Anda di halaman 1dari 37

PEDOMAN EUROPAEN RESUSCITATION COUNCIL (ERC)

UNTUK RESUSITASI TAHUN 2015

Kata Pengantar

Ringkasan eksekutif ini menyediakan perlakuan alogoritma yang esensial atau pokok
untuk dilakukan pada saat resusitasi anak-anak dan orang dewasa serta menyoroti pedoman
utama yang mengalami perubahan sejak 2010. Pedoman yang lebih terperinci disajikan
dalam setiap bab dari 10 bab yang ada, yang dipublikasikan sebagai dokumen individual
dalam pembahasan mengenai resusitasi ini. Bab-bab yang dibahas dalam Pedoman ERC
(European Resusciation Council) 2015 ini adalah:
1. Ringkasan Eksekutif
2. Dasar pemberian bantuan hidup pada orang dewasa dan automated external
defibrillatior
3. Tahap lanjut pemberian bantuan hidup pada orang dewasa
4. Cardiac arrest pada keadaan-keadaan khusus
5. Perawatan post-Resusciation
6. Pemberian bantuan hidup pediatrik
7. Resusitasi dan pemberian bantuan pada transisi kelahiran bayi
8. Manajemen awal pada acute coronary syndrome
9. Pertolongan pertama
10. Prinsip-prinsip dari pembelajaran tentang resusitasi
11. Kode etik dalam resusitasi dan keputusan-keputusan saat akhir hidup

Ringkasan dari Perubahan-Perubahan yang ada Sejak Pedoman 2015

Dasar pemberian bantuan hidup pada orang dewasa dan automated external defibrillator
 Pedoman ERC 2015 menyoroti kepentingan kritis dari interaksi antara operator
medical emergency, orang yang memberikan CPR serta penyebaran tepat waktu
dari AED. Respons dari komunitas yang efektif dan terkoordinasi yang menarik
elemen-elemen untuk bekerja sama merupakan kunci untuk meningkatkan
kelangsungan hidup dari cardiac arrest yang terjadi di luar rumah sakit (gambar
1.1).

1
 Operator medikal emergensi memerankan peran penting dalam diagnosa cardiac
arrest, persediaan dari asisten CPR (yang juga dikenal sebagai telephone CPR)
serta lokasi dan berita dari AED.
 Orang-orang yang berada di tempat kejadian dan terlatih harus menilai keadaan
korban yang pingsan serta memutuskan jika pasien tidak dapat merespons dan
tidak bernafas secara normal yang kemudian memberiatahukan pada emergency
service atau jasa gawat darurat.

 korban yang tidak responsive dan tidak bernafas dengan normal berada pada
kondisi cardiac arrest dan memerlukan CPR. Orang-orang disekitar kejadian serta
operator medical emergency harus mencurigai adanya cardiac arrest apabila
pasien mengalami serangan jantung dan harus secara hati-hati menilai apakah
pasien bernafas secara normal atau tidak.
 Pemberi CPR harus memberikan kompresi pada dada setiap korban yang berada
dalam kondisi cardiac arrest. Pemberi CPR yang terlatih dan mampu memberikan
pertolongan napas buatan harus mengkombinasikan kompresi pada dada serta
pemberian napas buatan. Kami percaya dalam kesetaraan akan kompresi pada dada
dan CPR standar tidak cukup untuk praktik yang ada sekarang.
 CPR yang berkualitas tinggi tetap penting untuk meningkatkan hasil. Pedoman
pada kedalaman dan kecepatan kompresi tidak berubah. Pemberi CPR harus
memastikan bahwa kompresi pada dada kedalamannya cukup (setidaknya 5 cm
namun tidak lebih dari 6 cm) dengan kecepatan kompresi 100-120 min-1. Setelah
setiap kompresi yang diberikan biarkan dada untuk kembali secara sempurna dan

2
meminimalisir interupsi dalam kompresi. Saat memberikan pernafasan buatan
habiskan setidaknya dalam waktu sekitar satu detik untuk membusungkan dada
dengan volume yang cukup untuk memastikan dada untuk recoil secara nyata.
Rasio dari kompresi pada dada dan ventilasi tetap 30:2. Jangan menginterupsi
kompresi pada dada lebih dari 10 detik untuk memberikan nafas bantu.
 Defribilasi dalam 3-5 menit dari saat pingsan dapat memberikan kemungkinan
selamat sekitar 50-70%. Defibrilasi yang dilakukan sejak awal dapat dicapai
melalui pemberi CPR menggunakan akses publik dan website AED. Program AED
akses publik harus secara aktif diterapkan dalam tempat-tempat publik yang
memiliki jumlah penduduk yang tinggi.
 Rangkaian CPR untuk orang dewasa dapat pula digunakan secara aman untuk
anak-anak yang tidak responsif dan tidak bernafas secara normal. Kompresi pada
dada kedalamannya harus setidaknya 1/3 dari kedalaman secara umum ( Untuk
bayi 4 cm untuk anak-anak 5 cm).
 Benda asing yang menyebabkan gangguan pernafasan yang cukup berat
merupakan medical emergenci dan memerlukan penanganan yang cepat dengan
back blow dan jika hal tersebut gagal untuk menghilangkan obstruksi, berikan
abdominal thrust. Jika korban menjadi tidak responsif maka CPR harus segera
dilakukan sementara bantuan dalam perjalanan.

Tahap lanjut pemberian bantuan hidup pada orang dewasa


Pedoman ERC 2015 menekankan perbaikan perawatan dan implementasi dari
pedoman dalam rangka untuk meningkatkan hasil dari pasien. Perubahan utama sejak 2010
adalah :
 Secara berlanjut menekankan penggunaan rapid response systems untuk merawat
pasien yang kondisinya semakin memburuk dan mencegah cardiac arrest dirumah
sakit.
 Secara berlanjut penekanan pada kompresi dada dengan intrupsi minimal melalui
berbagai intervensi ALS : kompresi pada dada berhenti sejenak hanya untuk
memperbolehkan intervensi spesifik. Hal ini juga termaksud meminimalisir
intrupsi atau gangguan dalam kompresi dada untuk kurang dari 5 detik untuk
mengusahakan defibrilasi.
 Menjaga fokus pada penggunaan self-adhesive pads untuk defibrilasi dan sebuah
strategi defibrilasi untuk meminimalisir preshock pause / pemberhentian sebelum

3
kejutan, walaupun kita mengenali bahwa alat pemukul defibrilasi (defibrillator
paddles) digunakan dalam beberapa keadaan.
 Ada bab baru pada monitoring selama ALS dengan penekanan pada peningkatan
penggunaan waveform capnography untuk memastikan dan secara berlanjut
memonitor penempatan pipa trachea, kualitas dari CPR dan untuk memberikan
indikasi awal dari kembalinya sirkulasi spontan (return of spontaneuous circulation
atau ROSC)
 Ada beberapa fariasi pendekatan untuk manejemen pernafasan selama CPR dan
pendekatan yang berdasarkan pada faktor-faktor yang ada pada pasien dan
rekomendasi skill dari penolong.
 Rekomendasi untuk terapi obat saat CPR tidak berubah, tetapi ada beberapa hal
yang menghawatirkan pada peran obat ini dalam meningkatkan hasil dari cardiac
arrest
 Penggunaan secara rutin dari kompresi pada dada dengan alat mekanik tidak
direkomendasikan, tetapi merupakan alternatif yang cukup masuk akal pada situasi
dimana kompresi pada dada secara manual tidak praktis atau membahayakan
keselamatan dari yang memberikan CPR.
 Peri-arrest ultrasound bisa saja memiliki peran dalam mengidentifikasi penyebab
yang reversibel dari cardiac arrest
 Tekhnik bantuan hidup ekstrakorporeal bisa saja memiliki peran dalam terapi
pertolongan dalam pasien pilihan dimana standar ALS tidak berhasil.

Cardiac arrest pada keadaan-keadaan khusus


 Penyebab khusus
Bab ini telah disusun untuk mencakup apa itu penyebab yang reversibel dari cardiac
arrest yang harus diidentifikasikan atau dikeluarkan selama resusitasi. Dibagi menjadi dua
grup yang terdiri dari empat – 4 H dan 4 T: hypoxia; hypo-/hiperkalemia dan berbagai
elektrolyte disorders; hipo-/Hiperthermia; hypovolaemia; tension pneumothorax ;
tamponade (cardiac) ; trombosis (Jantung dan paru-paru) ; toxins ( racun).
 Lingkungan khusus
Pada bab lingkungan khusus mencakup rekomendasi untuk perawatan dari cardiac
arrest yang terjadi pada lokasi yang terspesifik. Lokasi-lokasi ini adalah fasilitas kesehatan
khusus (Contoh ruang operasi cardiac sagey, laboratorium kateteralisasi, unit dialisis,

4
dental cargery), pesawat komersial atau ambulans, lapangan, lingkungan luar (contoh
daerah banjir, jalur atau daerah yang sulit dilalui, tempat yang tinggi, longsor salju,
sambaran kilat dan luka elektrik / tersetrum) atau kejadian dimana ada banyak masa
berkumpul.
 Pasien khusus
Bab ini tentang pasien khusus yang diberikan pedoman untuk CPR pada pasien dengan
keadaan yang cukup parah (asma, gagal jantung dengan bantuan alat ventricular, penyakit
neurological, obesitas) dan mereka yang memiliki kondisi psikologi spesifik (ibu hamil,
orang tua / lansia).

Post-resusciation care
Bab ini adalah tambahan baru pada pedoman European Resuscitation Council
(ERC) ; pada tahun 2010 topik ini disatukan dengan bab pada ALS. Perubahan yang paling
penting dalam perawatan post-resuscitation sejak 2010 termaksud :
 Ada penekanan yang lebih besar pada kebutuhan untuk koronari kateterisasi yang
mendesak dan percutaneous coronary intervention (PCI) meliputi cardiac arrest
diluar rumah sakit yang disebabkan oleh penyakit jantung.
 Menejemen akan suhu yang di inginkan tetap penting tetapi sekarang ada pilihan
dalam suhu yang diinginkan yaitu 36oC dari pada rekomendasi sebelumnya yakni
32-34oC. Pencegahan akan terjadinya demam masih tetap penting.
 Prognosis sekarang dilakukan menggunakan strategi multimodal dan ada
penekanan pada waktu yang diperbolehkan untuk kesembuhan kembali neurologi
dan untuk memungkinkan sedativ dibersihkan.
 Bab baru telah ditambahkan dimana masalah rehabilitasi setelah masih bertahan
hidup karena cardiac arrest. Rekomendasi mencakup sistematik organisasi dari
follow up care, yang seharusnya mencakup pula penyaringan untuk potensial
kerusakan kognitif dan emosional serta untuk menyediakan informasi

Pemberian bantuan hidup pediatrik


1. Dasar pemberian bantuan hidup
 Durasi pemberian nafas sekitar 1 detik, agar sama dengan praktik pada orang
dewasa

5
 Untuk kompresi pada dada, sternum bagian bawah harus ditekan setidaknya 1/3
diameter anterior posterior dari dada (4 cm untuk bayi dan 5 cm untuk anak-anak)
2. Menejemen pada anak yang sakit parah
 Apabila tidak ada tanda-tanda syok sepsis, maka anak-anak dengan febrile atau
demam harus mendapatkan cairan dengan hati-hati dan nilai ulang pemberiannya.
Pada beberapa bentuk syok sepsis membatasi cairan dengan kristaloid isotonik bisa
pula menguntungkan dibandingkan dengan penggunaan cairan secara bebas.
 Untuk jantung dengan bentuk supraventrikular tachycardia (SVT) , dosis awal
telah direvisi menjadi satu J/ kg
3. Algoritma Cardiac Arrest Pediatrik
 Banyak segi yang sama dengan praktik pada orang dewasa.
4. Post-resuscitation care
 Cegah demam pada anak-anak yang memiliki return of spontaneous circulation
(ROSC) pada keadaan diluar rumah sakit.
 Manajemen suhu yang diharapkan pada anak-anak ROSC harus antara
normothermia atau hypothermia.
 Tidak ada yang mengetahui kapan resusitasi di hentikan.

Resuscitation dan pemberian bantuan pada transisi kelahiran bayi


Berikut adalah perubahan-perubahan utama yang dibuat untuk pedoman ERC guna
resusitasi saat melahirkan ditahun 2015:
 Pemberian bantuan saat melahirkan (Support of transition)
Mengetahui situasi unik pada saat melahirkan seorang bayi, yang jarang
memerlukan resusitasi tetapi terkadang memerlukan bantuan medis selama proses
transisi post-natal atau transisi setelah melahirkan. Istilah support of transition atau
pemberian bantuan saat transisi telah diperkenalkan untuk membedakan secara
lebih baik antara intervensi yang dibutuhkan untuk mengembalikan fungsi organ
vital (Resuscitation) atau untuk memberi bantuan transisi.
 Cord clamping
Untuk bayi yang uncompromise, keterlambatan dalam cord clamping setidaknya 1
menit dari saat kelahiran bayi, sekarang hal ini direkomendasikan juga untuk bayi
cukup bulan dan prematur. Sampai sekarang masih belum ada fakta yang cukup
untuk merekomendasikan waktu yang tepat saat clamping cord pada bayi yang
memerlukan resusitasi saat lahir.

6
 Suhu
Suhu pada bayi yang baru lahir non asphyxia harus dijaga antara 36,5oC dan 37,5
o
C setelah kelahiran. Pentingnya melakukan hal ini telah disorot dan diperkuat
karena memiliki hubungan yang kuat dengan mortalitas dan morbilitas.
Temperatur yang diberikan harus dicatat sebagai prediksi hasil sekaligus kualitas
indikator.
 Menjaga suhu
Saat kurang dari 32 minggu masa kehamilan, kombinasi intervensi mungkin perlu
diberikan dengan tambahan untuk menjaga temperatur antara 36,5oC dan 37,5 oC
setelah melalui pencatatan dan stabilisasi.
 Optimal Assesment dari detak jantung
Disarankan pada bayi yang membutuhkan resusitasi bahwa EKG dapat diberikan
untuk memberikan estimasi detak jantung secara cepat dan akurat
 Meconium
Intubasi tracheal tidak seharusnya dilakukan secara rutin bila ada mechonium dan
seharusnya hanya dilakukan untuk suspek obstruksi trakea. Tekanan ventilasi
dimulai pada menit pertama kehidupan pada bayi yang tidak bernapas atau pada
bayi yang pernapasannya tidak efektif dan hal ini tidak boleh ditunda.
 Udara atau Oksigen
Bantuan ventilasi pada bayi cukup bulan harus dimulai dengan udara. Untuk bayi
prematur dapat diberikan udara atau oksigen konsentrasi rendah (di atas 30%)
harus diberikan pada awal. Jika dengan ventilasi yang efektif, oksigenasi (yang
dipandu oleh oksimetri) tetap tidak dapat diterima, penggunaan oksigen kosentrasi
lebih tiggi harus dipertimbangkan.
 CPAP
Pada bayi prematur dengan distress respiratory tetapi masih dapat bernapas
spontan maka pernapasan awal dengan CPAP lebih baik dari pada intubasi.
Acute coronary syndrome
1. Diagnosis Intervensi pada ACS
 Pencatatan pre-rumah sakit dari 12-lead elektrocardiogram direkomendasikan pada
pasien yang dicurigai adanya segmen ST elevation acute myocardi infaction
(STEMI).

7
 Aktivasi Pre-hospital STEMI dari laboratorium kateterisasi bisa saja tidak hanya
mengurangi penundaan penanganan tetapi juga mengurangi angka kematian
pasien.
 Penggunaan negatif high-sensitivity cardiac troponins (hs-cTn) selama evaluasi
awal pasien tidak bisa digunakan sebagai pengukuran utama untuk meniadakan
ACS, tetapi pada pasien dengan skor resiko sangat rendah hal ini bisa saja
dilakukan pemberhentian lebih awal.
2. Intervensi terapeutik dalam ACS
 Adenosin difosfat (ADP) antagonis reseptor (Cloupidogrel, ticagrel, atau
prasugrel-with specific restriction) boleh diberikan saat pre hospital atau dalam ED
untuk pasien STEMI yang berencana untuk PCI utama
 Unfractionated heparin (UFH) dapat diberikan saat pre-hospital atau in hospital
pada pasien dengan STEMI dan berencana melakukan pendekatan PCI utama
 Enoxaparin pre hospital boleh digunakan sebagai alternatif ke pre hospital UFH
untuk STEMI.
 Pasien dengan rasa nyeri akut di dada dengan dugaan adanya ACS tidak
memerlukan suplemen oksigen kecuali ada tanda-tanda hypoxia, dyspnoea, atau
gagal jantung.
3. Reperfusion decisions in STEMI
Pengambilan keputusan reperfusion telah ditinjau dalam berbagai variasi dari
situasi lokal yang memungkinkan.
 Ketika fibringolisis adalah strategi rencana perawatan, kami merekomendasikan
menggunakan pre-hospital fibringolisis dibandingkan in hospital fibringolisis
untuk STEMI dimana, waktu transpor lebih dari 30 menit dan anggota pre hospital
terlatih dengan baik
 Pada daerah geografik dimana fasilitas PCI ada dan tersedia, triage secara langsung
dan transport untuk PCI lebih disukai untuk pre hospital fibringolisis SEMI.
 Pasien yang memiliki STEMI pada departemen emergenci pada rumah sakit yang
dapat menangani non PCI harus dipindahkan secara cepat ke pusat PCI yang
dimana, perawatan tertunda untuk PPCI kurang dari 120 menit ( 60-90 menit untuk
pada saat awal dan mereka yang dengan infarci yang meluas), jika tidak pasien
harus menerima fibringolisis dan dipindahkan ke PC icentre

8
 Pasien yang menerima terapi fibringolisis dalam departemen emergenci dari non
PCI centre harus ditransportasikan jika mungkin pada awal rutin angiography
(dalam 3-24 jam dari terapi fibringolisis) dari pada dipindahkan hanya apabila
indikasi oleh adanya ischaemia
 PCI dalam waktu kurang dari 3 jam setelah pemberian fibringolisis tidak
direkomendasikan dan hanya bisa diberikan hanya dalam keadaan fibringolisis
gagal
4. Keputusan hospital reperfution setelah return of spontaneous circulation (ROSC)
 Kami merekomendasikan evaluasi LAB emergency cardiac kateterisasi (dan
PCI yang segera jika diperlukan), dalam keadaan yang sama pada pasien yang
STEMI tanpa cardiac arrest, pada pasien orang dewasa tertentu dengan ROSC
setelah keluar dari rumah sakit cardiac arrest dari adanya dugaan cardiac
dengan ST-Elevation pada EKG.
 Pada pasien yang koma dengan ROSC setelah keluar dari rumah sakit cardiac
arrest dari adanya dugaan cardiac tanpa ST-elevation pada EKG pantas untuk
dipertimbangkan evaluasi LAB emergenci cardiac kateterisasi pada pasien
dengan resiko paling tinggi dari koronari penyebab cardiac arrest.

Pertolongan pertama
Bab pada pertolongan pertama dicakup untuk pertama kalinya dalam pedoman
ERC 2015

Prinsip-prinsip dari pembelajaran tentang resusitasi


Berikut ini adalah ringkasan dari informasi terbaru paling penting atau perubahan yang
direkomendasikan untuk pembelajaran mengenai resusitasi sejak pedoman akhir ERC
ditahun 2010
a) Latihan / Training
 Dipusat dimana adanya sumber untuk membeli dan menjaga manikins dengan
kebenaran yag tinggi, kami merekomendasikan menggunakannya. Penggunaan
manikins dengan kebenaran yang rendah tepat diberikan untuk latihan pada semua
level dikursus ERC
 Alat petunjuk umpan balik CPR berguna untuk meningkatkan kecepatan,
kedalaman, pelepasan , dan posisi tangan saat kompresi. Alat total meningkatkan

9
kecepatan kompresi hanya dan bisa saja merusak efek pada kedalaman kompresi
apabila fokus dari penyelamat berada pada kecepatan.
 Interval untuk latihan kembali akan berbeda menurut karakteristik dari partisipan
contoh health care. Telah diketahui bahwa skill CPR memburuk dalam beberapa
bulan latihan dan oleh karena itu strategi pelatihan kembali setiap tahun bisa saja
tidak begitu sering dilakukan. Walaupun optimal interval tidak diketahui, frekuensi
pelatihan kembali “dosis rendah” bisa menguntungkan.
 Pelatihan pada skill non tekhnik (contoh skill komunikasi, kepemimpinan dalam
tim serta peran setiap anggota tim) sangat penting untuk tambahan teknik pelatihan
skil. Tipe pelatihan ini harus disatukan kedalam kelas bantuan hidup / life support.
 Pengendara ambulans memiliki peran penting dalam memainkan pedoman
penyelamat bagaimana untuk memberikan CPR. Peran ini memerlukan pelatihan
khusus untuk dapat memberikan instruksi yang jelas dan efektif dalam situasi yang
tegang.
b) Implementasi
 Wawancara perjalanan data dalam fokus performa telah menunjukkan untuk
meningkatkan performa dari tim resuscitation. Kami sangat merekomendasikan
penggunaannya untuk memenej tim pada pasien cardiac arrest.
 Sistem regional mencakup cardiac arrest centre harus didukung, karena adanya
asusiasi dengan meningkatnya kemungkinan hidup dan hasil neurologi pada
korban cardiac arrest diluar rumah sakit.
 Sistem baru telah dikembangkan untuk memberi sinyal kepada orang-orang
dikejadian untuk melokalisir AED terdekat. Berbagai tekhnologi yang dapat
meningkatkan pemberian CPR oleh orang-orang yang ada dikejadian dengan akses
cepat ke AED harus didukung.
 “Membutuhkan sebuah sistem untuk menyelamatkan sebuah nyawa” (Http
://www.resuscitationacademic.com/) sistem kesehatan dengan tanggung jawab
untuk menejemen pasien dalam cardiac arrest (contoh organisasi EMS, Cardiac
arrest centre) harus dievaluasi prsesnya untuk meyakinkan bahwa mereka dapat
memberikan perawatan yang akan menghasilkan nilai bertahan hidup paling baik.

10
Kode etik dalam resuscitation dan keputusan-keputusan saat akhir hidup atau end of life
decisions

Pedoman ERC pada tahun 2015 mencakup diskusi terperinci dari prinsip etik yang
menyokong cardio pulmonari resuscitation.

Rentetan Penyelamatan Hidup


Rentetan penyelamatan hidup dirangkum dalam hubungan yang penting yang
diperlukan dalam kesuksesan resusitasi. (Gambar 1.2). sebagian besar hubungan ini berlaku
untuk korban baik serangan akibat primer dari jantung dan asfiksia.
1. Pengenalan awal dan panggilan untuk pertolongan
Pengenalan nyeri dada akibat jantung dan memanggil layanan darurat sebelum korban
kolaps memungkinkan layanan medis darurat tiba lebih cepat, semoga sebelum
serangan jantung terjadi, sehingga mengarah ke penyelamatan hidup yang lebih baik.
Setelah serangan jantung terjadi, pengenalan diri sangat penting untuk memungkinkan
aktivasi cepat dari EMS dan inisiasi cepat dari pemberi CPR. Observasi utama adalah
tidak adanya respon dan tidak bernapas normal.
2. Pemberian CPR awal
Inisiasi CPR awal dapat dua atau empat kali penyelamatan hidup setelah serangan
jantung. Jika bisa, pengamat dengan pelatih CPR harus memberikan penekanan dada
bersamaan dengan ventilasi. Ketika pengamat belum terlatih dalam CPR,maka
operator emergency medical harus menginstruksikan dia untuk hanya memberikan
kompresi dada sambil menunggu kedatangan penolong yang profesional.
3. Defibrilasi awal
Defibrilasi dalam waktu 3-5 menit dari kolaps dapat menghasilkan tingkat
kelangsungan hidup setinggi 50-70%. Hal ini dapat dicapai dengan akses publik dan
penukaran AEDs.
4. Awal pemberian bantuan hidup lanjutan dan standar perawatan pasca-resusitasi.
Pemberian bantuan hidup lanjutan dengan manajemen jalan nafas, obat-obatan dan
mengoreksi faktor penyebab mungkin diperlukan jika upaya awal pada resusitasi tidak
sukses.

11
Urutan BLS Dewasa

Gambar 1.3 menyajikan langkah demi langkah urutan untuk penyedia terlatih. Hal
ini terus menyoroti pentingnya memastikan keselamatan korban dan keselamatan pengamat
CPR. Meminta tambahan bantuan (jika diperlukan) yang tergabung dalam layanan darurat
memperingatkan langkah di bawah ini. Hal ini diakui bahwa langkah awal memeriksa
respon, membuka jalan napas, memeriksa pernapasan dan memanggil operator medis
darurat dapat dilakukan secara bersamaan atau dalam rangkaian cepat.
Mereka yang tidak terlatih untuk mengenali cardiac arrest dan memulai CPR tidak
akan menyadari pedoman ini dan olehnya itu memerlukan bantuan operator setiap kali
mereka membuat keputusan untuk memanggil 112 (Gambar 1.4).

12
Membuka jalan nafas dan Memeriksa pernafasan
Penyedia terlatih harus menilai korban kolaps dengan cepat untuk menentukan
apakah merespon atau bernapas normal. Buka jalan nafas dengan menggunakan head tilt
dan chin lift sementara menilai apakah korban bernapas normal.

Memperingatkan layanan darurat


112, adalah nomor telepon darurat di Eropa, tersedia di segala tempat di Uni Eropa
dan biaya gratis.. Kontak awal dengan layanan darurat akan memfasilitasi bantuan operator
dalam mengenali cardiac arrest, instruksi telefon tentang bagaimana pemberian CPR,
layanan medis darurat/pengiriman responden pertama, dan lokasi dan pengiriman dari
AED.

Permulaan kompresi dada


Ketika aliran darah berhenti setelah cardiac arrest, masih terdapat sisa oksigen pada
darah di paru-paru dan sistem untuk beberapa menit. Sehingga prioritas ditekankan pada
kompresi dada, merupakan rekomendasi agar CPR harus dimulai dengan kompresi dada
daripada ventilasi terlebih dahulu.
Saat memberikan kompresi dada manual:
1. Memberikan penekanan ‘di tengah dada’
2. Kompresi dengan kedalaman minimal 5 cm tapi tidak lebih dari 6 cm
3. Kompresi dada pada kecepatan 100-120 min-1 dengan sedikit interupsi sedapat
mungkin.
4. Biarkan dada untuk recoil sepenuhnya setelah setiap kompresi; tidak bersandar di
dada.

Posis Tangan
Studi eksperimental menunjukkan respon hemodinamik yang lebih baik ketika
kompresi dada dilakukan pada bagian bawah dari sternum. Disarankan bahwa lokasi ini
diajarkan dengan cara yang sederhana, seperti “tempatkan telapak tangan Anda di tengah
dada dengan tangan yang lain di atas”. Kompresi dada paling mudah diberikan melalui satu
pemberi CPR yang berlutut disisi korban, karena hal ini memudahkan antara kompresi
dengan ventilasi dengan minimal interupsi. CPR dilakukan di atas kepala korban bagi
pemberi CPR tunggal dan posisi mengangkang jika dua penolong selama CPR, dapat
dipertimbangkan jika tidak mungkin untuk pemberian kompresi dari samping, misalnya
ketika korban berada dalam ruang yang sempit.

13
14
15
16
Kedalaman Kompresi
Data dari empat studi observasional terbaru menunjukkan bahwa kedalaman
kompresi berkisar antara 4,5-5,5 cm pada dewasa menyebabkan hasil yang lebih baik dari
semua kedalaman kompresi lain selama CPR manual. Salah satu studi menemukan bahwa
kedalaman kompresi 46 mm adalah terkait dengan angka tertinggi kelangsungan hidup.
Oleh karena itu ERC mendukung rekomendasi ILCOR bahwa kedalaman kompresi dada
sekitar 5 cm tapi tidak lebih dari 6 cm yang merupakan ukuran rata pada orang dewasa.
Sejalan dengan ILCOR, ERC memutuskan untuk mempertahankan pedoman 2010 dimana
kedalaman kompresi dada minimal 5 cm tapi tidak lebih dari 6 cm.

Kecepatan Kompresi
Dua peneliti menemukan kelangsungan hidup yang tinggi diantara pasien yang
menerima kompresi dada pada tingkat 100-120 min-1. Sangat tinggi kecepatan kompresi
dada dikaitkan dengan penurunan kedalam kompresi dada. Oleh karena itu ERC
merekomendasikan bahwa kompresi dada harus dilakukan pada kecepatan 100-120 min-1.

17
Minimal interupsi dalam kompresi dada
Pra dan paska shock kurang dari 10 s dan fraksi kompresi dada > 60% berhubungan
dengan peningkatan hasil. Interupsi pada kompresi dada harus diminimalkan.

Permukaan Keras
CPR harus dilakukan pada permukaan yang keras bila mungkin. Bukti untuk
penggunaan backboards masih belum jelas. Jika backboards digunakan, hati-hati untuk
menghindari gangguan selama CPR dan dapat mencabut infus atau tabung lainnya selama
penempatan papan.

Recoil Dinding Dada


Membiarkan recoil sempurna pada dada setiap setelah kompresi memberikan hasil
yang lebih baik untuk kembalinya aliran vena ke dada dan meningkatkan efektivitas dari
CPR. Oleh karena itu pemberi CPR harus berhati-hati untuk menghindari bersandar pada
dada setelah setiap kompresi dada.

Siklus Wajib
Sangat sedikit bukti untuk merekomendasikan suatu siklus wajib yang spesifik dan
karena itu tidak ada bukti yang memadai untuk mendorong perubahan dari rekomendasi
rasio saat ini yaitu 50%

Feedback dari Teknik Kompresi


Tidak ada satu pun dari studi tentang feedback atau perlengkapan yang cepat yang
didemonstrasikan untuk meningkatkan kelangsungan hidup untuk pelaksanaan dengan
feedback. Penggunaan feedback CPR atau perlengkapan yang cepat selama CPR harus
selalu dipertimbangkan sebagai bagian dari sistem yang lebih luas dari perawatan yang
harus mencakup kemajuan kualitas CPR komprehensif dan inisiativ lebih dari sebagai
intervensi terisolasi.

Penyelamatan Pernapasan
Kami menyarankan bahwa selama CPR volume tidal dewasakira-kira 500-600 ml
(6-7 ml/kg) yang diberikan. Praktiks, ini adalah volume yang dibutuhkan untuk
menyebabkan peningkatan dada secara nyata. Pemberi CPR harus mengarahkan durasi
pemompaan kira-kira 1 s, dengan volume yang cukup untuk membuat peningkatan dada

18
dari korban, tapi menghindari pernapasan yang cepat atau kuat. Interupsi maksimum dalam
kompresi dada untuk memberikan dua nafas tidak boleh lebih dari 10 s.

Rasio Kompresi-Ventilasi
Rasio 30:2 direkomendasikan di pedoman ERC 2010 untuk penolong CPR tunggal
mencoba resusitasi pada dewasa. Beberapa studi observasional telah melaporkan hasil yang
sedikit lebih baik setelah perubahan pelaksanaan pedoman, yaitu beralih dari rasio
kompresi-ventilasi 15:2 ke 30:2. Oleh karena itu ERC melanjutkan rasio kompresi-ventilasi
30:2.

Obstruksi Benda Asing (Tersedak)


Obstruksi pernafasan akibat benda asing biasanya terjadi ketika korban sedang
makan atau minum. Gambar 1.5 memaparkan mengenai algoritma pengobatan untuk orang
dewasa dengan obstruksi pernapasan akibat benda asing. Benda asing dapat menyebabkan
ringan atau beratnya obstruksi. Pada korban obstruksi pernafasan yang sadar penting untuk
ditanyakaan “Apakah Anda tersedak?”. Obstruksi ringan maka korban masih mampu untuk
berbicara, batuk dan bernafas. Pada korban yang tidak mampu berbicara, batuk yang
melemah, berusaha untuk bernafas atau tidak dapat bernafas merupakan tanda obstruksi
yang berat.

Pengobatan untuk Obstruksi Jalan Nafas Ringan


Memaksa korban untuk batuk karena batuk menghasilkan tekanan saluran nafas
yang tinggi dan diteruskan sehingga dapat mengeluarkan benda asing.

19
20
Pengobatan untuk Obstruksi Jalan Nafas Berat
Untuk orang dewasa dan anak-anak usia diatas 1 tahun yang sadar dengan obstruksi
pernafasan karena benda asing yang komplet, laporan kasus telah menunjukkan efektivitas
dari back blow atau slaps, abdominal thrust dan chest thrust. Kemungkinan keberhasilan
meningkat ketika dilakukan kombinasi dari back blow atau slap, dan abdominal dan chest
thrust.

Pengobatan Obstruksi Jalan Nafas Akibat Benda Asing pada Korban yang Unresponsive
Sebuah percobaan acak pada 140 cadaver dan 2 volunter calaon pelajar anastesi,
menunjukkan bahwa lebih tinggi tekanan jalan nafas dengan menggunakan chest thrust
dibandingkan dengan abdominal thrust. Oleh karena itu kompresi dada harus dimulai
segera jika koban mulai tidak merespon atau tidak sadar. Setelah kompresi dada 30 kali
dilanjutkan dengan ventilasi 2 kali dan dilanjutkan CPR sampai korban pulih dan kembali
bernafas normal.
Korban dengan batuk yang kontinyu, kesulitan menelan atau sensasi dari obyek
yang masih terjebak dalam tenggorokanharus dirujuk untuk mendapatkan penanganan
medis. Abdominal thrust dan kompresi dada dapat berpotensi menyebabkan injuri internal
yang serius dan pada semua korban yang berhasil diobati dengan langkah-langkah ini
setelah itu harus diperiksa untuk kejadian injurinya.

Pedoman Pencegahan Cardiac Arrest di Rumah Sakit


Awal pengenalan dari memburuknya pasien dan pencegahan dari cardiac arrest
merupakan hubungan awal dalam urutan dari penyelamattan hidup. Pada waktu cardiac
arrest terjadi, hanya sekitar 20% dari pasien yang memiliki cardiac arrest di rumah sakit
akan sembuh dan pulang ke rumah. Rumah sakit harus menyediakan sistem perawatan yang
mencakup : a) edukasi staf mengenai tanda –tanda dari perburukan pasien dan pemikiran
untuk respon yang cepat pada penyakit, b) tepat, dan sering memonitoring tanda vital dari

21
pasien, c)pedoman yang jelas (misalnya melalui kriteria panggilan atau peringatan skor
dini) untuk membantu staf dalam mendeteksi dini perburukan keadaan pasien, d)sistem
yang jelas dan seragam dari memberikan informasi bantuan, e)respon klinis yang tepat dan
tepat waktu untuk memanggil pertolongan.

Pencegahan Kematian Jantung Mendadak (SCD)di Luar Rumah Sakit


Sebagian besar korban SCD memiliki riwayat penyakit jantung dan tanda-tanda
peringatan, paling sering nyeri dada, pada jam-jam sebelum cardiac arrest. Rupanya pada
anak-anak dan orang dewasa muda yang sehat yang menderita SCD juga dapat memiliki
tanda dan gejala (misalnya pingsan / pra-pingsan, nyeri dada dan palpitasi) yang harus
diwaspadai oleh tenaga kesehatan profesional untuk mencari bantuan ahli untuk mencegah
cardiac arrest. Identifikasi setiap individu dengan kondisi herediter dan melakukan skrining
pada setiap anggota keluarga dapat membantu mencegah kematian pada orang muda
dengan mewarisi penyakit jantung.

Resusitasi Pra-Rumah Sakit


CPR versus defibrilasi pertama untuk cardiac arrest di luar rumah sakit
Personil EMS harus memberikan CPR yang kualitas tinggi sementara defibrilator diambil,
diterapkan dan dibebankan. Defibrilasi tidak boleh jika dibutuhkan untuk membuat
kebutuhan untuk defibrilasi dan pengisian.

Penghentian dari Peraturan Resusitasi


Pemberhentian bantuan hidup dasar dari aturan resusitasi adalah prediksi kematian
ketika diterapkan melalui defibrilasi hanya teknisi medis darurat. Aturan
merekomendasikan penghentian ketika tidak ada ROSC, tidak ada shock diberikan dan
personil EMS tidak menyaksikan arrest. Beberapa studi telah menunjukkan generalisability
eksternal dari peraturan ini. Lebih studi terbaru menunjukkan bahwa sistem EMS
menyediaakan intervensi ALS dapat aturan BLS ini dan karena itu disebut ‘universal’
aturan penghentian resusitasi.

Resusitasi di Rumah Sakit


Setelah cardiac arrest di rumah sakit, pembagian antara BLS dan ALS berubah-
ubah; dalam prakteknya, proses resusitasi adalah suatu yang kontinyu dan didasarkan pada

22
pengertian biasa. Algoritma untuk management cardiac arrest di rumah sakit ditunjukkan
pada gambar 1.6.

 Pastikan keamanan personal


 Ketika tenaga kesehatan profesional melihat pasien kolaps atau menemukan
pasien tampak tidak sadarkan diri dalam area klinis, mereka pertama harus
memanggil bantuan (misalnya bel emergensi, berteriak), kemudian menilai jika
pasien respon. Goncang bahu dengan lembut dan bertanya dengan keras :”apakah
kamu baik-baik saja?”
 Jika ada beberapa staf di dekat area tersebut maka memungkinkan untuk
melakukan tindakan secara bersama-sama.

Respon Pasien
Penilaian medis yang mendesak diperlukan. Sementara menunggu tim ini, berikan
oksigen, pasang monitor dan pasang infus.

23
Pasien Unresponsive
Pernapasan agonal (sesekali napas,lambat, susah bernapas atau pernapasan yang ribut)
adalah umum pada tahap awal dari cardiac arrest dan merupakan sebuah tanda cardiac
arrest dan tidak boleh bingung menyatakan sebagai sebuah tanda kehidupan. Pernapasan
agonal dapat juga terjadi selama kompresi dada sebagai peningkatan perfusi di cerebral,
tetapi bukan indikasi dari ROSC. Cardiac arrest awalnya dapat menyebabkan kejang yang
sesaat yang dapat membingungkan dengan epilepsi.
 Berteriak untuk meminta tolong (jika tidak siap)
Putar korban ke punggungnya dan buka jalan napas.
 Buka jalan napas dan cek pernapasan
o Buka jalan napas menggunakan head tilt, chin lift
o Menjaga jalan napas terbuka, look,listen dan feel untuk pernapasan
normal (sesekali bernafas,lambat, susah bernapas atau pernapasan yang
ribut merupakan pernapasan yang tidak normal) :
 Look: pengembangan dada
 Listen: suara nafas dari mulut korban
 Feel: udara pada pipi Anda
 Look,listen dan feel dilakukan tidak lebih dari 10 detik untuk menentukan apakah
korban bernapas normal
 Periksa tanda-tanda sirkulasi :
o Ini mungkin sulit untuk menentukan tidak ada tekanan nadi. Jika pasien
tidak memiliki tanda-tanda kehidupan (kesadaran,pergerakan,pernapsan
normal,atau batuk), atau jika ada keraguan mulai CPR segera sampai
bantuan yang lebih berpengalaman tiba atau pasien menunjukkan tanda-
tanda kehidupan
o Memberikan kompresi dada pada pasien dengan jantung yang masih
berdetak mungkin tidak menyebabkan kerusakan. Namun,keterlambatan
dalam mendiagnosa cardiac arrest dan mulai CPR akan memberikan efek
buruk bagi kelangsungan hidup dan hal ini harus dihindari
o Hanya mereka yang berpengalaman dalam ALS harus mencoba untuk
menilai tekanan nadi arteri karotis sementara secara bersamaan mencari

24
tanda kehidupan. Penilaian ini harus cepat tidak boleh lebih dari 10
detik.mulai CPR jika ada keraguan tentang ada tidaknya tekanan nadi.
 Jika ada tanda kehidupan ,penilaian medis mendesak diperlukan. Tergantung
pada protokol lokal, hal ini dapat mengambil bentuk tim resusitasi. Sementara
menunggu tim ini, berikan pasien oksigen, pasang monitor, pasang infus. Ukuran
yang dapat dipercayai yaitu sturasi oksigen dari pembuluh darah arteri (misalnya
pulse oximetry(SpO2)) dapat dicapai, titrasi oksigen inspirasi yang dicapai dari
sebuah SpO2 adalah 94-98%.
 Jika tidak bernapas, tetapi terdapat tekanan nadi (gangguan respirasi), ventilasi
dari pulmo pasien dan periksa sirkulasi setiap 10 napas. Mulai CPR jika ada
keraguan ada tidaknya sebuah tekanan nadi.

Memulai CPR di Rumah Sakit


 Salah satu orang memulai CPR dan yang lain memanggil tim resusitasi dan
mengumpulkan peralatan resusitasi dan defibrilator. Jika hanya satu orang staf
yang ada, maka berarti akan meninggalkan pasien
 Berikan kompresi dada sebanyak 30 diikuti oleh ventilasi sebanyak 2 kali.
 Kedalaman kompresi minimal 5 cm tapi tidak boleh lebih dari 6 cm
 Kompresi dada harus dilakukan dengan kecepatan 100-120 min1-
 Biarkan dada untuk recoil sempurna setelah setiap kompresi, jangan bersandar
pada dada
 Interupsi minimal dan pastikan kompresi dada berkualitas tinggi
 Melakukan kompresi dada berkualitas tinggi untuk waktu yang lama sampai lelah;
dengan minimal interupsi, coba mengganti personal untuk melakukan kompresi
dada setiap 2 menit.
 Manjaga jalan nafas dan ventilasi paru-paru dengan peralatan yang paling tepat di
tangan. Ventilasi pocket-mask atau ventilasi bag-mask untuk dua penolong, yang
dapat dilengkapi dengan pernapasan oral, harus dimulai.
 Alternatif lain, gunakan perangkat supraglotic airway (SGA) dan self-inflating bag.
Intubasi trakea harus dilakukan oleh mereka yang terlatih, kompeten dan
berpengalaman dalam keterampilan ini.
 Bentuk gelombang capnography harus digunakan untuk konfirmasi tempat
tracheal tube dan monitoring tingkat ventilasi. Bentuk gelombang capnography

25
juga dapat digunakan dengan perangkat bag-mask dan SGA. Lebih lanjut
penggunaan gelombang capnography untuk monitoring kualitas dari CPR dan
berpotensi mengidentifikasi ROSC selama CPR dibahas kemudian pada bagian ini.
 Penggunaan waktu inspirasi selama 1 detik dan memberikan volume yang cukup
untuk menghasilkan peningkatan dada yang normal. Memberikan tambahan
oksigen untuk mendapatkan inspirasi oksigen tertinggi sesegera mungkin.
 Setelah pasien dilakukan intubasi atau setelah dimasukkan SGA, lanjukan terus
kompresi dada (kecuali untuk defibrilasi atau ketika indikasi untuk cek nadi) pada
kecepatan 100-120/menit dan ventilasi pada pulmo sekitar 10 napas/menit. Hindari
hiperventilasi (peningkatan kecepatan untuk keduanya dan volume tidal).
 Jika tidak ada peralatan airway dan ventilasi yang tersedia, pertimbangkan
pemberian napas bantu melalui mulut ke mulut. Jika ada alasan klinis menghindari
kontak mulut ke mulut ata Anda tidak dapat melakukan hal ini, lakukan kompresi
dada sampai bantuaan peralatan airway tiba.
 Ketika defibrilator tiba, pasang pelengket pads defibrilator untuk pasien sementara
tetap melakukan kompresi dada dan kemudian secara singkat menganalisis irama.
Jika pelengket pads defibrilator tidak tersedia, gunakan paddles. Berhenti sejenak
untuk menilai irama jantung. Dengan manual defibrilator, jika irama jantung
VF/pVT isi defibrilator dan penolong lain tetap lanjutkan kompresi dada. Setelah
defibrilator diisi, hentikan kompresi dada dan berikan satu kali kejutan listrik, dan
segera lanjutkan kompresi dada. Pastikan tidak ada yang menyentuh pasien selama
pemberian kejutan listrik. Rencana dan memastikan defibrilator aman sebelum
jeda direncanakannya kompresi dada.
 Jika menggunakan Automated External Defibrilator (AED) ikuti petunjuk audio
visual AED dan juga bertujuan untuk meminimalisir jeda dalam kompresi dada
jika mengikuti petunjuk tersebut dengan cepat.
 Dalam beberapa pengaturan dimana perekat pads defibrilator tidak tersedia, maka
alternatif lain yang dapat digunakan adalah paddles untuk digunakan dalam
meminimalis jeda preshock.
 Dalam beberapa negara strategi defibrilasi melibatkan pengisian defibrilasi
menjelang akhir siklus CPR yakni setiap 2 menit dalam persiapan untuk mengecek
nadi digunakan. Jika irama jantung VF/pVT kejutan listrik diberikan dan CPR

26
dilanjutkan. Apakah hal ini sudah pasti memberikan keuntungan, belum diketahui,
tetapi hal itu sudah pasti pengisian defibrilator untuk irama nonshockable .
 Restart kompresi dada segera setelah upaya defibrilasi. Minimalisir interupsi dari
kompresi dada. Ketika menggunakan defibrilasi manual memungkinkan untuk
mengurangi jeda antara berhenti dan memulai kembali kompresi dada kurang dari
5 detik.
 Lanjtkan resusitasi sampai tim resusitasi tiba atau pasien menunjukkan tanda-tanda
kehidupan. Ikuti petunjuk suuara ketika menggunakan AED.
 Setelah resusitasi sedang berlangsung, dan jika ada staf yang cukup siapkan infus
dan obat-obatan mungkin digunakan oleh tim resusitasi (seperti adrenalin).
 Mengidentifikasi satu orang yang bertanggung jawab untuk mengarahkan untuk
menjadi pemimpin tim resusitasi. Gunakan alat komunikasi yang terstruktur untuk
mengarahkan (misalnya SBAR,RSVP). Cari catatan pasien.
 Kualitas kompresi dada selama CPR di rumah sakit adalah sering suboptimal.
Pentingnya penekanan dada yang terus-menerus tidak dapat ditekankan. Bahkan
interupsi yang sedikit pada kompresi dada memberikan hasil yang buruk dan setiap
usaha harus pasti dibuat kontinyu, kompresi dada efektif dipertahankan sepanjang
upaya resusitasi. Kompresi dada harus dimulai pada awal upaya resusitasi dan
dilakukan terus-menerus kecuali mereka berhenti secara singkat untuk melakukan
intervensi spesifik (misalnya cek irama). Kebanyakan intervensi dapat dilakukan
tanpa interupsi pada kompresi dada. Pemimpin tim harus memantau kualitas CPR
dan alternatif pemberi CPR jika kualitas dari CPR kurang.
 Lanjutkan pemantauan EtCO2 selama CPR dapat digunakan sebagai indikasi untuk
kualitas dari CPR dan meningkatnya EtCO2 dapat menjadi indikator dari ROSC
selama kompresi dada.
 Jika memungkinkan, orang yang memberikan kompresi dada harus diganti setiap
2 menit, tapi tanpa jeda dalam kompresi dada.
Algoritma Pengobatan ALS
 Meskipun algoritma cardiac arrest ALS (Gambar 1.7) ini berlaku untuk semua
cardiac arrest, intervensi tambahan muungkin mungkin diindikasikan untuk
cardiac arrest untuk keadaan khusus. (lihat bagian 4)
 Intervensi yang tidak diragukan lagi berkontribusi meningkatkan kelangsungan
hidup setelah cardiac arrest yang cepat dan efektif pemberi bantuan hidup dasar

27
(BHD), tanpa gangguan, kompresi dada yang kualitas tinggi dan defibrilasi awal
untuk VF/pVT. Penggunaan adrenalin telah terbukti meningkatkan ROSC tetapi
tidak survive untuk pembebasan. Selanjutnya ada kemungkinan bahwa hal itu
menyebabkan kelangsungan neurologis jangka panjang lebig buruk. Demikian
pula, bukti untuk mendukung penggunaan intervensi airway yang canggih selama
ALS tetap terbatas. Jadi meskipun obat-obatan dan pngolahan jalan napas yang
canggih masih termasuk diantara intervensi ALS, mereka masih dalam pengobatan
sekunder yang terpenting adalah defibrilasi awal dan kualitas tinggi, tidak ada
interupsi dari kompresi dada.

Algoritma Pengobatan ALS


Meskipun algoritma cardiac arrest ALS (Gambar 1.7) ini berlaku untuk semua
intervensi cardiac arrest, tambahan mungkin diindikasikan untuk cardiac arrest untuk
keadaan khusus. (lihat bagian 4)
Sama halnya dengan pedoman sebelumnya, algoritma ALS membedakan antara
irama shockable dengan non-shockable. Secara luas setiap siklus sama, dengan total 2
menit dari CPR yang diberikan sebelum menilai irama dan tempat indikasi, perabaan dari
nadi. Adrenalin 1 mg disuntikan setiap 3-5 menit sampai ROSC dicapai waktu dari dosis
inisial adrenalin dijelaskan di bawah ini. Dalam VF atau pVT, dosis tunggal amiodaron 300
mg ditunjukkan setelah 3 kali total dari kejutan listrik, dan dosis lanjut sebanyak 150 mg
dapat dipertimbangkan setelah 5 kali kejutan listrik. optimal dari waktu siklus CPR tidak
diketahui dan algoritma untuk siklus yang panjang (3 menit) yang ada meliputi waktu yang
berbeda untuk dosis adrenalin.

Irama Shockable ( Ventricular Fibrilation/Pulseless Ventricular Tachycardia)


Setelah dikonfirmasi cardiac arrest, memanggil bantuan (termasuk permintaan
defibrilator) dan mulai CPR, dimulai dengan kompresi dada, dengan rasio kompresi:
ventilasi (CV) 30:2. Ketika defibrilator tiba, teruskan kompresi dada sambil memasang
elektroda defibrilator. Identifikasi irama dan obati sesuai dengan algoritma ALS.
 Jika VF/pVT dikonfirmasi, isi defibrilator sambil penolong tetap melakukan
kompresi dada. Setelah defibrilator terisi, hentikan sementara kompresi dada, cepat
pastikan semua penolong tidak berada di dekat pasien dan berikan satu kejutan
listrik.

28
 Tingkat energi dari kejutan listrik defibrilator tidak berubah dari pedoman 2010.
Untuk gelombang bentuk bifasik menggunakan energi kejutan listrik awal minimal
150 J. Dengan defibrilator manual hal itu dapat dipertimbangkan untuk
meningkatkan energi kejutan listrik jika mungkin, setelah sebuah kejutan listrik
gagal dan untuk pasien dengan kejadiaan refibrilasi.
 Meminimalkan penundaan antara penghentian kompresi dada dan pemberian
kejutan listrik (jeda preshock); bahkan 5-10 detik penundaan akan mengurangi
kesempatan berhasilnya kejutan listrik.
 Tanpa berhenti utuk menilai kembali irama atau meraba denyut nadi, melanjutkan
CPR (rasio CV 30:2) segera setelah kejutan listrik, mulai dengan kompresi dada
untuk membatasi jeda post-shock dan total jeda peri-shock.
 Melanjutkan CPR untuk 2 menit, kemudian berhenti sejenak untuk menilai irama;
jika tetap VF/pVT, berikan kejutan listrik yang kedua kali (150-360 J bifasik).
Tanpa berhenti untuk menilai kembali irama atau meraba denyut nadi, melanjutkan
CPR (rasio CV 30:2) segera setelah kejutan listrik, dimulai dengan kompresi dada.
 Lanjutkan CPR untuk 2 menit, kemudian berhenti sesaat untuk menilai irama, jika
masih VF/pVT, berikan kejutan listrik ketiga kali (150-360 J bifasik). Tanpa
menilai kembali ritme dan meraba denyut nadi lanjutkan CPR (rasio CV 30:2)
segera setelah kejutan listrik, dimulai dengan kompresi dada.
 Jika akses IV/IO telah dipasang, selama CPR 2 menit berikutnya berikan adrenalin
1 mg dan amiodaron 300 mg.
 Penggunaan gelombang capnography memungkinkan untuk ROSC terdeteksi
tanpa penghentian kompresi dada dan dapat digunakan sebagai cara untuk
menghindari bolus injeksi adrenalin setelah ROSC telah dicapai. Beberapa studi
pada manusia telah menunjukkan bahwa ada peningkatan yang signifikan dalam
EtCO2 ketika ROSC terjadi. Jika ROSC diduga selama CPR menahan adrenalin.
Berikan adrenalin jika cardiac arrest sudah dikonfirmasi pada pengecekkan irama
berikutnya.
 Jika ROSC belum dicapai dengan 3 kali kejutan listrik, adrenalin dapat
meningkatkan aliran darah miokard dan meningkatkan kemungkinan suksesnya
defibrilasi dengan kejutan listrik berikutnya.
 Waktu dosis adrenalin dapat menyebabkan kebingungan antara Pemberi ALS dan
aspek ini perlu ditekankan selama pemberian pelatihan. Pelatihan harus

29
menekankan bahwa pemberian obat tidak harus menyebabkan gangguan dalam
CPR dan penundaan interupsi seperti defibrilasi. Data pada percobaan manuasia
menunjukkan obat dapat diberikan tanpa mempengaruhi kualitas dari CPR.
 Setelah setiap 2 menit siklus CPRjika irama jantung berubah menjadi asystole atau
PEA, lihat ‘irama non-shockable’ di bawah. Jika terjadi irama non-shockable dan
irama diorganisir (muncul kompleks regular atau sempit) coba untuk meraba nadi.
Pastikan cek irama yang singkat dan cek denyut nadi yang dilakukan hanya jika
diamati irama terorganisir. Jika ada keraguaan dengan keberadaan denyut nadi
dengan irama teratur, tetap lanjutkan CPR. Jika ROSC telah dicapai, mulai
perawatan pasca resusitasi.
Terlepas dari tahanan irama, setelah dosis inisial adrenalin diberikan, berikan dosis
lanjutan adrenalin 1 mg setiap 3-5 menit sampai ROSC dicapai; dalam prakteknya,ini akan
menjadi sekitar sekali setiap 2 siklus dari algoritma. Jika tanda kehidupan kembali selama
CPR (ada gerakan, pernapasan normal, batuk) atau terjadi peningkatan dalam EtCO2,cek
monitor; jika irama terorganisir muncul, cek denyut nadi. Jika nadi teraba, mulai perawatan
post resusitasi. Jika denyut nadi tidak teraba lanjutkan CPR.
Jika pasien memiliki pantauan dan disaksikan cardiac arrest dalam laboratorium
kateter, perawatn unit koroner, area perawatn kritis atau sedang dipantau setelah operasi
jantung, dan manual defibrilasi dengan cepat tersedia :
 Konfirmasi cardiac arrest dan minta bantuan
 Jika irama awal adalah VF/pVT, berikan 3 sekaligus dengan cepat kejutan listrik
 Cek dengan cepat perubahan irama dan jika sesuai, ROSC setelah setiap upaya
defibrilasi.
 Mulai kompresi dada dan kontinyu CPR untuk 2 menit jika setelah 3 kali kejutan
listrik tidak berhasil.

30
Strategi pemberian 3 kejutan listrik dapat dipertimbangkan untuk penangannan
awal, disaksikan cardiac arrest VF/pVT jika pasien sudah terhubung ke manual defibrilasi.

31
Meskipun ada data yang tidak mendukung stategi pemberian 3 kejutan listrik dalam
keadaan ini, tidak mungkin bahwa kompresi dada akan memperbaiki kesempatan tinggi
RSOC ketika terjadi defibrilasi awal fase elektrikal, segera setelah onset dari VF.
Airway dan ventilasi. Selama pengobatan persisten VF, pastikan kompresi dada
kualitas baik antara upaya defibrilasi. Pertimbangkan penyebab reversibel (4 Hs dan 4 Ts)
dan jika diidentifikasi, benar penyebab reversibel tersebut. Pemberian intubasi trakea
paling diandalkan dalam airway, tetapi harus dilakukan hanya oleh tenaga kesehatan yang
terlatih dan biasa melakukan serta berpengalaman dalam melakukan intubasi. Intubasi
trakea tidak harus menunda upaya defibrilasi. Personil terampil dalam management airway
yang canggih harus mencoba laringoskopi dan intubasi tanpa menghentikan kompresi
dada; penghentiaan kompresi dada dilakukan ketika tube masuk ke pita suara, tepi jeda ini
harus kurang dari 5 detik. Atau untuk menghindari interupsi kompresi dada, upaya intubasi
mungkin ditunda sampai ROSC. Tidak ada RCT telah menunjukkan bahwa intubasi trakea
meningkatkan kelangsungan hidup setelah cardiac arrest. Setelah intubasi, konfirmasi
posisi tabung benar dan aman. Ventilasi pulmo 10 kali pernafasan permenit; tidak lakukan
hiperventilasi pada pasien. Setelah pasien dilakukan intubasi trakea, teruskan kompresi
dada, pada kecepatan 100-120 permenit tanpa berhenti selama ventilasi.
Dengan tidak adanya personol yang terampil dalam melakukan intubasi trakea,
supraglotic airway (misalnya laryngeal mask airway, laryngeal tube atau igel) adalah
alternatif yang dapat diterima. Setelah SGA dimasukkan, upaya untuk memberikan
kompresi dada terus-menerus, tidak terganggu dengan ventilasi. Jika kebocoran gas yang
berlebihan, menyebabkan inadekuat ventilasi paru-paru pasien, kompresi dada harus
terganggu untuk memungkinkan ventilasi (menggunakan rasio CV 30:2)
Akses intravena dan obat. Membuat jalur intravena jika hal ini belum tercapai.
Pemasangan kanulasi vena perifer lebih cepat, lebih mudah untuk dilakukan dan lebih aman
dari kanulasi vena sentral. Injeksi obat perifer harus diikuti pembilasan dari setidaknya 20
ml cairan dan elevasi ekstermitas untuk 10-20 detik untuk memfasilitasi pemberian obat ke
pusat sirkulasi. Jika akses intravena sulit atau tidak memungkinkan, maka pertimbangkan
rute IO. IO sekarang inii menjadi rute yang efektif untuk orang dewasa. Injeksi obat melalui
intaosseous mencapai konsentrasi plasma dalam waktu yang sebanding dengan injeksi
melalui pembuluh darah.

32
Irama Non-shockable (PEA dan asistol)
Pulses electrical activity (PEA)adalah didefinisikan sebagai cardiac arrest dengan
adanya aktivitas listrik (selain ventricular tachy arrhythmia) yang akan normal
dihubungkan dengan terabanya denyut nadi. Kelangsungan hidup diikuti cardiac arrest
dengan asistol atau PEA adalah mungkin jika penyebab reversibel dapat ditemukan dan
diobati secara efektif.
Jika pemantauan awal irama adalah PEA atau asistol, mulai CPR 30;2. Jika tetap
asistol, tanpa berhenti CPR, periksa lead terpasng dengan benar. Setelah penanganan
airway yang canggih, teruskan kompresi dada tanpa berhenti selama ventilasi. Setelah 2
menit CPR, periksa kembali irama. Jika tetap asistol, lanjutkan CPR segera. Jika
menunjukkan irama terorganisir, coba meraba denyut nadi. Jika tidak ada denyut nadi (atau
jika ada keraguan mengenai denyut nasi) terus lakukan CPR.
Berikan adrenalin 1 mg segera setelah akses vena atau intraosseous dicapai, dan
ulangi pergantian setiap siklus CPR (pergantian setiap 3-5 menit). Jika denyut nadi ada,
mulai perawatan post-resusitasi. Jika tanda kehidupan kembali selama CPR, cek irama dan
cek denyut nadi. Jika ROSC disuga selama CPR jangan berikan adrenalin dan terus CPR.
Berikan adrenalin jika cardiac arrest dikonfirmasi pada pengecekkan irama berikutnya.
Setiap kali diagnosa asistol dibuat, cek ECGperawatan sepenuhnya untuk
terjadinya gelombang P, karena ini mungkin merespon lompatan jantung. Tidak ada
manfaat dalam mencoba untuk melangkah benar asistol. Selain itu, jika ada keraguaan
apakah irama adalah asistol atau sangat baik VF, jangan mencoba defibrilasi, melainkan
terus kompresi dada dan ventilasi. Melanjutkan CPR kualitas tinggi namun mungkin
meningkatkan keberhasilan defibrilasi ke irama perfusi.
Waktu CPR yang optimal antara cek irama dapat bervariasi sesuai dengan irama
cardiac arrest dan apakah itu pertama atau berikutnya loop. Berdasarkan ahli konsensus,
untuk pengobatan dari asistol atau PEA, setelah 2 menit siklus CPR, jika irama berubah
menjadi VF, ikuti algoritma untuk irama shockable. Jika tidak,lanjutkan CPR dan berikan
adrenalin setiap 3-5 menit setelah kegagalan untuk mendeteksi perabaan denyut nadi
dengan cek denyut nadi. Jika VF didentifikasi adalah VF pada monitor pada pertengahan
siklus 2 menit dari CPR, selesaikan siklus CPR sebelum irama resmi dan pemberiaan
kejutan listrikjika strategi ini sesuai akan meminimalkan gangguan dalam kompresi dada.

33
Penyebab Potensial Reversibel
Penyebab potensial atau faktor yang memberatkan untuk pengobatan spesifik harus
dipertimbangkan selama setiap cardiac arrest. Untuk memudahkan, hal ini dibagi dalam 2
kelompok dari empat, didasarkan pada awalan huruf : baik H atau T. Untuk lebih detailnya
dapat dilihat pada bagian 4 (keadaan khusus).
Penggunaan pencitraan USG selama bantuan hidup lanjutan. Beberapa studi telah
meneliti penggunaan USG selama cardiac arrest untuk mendeteksi penyebab potensial
reversibel. Meskipun tidak ada studi yang menunjukkan bahwa modalitas penggunaan
pencitraan ini meningkatkan hasil, tidak ada keraguan bahwa ekokardiografi memiliki
potensi yang cukup untuk mendeteksi penyebab reversibel dari cardiac arrest. Integrasi
USG sebagai bantuan hidup lanjutan membutuhkan pelatihan yang cukup untuk
meminimalkan interupsi dari kompresi dada.

Pemantauan selama bantuan hidup lanjut


Ada beberapa metodedan teknologi muncul untuk memantau pasien selama CPR dan
berpotensi membantu pedoman intervensi ALS. Ini termasuk :
 Tanda klinis seperti upaya bernaps, pergerakan dan membuka mata dapat terjadi
selama CPR. Ini dapat mengindikasikan ROSC dan memerlukan veribikasi oleh
irama dan cek denyut nadi, tetapi dapat juga terjadi karena CPR dapat
menghasilkan sirkulasi yang cukup untuk mengembalikan tanda-tanda kehidupan
termasuk kesadaran.
 Penggunaan umpan balik CPR atau upaya mendesak selama CPR dibahas dalam
bagian 2 Bantuan Hidup Dasar. Penggunaan umpan balik CPR hanya boleh
dianggap sebagai bagian dari sistem perawatan yang lebih luas yang harus
mencakup peningkatan kualitas CPR yang komprehensif dan inisiatif.
 Cek denyut nadi ketika irama EKG cocok dengan hasil dapat digunakan untuk
identifikasi ROSC, tetapi mungkin tidak mendeteksi denyut nadi pada mereka
yang cardiac outputnya rendah dan tekanan darah rendah. Nilai untuk meraba
pulsasi dari arteri selama kompresi dada untuk menilai efektivitas kompresi dada
tidak jelas. Tidak ada katup di vena cava inferior dan aliran balik darah ke sistem
vena dapat menghasilkan pulsasi dari vena femoral. Pulsasi arteri karotis selama
CPR tidak selalu menunjukkan perfusi miokard dan serebral memadai.
 Monitoring irama jantung melalui pads, paddles atau EKG adalah bagian standar
dari ALS. Pencegahan gerakan artefak untuk menilai irama jantung selama

34
kompresi dada memaksa tim penyelamat untuk menghentikan kompresi dada
untuk menilai irama, dan mencegah penilaian awal VF/pVT. Beberapa defibrilator
modern memiliki filter yang menghapus artefak dari kompresi tapi tidak ada studi
manusia yang menunjukkan perbaikan dalam hasil dari penggunaan itu. Kami
menyarankan penggunaan terhadap rutin dari algoritma filter-artefak untuk
analisis dari irama EKG selama kecuali sebagai bagian dari program
penelitian.penggunaan gelombang capnography selama CPR memiliki penekana
lebih besar dalam Pedoman 2015 dan ditunjukkan secara lebih rinci di bawah ini.
 Sampel darah dan analisi selama CPR dapat digunakan untuk mengidentifikasi
penyebab potensi reversibel cardiac arrest. Hindari sampel dari tusukan jari dalam
penyakit kriitis karena mereka mungkin tidak dapat diandalkan; melainkan,
menggunakan sampel dari pembuluh darah vena atau arteri.
 Nilai gas darah sangat sulit untuk interpretasi selama CPR. Selama cardiac arrest,
gas darah dinilai mungkin menyesatkan dan membawa kecil hubungan ke jaringan
asam basa. Analisis darah vena sentral dapat memberikan lebih baik estimasi dari
pH jaringan. Saturasi oksigen vena sentral selama ALS adalah layak tetapi
peranannya dalam pedoman CPR tidak jelas.
 Pemantauan tekanan arteri yang invasif akan memungkinkan deteksi nilai tekanan
darah rendah ketika RSOC dicapai. Pertimbangkan pembidikan untuk tekanan
diastolik aorta lebih besar dari 25 mmHg selama CPR melalui pengoptimalan
kompresi dada. Dalam praktek ini berarti melakukan pengukuran tekanan arteri
diastolik. Meskipun hemodinamik diarahkan CPR menunjukkan beberapa
manfaat dalam studi eksperimental saat ini belum ada bukti untuk peningkatan
kelangsungan hidup dengan pendekatan pada manusia.
 Penilaian USG ditujukan atas identifikasi dan pengobatan penyebab reversibel
cardiac arrest dan mengidentifikasi cardiac output yang rendah (‘pseudo PEA’).
Penggunaannya telah dibahas diatas.
 Oksimetri cerebral menggunakan spektroskopi inframerah-dekat daerah tindakan
saturasi oksigen di otak (rSO2) non invasif. Perannya dalam memandu intervensi
CPR termasuk prognosis selama dan setelah CPR bahkan sebelum CPR dimulai.

Bentuk gelombang capnography selama bantuan hidup lanjut. Bentuk gelombang


capnography membolehkan untuk kontinyu memonitoring EtCO2 selama CPR. Selama
CPR, nilai EtCO2 rendah, mencerminkan rendahnya cardiac output yang dihasilkan

35
melalui kompresi dada. Saat ini tidak ada bukti bahwa penggunaan bentuk gelombang
capnography selama CPR meningkatkan hasil pasien, meskipun pencegahan dari intubasi
esofagus belum diakui jelas menguntungkan. peran bentuk gelombang capnography selama
CPR meliputi :
 Memastikan penempatan tabung trakea dalam trakea (lihat di bawah untuk
rincian lebih lanjut)
 Monitoring kecepatan ventilasi selama CPR dan menghindari hiperventilasi
 Monitoring kualitas dari kompresi dada selama CPR. Nilai EtCO2 berhubungan
dengan kedalaman kompresi dan kecepatan ventilasi dan kedalaman yang besar
dari kompresi dada akan meningkatkan nilai dari EtCO2. Apakah ini dapat
digunakan untuk membimbng perawatan dan meningkatkan hasil membutuhkan
studi lebih lanjut.
 Identifikasi RSOC selama CPR. Peningkatan EtCO2 selama CPR dapat
menunjukkan RSOC dan mencegah dosis adrenalin yang tidak perlu dan
berpotensi bahaya pada pasien dengan RSOC. Jika diduga RSOC selama CPR
tidak perlu diberikan adrenalin. Berikan adrenalin jika cardiac arrest
dikonfirmasi pada pengecekkan irama berikutnya.
 Prognosis selama CPR. Nilai EtCO2 yang rendah mungkin menunjukkan
prognosis yang buruk dan kesempatan kurang untuk RSOC; namun, kami
merekomendasikan nilai EtCO2 spesifik setiap saat selama CPR tidak boleh
digunakan sendiri untuk menghentikan upaya CPR. Nilai EtCO2 harus
dipertimbangkan hanya sebagai multi modal untuk pengambilan keputusan
untuk prognosis selama CPR.

36
37

Anda mungkin juga menyukai