PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Demam rematik dan penyakit jantung rematik telah lama dikenal.Penyakit jantung rematik
adalah penyakit yang diakibatkan oleh komplikasi dari demam rematik yang ditandai dengan
adanya cacat pada katup jantung.
Demam rematik akut adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh adanya suatu reaksi
imunologi terhadap infeksi oleh bakteri Streptokokus Group A. Demam rematik akut
menyebabkan infeksi generalisata dan menginfeksi pada bagian tubuh tertentu, seperti jantung,
persendian, otak dan kulit. Individu dengan Demam Rematik Akut sering menyebabkan penyakit
yang berat dan memerlukan perawatan di Rumah Sakit.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai konsep dasar, patofisiologi, etiologi, tanda dan
gejala, penatalaksanaan penunjang, penatalaksanaan medis, dan asuhan keperawatan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1
3. Mampu memahami tanda dan gejala dari Penyakit Jantung Rematik
4. Mampu memahami komplikasi yang dapat terjadi pada Penyakit Jantung Rematik
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFENISI
Penyakit jantung rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya rheumatic heart disease
(RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa
penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral sebagai akibat adanya gejala sisa dari demam
rematik.
Reumatoid heart disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringan-jaringan
penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh organisme streptococcus
hemolitic-b grup A (Pusdiknakes, 1993).
Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat bersifat akut, subakut,
kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A
pada saluran pernafasan bagian atas. Demam reumatik akut ditandai oleh demam berkepanjangan,
jantung berdebar keras, kadang cepat lelah. Puncak insiden demam rematik terdapat pada
kelompok usia 5-15 tahun, penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan
penduduk di atas 50 tahun.
2
Rheumatic fever adalah suatu penyakit inflamasi akut yang diakibatkan oleh infeksi streptococcus
β hemolytic group A pada tenggorokan (faringitis), tetapi tanpa disertai infeksi lain atau tidak ada
infeksi streptococcus di tempat lain seperti di kulit. Karakteristik rheumatic fever cenderung
berulang (recurrence) (Udjianti, 2010).
Rheumatic fever terdiri atas beberapa manifestasi klinis 1) arthritis (paling sering) 2) carditis
(paling serius) 3) chorea (paling jarang dan tidak berkaitan) 4) subcutaneous nodule 5) erythema
marginatum (Udjianti, 2010).
Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara adekuat, Maka sangat
mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung rematik. Infeksi oleh kuman Streptococcus
Beta Hemolyticus group A yang menyebabkan seseorang mengalami demam rematik dimana
diawali terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan
pengobatannya yang kurang terarah menyebabkan racun/toxin dari kuman ini menyebar melalui
sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan katup jantung. Akibatnya daun-daun katup
mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau menebal dan mengkerut sehingga kalau
menutup tidak sempurna lagi dan terjadi kebocoran.
B. ETIOLOGI
1. Faktor genetik
3
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik
menunjkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal
dengan status reumatikus.
2. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki.
Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun
manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam
reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi
data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada
kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.
4. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik
/ penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun
dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan
sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan
sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz
menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah
merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
6. Reaksi autoimun
4
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel
streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung
terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.
Serangan ulang demam rematik sesudah adanya reinfeksi dengan Streptococcus beta-
hemolyticus grup A adalah sering pada anak yang sebelumnya pernah mendapat demam rematik.
Faktor-faktor lingkungan :
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya
demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun
sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan
yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian
untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah
sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-
faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan didaerah yang
beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai
insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi
agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi daripada didataran rendah.
3. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian atas
meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.
5
C. PATOFISIOLOGI
Menurut hipotesa Kaplan dkk (1960) dan Zabriskie (1966), demam rematik terjadi karena
terdapatnya proses autoimun atau antigenic similarity antara jaringan tubuh manusia dan antigen
somatic streptococcus. Apabila tubuh terinfeksi oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A maka
terhadap antigen asing ini segera terbentuk reaksi imunologik yaitu antibody. Karena sifat antigen
ini sama maka antibody tersebut akan menyerang juga komponen jaringan tubuh dalam hal ini
sarcolemma myocardial dengan akibat terdapatnya antibody terhadap jaringan jantung dalam
serum penderia demam rematik dan jaringan myocard yang rusak. Salah satu toxin yang mungkin
berperanan dalam kejadian demam rematik ialah stretolysin titer 0, suatu produk extraseluler
Streptococcus beta-hemolyticus grup A yang dikenal bersifat toxik terhadap jaringan myocard.
Beberapa di antara berbagai antigen somatic streptococcal menetap untuk waktu singkat dan yang
lain lagi untuk waktu yang cukup lama. Serum imunologlobulin akan meningkat pada penderita
sesudah mendapat radang streptococcal terutama Ig G dan A.
D. PATHWAY
6
E. MANIFESTASI KLINIS
Demam reumatik merupakan kumpulan sejumlah gejala dan tanda klinik. Demam reumatik
merupakan penyakit pada banyak sistem, mengenai terutama jantung, sendi, otak dan jaringan
kulit. Tanda dan gejala akut demam reumatik bervariasi tergantung organ yang terlibat dan derajat
keterlibatannya. Biasanya gejala-gejala ini berlangsung satu sampai enam minggu setelah infeksi
oleh Streptococcus.
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4
stadium.
Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A.
Keluhan :
1. Demam
2. Batuk
3. Rasa sakit waktu menelan
4. Muntah
5. Diare
6. Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat.
Stadium II
7
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan
permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1 – 3 minggu, kecuali korea
yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini timbulnya
berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis
tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan menifesrasi spesifik demam
reumatik /penyakit jantungreumatik.
Gejala peradangan umum :
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung
/ penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang
timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik penderita demam reumatik
maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.
Kriteria mayor :
8
1. arditis
Yaitu terjadi peradangan pada jantung ( miokarditis dan atau endokarditis ) yang menyebabkan
terjadinya gangguan pada katup mitral dan aorta dengan manifestasi terjadi penurunan curah
jantung ( seperti hipotensi, pucat, sianosis, berdebar-debar dan heart rate meningkat ), bunyi
jantung melemah, dan terdengar suara bising katup pada auskultasi akibat stenosis dari katup
terutama mitral ( bising sistolik ), Friction rub.
a. Polyarthritis
Klien yang menderita RHD biasanya datang dengan keluhan nyeri pada sendi yang
berpindah-pindah, radang sendi-sendi besar, lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, siku
( polyarthritis migrans ), gangguan fungsi sendi.
b. Khorea Syndenham
c. Eritema Marginatum
d. Nodul Subcutan
Nodul subcutan ini terlihat sebagai tonjolan-tonjolan keras dibawah kulit tanpa adanya
perubahan warna atau rasa nyeri. Biasanya timbul pada minggu pertama serangan dan
menghilang setelah 1-2 minggu. Ini jarang ditemukan pada orang dewasa.Nodul ini terutama
9
muncul pada permukaan ekstensor sendi terutama siku,ruas jari,lutut,persendian kaki. Nodul
ini lunak dan bergerak bebas.
Kriteria Minor :
Selain kriteria mayor dan minor tersebut, terjadi juga gejala-gejala umum seperti , akral
dingin, lesu,terlihat pucat dan anemia akibat gangguan eritropoesis.gejala lain yang dapat muncul
juga gangguan pada GI tract dengan manifestasi peningkatan HCL dengan gejala mual dan
anoreksia
Diagnosa ditegakkan bila ada dua kriteria mayor dan satu kriteria minor, atau dua kriteria minor
dan satu kriteria mayor.
F. PENCEGAHAN
Jika kita lihat diatas bahwa penyakit jantung rematik sangat mungkin terjadi dengan adanya
kejadian awal yaitu demam rematik (DR). Pencegahan yang terbaik adalah bagaimana upaya kita
jangan sampai mengalami demam rematik (DR) (terserang infeksi kuman Streptococcus beta
hemolyticus).
Ada beberapa faktor yang dapat mendukung seseorang terserang kuman tersebut,
diantaranya faktor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang
berdesakan dan akses kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan dalam
10
distribusi penyakit ini. Variasi cuaca juga mempunyai peran yang besar dalam terjadinya infeksi
streptokokkus untuk terjadi DR.
Seseorang yang terinfeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus dan mengalami demam rematik,
harus diberikan therapy yang maksimal dengan antibiotiknya. Hal ini untuk menghindarkan
kemungkinan serangan kedua kalinya atau bahkan menyebabkan Penyakit Jantung Rematik.
G. PENATALAKSANAAN
Karena demam rematik berhubungan erat dengan radang Streptococcus beta-hemolyticus grup A,
maka pemberantasan dan pencegahan ditujukan pada radang tersebut. Ini dapat berupa :
Pengobatan adekuat harus dimulai secepatnya pada DR dan dilanjutkan dengan pencegahan.
Erythromycin diberikan kepada mereka yang alergi terhadap penicillin.
Baik cortocisteroid maupun salisilat diketahui sebagai obat yang berguna untuk
mengurangi/menghilangkan gejala-gejala radang akut pada DR
c. Diet
11
Makanan yang cukup kalori, protein dan vitamin.
d. Istirahat
Istirahat dianjurkan sampai tanda-tanda inflamasi hilang dan bentuk jantung mengecil pada kasus-
kasus kardiomegali. Biasanya 7-14 hari pada kasus DR minus carditis. Pada kasus plus carditis,
lama istirahat rata-rata 3 minggu – 3 bulan tergantung pada berat ringannya kelainan yang ada
serta kemajuan perjalanan penyakit.
e. Obat-obat Lain
Diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada kasus dengan dekompensasi kordis diberikan digitalis,
diuretika dan sedative. Bila ada chorea diberikan largactil dan lain-lain.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah
b) Lekositosis
2. Pemeriksaan bakteriologi
3. Radiologi
4. Pemeriksaan Echokardiogram
5. Pemeriksaan Elektrokardiogram
12
Bukti-bukti infeksi streptococcus :
1. Kultur positif
2. Ruam skarlatina
3. Peningkatan antibodi streptococcus yang meningkat
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada Penyakit Jantung Reumatik (PJR) diantaranya adalah gagal
jantung, pankarditis (infeksi dan peradangan di seluruh bagian jantung), pneumonitis reumatik
(infeksi paru), emboli atau sumbatan pada paru, kelainan katup jantung, dan infark (kematian sel
jantung).
1. Dekompensasi Cordis
Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan terdapatnya sindroma
klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolic termasuk pertumbuhan.
Keadaan ini timbul karena kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena kelainan struktur
jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau gabungan kedua faktor tersebut.
Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara klasik yaitu dengan digitalis dan obat-obat
diuretika. Tujuan pengobatan ialah menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang paling penting
mengobati penyakit primer.
2. Pericarditis
Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari reaksi radang yang ringan
sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum pericard.
13
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Informasi Umum Pasien
(1) Identitas pasien dan penanggung
(2) Riwayat penyakit keluarga
(3) Satus kesehatan saat ini
(4) Status kesehatan masa lalu
14
(3)Pola eliminasi
- Penurunan berat badan
- Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.
- Feses encer dengan/tanpa disertai mukus atau darah.
- Nyeri tekan abdominal.
- Lesi/abses rektal, perianal
- Perubahan dalam jumlah, warna, dan karakteristik urine.
(4)Pola aktivitas dan latihan
- Mudah lelah
- Berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya
- Progresi kelelahan/malaise
- Perubahan kedalaman pernafasan
- Bradipnea, dispnea, ortopnea, takipnea
- Peningkatan diameter anterior posterior
- Pernafasan cuping hidung
- Fase ekspirasi memanjang
- Pernafasan bibir mencucu
- Penggunaan otot aksesorius untuk bernafas
- Pasien mengatakan tidak bisa ke kamar mandi sendiri dan memakai pakaian sendiri, pasien
mengatakan susah keramas dan menggosok gigi sehingga membutuhkan bantuan orang lain.
- Perubahan cara berjalan
- Pergerakan gemetar
- Keterbatasan melakukan keterampilan motorik kasar dan motorik halus
- Keterbatasan rentang pergerakan sendi, tremor akibat pergerakan, ketidakstabilan postur,
pergerakan lambat, dan tidak terkoordinasi
(5)Pola tidur dan istirahat
- Perubahan pola tidur
- Sulit untuk memulai tidur akibat nyeri yang dirasakan
- Sering terbangun dimalam hari
- Tidur kurang dari 6 jam setiap harinya
- Pasien tidak biasa tidur siang
15
- Pasien mengeluh nyeri pada sekitar umbilical sampai ke area diafragma, sendi pergelangan tangan,
pergelangan kaki, lutut, sikut yang muncul bergantian, pasien tampak meringis akibat nyeri,
tampak lesu, dan tidak bergairah (nyeri dikaji dengan PQRST : faktor penyebabnya,
kualitas/kuantitasnya, lokasi, lamanya dan skala nyeri).
- Mengekspresikan prilaku gelisah, waspada, iritabilitas, mendesah, merengek, menangis
- Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
- Perilaku berjaga – jaga melindungi area nyeri
- Diaforesis
- Perubahan tekanan darah, frekuensi jantung, dan frekuensi pernafasan
(6)Pola kognitif-perseptual
- Pusing/pening, sakit kepala.
- Pasien mengatakan tidak memahami mengenai pencegahan penyakitnya, perawatan dan tindakan
yang harus dilakukan
- Pasien tampak bertanya pencegahan, perawatan dan pengobatannya.
(7)Pola persepsi diri/konsep diri
- Ide paranoid
- Ansietas yang berkembang bebas
- Harapan yang tidak realistis
(8)Pola seksual dan reproduksi
- Menurunnya libido untuk melakukan hubungan seks.
(9)Pola peran-hubungan
- Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu membuat rencana.
- Perubahan pada interaksi keluaga/orang terdekat
- Aktivitas yang tak terorganisasi, perubahan penyusunan tujuan.
(10) Pola manajemen koping stress
- Faktor stres yang berhubungan dengan kehilangan, misal dukungan keluarga, hubungan dengan
orang lain, penghasilan, gaya hidup tertentu, dan distres spiritual
- Mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, kehilangan
kontrol diri, dan depresi
- Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri
- Perilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis, dan kontak mata yang kurang.
16
(11) Pola keyakinan-nilai
- Mengungkapkan kurang dapat menerima (kurang pasrah)
- Mengungkapkan kurangnya motivasi
- Mengungkapkan kekurangan harapan, cinta, makna hidup, tujuan hidup, ketenangan (mis.
Kedamaian)
- Mengungkapkan marah kepada Tuhan, ketidakberdayaan, penderitaan
- Ketidakmampuan berintrospeksi, mengalami pengalaman regiositas, berpartisipasi dalam
aktivitas keagamaan, berdoa
- Meminta menemui pemimpin keagamaan
- Perubahan yang tiba – tiba dalam praktik spiritual
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
17
e. Pk Anemia
f. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (penimbunan asam laktat pada sendi,
pergesekan daerah sekitar sendi dan peradangan pada daerah sendi) ditandai dengan
melaporkan nyeri secara verbal, mengekspresikan prilaku gelisah, waspada, iritabilitas,
mendesah, merengek, menangis, perubahan posisi untuk menghindari nyeri, perilaku
berjaga – jaga melindungi area nyeri, diaforesis, perubahan tekanan darah, frekuensi
jantung, dan frekuensi pernafasan .
g. Hipertermi berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat infeksi penyakit
ditandai dengan kulit kemeraha, peningkatan suhu tubuh diatas normal, kejang, takikardia,
takipnea, dan kulit teraba hangat.
h. Keletihan berhubungan dengan penurnan energi akibat metabolisme basal terganggu
ditandai dengan ketidakmampuan mempertahankan aktivitas fisik pada tingkat yang
biasanya, ketidakmampuan mempertahankan rutinitas yang biasanya, peningkatan keluhan
fisik, peningkatan kebutuhan istirahat, kurang energy, letargi, lesu, lelah, mengatakan
kurang energi yang luar biasa dan tidak kunjung reda.
i. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan massa otot ditandai dengan
perubahan cara berjalan, pergerakan gemetar, keterbatasan melakukan keterampilan
motorik kasar dan motorik halus, keterbatasan rentang pergerakan sendi, tremor akibat
pergerakan, ketidakstabilan postur, pergerakan lambat, dan tidak terkoordinasi.
j. Risiko cedera berhubungan dengan disfungsi efektor (Korea Sydenham)
k. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit (eritema marginatum dan
nodul subkutan) ditandai dengan kerusakan lapisan kulit, gangguan permukaan kulit, dan
invasi struktur tubuh.
l. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan ditandai dengan gelisah,
khawatir, ketakutan, kesedihan yang mendalam, wajah tampak tegang, tremor, peningkatan
keringat, suara bergetar, letih, diare, nyeri abdomen, anoreksia, mulut kering, peningkatan
frekuensi pernafasan, sering berkemih, penurunan tekanan darah dan denyut nadi.
m. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi ditandai dengan
pengungkapan masalah, ketidakakuratan mengikuti perintah, perilaku hiperbola, dan
perilaku tidak tepat (hysteria, agitasi, apatis)
18
19
3. Intervensi Keperawatan
Hari
Tgl/ Diagnosa Tujuan /
No Intervensi Rasional
Wak keperawatan kriteria hasil
tu
1. - Ketidakefektifan Setelah Mandiri Mandiri
pola nafas tidak diberikan - Evaluasi frekuensi - Respon pasien
berhubungan askep selama pernapasan dan bervariasi. Kecepatan
dengan 2x24 jam kedalaman. Catat dan upaya mungkin
ketidakadekuatan diharapkan upaya pernapasan, meningkat karena
oksigen menuju pola nafas contoh adanya nyeri, takut, demam,
paru-paru efektif dispnea, penurunan volume
dengan penggunaan otot sirkulasi (kehilangan
kriteria hasil : bantu pernapasan, darah atau cairan),
Pasien tidak pelebaran nasal. akumulasi secret,
sesak nafas hipoksia atau distensi
Frekuensi gaster. Penekanan
pernapasan pernapasan
normal (16- (penurunan kecepatan)
24 kali dapat terjadi dari
permenit) penggunaan analgesic
berlebihan.
Pengenalan dini dan
pengobatan ventilasi
abnormal dapat
mencegah komplikasi.
- Auskultasi bunyi
napas ditujukan untuk
- Auskultasi bunyi mengetahui adanya
napas. Catat area bunyi napas
yang menurun atau tambahan.
20
tidak adanya bunyi
napas dan adanya
bunyi napas
tambahan, contoh
krekels atau ronki
Kolaborasi Kolaborasi
- Bantu dalam - Reekspansi paru
pemasangan dengan pelepasan
kembali selang akumulasi darah atau
dada atau udara dari tekanan
torakosentesis bila negative pleural.
diindikasikan
2. - Penurunan curah Setelah Mandiri Mandiri
jantung diberikan - Kaji/pantau - Perbandingan dari
berhubungan askep selama tekanan darah. tekanan memberikan
dengan disfungsi 3x24 jam Ukur pada kedua gambaran yang lebih
miokardium diharapkan tangan /paha untuk lengkap tentang
curah jantung evaluasi awal. keterlibatan/bidang
normal. Gunakan ukuran masalah vaskular.
Dengan manset yang tepat Hipertensi berat
kriteria hasil dan teknik yang diklarifikasikan pada
: akurat. orang dewasa sebagai
pasien tidak peningkatan tekanan
mudah lelah diastolik sampai 130;
Pasien tidak hasil pengukuran
sesak napas diastolik diatas 130
Tekanan dipertimbangkan
21
dan diastolik merupakan faktor
(60- resiko yang ditentukan
90)mmHg untuk penyakit
Nadi normal serebrovaskular dan
(60-100 kali penyakit iskemi
permenit) jantung bila tekanan
Tidak ada diastolik 90 sampai
sianosis 115.
22
dan masa kerusakan ginjal atau
pengisian kapiler. vaskular.
-Dapat menurunkan
rangsangan yang
menimbulkan stres,
membuat efek tenang,
sehingga akan
menurunkan TD.
- Catat edema - Dapat
umum/tertentu. mengindikasikan
gagal jantung,
kerusakan ginjal atau
vaskuler.
- Anjurkan teknik - Dapat menurunkan
relaksasi, panduan rangsangan yang
imajinasi, aktivitas menimbulakan stres,
pengalihan. membuat efek tenang,
sehingga akan
- Pantau respon menurunkan TD.
terhadap obat - Respon terhadap
untuk mengontrol terapi obat “steppen”
tekanan darah. (yang terdiri atas
neureting, inhibitor
simpatis dan
vasodilator)
tergantung pada
individu dan efek
sinergis obat. Karena
efek samping tersebut,
maka penting untuk
menggunakan obat
23
dalam jumlah paling
sedikit dan dosis
Kolaborasi paling rendah
- Berikan Kolaborasi
pembatasan cairan - Pembatasan ini dapat
dan diet natrium menangani retensi
sesuai indikasi cairan dengan respon
hipertensif, dengan
demikian menurunkan
beban gagal jantung.
3. - Gangguan perfusi Setelah Mandiri Mandiri
jaringan diberikan - Selidiki perubahan - Perfusi serebral secara
berhubungan askep selama tiba-tiba atau langsung sehubungan
dengan gangguan 3x24 jam gangguan mental dengan curah jantung
aliran darah diharapkan kontinyu, contoh: dan juga dipengaruhi
sekunder akibat tidak ada cemas, bingung, oleh elektrolit atau
inflamasi gangguan letargi, pingsan. variasi asam basa,
perfusi hipoksia, atau emboli
jaringan - Lihat pucat, sistemik.
dengan sianosis, belang, - Vasokontriksi sistemik
kriteria hasil : kulit dingin atau diakibatkan oleh
Pasien tidak lembab. Catat penurunan curah
merasa nyeri kekuatan nadi jantung mungkin
Tidak ada perifer. dibuktikan oleh
sianosis penurunan perfusi
24
distress pernapasan.
Namun dispnea tiba-
tiba atau berlanjut
Kolaborasi menunjukkkan
- Pantau data komplikasi
laboratorium, tromboemboli paru.
contoh: GDA, Kolaborasi
BUN, creatinin, - Indikator perfusi atau
dan elektrolit. fungsi organ.
4. - Hypertermi Setelah Mandiri Mandiri
berhubungan diberikan - Pantau suhu - Suhu 38,9o – 41,1o C
dengan kerusakan askep selama pasien (derajat dan menunjukan proses
kontrol suhu 1x24 jam pola) perhatikan penyakit infeksius
sekunder akibat diharapkan menggigil atau akut. Pola demam
infeksi penyakit suhu tubuh diaforesis. dapat membantu
kembali dalam diagnosis ;
normal misal kurva demam
dengan out lanjut berakhir lebih
come : dari 24 jam
Suhu tubuh menunjukkan
pasien pneumonia
normal (36,8 pnuemokokal, demam
-37,2 ) °C scarlet atau tifoit ;
Pasien tidak demam remiten
menggigil (bervariasi hanya
beberapa derajat pada
arah tertentu)
menunjukan infeksi
paru ; kurva intermiten
atau demam yang
kembali normal sekali
25
dalam periode 24 jam
menunjukan episode
septic, endokarditis
septic, atau TB.
Menggigil sering
mendahului puncak
suhu. Catatan :
penggunaan
antipirektik mengubah
pola demam dan dapat
dibatasi sampai
diagnosis dibuat atau
bila demam tetap lebih
besar dari 38,9o C.
- Dapat membantu
mengurangi demam.
Catatan : penggunaan
air es atau alcohol
mungkin
menyebabkan
- Berikan kompres kedinginan,
mandi hangat ; peningkatan suhu
hindari penggunan secara actual. Selain
alcohol. itu, alcohol dapat
mengeringkan kulit.
Kolaborasi
- Digunakan untuk
mengurangi demam
dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus,
meskipun demam
26
Kolaborasi mungkin dapat
- Berikan berguna dalam
antipiretik, membatasi
misalnya : ASA pertumbuhan
(aspirin), organisme, dan
asetaminofen meningkatkan
(Tylenol). outodestruksi dari sel-
sel yang terinfeksi.
5. - Gangguan rasa Setelah Mandiri Mandiri
nyaman (nyeri) diberikan - Ketahui adanya - Dengan mengetahui
berhubungan askep selama nyeri. Dengarkan dan mendengarkan
dengan 2x24 jam, dengan penuh penuh perhatian
penimbunan asam diharapkan perhatian mengenai nyeri, akan
laktat pada sendi pasien mengenai nyeri. dapat
merasa dilakukan tindakan
nyaman yang tepat untuk
dengan krite mengatasi nyeri.
ria hasil : - Beri tahu teknik - Teknik penurunan
Tidak ada untuk menurunkan ketegangan otot
nyeri ketegangan otot rangka dapat
Pasien tidak rangka, yang dapat menurunkan intensitas
meringis menurunkan nyeri.
intensitas nyeri.
- Ajarkan strategi
relaksasi khusus
(missal: bernafas - Strategi relaksasi
perlahan, teratur dapat meningkatkan
atau nafas dalam – rasa nyaman
kepalkan tinju –
menguap).
27
6. - Intoleransi aktivitas Setelah Mandiri Mandiri
berhubungan diberikan - Periksa tanda vital - Hipertensi ortostatik
dengan askep selama sebelum dan dapat terjadidengan
metabolisme basal 2x24 jam, segera setelah aktivitas karena efek
terganggu diharapkan aktivitas, obat (vasodilasi),
pasien dapat khususnya bila perpindahan cairan
melakukan pasien (diuretik) atau
aktivitas menggunakan pengaruh fungsi
dengan vasolidator, jantung
mandiri diuretik, penyekat - Penurunan
dengan krite beta. /ketidakmampuan
ria hasil : - Catat respon miokardium untuk
Pasien tidak kardiopulmonal meningkatkan volume
mudah lelah terhadap aktifitas, sekuncup selama
Pasien tidak catat takikardi, aktivitas, dapat
nyeri disritmia, dispnea, menyebabkan
28
- Evaluasi menyebabkan
peningkatan kelemahan.
intoleran aktivitas. - Dapat menunjukkan
peningkatan
- Berikan bantuan dekompensasi jantung
dalam aktivitas daripada kelebihan
perawatan diri aktivitas.
sesuai indikasi. - Pemenuhan
Selingi periode kebutuhan perawatan
aktivitas dengan diri pasien tanpa
periode istirahat. mempengaruhi stres
Kolaborasi miokard/ kebutuhan
- Implementasikan oksigen berlebihan.
program
rehabilitasi Kolaborasi
jantung/aktifitas. - Peningkatan bertahap
pada aktivitas
menghindari kerja
jantung/konsumsi
oksigen berlebihan.
Penguatan dan
perbaikan fungsi
jantung dibawah stres,
bila disfungsi jantung
tidak dapat membaik
kembali.
4. EVALUASI
No. Hari/Tanggal
Diagnosa Keperawatan Evaluasi
Dx Jam
29
1. Pola nafas tidak efektif - S : Pasien mengatakan tidak
berhubungan dengan sesak nafas lagi
ketidakadekuatan oksigen - O : Frekuensi pernapasan
menuju paru-paru. normal ( 16-20 kali permenit)
- A : Tujuan tercapai.
- P : Pertahankan kondisi pasien.
2. Penurunan curah jantung -S :Pasien mengatakan sudah
berhubungan dengan disfungsi tidak mudah lelah dan tidak
miokardium. sesak napas
-O :
Tekanan darah normal yaitu
110/60-140/90mmHg
Nadi normal (60-100 kali
permenit)
Tidak ada sianosis
Tidak ada edema
- A : Tujuan tercapai.
- P : Pertahankan kondisi pasien.
3. Gangguan perfusi jaringan - S :Pasien mengatakan sudah
berhubungan dengan gangguan tidak merasa nyeri
aliran darah sekunder akibat -O :
inflamasi. Tidak ada sianosis
Pasien tidak pucat
Tidak ada edema
- A : Tujuan tercapai.
- P : Pertahankan kondisi pasien.
4. Hypertermi berhubungan - S : pasien mengatakan panas
dengan kerusakan kontrol suhu badan pasien sudah menurun dan
sekunder akibat infeksi tidak merasa gelisah lagi
penyakit. - O:
30
Suhu tubuh pasien normal (36,8-
37,2°C)
Pasien tidak menggigil
- A : Tujuan tercapai.
- P : Pertahankan kondisi pasien.
5. Gangguan rasa nyaman (nyeri) - S :Pasien sudah merasa tidak
berhubungan dengan ada nyeri
penimbunan asam laktat pada - O :Pasien tidak meringis
sendi. kesakitan
- A : Tujuan tercapai.
- P : Pertahankan kondisi pasien.
6. Intoleransi aktivitas -S:
berhubungan dengan Pasien mengatakan sudah tidak
metabolisme basal terganggu. mudah lelah
Pasien mengatakan tidak merasa
nyeri
-O:
Pasien tidak meringis kesakitan
Pasien tidak lemas
Pasien tidak pucat
- A : Tujuan tercapai.
- P : Pertahankan kondisi pasien.
31
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah di lakukan asuhan keperawatan pada klien dengan PENYAKIT JANTUNG REMATIK,
maka dapat di simpulkan:
32
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Carpenito, L. J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Herdman, T Heather (Ed). 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.
Jakarta : EGC.
Hidayat, A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius.
Markum, AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Robbins dan Kumar. 2003. Buku Ajar Patologi. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Sachasin Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatik. Jakarta: EGC.
Sarwono, W. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Suriadi dan Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anak. Jakarta : Sagung Seto.
Suryanah. 2000. Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
33