengan
banyaknya lulusan berpendidikan tinggi masuk sebagai anggota profesi, mereka membawa
keperawatan kedalam aktivitas dan kegiatan dikampus universitas. Pada tahun 1974, ANA
membentuk The Nurses Coalition In Poltics (N-CAP), yang menjadi komite aksi politik Political
Action Commitee (PAC) pertama bagi perawat. Organisasi ini, yang kemudia dikenal sebagai
ANA-PAC, merupakan komite aksi politik utama yang mencari dukungan bagi kandidat yang
ingin kedalam kantor federal (mason, 1990). Kekuatan politik merupakan kemampuan untuk
mempengaruhi atau meyakinkan seseorang untuk memihak kepada pemerintah untuk
memperlihatkan bahwa kekuatan dari pihak tesebut membentuk hasil yang diinginkan (Rogge,
1987). Dahulu perawat merasa tidak nyaman dengan politik karena mayoritas perawat adalah
wanita dan politik merupakan dominasi laki-laki. Perawat juga tidak menyadari
preseden historis yang ditetap oleh perawat dalam arena politikdan karena mereka tidak pada
secara politik, perawt kurang mendapatkan pendidikan politik untuk memenangkan kompetensi
dalam berpolitik (Masondan Talbott, 1995; mason, 1990).

Keterlibatan perawat dalam politik mendapatkan perhatian yang lebih besar dalam
kurikulum keperawatan, organisai profesional dan tempat perawatan kesehatan (stanhope
dan belcher, 1993). Selain itu, perawat secara individu dapat mempengaruhi keputusan politik
pada semua tingkat pemerintahan dan organisasi keperawatan menggabungkan semua
upaya seperti nursing's Agenda for health care reform(Tri-council, 1991) akan secara kritis
menerapkan pengaruh perawat dalam proses politik sedini mungkin (Hall-long, 1995). Strategi
spesifik mencakup pengintegrasian peraturan publik kedalam kurikulum keperawatan, sosialisai
dini dan berpartisipasi dalam organisai profesi, memperluas lingkungan tempat praktik
klinik, dan menjalankan tempat pelayan kesehatan di masyarakat. Jika perawat
menjadi mahasiswa yang serius dalam memperhatikan kebutuhan sosial, menjadi
aktivis dalam mempengaruhi peratauran untuk memenuhi kebutuhan dan menjadi kontributor
waktu dan uang yang terbuka bagi keperawatan dan organisasi mereka dan menjadi
kandidat untuk bekerja bagi asuahan kesehatan yang baik secara universsal, maka masa depan
akan menjadi cemerlang.

2.4. Pentingnya Perawat Berada Di Area Politik

Pentingnya dunia politik bagi profesi keperawatan adalah bahwasanya dunia politik
bukanlah dunia yang asing, namun terjun dan berjuang bersamanya mungkin akan terasa asing
bagi profesi keperawatan. Hal ini ditunjukkan belum adanya keterwakilan seorang perawat
dalam kancah perpolitikan Indonesia.Tidak dipungkiri lagi bahwa seorang perawat juga rakyat
Indonesia yang juga memiliki hak pilih dan tentunya telah melakukan haknya untuk memilih
wakil-wakilnya sebagai anggota legislatif namun seakan tidak ada satu pun suara yang
menyuarakan hati nurani profesi keperawatan. Tentunya hal ini tidak boleh dibiarkan begitu saja,
karena profesi kita pun membutuhkan penyampaian aspirasi yang patut untuk didengar dan
diselesaikannya permasalahan yang ada, yang tentunya akan membawa kesejahteraan rakyat
seluruh profesi keperawatan. Sulitnya menjadikan RUU Keperawatan seringkali dikaitkan
dengan tidak adanya keterwakilan seorang perawat di badan legislative sana.
Menjadi bagian dari dunia perpolitikan di Indonesia, diharapkan seorang perawat mampu
mewakili banyaknya aspirasi dan menyelesaikan permasalahan yang ada di profesi keperawatan
salah satunya seperti yang disebutkan diatas yaitu mengenai bagaimana meregulasi pendidikan
keperawatan yang hasil akhirnya diharapkan tercapainya kualitas perawat bisa dipertanggung
jawabkan.
Banyak hal yang dapat dilakukan oleh seorang perawat sehingga mampu terjun ke dunia
politik. Salah satu yang paling umum dilakukan adalah mendukung salah satu partai politik.
Partai politik ini akan menjadi motor penggerak pembawa di kancah perpolitikan Indonesia.
Banyak partai yang menawarkan posisi legislatif, ada partai yang melakukan pengkaderan dari
awal yang mampu menyiapkan calon-calon legislatif dari embrio yang akan diberikan suntikan
ideologi dari partai tersebut, ada juga partai yang memberikan kesempatan kepada siapa saja
yang siap untuk berjuang bersama-sama mendukung partainya dan menjadi calon legislatif.
Organisasi Keperawatan, Partai Perawat Nasional Indonesia (PPNI) adalah organisasi
keperawatan tingkat nasional yang merupakan wadah bagi semua perawat Indonesia, yang
didirikan pada tanggal 17 Maret 1974.Menurut catatan yang ada sebelum PPNI, telah terdapat
beberapa macam organisasi keperawatan. PPNI pada awalnya terbentuk dari penggabungan
beberapa organisasi keperawatan, seperti:IPI (Ikatan Perawat Indonesia),PPI (Persatuan Perawat
Indonesia),IGPI (Ikatan Guru Perawat Indonesia),IPWI (Ikatan Perawat Wanita Indonesia).
Setiap orang yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan yang syah dapat
mendaftarkan diri sebagai anggota PPNI dan semua mahasiswa keperawatan yang sedang belajar
dapat disebut calon anggota.PPNI setiap 4 tahun sekali menyelenggarakan musyawarah nasional.
Dalam musyawarah ini selain pengurus pusat juga hadir para pejabat dan pengurus cabang.
Berbagai masalah keperawatan dibahas dalam MUNAS tersebut yang kemudian memberikan
hasil yang berupa rekomendasi atau keputusan organisasi.
Untuk mempertahankan dan mengembangkan profesi, maka organisasi profesi keperawatan
harus melakukan 5 fungsi, yaitu:
1. Definisi dan pengaturan professional melalui penyusunan dan penentuan standar
pendidikan dan praktik bagi perawat umum dan spesialis. Pengaturan dapat ditempuh
melalui pemberian izin praktik (lisensi), sertifikat, dan akreditasi. Pengaturan juga dapat
dilakukan melalui adopsi kode etik dan norma perilaku (Styles, 1983).
2. Pengembangan dasar pengetahuan untuk praktik dalam komponen luas dan sempit.
Sumbangan utama untuk pengembangan ilmu keperawatan telah diberikan oleh berbagai
ahli teori. Tujuan utama teori keperawatan adalah netralisasi ilmu keperawatan.
Tantangan bagi para perawat di masa depan adalah menggerakkan pertanyaan dan
memformulasikan teori dari teori yang telah dipublikasikan ini dan kemudian melakukan
uji hipotesa melalui penelitian keperawatan. Karena hanya penelitian yang dapat
menentukan manfaat suatu teori, penelitian memberikan sumbangan utama bagi
pengembangan pengetahuan keperawatan.
3. Transmisi nilai-nilai, norma, pengetahuan, dan keterampilan kepada anggota profesi
untuk diterapkan dalam praktik. Fungsi ini dilakukan melalui pendidikan para perawat
dan berbagai proses sosialisasi.
4. Komunikasi dan advokasi tentang nilai-nilai dan sumbangsih bidang garap kepada
masyarakat dan konstitusi. Fungsi ini menuntut organisasi perawat untuk berbicara pada
perawat dari suatu posisi kesepakatan luas. Penting bagi perawat untuk berpartisipasi
secara aktif dalam penyusunan UU dan kebijakan pemerintah.
5. Memperhatikan kesejahteraan umum dan sosial anggota. Fungsi ini dilakukan oleh
organisasi perawat dimana organisasi perawat ini memberikan dukungan moral dan sosial
bagi anggota untuk menjalankan peranannya sebagai tenaga profesional dan mengatasi
masalah profesional anggotanya.

 Dipandang dari aspek hokum


1. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan. Bab II (Tugas Pemerintah),
pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum,
wewenang dan kesanggupan hukum.
2. UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan.
UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana
meliputi dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga
bukan sarjana, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas
dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada
tenaga pendidikan rendah dapat diberikan kewenangan terbatas untuk menjalankan
pekerjaannya tanpa pengawasan langsung.
3. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
UU Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis.
Pada pasal 2, ayat (3)dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan
rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun.
Yang perlu diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat dinyatakan sebagai
tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis, sehingga dari aspek
profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab
terhadap pelayanannya sendiri.
4. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979
Membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu paramedis keperawatan
(temasuk bidan) dan paramedis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang
perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk
katagori tenaga keperawatan.
5. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
Permenkes. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980
Pemerintah membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga
keperawatan dan bidan. Bidan seperti halnya dokter, diijinkan mengadakan praktik
swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak diijinkan. Peraturan ini
boleh dikatakan kurang relevan atau adil bagi profesi keperawatan. Kita ketahui
negara lain perawat diijinkan membuka praktik swasta.
6. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/1986, tanggal 4
November 1986, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan sistem kredit
point.
Dalam sistem ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau
naik pangkatnya setiap dua tahun bila memenuhi angka kredit tertentu.
Sistem ini menguntungkan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung
kepada pangkat/golongan atasannya.
7. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
a. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992, merupakan UU yang banyak memberi
kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan profesional
karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak pasien,
kewenangan maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk
keperawatan.
b. Beberapa pernyataaan UU Kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai
acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah :
 Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar
profesi dan hak-hak pasien ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
 Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas
menyelenggarakan atau melaksanakan kegiatan sesuai dengan bidang
keahlian dan kewenangannya
 Pasal 53 ayat 4 menyatakan tentang hak untuk mendapat perlindungan
hukum bagi tenaga kesehatan.
Namun kenyataannya sampai sekarang UU praktek keperawatan belum juga disahkan.

2.5. Manfaat Keterlibataan Perawat Di Area Politik


a. Terciptanya suatu regulasi dalam pendidikan perawat.
Banyak sekali keuntungan yang akan didapatkan ketika regulasi (undang-
undang)keperawatan telah ditetapkan, salah satunya adalah mengenai regulasi
pendidikan keperawatan di Indonesia. Walaupun regulasi pendidikan seharusnya
wewenang Dinas Pendidikan Tinggi, namun saat ini profesi keperawatan mengalami
dualisme arah, kiblat pendidikan keperawatan yang ganda ini menjadikan profesi
keperawatan semakin ruwet dan kemungkinan akan menyulitkan dalam birokasi-
birokrasipengurusannya.
Sesuai keputusan dinyatakan bahwa pendidikan hanya dapat dilaksanakan atau
berada di bawah Dinas Pendidikan Tinggi (DIKTI) namun kenyataan yang ada
adalah pendidikan keperawatan masih ada yang berada dibawah selain DIKTI dan
istitusi lainnya ada yang berada di bawah Dinas Kesehatan (Dinkes).
Kenapa hal tersebut masih terjadi? Dan mengapa hal semacam ini masih
dipertahankan sampai sekarang yang kemudian akan menjadikan banyaknya
kesenjangan, kurikulum yang tidak merata dan kesulitan dalam quality contro
kurikulum yang ada, dan masih banyak lagi permasalah yang lain.
Menjadi bagian dari dunia perpolitikan di Indonesia, di harapkan seorang
perawat mampu mewakili banyaknya aspirasi dan menyelesaikan permasalahan yang
ada di profesi keperawatan salah satunya seperti yang di sebutkan diatas yaitu
mengenai begaimana meregulasi pendidikan keperawatan yang hasil akhirnya
diharapkan tercapainya kualitas perawat bias di pertanggung jawabkan.
b. Regulasi kewenangan perawat di lahan klinik
Regulasi kewenangan perawat di lahan klinik akan menjadikan profesi
keperawatan semakin mantap dalam langkah. Kewenangan perawat yang mandiri,
terstruktur dan ranah yang jelas akan menjadikan perawat semakin prefesional dan
propossional sesuai dengan tanggung jawab yang harus dipenuhi, selain itu dalam
regulasi kewenangan diharapkan tidak terjadinya overlap dan menghindari terjadinya
malpraktik yang kemungkinan dapat terjadi.
Regulasi pendidikan akan menjadikan tidak bermunculnya institusi pendidikan
keperawatan yang hanya mencari untung, politik uang, dan institusi yang tidak
melakukan penjaminan mutu akan output perawat yang di luluskan setiap
periodenya. Dengan regulasi pendidikan keperawatan, semua menjadi
terstandardisasi, profesi keperawatan yang mempunyai nilai tawar, nilai jual dan
menjadi profesi yang di pertimbangkan.
Tidak kalah penting dengan regulasi pendidikan dimana regulasi pendidikan
merupakan bagaimana melakukan pembangunan fondasi yang kokoh dan system
yang mendukung akan terbentuknya generasi perawat siap tempur.
2.6. Ruang Lingkup Ilmu Politik
Lingkup keberadaan perawat di dalam area politik tidak hanya terbatas pada kepentingan
perawat itu sendiri seperti menciptakan iklim yang kondusif bagi keperawatan terutama
mendapatkan legitimasi masyarakat di dalam upaya mendukung usaha-usaha memberikan
asuhan keperawatan, tetapi juga bagaimana suatu regulasi/undang-undang di keperawatan bisa
tercipta.
Ada banyak hal yang harus dilakukan seorang perawat dalam berperan secara aktif dan
pasif dalam dunia politik. Mulai dari kemampuan yang harus dimiliki bidang poitik hingga
talenta yang harus dimilki mengenai sense of politik. Seseorang berkewajiban untuk melakukan
hak dari kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan hak dari kewajibannya sebagai
insan politik guna melakukan perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh undang-
undang dasar dan perundangan hukum yang berlaku. Dari hal tersebut perawat merupakan insan
dari perpolitikan juga berhak dan berkewajiban ikut serta dalam mengambil kekuasaan demi
terwujudnya regulasi profesi keperawatan yang nyata. Dari hal tersebut, perawat juga bisa
memperjuangkan banyak hal terkait dengan nasib perawat itu sendiri. Pengalaman perawat
menghadapi kenyataan hubungan kekuasaan (politik) bisa juga diterapkan dalam bekerja dengan
pasien dan dokter, yang berarti bahwa perawat mengetahui etika bahwa etika harus dilakukan
dengan kekuasaan dan pembagian kekuasaan dalam hubungan langsung antar pribadi.
Bagaimanapun, tantangan adalah memahami sifat alami hubungan kekuasaan dan etika
pemabagian kekuasaan dalam mengajar, dalam management, dalam pendidikan kesehatan dan
riset, dalam mempengaruhi sumber daya dan dalam politik kesehatan local dan nasional.
Perawat tidak hanya belajar merawat pasien tetapi juga meningkatkan kesejahteraan pasien
secara umum yang berarti memperhatikan standard dan management pelayanan, kemampuan
staff, efisiensi, dan efektifitas prosedur yang digunakan, peningkatan pelayanan kesehatan di
rumah sakit dan kesehatan masyarakat.

2.7. Etika Politik Perawat Dalam Merawat Pasien

Etika adalah mengenai pengawasan bagi orang lain, kepedulian terhadap perasaan, banyak
sumber praktis. “Merawat seseorang berarti bertindak untuk kebaikan mereka, membantu
mengembalikan otonomi mereka, membantu mereka untuk mencapai potensi penuh mereka.
Mencapai tujuan hidup mereka dan pemenuhan kebutuhan”.
Dalam pengalaman menderita mungkin tidak hanya membuat kita lebih simpati, tapi
mungkin juga membantu kita untuk lebih empati terhadap pasien kita. Simpati adalah perasaan
yang timbul secara spontan yang kita miliki atau tidak dimiliki. Empati adalah kemampuan untuk
meletakkan diri kita dalam sesuatu orang lain, dalam suatu seni yang dapat dipelajari, latihan
imajinasi yang dapat dilatih. Perasaan ini dapat menjadi motivator yang kuat, yang juga dapat
diperoleh dalam melakukan tanggung jawab professional kita.

Jika kita memilih menjadi perawat untuk memenuhi kebutuhan pribadi, atau hanya sebagai
aututerapi tanpa disadari, untuk menghadapi masalah dan kecemasan sendiri, pasien akan
menderita karena pekerjaan kita yang akan menjadi catatan bagi mereka. (Eadie 1975, Shimpson
et all 1983). Merawat bisa menjadi merusak orang lain jika kita tidak mengerti dinamika aslinya,
yaitu seperti dorongan psikologis yang kompleks yang muncul dalam operasi ketika kita dalam
posisi tangguh sebagai penolong terhadap pasien yang relative tidak mandiri dan lemah. Inilah,
mengapa psikiater dalam pelatihan dan perawat psikiatri didukung untuk mengalami
psikoanalisis pribadi atau terlibat dalam terapi kelompok, sebagai proses untuk mengungkapkan
perasaan yang terdalam dan sering tersembunyi dengan maksud lain. Ketika pengawasan dan
perhatian dari perawat yang baik dapat melakukan kekuasaannya dengan baik, over protektif,
menguasai atau mengganggu dan pengawasan seperti pada bayi, seperti pengasuhan yang jelek,
juga bisa menjadi sangat merusak, ini dapat dikatakan bahwa “kebaikan terbesar kita juga
merupakan sumber potensial kelemahan dan kejahatan kita”. Beberapa praktik dan sikap perawat
dapat membawa mereka kepada konflik langsung dengan tim kesehatan yang terkait dalam
merehabilitasi kesehatan pasien,dengan fisioterapis dan ahli terapi yang menjabat. Konflik disini
bukan hanya dalam persaingan profesionalitas atau ketidak jelasan batasan kerja, tapi juga
perbedaan dalam interpretasi tentang perawatan dandalam praktik perawatan.
BAB III
PEMBAHASAAN
3.1 Aplikasi Peran Perawat Di Dunia Politik
a. Nama perawat yang terjun ke dunia politik di Indonesia
 Hj.Elva Hartati SIP.,MM ( anggota DPR-RI)
3.2 Jurnal
3.3 Pembahasaan Jurnal
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai