Jenis
Jenis
Sebuah imajinasi lahir dari proses mental yang manusiawi. Proses ini mendorong semua
kekuatan yang bersifat emosi untuk terlibat dan berperan aktif dalam merangsang pemikiran
dan gagasan kreatif, serta memberikan energi pada tindakan kreatif. Kemampuan imajinatif
anak merupakan bagian dari aktivitas otak kanan yang bermanfaat untuk kecerdasannya. Di
masa balita, imajinasi merupakan bagian dari tugas perkembangannya, sehingga anak sangat
suka membayangkan sesuatu, mengembangkan khayalannya dan bercerita membagi ide-ide
imajinatifnya kepada orang lain, khususnya orang tuanya. Karena itu, berimajinasi mampu
membuat anak mengeluarkan ide-ide kreatifnya yang kadang kala “mencengangkan”. Hal ini
sangat wajar karena seiring pertambahan usianya, otak anak lebih aktif merespon setiap
rangsangan. Di benaknya muncul banyak pertanyaan yang mendorongnya untuk melakukan
banyak pengamatan. Pertanyaan dan pengamatan yang dilakukannya itu, akhirnya membuat
anak merasa nyaman berada di dalam imajinasinya.
Bagi anak-anak, berimajinasi merupakan kebutuhan alaminya dan bukan bentuk kemalasan.
Imajinasi anak bisa saja lahir sebagai hasil imitasi, meniru dari tayangan yang ditontonnya
atau pengaruh dari dongeng dan cerita yang didengarnya. Namun, imajinasi juga bisa muncul
secara murni dan orisinil dari dalam benaknya, sebagai hasil mengolah dan memanfaatkan
kelebihan dan kemampuan otak yang dianugerahkan Tuhan. Jika kita mampu mengasah,
mengembangkan dan mengelola imajinasi anak, maka berimajinasi akan sangat bermanfaat
dalam meningkatkan kecerdasan kreatifnya, serta membuatnya lebih produktif karena potensi
dan kemampuan imajinatif anak merupakan proses awal tumbuhkembangnya daya cipta
dalam diri anak yang boleh jadi menghasilkan sebuah kreasi yang menarik dan bermanfaat
untuk perkembangan kepribadiannya. Apa saja manfaat imajinasi anak? simak sekelumit
penjelasan berikut ini.
Dengan mengetahui manfaat imajinasi anak tersebut, orang tua bisa lebih memahami cara
menyikapi, mengasah dan mengembangkan imajinsi anak untuk perkembangan dan
kepribadian anak. Bagaimana caranya? Berikut penjelasannya.
Sebagai orang terdekat yang memiliki ikatan batin kuat dengan anak, orang tua merupakan
“pemeran” yang sangat dibutuhkan dalam mengasah dan mengembangkan imajinasi anak
secara optimal, sehingga manfaat imajinasi tersebut menjadi energi yang bersinergi terhadap
kecerdasan, perkembangan dan kepribadiannya.
Pertama, orang tua harus menjadi pendengar yang baik dan aktif terhadap imajinasi anak.
Aktif berarti memberikan respon yang baik, menstimulasinya dengan pertanyaan-pertanyaan
kreatif dan mendorongnya untuk berekspresi baik secara verbal maupun non verbal. Orang
tua bisa saja mengarahkan anak untuk menuliskan imajinasinya dalam diary atau menulisnya
dalam bentuk sebuah karya tulis jika anak sudah mampu baca-tulis, Seperti Sri Izzati yang
berhasil meraih rekor MURI sebagai penulis novel termuda (8 tahun) melalui judul “Kado
Untuk Ummi”.
Kedua, ajak anak kita bermain karena bermain merupakan dunianya. Biarkan anak bebas
menentukan pilihan dan melakukan permainan tertentu sesuai keinginannya, asalkan sesuai
dengan kemampuan berpikir serta fisiknya. Bermain peran bisa menjadi pilihan tepat, orang
tua bisa lebih cermat memberikan pilihan peran bagi mereka. Permainan peran membantu
perkembangan emosi anak dan memudahkan mereka bersosialisasi dengan lingkungannya.
Gunakan alat bantu yang tidak membahayakan anak, seperti kartu, mobil-mobilan atau
boneka untuk membantu mereka bermain peran. Misalnya, anak berperan sebagai ayah dan
ibu memerankan boneka sebagai anaknya. Pendampingan dan kebebasan akan mengeratkan
ikatan batin dan membuat anak merasa lebih dihargai dan percaya diri.
Ketiga, orang tua jangan terlalu banyak melarang anak , termasuk melarangnya menangis dan
tertawa di saat yang tepat karena larangan bisa saja menghambat imajinasi dan membatasi
kreativitasnya Berikan pernyataan yang bersifat anjuran agar anak merasa termotivasi.
Pernyataan yang bersifat anjuran akan memberi motivasi positif pada anak. Misalnya,
menyatakan “Ade bisa jatuh kalau lompat seperti Spiderman karena Ade belum kuat.
Mendingan Ade bantu Ibu, kan Spiderman suka menolong orang.” lebih baik daripada
menyatakan “Jangan lompat, nanti kaki kamu patah!”.
Keempat, perdengarkan musik yang sesuai dengan ritme jantung dan denyut nadi, bacakan
buku cerita, komik atau dongeng, serta dampingi anak bermain komputer dan belajar menulis
karena semua hal tersebut akan merangsang dan membantu mengembangkan imajinasi anak.
Kelima, ciptakan suasana yang aman, nyaman dan menyenangkan bagi anak. Seperti halnya
belajar dan menerapkan metode mendidik, suasana nyaman dan menyenangkan akan
membuat imajinasinya berkembang. Perhatikan pula letak benda-benda yang bisa
membahayakan anak, seperti gunting, pisau, atau barang yang mudah pecah. Imajinasi dan
kreativitas anak seringkali tidak terduga, sehingga orang tua patut mengantisipasinya sejak
awal.
Bermain, berimajinasi dan berkreasi merupakan dunia anak. Dalam permainan, terdapat
unsur pleasurable (menyenangkan), enjoyable (menikmati), imajinatif dan aktif, sehingga
tanpa bermain, imajinasi tidak akan berkembang dengan baik, menjadi sebuah ide dan
tindakan kreatif. Ketiga hal tersebut merupakan rangkaian aktivitas yang melibatkan pikiran,
perasaan dan gerak tubuh anak yang sejatinya bermanfaat bagi perkembangan dan
kepribadiannya. Semoga, kita bisa terus belajar dan mendapatkan pembelajaran dari anak-
anak kita. (Nia Hidayati)
A. Konsep Dasar Pengembangan Kreatifitas
1. Definisi Kreatifitas
Kreativitas dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menciptakan suatu
produk baru. Kreativitas juga berkembang dengan kemampuan untuk membuat kombinasi-
kombinasi baru atau melihat hubungan-hubungan baru antar unsur, data atau hal-hal yang
sudah ada sebelumnya.
Komite Penasehat Nasional bidang Pendidikan Kreatif dan Pendidikan Budaya (1999)
menggambarkan kreatifitas sebagai bentk imajinatif yang mampu menghasilkan sesuatu yang
bersifat original (murni/asli) dan memiliki nilai.
Menurut Supriadi (1994) dalam Yeni Rachmawati menguarakan bahwa kreatifitas
adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan
maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada. Selanjutnya ia
menambahkan bahwa kreatifitas merupakan kemampuan berfikir tingkat tinggi yang
mengimplikasikan terjadinya eskalasi dalam kemampuan berfikir, ditandai oleh suksesi,
diskontinuitas, diferensisasi, dan integrasi antara setiap tahap perkembangan.
Menurut Clarkl Monstakis (dalam Munandar, 1995) mengatakan bahwa kreatifitas
merupakan pengalaman dalam mengekspesikan dan mengaktualisasikan identitas individu
dalam bentuk terpadu antara hubungan diri sendiri, alam, dan orang lain. Adapun menurut
Semiawan (1997) dalamYeni Rachmawati mengemukakan bahwa kreatifitas merupakan
kemampuan untuk memberikan gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan
masalah.
Sementara itu Csikzentmihalyi (dalam Munandar, 1995) memaparkan kreatifitas
sebagai produk berkaitan dengan penemuan sesuatu, memproduksi sesuatu yang baru,
daripada akumulasi keterampilan atau berlatih pengetahuan dan mempelajari buku.
Sedangkan menurut Utami Munandar (1992:47) dalam Yudrik Jahja menyatakan bahwa
kreativitas adalah kemampuan seseorangb untuk menciptakan produk baru, meskipun
komponennya tidak semua baru.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kreatifitas
merupakan suatu proses mental individu yang melahirkan gagasan, proses, metode ataupun
produk baru yang efektif, fleksibel, integrasi, suksesi, diskontinuitas, dan diferensiasi yang
berdaya guna dalam berbagai bidang untuk pemecahan suatu masalah.
2. Ciri-ciri Anak Usia Dini Kreatif
Supriadi (1994) dalam Yeni Rachmawati mengatakan bahwa ciri-ciri kreatifitas dapat
dikelompokkan dalam dua kategori, kognitif dan nonkognitif. Ciri-ciri kognitif diantaranya
orisinalitas, fleksibilitas, kelancaran, dan elaborasi. Sedangkan ciri nonkognitif diantaranya
motifasi sikap dan kepribadian kreatif.
Setiap anak memiliki potensi kreatif dan anak yang kreatif memiliki ciri-ciri tertentu
seperti yang diungkapkan oleh Munandar (2004:71). Anak yang kreatif memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Rasa ingin tahu yang luas dan mendalam.
2. Sering mengajukan pertanyaan yang baik.
3. Memberikan banyak gagasan atau usul terhadap suatu masalah.
4. Bebas dalam menyatakan pendapat.
5. Mempunyai rasa keindahan yang dalam.
6. Menonjol dalam salah satu bidang seni.
7. Mampu melihat suatu masalah berbagai segi atau sudut pandang.
8. Memiliki rasa humor yang luas.
9. Mempunyai daya imajinasi, dan
10. Orisinal dalam mengungkapkan gagasan dan dalam pemecahan masalah
Anak yang kreatif memiliki potensi kepribadian yang positif juga negatif. Sebagai
contoh; ciri prilaku sosial individu kreatif cenderung tidak toleren terhadap orang lain, sinis,
skeptis, dan kadang pemberontak. Disinilah pentingnya kehadiran guru sebagai pembimbing
yang akan membantu anak menyeimbangkan perkembangan kepribadiannya, sehingga anak
kreatif dapat berkembang optimal tidak hanya perkembangan intelegensinya tetapi juga
perkembangan sosial dan emosinya.
2. Menjadi imajinatif
Anna Craft mengungkapkan pada tempat lain (1998) bahwa menjadi aspek imajinatif
harus menyetarakan perantara (agent) menjadi kesadaran yang tidak biasa atas apa yang
mereka lakukan/pikirkan. Jadi seorang anak yang menggambar singa dalam sebuah kolam
renang, mungkin tidak menyadari atas tidak wajarnya gambar tersebut. Jika anak tidak
memiliki kesadaran atas originalitas (keaslian) ide tersebut, maka itu tidak bisa disebut
imajinatif.
Menjadi imajinatif juga mencakup beberapa jenis hasil (dari pikiran maupun
tindakan) karena kita mampu mengatakan bahwa seseorang memiliki/menjadi imajinatif, ini
harus menjadi sebuah indikasi umum atas beberapa hal untuk menunjukkan hal tersebut
sebuah keputusan, sebuah model (contoh), sebuah lembaran tulisan, sebuah perilaku, sebuah
ide yang dapat disegarkan dan sebagainya.
Beberapa implikasi yang membantu pengembangan imajinasi di ruang kelas adalah
sebagai berikut:
a. Stimulasi dan dorongan (anjuran) guru tidak konvensional, meskipun juga,
b. Menganjurkan anak-anak untuk memahami sifat dasar konvensiona, sehingga ketika
mereka menjadi original baik pada diri mereka yang lain atau dalam arti yang lebih luas,
mereka dapat mengidentifikasi hal ini.