Anda di halaman 1dari 14

117

Model Bisnis Penyiaran Televisi Digital


di Indonesia

Arif Wibawa, Subhan Afifi dan Agung Prabowo


Prodi Ilmu Komunikasi,FISIP UPN “Veteran” Yogyakarta, Jl. Babarsari No.2
HP: 08156873054 / e-mail: wibawaarif@yahoo.com

Abstract

The transition from analog to digital broadcasting offers significant changes. Digital
technology and the convergence of the various digital media will introduce many more options
besides the traditional one-to-many form of communication that we understand by “television”
today, even the new business model. Research of the business model is important to make the
transition more efficient. This study used a socio-technical perspective to investigate the com-
plex relations between the social and technical aspects of digital braodcasting, diversity, and
interface between different driving forces and policy. Socio-technical approach was used to seek
the inter-relations among technonologycal subsystem (infrastructure, equipment, service and
applications), social subsystem (market, users and industry) and environment subsystem (regu-
lations and policy). Focus group discussion, consultancy, questionnaire and policy study was
used in data collection. This research founded that business model has considered to support
the local economic that giving impact on television advertising resources. On the other hand,
TVRI has to developed their business model based on public station as institutions that answer
and providing the demand of the audiens. TVRI could be Multyplexer as a service provider that
provide it could be as a community television which was limited spread.

Abstrak

Migrasi penyiaran televisi analog ke teknologi penyiaran televisi digital membawa perubahan
yang radikal dalam industri penyiaran. Konvergensi media dalam penyiaran televisi digital menjadi
semakin tajam dan intensif. Konvergensi media ini mengakibatkan berkembangnya model bisnis yang
sama sekali baru. Model bisnis penyiaran televisi digital yang baru perlu diantisipasi sejak dini dengan
studi yang mendalam mengenai banyak hal yang terkait dengan industri penyiaran. Implikasi sosial,
ekonomi, politik bahkan budaya sangat besar dalam model bisnis yang baru ini. Penelitian ini
menggunakan pendekatan sosio-technical dalam mencermati perkembangan baru ini. Pendekatan
sosio-technical melihat interrelasi antara ketiga subsistem sekaligus yaitu subsistem teknologi (berupa
infrastruktur, pelayanan, aplikasi) subsistem sosial (pasar, pelanggan dan industri) dan susbsistem
lingkungan yang berupa regulasi, kebijakan dan masyarakat. Dalam memperoleh data penelitian ini
menggunakan teknik:konsultasi, focus group discusion, kuesioner dan studi kebijakan. Hasil penelitian
ini menemukan bahwa model bisnis hrs mempertimbangkan daya dukung ekonomi masyarakat lokal
yang pada gilirannya akan berpengaruh pada iklan sebagai sumber daya hidup stasiun televisi. Sementara
itu untuk TVRI, dibutuhkan model bisnis tersendiri yang mampu mengem-bangkan TVRI sebagai stasiun
televisi yang mampu memberi jawaban bagi kebutuhan penonton akan televisi. TVRI juga dapat
sebagai Multiplekser dengan catatan, TVRI juga harus bersedia menampung televisi komunitas yang
berjangkauan terbatas.

Kata kunci : TV Digital, Konvergensi, Model Bisnis, Regulasi penyiaran, Sosio-technical approach.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


118 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 8, Nomor 2, Mei - Agustus 2010, halaman 117 - 130

Pendahuluan tur TV digital; dimulai lisensi baru untuk pe-


Dunia penyiaran televisi (TV) di Indonesia nyelenggara infrastruktur TV digital; pemetaan
akan segera memasuki era digital. Pemerintah, lokasi dimulainya siaran digital dan dihentikan-
melalui Keputusan Menteri Komunikasi dan nya siaran analog; mendorong industri elektronik
Informatika Nomor:07/P/M.KOMINFO/3/2007 dalam negeri dalam penyediaan peralatan pene-
tanggal 21 Maret 2007 tentang Standar Penyiaran rima TV digital.
Digital Terestrial untuk Televisi Tidak Bergerak di Tahap kedua, ditargetkan mulai tahun
Indonesia, telah menetapkan standar DVB-T 2013-2017 dengan kegiatan meliputi penghentian
(Digital Video Broadcating-Teresterial) sebagai siaran TV analog di kota-kota besar dilanjutkan
standar penyiaran televisi digital teresterial tidak dengan daerah regional lain;serta intensifikasi
bergerak di Indonesia. Penetapan tersebut telah penerbitan izin bagi mux operator yang awalnya
menggariskan arah perkembangan penyiaran beroperasi analog ke digital.
televisi digital di Indonesia ke depan. Tahap ketiga atau tahap terakhir me-
Selanjutnya, pemerintah juga telah rupakan periode dimana seluruh siaran TV ana-
mempersiapkan pelaksanaan datangnya era log dihentikan, siaran TV digital beroperasi penuh
penyiaran digital dengan mempersiapkan tiga pada band empat dan lima, dan kanal 49 ke atas
working group yang dipercaya untuk melakukan digunakan untuk sistem telekomunikasi nirkabel
perumusan konsep-konsep dasar bagi masa depan.
pengembangan penyiaran televisi digital di Indo- Keputusan pemerintah untuk menga-
nesia melalui Keputusan Menteri Kominfo No. dopsi teknologi penyiaran digital menggantikan
500/KEP/M.KOMINFO/11/2007. Ketiga work- teknologi televisi analog memang dapat dipahami.
ing group tersebut adalah: Working Group Teknologi penyiaran digital telah menjadi tren
Regulasi Sistem Penyiaran Digital, Working Group teknologi global sehingga harus diikuti apabila
Master Plan Frekuensi Penyiaran Digital dan bangsa Indonesia tidak ingin tertinggal dan terku-
Working Group Teknologi Peralatan. Sampai saat cil. Sementara itu, data saat ini di Indonesia ter-
ini, ketiga working group tersebut masih bekerja, dapat 11 TV berizin siaran nasional, 97 TV berizin
hasilnya ada beberapa yang sudah disampaikan regional, 30 TV berlangganan (60 persen TV
kepada kalangan terbatas untuk dilakukan kabel, 20 persen satelit dan 20 persen Terestrial)
pencermatan dan evaluasi. serta ada sekitar 300 izin baru yang tak terlayani
Kepastian proses digitalisasi penyiaran karena sudah tak tersedia lagi kanal TV (Antara
televisi di Indonesia dipertegas lagi dengan News,2008) Teknologi penyiaran digital kemu-
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika dian menjadi jawaban yang masuk akal kare-
Nomor : 27/P/M.Kominfo/8/2008 tentang Uji na teknologi ini dapat memperbanyak kanal
Coba Lapangan Penyelenggaraan Siaran Televisi televisi.
Digital, tertanggal 5 Agustus 2008. Dalam Standar DVB-T sebagai standar pe-
peraturan menteri tersebut digariskan uji coba nyiaran televisi digital teresterial dipilih disebab-
yang akan dilakukan mengubah pola penerimaan kan sistem ini dipandang paling menguntungkan
televisi pelanggan. Dalam uji coba yang dilakukan karena menawarkan beberapa kelebihan. Di-
ada beberapa hal yang akan dievaluasi, antara lain, bandingkan dengan sistem ATSC (Advanced Tel-
model penyelenggaraan siaran televisi digital, evision Sistem Comittee) yang mengembangkan
model regulasi dan kelembagaan, program siaran standar single carrier 8-VSB (8-level vestigial
dan fitur layanan televisi digital, serta kinerja side-band) dan dipakai di negara Amerika Serikat,
perangkat dan sistem. Kanada dan Argentina, Sistem standar ISDB-T
Terdapat tiga tahap yang akan dilalui da- (integrated serviced digital broadcasting), juga
lam pelaksanaan uji coba tersebut. Tahap pertama teknologi T-DMB (terrestrial digital mobile
akan dimulai 2008 -2012 meliputi tahap uji coba; broadcasting) dari Korea dan DMB-T (digital
penghentian izin lisensi baru untuk TV analog mobile broadcasting terrestrial) dari China,
setelah beroperasinya penyelenggara infrastruk- standar DVB-T diyakini mampu memberikan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


Wibawa, Afifi dan Prabowo, Model Bisnis Penyiaran Televisi Digital di Indonesia 119

solusi efisiensi bandwidth dengan teknologi UU N0 32 Tahun 2002 sebentar lagi akan me-
multiplexing. merlukan perubahan yang radikal sekaligus
Teknologi multiplexing ini memungkin- mendasar, tetapi yang terjadi di Indonesia, per-
kan dilakukannya pelebaran kanal frekuensi siapan migrasi televisi analog ke teknologi digital
saluran televisi. Dalam sistem analog, satu kanal tidak tampak dilakukan dengan persiapan yang
hanya bisa diisi satu frekuensi, sedangkan dalam sungguh-sungguh. Hal ini tampak pada kurang
sistem digital satu kanal bisa diisi dengan lebih dari dilakukannya serangkaian studi yang mendalam
enam frekuensi sekaligus. Hal ini dimungkinkan pada beberapa aspek yang berkait dengan migrasi
karena dalam sistem digital pelebaran frekuensi dan penerapan teknologi televisi digital. Di samping
bisa dilakukan. Apalagi apabila ada penambahan itu, sosialisasi dan transparansi mengenai segala
varian DVB-H (handheld) mampu menyediakan hal ikhwal yang berkaitan dengan penerapan te-
tambahan sampai enam program siaran lagi, levisi digital tidak banyak sampai kepada ma-
khususnya untuk penerimaan bergerak (mobile). syarakat.
Penyiaran televisi digital juga memiliki keunggulan Model bisnis pada penyelenggaraan sistem
yaitu signalnya lebih tahan terhadap noise dan penyiaran TV digital sama sekali berbeda dengan
kemudahannya untuk diperbaiki, tidak ada lagi model penyiaran analog. Dalam model bisnis yang
antrian atau penolakan ijin siaran bagi rencana baru ini akan banyak terlibat pemain-pemain baru.
pendirian televisi nasional maupun lokal karena Di samping itu, penyiaran digital akan membawa
keterbatasan frekuensi. Penyiaran TV digital banyak dampak pada aspek politik, ekonomi,
teresterial juga dapat diakses oleh sistem pe- sosial dan bahkan budaya. Regulasi penyiaran juga
nerimaan fixed dan mobile TV. Teknologi pe- akan banyak mengalami perubahan seiring dengan
nyiaran digital akan mengakibatkan konvergensi meningkatnya kapasitas bisnis penyiaran. Jadi,
media menjadi semakin tajam. Konvergensi perubahan sistem penyiaran analog ke sistem
antarteknologi terjadi antara teknologi penyiaran penyiaran digital bukanlah hal yang sederhana
(broadcasting), teknologi komunikasi (telepon), seperti ditulis Tadayoni & Skuby (1999, 2)
dan teknologi informasi (IT). berikut:“The shift to digital broadcasting is not
Model bisnis baru yang mencakup pola simple, however, as it introduces a range of in-
hubungan antar pelaku bisnis penyiaran, desain terrelated political, economic and technical
struktur bisnis penyiaran dan mekanisme dari challenges. Some of these challenges are spe-
penyelenggaraan menjadi hal yang perlu dikaji cific to the mode of distribution satellite, cable
secara seksama. Model bisnis dan cakupan bisnis or terrestrial with the latter having special
dari industri televisi digital akan meningkat secara problems and potentials”.
radikal dan dalam bentuk yang sama sekali ber- Perubahan model bisnis ini juga menga-
beda seperti digambarkan oleh Weber dan Tom kibatkan perubahan terhadap regulasi penyiaran
berikut: yang telah ada. Dengan tegas Tadayoni dan Skuby
Televisi digital membawa perubahan funda- lebih lanjut mengatakan:
mental pada bagaimana TV diproduksi, diedit Technological inovations like digitalization,
dan disiarkan. TV digital mempersyaratkan audio and video coding technologies, com-
perubahan infrastruktur secara massif untuk puterization and broadband infrastructure,
pembuatan dan transmisi sinyal digital, such as cable and satellite networks, make
termasuk juga penggantian pesawat TV ana- service provision across the sectoral
log ke pesawat digital (di AS lebih dari 200 boundaries possible. This also imposes new
juta pesawat TV analog harus diganti) (We- politikal and regulatory challenges and
ber dan Tom;2007:xvii). makes re-thinking and re-design of the ex-
Meningkatnya kapasitas penyelenggara- isting regulatory framework for commu-
an penyiaran televisi di masa depan akan mem- nication a necessity.
butuhkan terobosan kebijakan baru. Undang- Guna menyusun model bisnis penyiaran
Undang Penyiaran yang saat ini sudah ada yaitu baru perlu mempertimbangkan banyak hal. Se-

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


120 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 8, Nomor 2, Mei - Agustus 2010, halaman 117 - 130

lain banyak mempertimbangkan aspek tekno- Business actors can be physical persons or
logi, standarisasi teknologi masih perlu juga corporations that participate in the crea-
mempertimbangkan aksesibilitas penonton, tion of economic value, trough the mobili-
pertumbuhan bisnis, implikasi sosial, politik dan zation of tangible resources or intangible
budaya di tengah masyarakat. Studi mengenai resources within a business value network.
model bisnis penyiaran digital telah mulai dikem- Business roles are logical groups of busi-
bangkan di Eropa. Studi yang telah dilakukan di ness processes that are fulfilled by one or
Eropa, penelitian ini hendak mengembangkan more actors. Business actors provide value
model bisnis penyiaran digital yang sesuai dengan to or derive value from the business roles
kondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya yang they play. Finally, business relationships ate
sesuai dengan kondisi Indonesia. the contractual exchanges of products or
Studi mengenai model bisnis penyiaran di services for financial payment or other re-
Eropa yang dilakukan oleh Braet dan Ballon sources.
(2008:211), menunjukkan bahwa model bisnis Dalam desain teknologi yang menjadi
penyiaran digital membutuhkan pencermatan fokus adalah keputusan untuk mengadopsi standar
terhadap beberapa elemen sebagai berikut : teknologi seperti apa jenis jaringan yang diadopsi
(1). Organization design phase. The or- dan perangkat lunak seperti apa yang akan di-
ganization design involves defining a business kembangkan. Perlu dipertimbangkan lebih sak-
scope (what customers will we try to reach and sama bagaimana jaringan itu dibangun untuk dapat
how), identifying distinctive competences, and mengantisipasi perkembangan jaringan dan dapat
taking business governance decision (make ver- dioperasionalkan secara komersial.
sus buy decision), (2). Technological design phase. Desain pelayanan konten lebih menge-
The technology design involves defining the tech- depankan karakteristik khusus dalam pengem-
nology scope with (what technical design are we bangan layanan kepada penonton televisi digital,
trying to develop and how), identifying the misal seberapa interaktifkah layanan yang akan
sistemic competence that will ontribute to the disediakan oleh stasiun televisi. Pelayanan terha-
business strategies, and deciding on the IT gov- dap konten televisi memang dapat dipetakan dari
ernance (how will we develop or acquire the yang interaktifnya rendah sampai pada tingkat
needed technical competences) (3). Service de- interaktifnya tinggi. Pelayanan yang mungkin
sign phase. The service design involves choosing disediakan dalam penyiaran digital adalah interaktif
a specific value proporsition towards the user, channel yang memberikan ruang bagi penonton
which implies choosing for a specific strategic untuk meminta informasi khusus tentang prakiraan
scope, (4). Financial design phase. In a final phase, cuaca, informasi lokal mengenai agenda kota, dan
the financial moalities are formalized in binding lain-lain. Dalam hal pelayanan interaktif ini perlu
contracts that clearly des-cribe each partner’s re- dipertimbangkan beberapa kriteria yang diajukan
sponsibilities, and the financial or other benefits oleh Breat dan Ballon seperti di bawah ini : The
they will receive in return. following criteria were used to describe the ways
Fase organisasi lebih banyak fokus pada in which the service package was presented to
peran berbeda dari masing-masing partner, apa the endusers: (1). User involvement. This re-
sumberdaya yang diberikan oleh masing-masing fers to the degree of interactivity experienced
pemain dalam bisnis tersebut. Tak kalah penting by users. User involvement can vary from low
adalah apa model kerjasama yang muncul di dalam (no end-user involvement/interaction) to mid-
penyediaan konten penyiaran yang dimungkinkan. dle (user can give input, e.g. vote), to high (user
Stakeholder yang diperkirakan terlibat dalam can generate and post his own content). The
model penyiaran digital adalah meliputi tiga bagian degree of user involvement depends on the net-
penting: pelaku bisnis, peran dalam bisnis dan work characteristics, the chosen return chan-
hubungan bisnis antar aktor. Lebih lanjut Braet dan nel and the implementation of interactive tech-
Ballon (2008:221) menulis : nologies from the technologies design, (2). Prod-

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


Wibawa, Afifi dan Prabowo, Model Bisnis Penyiaran Televisi Digital di Indonesia 121

uct bundles. This criterion describes the kind cations are developed by or on behalf of a
of product bundles that is offered to the end mobile network operator, these efforts (and
user. This can be package (user takes a sub- subsequent costs) could also be borne by other
scription on a collection of channels, and does actors. For instance, a MNO could develop
not have the authority to add or delete chan- mobile TV content by purchasing and aggre-
nels), ‘modules’ (user can take a subscription gating programs under his own brand, or even
on individual channels or theme-packages). ‘In- by building or acquiring a TV station of one’s
dividual views (user can chose individual own, (b) End-user billing. This criterion de-
shows), or hybrid (mixes of the above). scribes the ways in which the user pays for the
Desain finansial berkaitan dengan biaya services provided. The billing formula will de-
pembangunan jaringan, perjanjian pembagian pend on the kinds of product bundles offered,
keuntungan, perjanjian sharing dan skema bisnis but does not follow directly from that criterion.
dalam kaitannya dengan konsumen. Kriteria di For example, being able to select individual
bawah ini dipakai sebagai pembuatan keputusan shows does not necessarily imply pay-per-view
finansial : The following criteria were used to pricing. Three basic end-user billing models can
describe the financial design decisions: (a) Cost be distinguished: subscription based, pay-per-
sharing agreements. This first financial crite- use and free-to-air with advertisements. Be-
rion describes how different actors carry the tween these three pure forms of revenue
costs of the service rollout. Three cost catego- generation, any number of hybrid combina-
ries are taken into account. First, the device tions can also arise, (c) Revenue sharing agree-
cost refers to the primary purchase cost of the ments. The last criterion describes the ways in
handsets and to what degree the consumer has which the service supplier(s) agree on how the
to pay the entire cost of the handset, or whether revenues generated through end-user billing are
device subsidies are allowed. Second, the net- distributed throughout the value network,
work infrastructure costs refer to the cost of including the broadcasters, other content pro-
building the transmission infrastructure. Third, viders, and the mobile network operators.
the content and application costs refer to which R. Tadayoni, K. E. Skouby (1999:7) men-
partner carries what part of the content and/ coba melihat pengembangan model bisnis dalam
or application development cost. Besides the penyiaran digital melalui tiga isu penting yaitu,
traditional approach, where content is aggre- distribusi, akses dan teknologi. Dalam isu distribusi
gated by a traditional broadcaster, and appli- penting dilihat apakah penyiaran digital tersebut

Gambar 1. The OSA model.


Sumber : Tadayoni & Skuby (1999:6)

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


122 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 8, Nomor 2, Mei - Agustus 2010, halaman 117 - 130

Gambar 2. Generic Mobile Digital TV value network (with sample actors).


Sumber : Braet dan Ballon (2008:9)

memanfaatkan satelit, kabel atau terestrial. Ketiga Dalam model itu digambarkan beberapa
moda distribusi tersebut memiliki karakteristiknya komponen yang memiliki fungsi penting dalam
masing-masing. Distribusi dengan cara teresterial distribusi penyiaran digital. Empat fungsi dasar
memiliki kelebihan: dijelaskan melalui model itu yaitu: content, multi-
The signal can be received using simple plex, infrastructur and user interface. Lebih jauh
roof or in-house antenna. The end con- Tadayoni & Skuby (1999:6) menjelaskan :
sumer is not forced to invest in cable con- (1). Content. A TV-station or a data
nections or satellite dishes. This provides service provider will typically perform this
simple access opportunity for all popula- function. Other organizations are likely to de-
tion. There is possibility for simple port- velop including combining the traditional func-
able and mobile reception. Regionalisation tions. The extent to which other providers than
of the signals can be made in a cost-e¦cient TV-stations will be allocated capacity is, how-
manner. This means that targeting the sig- ever, typically a political question. The Condi-
nal towards limited areas (regional and lo- tional Acces is located at content provider, but
cal TV) can be done in a cost-eficient form. CA could also rest with the multiplexoperator,
Dalam isu akses, Tadayoni membaginya ke (2). Multiplex. This fuction is only partly de-
dalam akses terhadap signal dan akses terhadap termined by technical requirements. The
konten. Akses terhadap signal berkaitan dengan multiplexoperator makes the final multi-
jangkauan, sedangkan akses terhadap konten plexing, but the function can be divided in two
berkaitan dengan pertanyaan sejauh mana sub-functions: (1) a technical function, simply
khalayak mampu menjangkau konten siaran televisi multiplexing incoming programs and (2) an
digital. Isu yang penting dalam akses ini adalah, administrative/economic function: manage-
Conditional Access ,Electronic Program Guide, ment of capacity not immediately used by con-
and Application Program Interface. tent providers. The latter function is not deter-
Adapun model bisnis yang digambarkan mined by the general techno-organizational
oleh Tadayoni & Skuby (1999:6) yang disebut structure of DVB, but might be given substance
Open System Architecture (OSA model) adalah based on political, economic and organizational
Gambar 1. considerations including actual and future pros-

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


Wibawa, Afifi dan Prabowo, Model Bisnis Penyiaran Televisi Digital di Indonesia 123

pects for development of a competitive mar- processes, people and organizational struc-
ket, etc ture.
Model bisnis yang lebih detail dikem- Terdapat tiga subsistem dalam pendekatan
bangkan oleh Braet dan Ballon (2008, 9) untuk sosio-teknik ini yaitu: Technical Subsystem (in-
penyiaran digital yang dikembangkan berbasis frastructure, equipment, application and serv-
pada teknologi DVB-H untuk mobile broadcast- ice), Social Subsystem (market, customer and
ing seperti pada Gambar 2. industry), dan environment (regulation, policy
Dalam model ini digambarkan secara rinci and society). Melalui tiga perspektif inilah akan
masing-masing bagian dan bagaimana hubungan dicari hubungan atau keterkaitan antar ketiganya.
antar masing-masing bagian ini. Dari paparan Penelitian ini memfokuskan hubungan atau kaitan
model ini dapat diketahui posisi masing masing antara ketiganya. Pada akhirnya, penelitian ini
stakeholder dan apa bentuk-bentuk layanan konten memahami dan menjelaskan bagaimana interaksi
yang ditawarkan oleh masing-masing provider. teknologi DVB-T, pasarnya, industri dan regu-
Dalam model yang lengkap ini mudah diketahui lasinya dengan pendekatan sosio-tekniknya.
bagaimana skema arus informasi yang akan terjadi Dari ketiga susbsistem di atas dianalisis hu-
dalam situasi yang ada. bungan interrelasinya dan kemudian disusun se-
buah skenario hubungan antar ketiganya. Sub-
Metode Penelitian sistem teknologi dianalisis infrastructure, equip-
ment, application service. Dalam Subsistem
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosial dianalisis pasar, customer dan industrinya.
sosio-technical approach. Pendekatan sosio- Sedangkan dalam subsistem regulasi dianalisis
technical approach adalah perspektif yang regulasi, kebijakan dan publik atau khalayak.
memiliki framework sangat baik dalam melakukan Sumber data diperoleh melalui peneliti-
investigasi hubungan timbal balik yang terjadi antara an langsung dan dokumen-dokumen yang ada
aspek teknis dan proses sosial. Pendekatan sosio- berkaitan dengan keputusan-keputusan peme-
teknis ini sangat luas digunakan dalam mendesain rintah yang berkaitan dengan penyiaran televisi.
bekerjanya sistem. Pendekatan ini membantu Sedangkan teknik pengumpulan datanya berda-
dalam menjelaskan interaksi antara artefak sosial sar pada: (1). Konsultasi. Konsultasi dilakukan
dan artefak teknik. Lebih khusus lagi, pendekatan untuk membuat peta tentang yang mungkin dapat
ini merupakan metode yang baik dalam rangka digambarkan pada industri penyiaran digital. Peta
mendesain ulang organisasi. Tujuan dari pen- industri ini didasarkan dengan konvergensi media
dekatan ini adalah untuk mengembangkan secara yang dimungkinkan. Konsultasi dilakukan tidak
optimal desain organisasi dan komponen-kom- hanya terhadap kalangan industri pertelevisian
ponen organisasi untuk bekerja dengan baik. seperi pengelola stasiun televisi, Komisi Penyiaran
Seperti yang ditegaskan oleh D.H. Shin (2006,18) Indonesia, Pemerintah, Penyedia teknologi pe-
berikut ini: nyiaran, Departemen Komunikasi dan Informa-
In particular, socio-technical sistem theory tika (Depkominfo) saja tetapi juga dengan ka-
has been employed as a successful method langan Masyarakat Telekomunikasi, masyarakat
of organizational redesign. The objective televisi publik dan masyarakat televisi komunitas
of socio-technical sistem theory is to de- dan organisasi-organisasi masyarakat yang besar,
velop an optimal organizational design that (2). Focus Group Discusion (FGD). Dari peta
enables the three STS components of the industri penyiaran yang telah tergambar mela-
organizational sistem to work well together. lui konsultasi tadi kemudian lebih dikerucutkan
These components are the social subsistem, ke dalam sebuah aplikasi industri yang lebih kon-
technical subsistem, and the environment krit melalui kegiatan Focus Group Discusion
With these components, socio-technical (FGD). FGD ini dilakukan terhadap kelompok
perspective largely has been used to in- stakeholder industri penyiaran yang ada di be-
vestigate the integration of technology, berapa kota besar yang terpilih melalui berbagai

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


124 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 8, Nomor 2, Mei - Agustus 2010, halaman 117 - 130

pertimbangan di seluruh Indonesia, (3). Kuesi- yang sama sekali berbeda dengan struktur bisnis
oner. Kuesioner disebar kepada publik luas di be- penyiaran televisi analog. Dalam model bisnis
berapa kota besar terpilih di Indonesia. Kuesioner penyiaran televisi analog, pemain bisnis lebih berupa
diperlukan untuk memperoleh data kuantitatif pemain tunggal. Stasiun televisi sebagai lembaga
terhadap tanggapan dan keinginan publik terha- penyiaran sekaligus berperan sebagai pemroduksi
dap penyiaran televisi digital. Data ini diperlukan content dan mentransmisikan sendiri program
sebagai langkah awal dalam memahami keingin- siarannya. Dalam situasi seperti itu, struktur
an publik yang berguna dalam penyusunan kebi- bisnisnya bersifat “vertical”, semua dikuasai oleh
jakan, (4). Analisis Kebijakan. Analisis kebijakan penyelenggara siaran.
diperlukan untuk memperoleh gambaran me- Struktur bisnis penyiaran televisi analog
nyeluruh tentang kebijakan yang telah disusun oleh yang semula bersifat “vertical” ini akan berubah
pemerintah di dalam mengatur industri penyiaran menjadi “horizontal” dalam struktur bisnis
di Indonesia. Analisis ini dimulai dengan men- penyiaran televisi digital. Sebagai akibat dari
cermati seluruh kebijakan penyiaran yang telah struktur bisnis yang bersifat”horizontal” ini akan
disusun oleh pemerintah baik yang berkaitan muncul pemain-pemain baru karena rantai bisnis
langsung maupun tidak langsung. Dari analisis ke- menjadi semakin panjang. Struktur “horizontal”
putusan tersebut kemudian dianalisis proses dan dalam bisnis penyiaran digital menjadi akibat sifat
mekanisme kebijakan tersebut disusun. Analisis teknologi dalam penyiaran digital. Teknologi
tersebut menghasilkan temuan roadmap kebijakan penyiaran digital yang memungkinkan dalam satu
penyiaran yang dapat dimanfaatkan untuk dasar kanal bisa memuat sekaligus enam sampai delapan
pijakan didalam penyusunan kebijakan penyiaran frekuensi, tidak memungkinkan hanya dikuasai oleh
digital. satu pemain. Pemisahan rantai layanan dalam bisnis
penyiaran TV digital harus dilakukan. Pemisahan
Hasil Penelitian dan Pembahasan tersebut tampak dalam skema arsitektur layanan
pada Gambar 3.
Migrasi dari sistem penyiaran analog ke Dari blok diagram pada Gambar 3, dapat
sistem penyiaran digital akan menghasilkan model dijelaskan tentang siapa “pemain” dan apa “tugas
bisnis penyiaran yang baru. Model bisnis penyiar- dan wewenang” masing-masing terkait dengan
an digital akan mengakibatkan struktur bisnis penyelenggaraan TVD-TT :

PK PS PMx Kanal
Frekuensi
PK
PK PS PM
PK
Kanal
PMx
PK PS Frekuensi

PK
PK PS
PK PMx Kanal
PM
Frekuensi
PK PS

Gambar 3. Arsitektur Layanan TVD-TT dalam 1 (satu) Wilayah Jangkauan Siaran


(Sumber : Buku Putih, Depkominfo, 2009)

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


Wibawa, Afifi dan Prabowo, Model Bisnis Penyiaran Televisi Digital di Indonesia 125

Penyedia Konten (PK). Penyedia konten Sumber Daya Iklan


memproduksi siaran-siaran seperti : berita, siar-
an pendidikan, program anak-anak, program Iklan sebagai sumber daya utama dalam
budaya dan kesenian, penyuluhan masyarakat, industri televisi merupakan penggerak roda industri
iklan, dsb. Konten dapat diproduksi oleh indivi- televisi. Sampai saat ini, banyaknya stasiun televisi
du, “production house” atau Penyelenggara Pro- dalam beberapa tahun terakhir menyebabkan
gram Siaran. persaingan untuk memperoleh iklan menjadi sangat
Penyelenggara Program Siaran (PS); ketat. Terdapat beberapa hal yang menyebabkan
Penyelenggara Program Siaran berfungsi meng- industri televisi semakin hari harga iklannya menja-
gabungkan program-program siaran dari Penyedia di semakin mahal. Semakin mahalnya harga ikan
Konten sesuai dengan susunan dan jadwal tertentu di televisi ini tentunya menyebabkan tidak lagi
untuk dipancarkan melalui Penyelenggara Mul- kompetitifnya media televisi dibandingkan dengan
tiplekser. Penyelenggara Program Siaran wajib media lainnya.
mematuhi aturan-aturan konten yang telah Menururt identifikasi AGB Nielson (Bul-
ditetapkan dalam UU RI No. 32 Tahun 2002 dan letin AGB Nielson Media Research, Maret, 2009)
PP No. 50 Tahun 2005. Penyelenggara Program empat hal tersebut adalah; pertama, penurunan
Siaran wajib memiliki lisensi IPP yang akan rating rata-rata; kedua, peningkatan jumlah stasiun
diatur tersendiri. televisi; ketiga pertumbuhan populasi TV dan
Penyelenggara Multiplekser (PMx). keempat, harga iklan (rate card) dan inflasi.
Penyelenggara Multiplekser berfungsi meng- Pertama penurunan rating rata-rata.
gabungkan beberapa program siaran dari Pe- Dalam empat tahun terakhir, rating total menurun
nyelenggara Program Siaran untuk kemudian dari 13,8% menjadi 13,5% pada tahun 2007, dan
dipancarkan ke penonton melalui suatu sistem semakin turun menjadi 12,6 pada tahun 2008.
peralatan transmisi (pemancar, sistem antena dan Pada Januari dan Februari 2009, rata-rata rating
menara). Jumlah penyelenggara multiplekser adalah 13,2 %. Penurunan angka ini mengindi-
dalam satu zona layanan disesuaikan dengan kasikan tren bahwa TV bukanlah media hiburan
“Master Plan” TVD-TT yang ditetapkan oleh rumahan utama lagi; kini ada ponsel dan internet,
Menteri atau Direktur Jenderal Pos dan Teleko- yang mengalihkan bola mata penonton dari TV.
munikasi. Penyelenggara Program Siaran dapat Hiburan luar rumah seperti menonton di bioskop
mengajukan permohonan izin baru sebagai pun tampak bertumbuh. Pertumbuhan pusat
Penyelenggara Multiplekser, namun mengingat perbelanjaan juga telah menarik keramaian,
jumlahnya tidak sebanyak jumlah PS, maka terutama diakhir pecan. Selain itu kampanye
pemberian izin atau lisensi dilakukan melalui penghematan listrik pemerintah telah menyebab-
mekanisme seleksi. kan pemadaman listrik di sejumlah kawasan,
Penyedia Menara (PM). Penyedia Menara yang berakibat lebih lanjut pada penurunan
adalah perusahaan yang menyediakan menara kepermisaan TV.
untuk menyiarkan siaran dari beberapa Penye- Kedua, peningkatan jumlah stasiun TV.
lenggara Multipleks. Menara yang digunakan, Kompetisi menyebabkan stasiun TV menjadi
wajib mengikuti standar dan persyaratan teknis semakin sulit mendapatkan satu persen rating.
yang ditetapkan oleh Menteri. Misalnya, jika sepuluh tahun lalu, program nomer
satu bisa memperoleh rating hingga 30%, kini pro-
Pengembangan Model Bisnis Penyiaran TV gram dengan rating teratas hanya bisa meraih rat-
Free to Air Public dan Free to Air Swasta ing 5%-9%.
Ketiga, pertumbuhan populasi TV. Po-
Untuk melakukan pengembangan Model pulasi TV individu berusia lima tahun ke atas di
bisnis penyiaran TV Digital Free to Air Public 10 kota survey telah tumbuh dari 39 juta men-
dan Free to Air Swasta perlu dilakukan kajian jadi 46,7 juta sejak 2006. Sebagai akibatnya, satu
dalam hal sumber daya iklan, konten, struktur poin rating yang bisa diraih oleh stasiun TV
industri televisi dan regulasi. sebenarnya mewakili jumlah penonton yang

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


126 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 8, Nomor 2, Mei - Agustus 2010, halaman 117 - 130

bertambah dari tahun ke tahun. Jadi jika rating Niche of Breadth menunjukkan suatu
1% mewakili 390 ribu orang pada tahun 2006, tingkat hubungan antara suatu populasi atau makh-
pada tahun 2009, rating tersebut mewakili 467 ribu luk hidup dengan sumber-sumber penunjangnya
orang. Dari sini saja kenaikan Cost Per Rating dalam suatu komunitas. Suatu makhluk hidup
Point (CPRP) sebesar 20% bisa dibenarkan. disebut spesialis apabila hanya menggantungkan
Keempat, harga iklan (rate card) dan kehidupannya terhadap satu jenis penunjang, di-
inflasi. Sementara harga iklan stasiun TV sebut generalis jika sumber kehidupannya bera-
memperlihatkan kenaikan antara 3% dan 5% dari neka ragam, serta disebut moderat yang bukan
2006 ke 2008, tingkat inflasi meningkat tajam merupakan keduanya. Sementara niche overlap
menjadi 11,06% pada tahun 2008 seiring terja- adalah derajat kesamaan ekologi atau persaingan
dinya krisis ekonomi global. Semuanya kemudi- antara dua populasi atau makhluk hidup dalam
an berpengaruh pada faktor ‘biaya’ dalam CPRP. memperebutkan suatu sumber penunjang
Tren kenaikan harga iklan televisi yang kehidupan.
tercermin dalam kenaikan harga CPRP di atas Teori Niche tersebut dapat digunakan
memperlihatkan bahwa persaingan stasiun televisi untuk melihat persaingan dalam industri televisi.
menjadi semakin ketat. Artinya peluang hidup Dianalogikan bahwa televisi adalah makhluk hidup
stasiun televisi yang ada menjadi semakin kecil. yang memperebutkan sumber kehidupannya yaitu
Peluang hidup yang semakin kecil ini akan : capital/modal (misalnya pemasukan dari iklan),
diperburuk lagi dengan kenyataan bahwa ke depan types of content (jenis isi media) dan types of
tidak ada stasiun televisi nasional, stasiun televisi audience (jenis khalayak sasaran).
yang ada hanyalah stasiun televisi berjaringan. Berdasarkan hasil penelitian persaingan
Dengan adanya jaringan televisi, pemasang/ antarindustri televisi di atas menunjukkan ketatnya
produsen barang dan jasa iklan tentunya akan persaingan yang ada dalam industri televisi swasta.
memilih memasang iklan pada jaringan televisi yang Dengan sejumlah televisi swasta yang ada sekarang
paling besar. Akibatnya, stasiun televisi kecil persaingan sudah sangat ketat dengan angka Niche
menjadi semakin sulit untuk bertahan hidup. of Breadth berkisar antara 4,8079 sampai
Bisa dibayangkan, bagaimana kompetisi 6,0422. Bisa diprediksikan persaingan yang
antar stasiun televisi di era penyiaran digital. semakin ketat di era televisi digital nanti dimana
Kompetisinya akan sangat ketat lagi karena jumlah stasiun televisi semakin banyak.
semakin banyak stasiun televisi di setiap daerah.
Di era penyiaran digital bisa terdapat lebih dari Analisis Investasi
enam ratus stasiun televisi. Enam ratus stasiun
televisi tersebut semuanya membutuhkan iklan unuk Di tengah kompetisi yang sangat ketat
menopang kehidupannya. dalam industri televisi akan menyebabkan investasi
di dalam industri ini semakin sulit untuk segera
Analisis Kompetisi mendapatkan revenue yang menjanjikan. Dalam
kondisi persaingan seperti ini, tingkat bertahan
Tingkat kompetisi stasiun televisi yang hidup stasiun televisi sebelum memperoleh keun-
sangat ketat dalam beberapa tahun terakhir tungan dari usahanya adalah berkisar sembilan
yang disebabkan oleh kenaikan jumlah stasiun sampai sepuluh tahun. Tingkat kesulitan investasi
televisi yang ada juga tampak dalam analisis dalam industri televisi tergambar dalam analisis
Niche yang dilakukan terhadap enam stasiun investasi terhadap dua stasiun televisi lokal
televisi yang ada saat ini dan yang bejaringan medapatkan gambaran sebagai berikut.
nasional. Teori Niche merupakan teori ekologi Kelayakan bisnis televisi analog yang ada
yang menggambarkan bagaimana sekelompok saat ini menjadi sangat penting untuk mem-
makhluk hidup menggantungkan dan mem- perkirakan dan menentukan bagaimana prospek
perebutkan sumber kehidupannya. Teori Niche ini bisnis televisi digital selain perilaku penonton.
dibagi menjadi dua, yaitu niche of breadth dan Adapun hasil perkiraan investasi di televisi,
niche overlap. khususnya untuk televisi lokal, televisi lokal diam-

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


Wibawa, Afifi dan Prabowo, Model Bisnis Penyiaran Televisi Digital di Indonesia 127

bil sebagai contoh investsi karena nantinya tidak tungan dapat dicapai (tahun ke-10). Investasi in-
ada televisi yang bersiaran nasional akan tetapi dustri televisi, apalagi di daerah masih akan sangat
tetap bersiaran lokal. berat untuk mencapai break event point.
Hasil analisis keuangan yang dilakukan
oleh sebuah stasiun televisi lokal dalam memper- Analisis Penonton Televisi
kirakan Payback Period (PbP) menunjukkan
investasi akan memperoleh dana kembali selama Riset terhadap penonon televisi dilakukan
delapan tahun tiga bulan. Penghitungan Return on untuk mendapatkan gambaran pasar dari industri
Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE) pada televisi dan bagaimana perilaku penonton televisi.
sebuah stasiun televisi lokal menunjukkan bahwa Perilaku penonton televisi penting untuk mem-
kemampuan memperoleh laba dimulai pada tahun perkirakan bagaimana penerimaan atau penolak-
kesembilan. Adapun yang dimaksud dengan ROA an penonton televisi terhadap kehadiran sistem
adalah perbandingan antara pendapatan atau laba penyiaran digital di Indonesia. Temuan riset
dan aset yang dimiliki oleh perusahaan dalam menunjukkan; penonton televisi mayoritas di-
menghasilkan laba untuk perusahaan. Asumsi yang berbagai kota menunjukkan ketidakpuasan ter-
digunakan untuk mengukur kekuatan aset untuk hadap program acara televisi. Angka ketidak-
10 tahun ke depan adalah pertumbuhan jumlah puasan itu berkisar antara 57% sampai 67%.
asset yang dimiliki stasiun TV bedasar prediksi Sedangkan mereka yang merasa belum puas
penggunaan equity. Sedangkan ROE adalah berkisar antara 33% sampai 46%. Mereka yang
pertumbuhan antara pendapatan atau laba dan mo- belum puas mengaggap program siaran televisi
dal sendiri dari perusahaan untuk mengukur tidak mendidik, terlalu dibesar-besarkan tidak
efisiensi penggunaan modal sendiri dalam sebuah bermutu, dan tidak masuk akal. Sedangkan
perusahaan. Faktor yang mempengaruhi adalah mereka yang merasa puas mengatakan program
tingkat suku bunga pinjaman dan jumlah pinjaman siarannya sudah cukup menghibur dan mendidik.
jangka panjang dan jangka pendek yang dimiliki Penelitian ini juga menemukan bahwa
sebuah stasiun TV. ketidakpuasan terhadap program acara televisi
Berdasarkan analisis keuangan di atas swasta cukup tinggi yaitu 59% - 68%. Keti-
maka sesuai dengan rencana kerja sepuluh tahun dakpuasan terhadap program acara televisi swasta
stasiun swasta tersebut, tahun 2013 adalah tahun disebabkan karena program acaranya dinilai tidak
di mana perimbangan keuangan bahkan keun- bermutu. Hanya sedikit sekali responden yaitu

Gambar 4. Model Bisnis Penyiaran TV Digital Publik

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


128 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 8, Nomor 2, Mei - Agustus 2010, halaman 117 - 130

Gambar 5. Model Bisnis Penyiaran TV Swasta Digital

antara 2% sampai 9% yang mengatakan program ra siaran saat ini sangat ketat. Iklan yang menjadi
acara televisi bermutu. sumber daya ekonomi bagi stasiun televisi free to
Temuan pada penelitian menunjukkan air menjadi sangat kecil porsinya apabila di-
bahwa ketidakpuasan pada stasiun televisi juga perebutkan oleh banyak stasiun televisi yang
berhubungan dengan pendapat mereka yang menyelenggarakan siaran lokal. Daya dukung
menyatakan bahwa siaran televisi di Indonesia ekonomi di suatu daerah dimana stasiun televisi
kurang bermutu dan tidak bermutu. Sebanyak itu berada sangat penting sebagai acuan penye-
57,58% responden menyatakan bahwa televisi di lenggaraan stasiun televisi.
Indonesia kurang bermutu dan 4,04% tidak Dari hasil penelitian penonton, menun-
bermutu. jukkan TVRI sebagai televisi publik tidak banyak
Sementara itu, penelitian ini menemukan mendapat respon positif dari masyarakat. Sebagai
hal yang cukup menarik yaitu, program acara TVRI televisi publik, sebenarnya TVRI mengemban misi
dianggap oleh penonton televisi sebagai kurang yang mulia untuk menyediakan informasi bagi
bermutu oleh 57,58% responden dan 4,04% masyarakat. Tidak populernya TVRI di tengah
responden menyatakan bahwa TVRI tidak ber- persaingan dengan televisi swasta memprihatinkan
mutu. Namun, jumlah responden yang mengang- mengingat pada awalnya, TVRI diharapkan
gap bahwa TVRI bermutu ada 38,38% responden. sebagai penyeimbang TV swasta dengan tayangan
Angka ini jauh di atas responden yang menonton sosial ketimbang komersial.
TVRI pada program acara TV Swasta. Artinya, Teknologi siaran dan sumber daya manusia
harapan penonton televisi di Indonesia untuk yang dimiliki TVRI, menjadi aset yang sangat
memperoleh program acara di TVRI masih cukup berharga bagi pengembangan penyiaran di Indo-
tinggi. Kepercayaan penonton bahwa TVRI mam- nesia. Teknologi digital yang memungkinkan
pu menyuguhkan tontonan yang bermutu masih pemanfaatan pemancar tunggal untuk mentrans-
cukup besar. misikan signal televisi dapat menggantikan pera-
latan pemancar TVRI.
Model Bisnis Penyiaran TV Digital Pengem- Secara teknologi, model bisnis televisi dig-
bangan untuk TV Publik ital harus memasukkan Electronic Programe
Guide(EPG) sebagai nilai tambah yang mampu
Sejumlah riset di atas menemukan bebe- memberi informasi yang sifatnya interaktif bagi
rapa hal sebagai berikut: kompetisi penyelengga- penonton televisi. Berkaitan dengan TVRI, model

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


Wibawa, Afifi dan Prabowo, Model Bisnis Penyiaran Televisi Digital di Indonesia 129

bisnisnya harus disusun tersendiri di mana TVRI memberi kemanfaatan yang maksimal kepada
tidak dipisahkan baik sebagai Penyelenggara masyarakat, bahkan kemudian mati atau bang-
Siaran maupun sebagai Operator Mux atau krut. Hal tersebut justru akan membuat masyara-
multiplekser. kat lebih kecewa karena sudah mengeluarkan bi-
Dalam model bisnis di atas TVRI menjadi aya tambahan untuk dapat mengakses siaran TV
multiplekser yang menyediakan frekuensi untuk digital.
televisi komunitas dan televisi pendidikan yang Dalam memberikan ijin siaran bagi
lebih berorientasi kepada publik. Iklan komersial penyelenggara siaran di setiap wilayah layanan
juga diperbolehkan bertumpu pada kepentingan haruslah diperhitungkan daya dukung ekonomi di
publik. TVRI mampu menjangkau semua wilayah wilayah tersebut untuk mengatur sumber daya iklan
siaran yang ada dan membenuk stasiun TVRI di yang mungkin apat diperoleh oleh stasiun televisi
daerah-daerah yang dipandang perlu untuk di daerah tersebut. Pemain lokal tentunya lebih
didirikan stasiun TVRI. diutamakan. Pemain besar sebaiknya dibatasi untuk
Dalam model ini teknologi dan SDM TVRI dapat menjangkau banyak wilayah layanan.
yang besar masih dapat dimanfaatkan secara Sementara itu untuk TVRI, dibutuhkan
maksimal. Namun demikian, ijin pendirian TVRI model bisnis tersendiri yang mampu mengem-
di suatu daerah ditentukan juga berdasar pada bangkan TVRI sebagai stasiun televisi yang mam-
potensi ekonomi yang ada di daerah tersebut. pu memberi jawaban bagi kebutuhan penonton
Model bisnis pada Gambar lima mem- akan televisi. Model bisnis yang direkomendasikan
perlihatkan alur yang mempertimbangkan banyak adalah, TVRI juga diperbolehkan untuk
hal. Model bisnis di atas merupakan asimilasi dari memperoleh iklan. Sebagai Penyelenggara Siaran
model yang sangat teknis dengan model yang TVRI juga dapat sebagai Multiplekser dengan
berkaitan dengan lingkungan, struktur industri catatan, TVRI juga harus bersedia menampung
televisi, daya dukung ekonomi dan sumber daya televisi komunitas yang berjangkauan terbatas.
televisi free to air yaitu iklan. Untuk televisi publik
penyedia menara cukup dari satu pihak saja yang Ucapan Terima Kasih
dapat menampung konsorsium TVRI dan TV
komunitas. Sedangkan untuk televisi swasta ben- Penulis menyampaikan penghargaan dan
tuk konsorsium merupakan bentuk yang tepat ucapan terima kasih kepada Kementerian Riset
untuk lebih dapat mengatur kompetisi. Penyedia dan Teknologi RI yang telah memungkinkan
menara untuk televisi swasta bisa terdiri lebih dari dilakukannya penelitian berjudul “Pengembangan
satu pihak saja. Model Bisnis Penyiaran TV Digital di Indonesia”
Dalam model bisnis ini, dalam memberik- melalui Program Hibah Penelitian Insentif Tahun
an ijin penyelenggaraan televisi digital free to air 2009-2010 yang menjadi dasar bagi penulisan
baik yang publik maupun yang swasta pemerintah artikel ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih
perlu mempertimbangkan daya dukung ekonomi kepada ketua dan staf Lembaga Penelitian dan
masyarakat lokal yang pada gilirannya akan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UPN
berpengaruh pada iklan sebagai sumber daya ”Veteran Yogyakarta. Terimakasih kepada semua
hidup stasiun televisi. pihak yang membantu penelitian dan publikasi di
Jurnal Ilmu Komunikasi Terakreditasi UPN ”Vet-
Simpulan eran” Yogyakarta.

Berdasarkan hasil riset di atas, penelitian Daftar Pustaka


ini merekomendasikan sebuah model bisnis yang
memperhatikan aspek-aspek daya hidup stasiun Braet, Olivier, Ballon, Pieter, 2008, Cooperation
televisi. Digitalisasi bukan berarti membuka kran Models for Mobile Television in Europe,
selebar-lebarnya untuk tumbuhnya begitu banyak Telematics and Informatics 25 (2008),
stasiun televisi memenuhi mux yang ada tapi tidak 216-236.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


130 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 8, Nomor 2, Mei - Agustus 2010, halaman 117 - 130

Dong H Shin, 2006, Socio-Technical Challenges Sudibyo, Agus, Ekonomi Politik Media
in The Development of Digital Multime- Penyiaran, LkiS, 2004, Jakarta.
dia Broadcasting : A Survey of Korean Tadayoni, Reza, Skuby, Knud, Erik, 1999, Ter-
Mobile Television Development, Techno- restrial Digital Broadcasting : Conver-
logical Forecasting and Sosial Change, 73 gence and Its Regulatory Implications,
(2006), 1144-1160. Telecommunications Policy 23 (1999) :
Drury, Godon, Markarian, Garik, Pickavance, 175-199.
Keith, 2001, Coding and Modulation for T.Marsden.,Christopher., G, Verhulst, Stefan,
Digital Television, Kluwer Academic Convergence in European Digital TV
Publishers, Norwell Massachusetts. Regulation, Balckstone Press Limited,
G.C. Feng, Charles , T.Y. Lau , David J. Atkin ,*, 2000.
Carolyn A. Lin, Exploring the evolution Weber, Joseph, Newberry, Tom, 2007, IPTV
of digital television in China: An inter- Crash Course, McGraw Hill, New York:
play between economic and political in- Usulan Working Group Masterplan Frekuensi,
terests, Telematics and Informatics, 2008. 2008
Haliman, Supardi, Regulasi Sistem Penyiaran di Green Paper, Penyiaran, Masyarakat Teleko-
Indonesia: Studi Kasus Pengelolaan minkasi Indonesia, 2008.
Spektrum Frekuensi Radio FM di Kepu- Bulletin AGB Nielson, Maret 2009).
lauan Riau, 2007, Pararaton, Yogyakarta Studi ROA dan ROE dua Stasiun Televisi di
Strabhaar, LaRose, 2000, Media Now, Commu- Yogyakarta.
nication Media in Information Age,
Wadsworth, Belmont USA.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Anda mungkin juga menyukai