Data Sempro
Data Sempro
Data Sempro
Faktor Resiko
A. Usia
Usia merupakan faktor risiko penting terjadinya kanker. Insiden kanker semakin
meningkat seiring bertambahnya usia. Hal tersebut sangat mungkin disebabkan karena
semakin banyaknya pajanan faktor risiko dan kemampuan mekanisme perbaikan sel yang
semakin menurun. Insiden puncak kanker paru terjadi pada usia antara 45-65 tahun. Pada
penelitian S Christine ditemukan bahwa rata-rata umur pada kasus kanker paru adalah
51,73 ± 6,87 tahun dengan mayoritas berusia 40-50 tahun sebanyak 50%, diikuti dengan
usia antara 51-60 tahun sebanyak 40% dan usia 61 – 70 tahun yaitu sebanyak 10%. Alasan
lain mengapa suatu kanker baru muncul di usia tua adalah pertumbuhannya yang
lambat. Perkembangan kanker kadang-kadang sangat lambat dan hanya dapat terdeteksi
pada stadium lanjut. Kanker dapat berkembang bertahun-tahun tanpa disadari (V Kumar,
2007).
Dan pada perempuan 1:20. Perbandingan laki-laki terhadap perempuan adalah 4:1.
Pada suatu penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan diketahui bahwa
berdasarkan jenis kelamin, pada kasus kanker paru ditemukan lebih banyak jenis kelamin
laki-laki sebanyak 73,3% daripada jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 26,7% (Amin Z
et. al., 2007).
C. Merokok
Merokok adalah faktor risiko penyakit paling utama kanker paru. Terdapat hubungan
antara rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari dengan tingginya insiden kanker paru.
Gangguan kesehatan yang dapat disebabkan oleh rokok berasal dari asap primer dan asap
sekunder dari rokok yang dihisap oleh perokok. Dengan demikian penderita tidak hanya
perokok sendiri (perokok aktif) tetapi juga orang yang berada di lingkungan asap rokok
(Environmental Tobacco Smoke) atau disebut dengan perokok pasif (Susanna D, 2003).
Oleh karena itu, terdapat dua jenis perokok, yaitu:
a) Perokok aktif, yaitu orang yang merokok dan menghisap asap rokok primer.
Dikatakan bahwa, 1 dari 9 perokok berat akan menderita kanker paru.
b) Perokok pasif, yaitu orang yang berada di lingkungan asap rokok yang setidaknya
1 hari dalam seminggu menghirup asap yang dihembuskan perokok selama lebih
dari 15 menit/hari. Belakangan, dari laporan beberapa penelitian mengatakan bahwa
perokok pasif pun akan berisiko terkena kanker paru. Anak-anak yang terpapar asap
rokok selama 25 tahun pada usia dewasa akan terkena resiko kanker paru dua kali
lipat dibandingkan dengan yang tidak terpapar, dan perempuan yang hidup dengan
suami/pasangan perokok juga terkena resiko kanker paru 2-3 kali lipat. Diperkirakan
25% kanker paru berasal dari perokok pasif (Amin Z et. al., 2009).
Asap rokok sekunder mengandung nikotin lebih banyak dari pada dalam asap rokok
primer. Dengan kata lain bahwa kadar nikotin yang dilepaskan ke lingkungan lebih banyak
dari pada nikotin yang dihisap oleh perokok. Perbandingan jumlah nikotin dalam asap rokok
sekunder lebih banyak 4-6 kali dari pada yang terdapat dalam asap rokok primer.
Perbedaan ini selain dikarenakan perbedaan dalam pembentukannya, juga disebabkan
karena asap rokok sekunder terus menerus dihasilkan selama rokok menyala walaupun
tidak sedang dihisap. Dengan demikian merokok tidak saja membahayakan bagi si perokok
saja (perokok aktif), tetapi juga bagi orang di sekitarnya (perokok pasif) (Susanna D, 2003).
D. Pengaruh genetik
Pada tahun 1954, Tokuhotu dapat membuktikan adanya pengaruh keturunan yang
terlepas daripada faktor paparan lingkungan. Hal ini akhirnya membuka pendapat tengang
kanker paru dapat diturunkan. Menurut penelitian faktor yang teribatt berkaitan dengan
denen enzim aryl Hidrokarbon Hidroksilase (AHH). Kanker paru lebih banyak terjadi pada
pasien yang aktivitas AHH yang sedang atau tinggi. Hal ini menerangkan pran merokok,
oleh karena enzim AHH memetabolisme benzopyrene serta hidrokarbon polisiklik lainnya
menjadi karsinogen yang lebih reaktif (JR Molina et. al., 2008).
Kanker paru jenis ini dapat disebut juga “oat cell carcinoma” karena bentuknya
hampir sama dengan bentuk biji gandum. Gambaran histologinya adalah dominasi sel-sel
kecil yang hampir semuanya diisi oleh mukus serta ada sebaran kromatin yang sangat
sedikit tanpa adanya neukoli. Sel yang bermitosis ditemukan banyak sekali dan begitu juga
gambaran nekrosis (Z Amin et. al., 2009). Kanker jenis ini cukup agresif, frekuensinya
berhubungan dengan jarak metastasis dan mempunyai prognosis yang buruk dari semua
kanker paru primer (R Salgia et. al., 2007).
a. Pemeriksaan sitologi
Pemeriksaan sitologis dikerjakan jika ada keluhan batuk pada penderita.
Tetapi pemeriksaan sitologi tidak selalu menghasilkan hasil yang positif. Pada
kanker paru yang letaknya du sentral, pemeriksaan sputum dapat
menghasilkan hasil yang baik dan juga hasil positif 67-85% pada karsinoma
sel skuamosa. Pemeriksaan sitologi menggunakan bantuan bronkoskopi agar
sel tumor dapat terlihat (Z Amin et. al., 2009). Terdapat tata laksana pada
Lung Cancer Detection Program di New York adalah: saliva atau post nasal
discharge dikeluarkan dahulu. Setelah itu pasien disuruh untuk batuk dalam,
dahak yang keluar langsung difiksasi, hal ini dilakukan sampai 3 hari berturut-
turut, sebaiknya pada pagi hari (Rab Tabrani, 1982).
Terdapat pemeriksaan sitologi lain untuk diagnostik kanker paru yang dapat
dilakukan pada cairan pleura, aspirasi kelenjar getah bening servikal,
supraklavikula, bilasan dan sikatan bronkus pada bronkoskopi (Fuji Chen et.
al., 2008).
b. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan Histopatologi salah satu diagnosis kanker paru, untuk
mendapatkan spesimen dengan cara biopsi melalui :
1. Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan mengambul
jaringan atau bahan agar dapatt dipastikan ada atau tidaknya sel ganas.
Prmeriksaan melihat ada tidaknya masa intrabronkus atau berubahnya
mukosa saluran pernafasan. Tampakan yang abnormal sebaiknya di ikuti
dengan tindakan biopsy tumor atau dinding bronkus, sikatan, bilasan dan
kerokan bronkus (Elisna S et. al., 2011).
- Gambaran radiologis
Gambaran radiologis dibutuhkan untuk menentukan stadium penyakit berdasarkan
sistem TNM. Pemeriksaan radiologis yaitu Foto thoraks PA atau lateral, bisa
menggunakan CT-scan jika dimungkinkan, bone scan, bone survey, USG
abdomen dan Brain-CT juga dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan,
metastasis, dan ukuran tumor.
a. Foto thoraks : Pada pemeriksaan foto thoraks PA atau lateral didapatkan
ukuran tumor lebih dari 1 cm. Terdapat tanda yang mendukung keganasan
adalah tei yang ireguler, disertai identasi pleura, tumor satelit tumor,dll. Pada
foto tumor dapat ditemukan jika telah invasi ke dinding dada, metastase
intrapulmuner, efusi pleura, dan efusi perikar.
b. CT-Scan toraks : CT-scan dapatmendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil
dari 1 cm. Dan tanda-tanda kegansan dapat tergambat secara lebih jelas,
bahkan jika adanya penekanan pada bronkus, atelektasi, tumor intrabronkial,
efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan
meski tanpa adanya gejala.
c. Pemeriksaan radiologi lainnya : Brain-CT yang dapat mendeteksi metastase di
tulang kepala atau jaringan otak, bone scan dan/atau bone survey yang dapat
mendeteksi tulang seluruh tubuh. USG abdomen juga dapat melihat ada
tidaknya metastasis di hati, kelenjar adrenal dan organ lain dalam rongga
perut.
Penanda tumor (Tumor Marker) adalah zat yang ditemukan dalam tubuh kita
ketika kanker telah ada di dalam tubuh kita. Idealnya, penanda tumor akan selalu ditemukan
dalam darah tetapi dalam jumlah yang lebih tinggi dari normal. Ada beberapa penanda
tumor yang ditemukan di darah, tetapi ada pula penanda tumor yang ditemukan di dalam
urine atau cairan tubuh lainnya. Mereka dapat dibuat oleh sel-sel kanker itu sendiri atau oleh
tubuh kita sebagai suatu respon terhadap kanker atau kondisi lain.
2.1.11 Pengobatan
Pengobatan kanker paru merupakan pengobatan yang combined modality therapy (multi-
modaliti terapi). Terdapat macam-macam pengobatan pada kanker paru, yakni :
pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi.
A. Pembedahan
Pembedahan merupakan bagian dari combined modality therapy, misalnya didahului
kemoterapi neoadjuvan untuk KPKBSK stage IIIA. Indikasi pada pembedahan pada kanker
paru adalah untuk KPKBSK stage I dan II. Pada pengobatan yang inoperabel maka
radioterapi dan kemoterapi dapat diberikan pada pasien. (Elisna S et. al., 2011)
Dosis yang diberikan secara umum adalah 5000-6000 cGy, dengan cara pemberian
200 cGy/5x hari perminggu.
Sebelum pasien diberikan kemoterapi, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi
terlebih dahulu, yaitu :
1. Diagnosis yang sudah dipastikan. Jika ahli patologi sulit menentukan jenis yang
pasti, maka bagi kepentingan kemoterapi harus dibedaka antara :
a. Jenis karsinoma sel kecil
b. Jenis sel karsinoma bukan sel kacil, yaitu karsinoma sel skuamosa,
adenokarsinoma, dan karsinoma sel besar.
2. Tampilan ≥ 70-80 skala Karnofsky atau ≤ 2 skala WHO. Bila tampilan <70 atau
usia lanjut, dapat diberikan obat anti-kanker dengan regimen tertentu dan atau
jadwal tertentu.
3. Hb ≥ 10g% pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut, meski Hb <
10g% tidak perlu transfusi darah segera, sukup diberi terapi sesuai dengan
penyebab anemia.
4. Granulosit ≥ 1500/mm3
5. Trombosit ≥ 100.000/mm
6. Fungsi hati baik.
7. Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit) (Elisna S et. al.,
2011).
BAB III
Kanker paru dibagi menjadi 2, yaitu Karsinoma sel kecil (small cell carcinoma) dan
Karsinoma bukan sel kecil (non-small cell carcinoma). Kemudia dilakukan pemeriksaan CEA
(Carcinoembryonic Antigen) agar mengetahui adanya kanker paru. CEA(Carcinoembryonic
Antigen) merupakan penanda untuk tumor seperti kanker paru, neuroblastoma, dan tumor
kasinoid. CEA dapat mendeteksi adanya kanker paru jenis Karsinoma sel kecil(small cell
carcinoma) dan Karsinoma bukan sel kecil (non-small cell carcinoma).
Setelah kemoterapi CEA juga dapat mendeteksi keberhasilan terapi pada pasien
kanker paru. Keberhasilan pemberian kemoterapi dapat dilihat dari berbagai evaluasi hasil.
Evaluasi hasil terdiri dari evaluasi respon obyektif dan subyektif, evaluasi toksisiti, dan angka
tahanan hidup(survival) dan masa tengah tahanan hidup. Evaluasi respon obyektif melihat
dari ukuran tumor. Menurut RECIST yang telah menetapkan kriteria respon objektif, yaitu
complete respons, partial respons, no change (NC) atau stable disease (SD), dan
progressive disease (PD). Setelah evaluasi objektif terdapat juga evaluasi subyektif.
Evaluasi subyektif, yaitu : keluhan atau gejala dinilai apakah keluhan berkurang atau tidak,
melihat tampilan status (skor karnofsky) nilainya menurun ataukah tetap, dan dinilai untuk
berat badan menurun, menetap atau bertambah.
Kemoterapi dan terapi radiasi dapat menyebabkan kenaikan CEA sementara
dikarenakan adanya kematian sel-sel tumor dan pelepasan CEA ke dalam aliran darah.
Jika kemoterapi tidak berhasil diberikan ACE untuk melihat apakah ada metastasis
atau penyebaran ke tempat lain.