Tugas Mandiri
Stase Keperawatan Medikal Bedah
Disusun Oleh:
I Putu Athia Alit Artawan
18/436120/KU/20976
a. Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis serta luasnya.
Fraktur dapat disebabkan oleh adanya pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak ataupun kontraksi otot ekstrim. Meskipun patah jaringan sekitarnya juga akan
terpengaruh yang dapat mengakibatkan udema jaringan lunak, perdarahan keotot dan sendi,
dislokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat
mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau fragmen tulang.
b. Jenis Fraktur
1. Fraktur Komplet
adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran dari
posisi normal
2. Fraktur Tidak komplet
yaitu patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang
3. Fraktur Tertutup ( simpel)
Yaitu fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit
4. Fraktur Terbuka (komplikata atau kompleks)
merupakan fraktur dengan luka pada kulit adau membran mukosa sampai ke patahan
tulang. Fraktur terbuka dibagi menjadi:
f. Grade I dengan luka bersih panjangnya kurang dari 1 cm
g. Greade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
h. Grade III mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensi yang sangat terkontaminasi
dan merupakan yang paling berat.
Fraktur juga digolongkan sesuai pergeseran anatomis fragmen tulang: fraktur bergeser atau
tidak bergaser. Berikut adalah berbagai jenis khusus fraktur:
a. Green stick. Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainya
membengkok.
b. Trasfersal. Fraktur sepanjang garis tengah tulang.
c. Oblik, fraktur membetuk sudut denga membentuk garis tengah tulang (lebih tidak
stabil daibanding transfersal).
d. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
e. Kominutiv, fraktur dalam tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
f. Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam (sering terjadi pada
tulang tengkorak dan wajah).
g. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi ( terjadi pada tulang
belakang).
h. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit
paget, metstasis tulang, tumor).
i. Avolsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada perlekatannya.
j. Epifiseal, fraktur melalui epifisis.
k. Impaksi, fraktur dimana tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
Beberapa gambar :
c. Etiologi
1. Trauma
2. infeksi
3. akibat dari suatu keadaan patologis (tumor, Ca)
4. pukulan langsung
5. gerakan puntir mendadak
6. kontraksi otot ekstrim
d. Manifestasi Klinis
1. Nyeri, terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang di imobilisasi. Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
menimbulkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara
alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstimitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstrimitas normal. Ekstrimitas tak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
3. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang karena kontraksi otot yang melekat di
atas dan bawah tempat fraktur.
4. Saat diperiksa dengan tangan teraba derik tulang yang disebut krepitus akibat gesekan
antara fragmen satu dengan lainnya (uji kreptus dapat berakibat kerusakan jaringan lunak
yang lebih berat)
5. Pembegkaan dan perubahan warna lokal pada kulit karena trauma dan perdarahan yang
mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelahb eberapa jam atau hari.
Tidak semua tanda dan gejala diatas terdapat pada setiap fraktur. Diagnosis fraktur
tergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaaan sinar X.
e. Penatalaksanaan Kedaruratan
Bila dicurigai adanya fraktur penting untuk mengimobilisasi bagian tubuh segera
sebelum pasien dipindahkan bila pasien yang mengalami cidera harus dipindahkan dari
kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstrimitas harus disangga diatas dan di
bawah tempat fraktur untuk mencegah gerakan rotasi/angulasi. Gerakan frgmen patahan
tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak, dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri dapt dikurangi dengan menghindari gerakan fragmnen tulang dan sendi sekitar
fraktur. Pembidaian sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh
fragmen tulang.
Imobilisasi tulang panjang ekstrimitas bawah juga dapat dilakkan dengan
membebat kedua tungkai bersama, dengan ekstrimitas yang sehat sebagai bidai bagi
ekstrimitas yang cidera.
Pada ekstrimitas atas lengan dapat dibebatkan pada dada atau lengan bawah yang
cidera digantung pada sling. Pada fraktur terbuka luka ditutup dengan pembalut erdih
atau steril untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam, jangan sekali-kali
melakukan reduksi fraktur bahkan jika ada fragmen tulang melalui luka.
f. Prinsip Penanganan Reduksi Fraktur
Prinsip Penanganan Fraktur
Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi:
a. Reduksi, yaitu : restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat
diterima.
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan posisi anatomis normal.
Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi
anatomik normalnya.
Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi
terbuka.4Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mengalami penyembuhan.
Metode reduksi :
1. Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan “Manipulasi dan Traksi manual”. Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien harus
dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi
anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai
atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
2. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya
traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
3. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan
pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin,
kawat, sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahan kan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
Imobilisasi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi
penyembuhan.
Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat “eksternal” (bebat,
brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat
“internal” (nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll).
Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada bagian yang
sakit.
Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan
imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak, memantau status
neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan isometrik dan pengaturan otot,
partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali secara
bertahap dapat memperbaiki kemandirian fungsi. Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik.
Rehabilitasi
Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada bagian yang
sakit.
Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi
dan imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak, memantau status
neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan isometrik dan pengaturan
otot, partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali
secara bertahap dapat memperbaiki kemandirian fungsi. Pengembalian bertahap
pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik.
Prosedur invasif,
Nyeri akut kelemahan
pemasangan infus
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan fraktur adalah :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan prosedur pembedahan
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas,
penurunan kekuatan otot
4. Resiko Infeksi b/d prosedur invasif
B. RENCANA KEPERAWATAN
Infection Control
Resiko Infeksi Kontrol Infeksi o Terapkan pencegahan universal
3. Pasien menunjukkan kontrol o Berikan hiegine yang baik lingkungan atau
terhadap resiko setelah personal
dilakukan perawatan 3x24 jam o Batasi jumlah pengunjung dan anjurkan cuci
dengan indikator : tangan ketika kontak dengan klien
Bebas dari tanda dan gejala o Lakukan dresing pada IV line dan Kateter
infeksi. o Tingkatkan intake nutrisi dan istirahat yang
Mampu menjelaskan tanda cukup
dan gejala infeksi Infection Protection
Leukosit dalam batas o Monitor tanda dan gejala infeksi
normal lokal/sistemik
Tanda vital dalam batas o Pantau hasil pemeriksaan laboratorium yang
normal mengindikasikan infeksi (WBC)
o Amati faktor2 yang dapat meningkatkan
infeksi
o Observasi area invasive
o Pertahankan tekhnik aseptic dalam
perawatan klien
Medication Administration
o Kelola Therapi sesuai advis
o Pantau efektifitas, keluhan yang muncul
pasca pemberian antibiotik
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim
PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta