Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

TUMOR MEDIASTINUM DI RUANG PARU RSUP M.DJAMIL PADANG

OLEH :

MISTATI NOVITASARI

1841312085

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2019
LAPORAN PENDAHULUAN
TUMOR MEDIASTINUM

A. LANDASAN TEORITIS PENYAKIT


1. DEFENISI
Mediastinum merupakan sebuah rongga yang berada diantara
pulmo dextra dan sinistra yang berisikan jantung beserta pembuluh darah
aorta dan arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus,
saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya (Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia, 2017).
Tumor adalah suatu benjolan abnormal yang ada pada tubuh.
Sehingga dapat kita ketahui bahwa tumor mediastinum merupakan
benjolan abnormal yang terdapat di dalam mediastinum yaitu pada rongga
yang berisikan jantung beserta aorta dan arteri besar, pembuluh darah vena
besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening
dan salurannya (Hood Alsagaff, 2006).
Mediastinum terbagi menjadi tiga ruang, yaitu anterior (depan),
tengah, dan posterior (belakang). Pada ketiga ruang mediastinum ini,
tumor jinak atau tumor ganas dapat tumbuh. Sehingga pada mediastinum
yang merupakan rongga sempit dan tidak dapat diperluas (fleksibel) ini
jika terdapat pembesaran tumor, maka dapat menekan organ didekatnya
yang kemudian menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa..
Meskipun jarang terjadi, orang dewasa pada kisaran usia 30-50 tahun
memiliki risiko lebih tinggi menderita tumor mediastinum yang biasanya
dijumpai pada bagian mediastinum anterior. Sedangkan pada anak, tumor
mediastinum sering kali ditemui pada bagian posterior. (dr. Agus
Rahmadi, 2010).
2. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang dianggap sebagai etiologi atau sebagai
penyebab tumor mediastinum adalah :
 Pada bagian depan atau anterior, tumor mediastinum dapat disebabkan
oleh :
o Benjolan pada tiroid mediastinal yang merupakan sebuah massa
yang umumnya jinak, tapi terkadang dapat berubah menjadi ganas
atau disebut kanker.
o Limfoma, termasuk yaitu limfoma Hodgkin dan limfoma non-
Hodgkin.
o Timoma, yaitu merupakan kista pada bagian timus.
 Pada bagian tengah, tumor mediastinum dapat disebabkan karena:
o Kista bronkogenik, yang merupakan sebuah tumor yang tumbuh
pada saluran bronkus atau saluran pernapasan.
o Kista perikardial, tumor jinak pada lapisan jantung.
o Pembesaran kelenjar getah bening (Limfadenopati mediastinum)
o Tumor trakea.
o Komplikasi vaskular, seperti pembengkakan aorta.
o Tiroid mediastinum massa, seperti gondok. Meski terbilang jinak,
tapi dapat berisiko berkembang menjadi kanker.
 Pada bagian belakang atau posterior, tumor mediastinum dapat
disebabkan karena:
o Pembesaran kelenjar getah bening (Limfadenopati mediastinum)
o Extramedular hematopoisis, yaitu munculnya benjolan langka pada
bagian sumsum tulang dan berhubungan dengan kondisi anemia
parah.
o Kista neuroenterik mediastinum, yaitu munculnya benjolan langka
pada sistem saraf dan pencernaan.

3. MANIFESTASI KLINIS
Pada umumnya tumor mediastinum tumbuh secara lambat
sehingga pasien yang sering datang adalah pasien dengan ukuran tumor
cukup besar yang disertai dengan gejala dan keluhan karena akibat dari
penekanan tumor terhadap organ sekitarnya. Tanda dan gejala yang biasa
timbul pada pasien tumor mediastinum ini tergantung pada organ yang
terlibat dengan tumor, yaitu bila terjadi penekanan (inasi) pada :
 Trakea atau pada saluran utama bronkus, pasien sering
mengeluh batuk, sesak, atau pernafasan stridor.
 Esofagus, pasien mengeluh disfagia atau kesulitan menelan
makanan atau cairan.
 Vena kava superior (SVKS), terjadi sindroma vena kava superior
(SVKS) yang sering terjadi pada tumor mediastinum yang sudah
ganas.
 Nervus laryngeal, keluhan yang sering muncul adalah suara serak
dan batuk kering.
 nervus frenikus, terjadinya paralisis diafragma atau tidak
berkontraksinya salah satu atau kedua sisi diafragma.
 Sistem syaraf (neurogenik), dapat menyebabkan keluhan nyeri
pada dinding dada.
Gejala – gejala lainnya yaitu:
4. Nyeri dada merupakan gejala yang paling sering timbul
terutama pada tumor mediastinum anterosuperior. Nyeri dada
ini disebabkan karena terjadinya kompresi pada invasi dinding
dada posterior dan nervus interkostalis.
5. Dispnae atau sesak nafas, batuk, pneumonitis berulang atau
gejala yang agak jarang seperti bunyi nafas stridor dapat
menunjukkan terjadinya kompresi pada batang trakhebronkus.
6. Disfagia atau gejala obstruksi terjadi jika tumor melibatkan
esophagus didalamnya.
7. Paralisis plika vokalis, sindrom horner dan sindrom pancoast
terjadi jika tumor melibatkan nervus laringeus rekuren, rantai
simpatis atau plekus brakialis.
8. Tumor mediastinun yang menyebabkan gejala ini paling sering
berlokalisasi pada mediastinum superior.
9. Paralisis diafragma jika tumor melibatkan nervus frenikus.
(Muttaqin, 2007).

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Radiologi
 Foto thoraks
Foto thoraks PA atau lateral dilakukan untuk menentukan lokasi
tumor berada, apakah pada anterior, medial atau posterior. Tetapi
lokasi tumor sulit ditentukan jika ukuran tumor cukup besar.
 Tomografi
Tomografi dapat dilakukan untuk menentukan lokasi tumor,
mendeteksi jenis atau klasifikasi pada lesi yang sering ditemukan
pada kista dermoid, tumor tiroid, dan kadang-kadang timoma.
Namun, Teknik ini sangat jarang digunakan.
 CT-scan toraks
CT-scan toraks dapat dilakukan untuk menjelaskan secara detail
lokasi, kelainan tumor, kemungkinan jenis tumor secara lebih baik.
Misalnya pada teratoma dan timoma. CT-scan juga dapat untuk
menentukan stage pada kasus timoma dengan cara mencari apakah
telah terjadi invasi atau belum, mempermudah pelaksanaan
pengambilan bahan untuk pemeriksaan sitologi, serta untuk
menentukan luas radiasi beberapa jenis tumor mediastiinum.
 Flouroskopi
Flouroskopi dilakukan untuk melihat apakah ada kemungkinan
terjadinya aneurisma aorta.
 Ekokardiografi
Ekokardiografi dilakukan untuk mendeteksi pulsasi pada tumor yang
diakibatkan karena terjadinya aneurisma aorta.
 Angiografi
Angiografi biasanya lebih sensitif untuk mendeteksi terjadinya
aneurisma aorta dibandingkan flouroskopi dan ekokardiografi.
 Esofagografi
Pemeriksaan Esofagografi dianjurkan untuk dilakukan apabila ada
dugaan terjadi invasi atau penekanan pada esofagus.
 USG, MRI, dan Kedokteran Nuklir
Jarang dilakukan, tetapi pemeriksaan ini terkadang harus dilakukan
untuk beberapa kasus tumor mediastinum. (www.klik
pdpi.com/tumor mediastinum.)

b. Endoskopi
 Mediastinoskopi
Tindakan Mediastinoskopi dilakukan apabila lokasi tumor berada
pada mediastinum anterior.
 Bronkoskopi
Bronkoskopi dilakukan apabila ada indikasi tindakan operasi.
Bronkoskopi sering digunakan untuk pembeda antara tumor
mediastinum dengan kanker paru primer. Tindakan ini dapat
memberikan informasi tentang adanya penekanan tumor teerhadap
saluran nafas beserta lokasinya,.
 Esofagoskopi
 Torakoskopi Diagnostik
 Elektromagnestic Navigation Diagnostic Bronchoscopy
Tindakan ini merupakan metode yang aman yang dilakukan untuk
menjangkau sampel lesi-lesi yang tidak terjangkau bronkoskopi,
misalnya pada arah perifer. Tindakan ini dapat digunakan untuk
mengambil sampel lesi tumor mediastinum dengan cara
Tranbroncial Needle Bronchoscopy Aspiration (TNBA), dimana
dapat memberikan hasil diagnostik yang tinggi dan hasil tersebut
tidak dipengaruhi oleh besar kecil dan lokasi tumor.
(www.klik pdpi.com/tumor mediastinum)

d. Pemeriksaan Laboratorium
 Hasil pemeriksaan rutin laboratorium terkadang sering menunjukkan
adanya peningkatan LED pada limfoma dan TBC mediastinum.
Namun pemeriksaan ini sering tidak memberikan informasi yang
berkaitan dengan tumor.
 Uji tuberkulin bila adanya suspect limfadenitis TBC.
 Pemeriksaan T3 dan T4 dibutuhkan untuk mendeteksi tumor tiroid.
 Pemeriksaan beta-HCG dan alfa-fetoprotein dilakukan untuk tumor
mediastinum sebagai pembeda antara tumor sel germinal seminoma
dengan tumor sel nonseminoma (Syahruddin, 2011).

5. PENATALAKSANAAN
1) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tumor mediastinum tergantung dari klasifikasi
dan jenis tumor, sifat tumor apakah tumor tersebut jinak atau ganas.
Jika tumor mediastinum bersifat jinak, maka dapat dilakukan tindakan
pembedahan atau operasi. Sedangkan jika tumor bersifat lebih ganas
maka penatalaksanaan secara umum yang dapat dilakukan adalah
multimodaliti, yaitu bedah, kemoterapi, dan radiasi. (Syahruddin,
2011).
b. Pembedahan
Indikasi pembedahan adalah pada :
- Tumor stadium I
- Stadium II jenis karsinoma dan karsinoma sel besar yang tidak
dapat di bedakan (undifferentiated). Pada stadium II, dilakukan
secara khusus apabila mencakup pada 3 kriteria berikut ;
a. Karakteristik biologis tumor : baik, cukup baik atau buruk.
b. Letak tumor dan pembagian stadium klinis untuk
menentukan teknik reseksi terbaik yang akan dilakukan
c. Keadaan fungsional penderita apakah pasien mempunyai
penyakit degeneratif lain atau penyakit gangguan
kardiovaskuler.
Syarat untuk tindakan bedah:
Syarat untuk tindakan bedah adalah nilai spirometri dan bila
terjadi ketidakadekuatan maka harus dilakukan konfirmasi dengan
analisis gas darah. Tekanan O2 arteri dan saturasi O2 darah arteri
harus > 90 %.
Tujuan
pada pembedahan kanker paru untuk mengangkat semua jaringan
yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi
paru-paru yang tidak terkena kanker.
c. Radiasi
Indikasi dan syarat pasien dilakukan tindakan radiasi adalah ;
 Pasien dengan tumor yang dapat dilakukan tindakan
pembedahan namun beresiko tinggi.
 Pasien kanker jenis adenokarsinoma atau sel skuamosa yang
tidak dapat dioperasi dan juga terdapat pembesaran kelenjar
getah bening.
 Komplikasi:
 Esofagitis, hilang 7 – 10 hari sesudah pengobatan
 Pneumonitis, pada rontgen terlihat bayangan eksudat.
d. Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk merusak pola pertumbuhan
tumor pada pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan
metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
Syarat untuk pelaksanaan radioterapi dan kemoterapi:
 Hb > 10 gr/dl
 Leukosit > 4000/mm3
 Trombosit > 100.000/mm3
Selama pemberian kemoterapi atau radiasi perlu diawasi
terjadinya respon penolakan dari tubuh dan efek samping obat..

Macam-macam kemoterapi berdasarkan klasifikasi tumor:


a) Small Cell Lung Cancer (SCLC)
b) Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC)

6. KOMPLIKASI
Berikut empat komplikasi terberat dari tumor mediastinum adalah:
 Obstruksi trachea
 Sindrom Vena Cava Superior
 Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan
 Ruptur esophagus
7. WOC

Virus
Faktor hormonal Struktur dasar
Adanya zat yang
Faktor lingkungan DNA berubah
bersifat initiation
Faktor genetik

Initiation agent (unsur


Adanya perubahan
kimia. fisik, dan biologis)
struktur sel abnormal

Dalam jangka waktu panjang ; Memerlukan waktu yang lama


minggu bahkan sampai tahunan dan berkesinambungan

Terbentuk Terbentuk Memicu terbentuknya sel


formasi tumor neoplasma tumor

Vena leher Nerves laryngeus


Nervus vagus Kompresi Trakea
mengembang inferior tertekan
tertekan esofagus tertekan
pada sindroma
vena cava
superior
Serangan batuk Suara serak Gangguan Batuk atau
dan spasme menelan stridor
bronkus

MK: gangguan MK: gangguan


konsep diri nutrisi

MK: -Pola nafas tidak efektif


- bersihan jalan nafas
- nyeri
B. LANDASAN TEORITIS ASKEP
1. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien
Pada identitas klien biasanya meliputi : inisial pasien, usia, jenis
kelamin, ras/suku bangsa, pendidikan , pekerjaan, alamat dan agama.

b. Riwayat Kesehatan
1) Alasan Masuk
Alasan masuk biasanya meupakan fator pencetus klien dibawa ke
rumah sakit. Gejala dan tanda penyakit yang membuat pasien
datang ke rumah sakit.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan pasien yang biasa muncul pada pasien tumor
mediastinum pada umumnya adalah batuk terus menerus, batuk
berdahak, batuk berdarah, sesak nafas dan nafas pendek – pendek,
nyeri kepala.
3) Riwayat kesehatan terdahulu
Riwayat kesehatan dahulu pada pasien dengan tumor mediastinum
biasanya adalah perokok berat, lingkungan tempat tinggal di daerah
yang tercemar polusi udara, riwayat penyakit bronchitis kronik,
pernah terpajan bahan kimia seperti asbestos.
4) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya keluarga pasien mempunyai riwayat penyakit kanker paru
– paru/tumor mediastinum.

c. Pengkajian 11 Pola Fungsional Gordon


a) Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Kaji bagaimana pesepsi klien terhadap penyakitnya, apa arti sehat
dan sakit buat pasien, bagaimana pengetahuan pasien tentang
penyakitnya.
b) Pola nutrisi
- Kaji bagaimana masukan atau intake makanan pasien.
- Kaji bagaimana nafsu makan pasien dan hal yang
mempengaruhi nafsu makan klien.
- Kaji makanan favorit pasien, makanan yang dibenci dan
makanan yang dapat membuat pasien alergi.
- Kaji apakah pasien menggunakan suplemen penambah nafsu
makan atau penggunaan obat diet.
- Kaji perubahan berat badan sebelum dan sesudah sakit.
- Kaji terjadinya mual muntah, nyeri tekan abdomen, diet purin
dan ketidakadekuatan intake cairan, distensi abdomen dan
penurunan bunyi bising usus (<5x/i)

c) Eliminasi dan cairan klien


- Kaji pola output urine pasien beupa frekuensi , warna dan bau urine
- Kaji apakah ada gangguan saat berkemih, seperti rasa terbakar,
oliguria, hematuria atau pola berkemih berubah.
- Kaji pola defekasi pasien, seberapa sering, warna dan
karakteristiknya apakah keras, padat, cair atau lunak.
- Kaji penggunaan alat bantu berkemih dan defekasi
- Kaji riwayat infeksi saluran kemih kronis

d) Aktivitas/latihan
- Kaji aktivitas klien sebelum sakit, apa pekerjaan pasien, aktivitas
seperti apa yang biasa dilakukan sebelum sakit
- Kaji keterbatasan klien dalam melakukan aktivitas

e) Tidur dan Istirahat


- Kaji pola tidur pasien, berapa lama tidur dan nyenyak atau tidak.
- Kaji kebiasaan klien sebelum tidur, kebiasaan jam bangun dan jam
tidur dan apakah ada gangguan tidur karena penyakit.
f) Kognitif dan Persepsi
- Kaji kemampuan pasien dalam menulis, membaca dan mendengar.
- Kaji apakah ada penggunaan alat bantu mendengar dan lihat.

g) Persepsi Diri- Konsep Diri


- Kaji bagaimana gambaran siri klien.
- Kaji bagaimana pasien memandang dirinya saat sebelum dan
sesudah sakit.
- Kaji apakah ada hal yang membebani pasien
- Kaji apakah pasien sering merasa cemas, takut dan depresi akan
penyakitnya.

h) Peran – Hubungan
- Kaji apa pekerjaan klien
- Kaji hubungan klien dengan teman kerja, keluarga dan lingkunag
sekitar rumah.
- Kaji peran klien dalam keluarga
- Kaji keadaan ekonomi dan kegiatan sosial klien sebelum dan
sesudah sakit

i) Seksualitas dan Reproduksi


- Kaji hubungan klien dengan pasangan (jika sudah menikah)
- Kaji apakah saat melakukan hubungan seks dengan pasangan
menggunakan alat pelindung atau tidak.
- Kaji Adanya kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan seksualitas
pasien sebelum dan sesudah sakit

j) Koping – Toleransi Stress


- Kaji bagaimana visi klien setelah sembuh
- Kaji apa yang ingin pasien capai setelah sembuh
- Kaji koping stress pasien.
k) Nilai- Kepercayaan
- Kaji agama atau keyakinan klien.
- Kaji ketaataan pasien terhadap keyakinannya.
- Kaji sejauh mana keyakinan pasien merubah pandangan pasien
terhadap penyakitnya

d. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Kaji bagaimana tingkat kesadaran klien.
Tingkat kesadaran berdasarkan GCS dengan kriteria :
 Compos mentis
 Somnolen
 Stupor
 Apatis
b) Pemeriksaan tanda-tanda vital
Tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu
c) Pemeriksaan head to toe
1. Kepala : bagaimana bentuk kepala pasien, adanya oedema atau
tidak, ada lesi atau tidak, warna rambut, bentuk rambut, bersih atau
tidak.
2. Wajah : Ada kemerahan atau tidak, adanya jerawat atau minyak
pada muka.
3. Mata : I: apakah simetris kiri dan kanan, apakah ada kotoran atau
tidak, Konjungtiva : Anemis, Sklera ikterik atau tidak, Pupil Tidak
dilatasi (isokor).
4. Hidung : I: apakah simetris atau tidak, ada sekret atau tidak ada,
ada pernafasan cuping hidung atau tidak
P: ada polip atau tidak,.
5. Mulut : I: lihat bagaimana kelembaban mukosa bibir, dan apakah
pucat atau tidak.
6. Telinga: I: simetris kiri dan kanan, apakah ada serumen atau tidak.
7. Leher : Pa: raba apakah ada pembesaran kelenjar tyroid (getah
bening) atau tidak, pembesaran vena jugularis (distensi vena
jugularis) atau tidak.
8. Thorax
a. Paru – paru
 Inspeksi : pergerakan dada simetris atau tidak
 Palpasi : apakah ada nyeri saat ditekan atau tidak
 Perkusi : apakah bunyi yang dihasilkan sonor atau
tidak
 Auskultasi : Tidak ada suara tambahan
b. Jantung
 Inspeksi : normalnya :Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : normalnya : Ictus cordis teraba pada ICS
4 – 5 midclavicula
 Perkusi : Normalnya : Pekak
 Auskultasi : Irama teratur dan tidak ada bunyi suara
tambahan
9. Abdomen
a. Inspeksi : Tidak simetris, dan edema, striae
b. Palpasi : Nyeri tekan
c. Perkusi : Suara redup
d. Auskultasi : adanya Bising usus
10. Ekstremitas : apakah ada hambatan dalam beraktivitas atau
tidak, ada nyeri atau tidak, ada oedema atau tidak,
ada kekakuan atau tidak.
11. Integument : Normalnya : Turgor kulit baik, kulit tidak
kemerahan, terdapat bulu halus.
12. Genitalia : apakah genitalia bersih atau tidak, terpasang
kateter atau tidak
2. PERUMUSAN DIAGNOSA NANDA, NOC, NIC

No NANDA NOC NIC


1 Ketidak efektifan pola NOC : NIC :
nafas b.d penurunan  Status Respirasi: Manajemen Jalan nafas
ekspansi paru ventilasi o Membuka jalan nafas dengan
 Status respirasi: teknik chin lift atau jaw
Definisi : Inspirasi atau Kepatenan Jalan thrust (bila perlu)
ekspirasi yang tidak memberi Nafas o Atur posisi pasien dalam
ventilasi  Tanda-tanda Vital memaksimalkan ventilasi.
Kriteria Hasil : o Identifikasi pasien jika perlu
Batasan Karakteristik: v Mendemonstrasikan dilakukan pemasangan alat
 Perubahan kedalaman batuk efektif dengan jalan nafas buatan.
bernafas suara nafas yang besih, o Lakukan fisioterapi dada bila
 Perubaham ekskursi dada tidak ada sianosis dan perlu
 Mengambil posisi tiga dyspneu ( mamou o Keluarkan secret dengan
titik mengeluarkan batuk efektif atau suction.

 Bradipneu septum,mampu o Auskultasi adanya suara

 Penurunan tekanan bernafas dengan mudah, nafas tambahan

ekspirasi tidak ada pursed lips) o Pemberian bronkodilator

 Penurunan ventilasi v Menunjukkan jalan nafas


se (bila perlu)

menit yang paten ( klien tidak o Atur intake cairan untuk


mengoptimalkan
 Penurunan kapsitas vital merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi keseimbangan
 Dipneu
 Peningkatan diameter pernafasan dalam o Monitoring nafas atau
rentang normal, tidak respirasi pasien dan status O2
anterior posterior
pasien.
 Pernapasan cuping hidung ada suara abnormal)
v Tanda- tanda vital dalam
 Ortopneu
rentang normal(tekanan Terapi Oksigen
 Fese ekspirassi
darah, nadi, pernafasan) o Bersihkan hidung, mulut dan
memanjang
secret bila ada
 Pernapasan bibir
o Pertahankan kepatenan
 Takipneu Pertahankan jalan nafas
 Penggunaan otot hankayang paten
eksesorius untuk bernapas o Atur peralatan oksigen
Faktor faktor yang o Monitor aliran oksigen
berhubungan : o Pertahankan posisi pasien
 Ansietas o Observasi adanya tanda –

 Posisi tubuh tanda hiperventilasi

 Defomitas tulang o Monitor adanya kecemasan

 Defomitas dinding dada pasien terhadan oksigenasi

 Keletihan
Monitoring TTV
 Hiperventilasi
o Monitor Tekanan Darah ,nadi
 Sindrom hipoventilasi
,suhu, dan pernafasan
 Gangguan
o Catat adanya fluktuasi
muskuloskeletal
tekanan darah.
 Kerusakan neurologis
o Monitor TD, nadi,
 Imaturitas neurologis
pernafasan, sebelum, selama,
 Disfungsi neuromuskular
dan setelah aktivitass
 Obesitas
o Monitor kualitas dari nadi
 Nyeri
o Monitor frekuensi dan irama
 Keletihan otot pernafasan
pernafasan
cedera medula spinalis
o Monitor suara paru
o Monitor pola pernafasan
abnormal
o Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
o Monitor sianosis perifer
o Monitor adanya cushing
triad(tekanan nadi yang
melebar,
bradikardi,peningkatan
sistolik)
o Identifikasi penyebab dari
perubahan tanda tanda vital.

2 Ketidakefektifan NOC: Airway Suction


pembersihan jalan nafas o Status respirasi : o Pastikan kebutuhan oral /
b.d obstruksi jalan nafas. ventilasi trakeal suctioning
o Status respirasi : o Auskultassi suara nafas
Definisi : Ketidakmampuan kepatenan jalan sebelum dan sesudah
untuk membersihkan sekresi nafas suctioning
atau obstruksi dari saluran o Informasikan pada klien dan
pernafasan untuk Kriteria Hasil: kluarga tentang suctioning
mempertahankan kiebersihan o Mendemonstrasikan o Minta pasien nafas dalam
jalan nafas. batuk efektif dan sebelum suction dilakukan
Batasan Karakteristik : suara nafas yang o Berikan O2 dengan
 Tidak ada batuk bersih, tidak ada menggunakan nasal untuk
 Suara napas tambahan sianosis dan memfasilitassi suction
 Perubahan frekuensi napas dyspneu(mampu nasotrakeal

 Perubahan irama napas mengelurkan o Gunakan alat yang steril setiap

 Sianosis sputum,mampu melakukan tindakan

 Kesulitan berbicara atau bernafas dengan o Anjurkan passien untuk

mengeluarakan suara mudah,tidak ada suara istirahat dan nafass dalam


nafas abnormal) setelah kateter dikeluarkan dari
 Penurunan bunyi napas
o Menunjukkan jalan nasotrakeal
 Dipsneu
nafas yang paten ( o Monitor status oksigen pasien
 Sputum dalam jumlah yang
klien tidak merasa o Ajarkan keluarga bagaimana
berlebihan
tercekik, irama cara melakukan suction
 Batuk yang tidak efektif
nafas,frekuensi o Hentikan suction dan berikan
 Orthopneu
pernafasan dalam oksigen apabila pasien
 Gelisah
rentang normal,tidak menunjukkan
 Mata terbuka lebar
ada suara nafas bradikardi,peningkatan
Faktor Yang berhubungan:
abnormala) saturassi O2 ,dll.
· Lingkungan:
o Mampu
 Perokok pasif mengidentifikasikan Manajemen jalan nafas
 Pengisap asap dan mencegah faktor o Buka jalan nafas, gunakan
 Merokok yang dapat teknik chin lift atau jaw thrust
o Obstruksi jalan nafas: menghambat bjalan bila perlu

 Spasme jalan nafas nafas o Posisikan pasien untuk

 Mokus dalam jumlah memaksimalkan ventilasi

berlebihan o Identifikasi pasien perlunya

 Eksudat dalam jalan alveoli pemasangan alat jalan nafas


buatan
 Mareti asing dalam jalan
o Pasang mayo bila perlu
nafas
o Lakukan fisioterapi dada jika
 Adanya jalan nafas buatan
perlu
 Sekresi bertahan/sisa
o Keluarkan sekret dengan batuk
sekresi
atau suction
 Sekresi dalam bronki
o Auskultassi suara nafass , catat
o Fisiologis:
adanya suara tambahan
 Jalan nafas alergik
o Lakukan suction pada mayo
 Asma
o Berikan bronkodilator bila
 Penyakit paru obstruktif
perlu
kronik
o Berikan pelembab udara kassa
 Hiperplasihiperplasi
basah NaCl lembab
dinding bronkial
o Atur intake untuk cairan
 Infeksi
mengoptimalkan
 Disfungsi neuromuskular
keseimbangan
o Monitor rspirasi dan status O2

3 Nyeri akut b.d agen cidera - Kontrol nyeri a. Manajemen nyeri


biologi Indikator : Aktifitas :
 Menilai faktor o Lakukan penilaian nyeri secara
penyebab komprehensif dimulai dari
 Monitor TTV lokasi, karakteristik, dan
untuk memantau penyebab
perawatan o Kaji ketidaknyamanan non
 Menilai gejala verbal
nyeri o Tentukan dampak nyeri pada
kehidupan sehari-hari
- Tingkat kenyamanan o Kurangi atau hapuskan faktor-
Indikator : faktor yang mempercepat atau
 Melaporkan meningkatkan nyeri (seperti
perkembangan ketakutan, fatique, sifat
fisik membosankan, ketiadaan
 Melaporkan pengetahuan)
perkembangan o Ajari untuk menggunakan
kepuasan teknik non farmakologis

 Melaporkan (seperti biofeedback, TENS,

kepuasan dengan hypnosis, relaksasi, terapi

tingkatan nyeri musik, distraksi, terapi

- Tingkatan nyeri bermain, acupresure, aplikasi

 Melaporkan nyeri hangat/dingin dan pijatan)

 Persen respon sebelum, sesudah dan jika

tubuh memungkinkan selama puncak


nyeri, sebelum nyeri terjadi
 Frekuensi nyeri
atau meningkat dan sepanjang
nyeri itu terjadi atau
meningkat dan sepanjang nyeri
itu masih terukur
o Anjurkan untuk istirahat atau
tidur yang adekuat untuk
mengurangi nyeri

b. Pemberian analgesik
Aktifitas :
o Tentukan lokasi,
karakteristik,mutu dan
intensitas nyeri sebelum
mengobati klien
o Periksa order medis untuk obat
, dosis dan frekuensi yang
ditentukan
o Cek riwayat alergi obat
o Utamakan pemberian secara
IV

3. EVALUASI

Evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana


tentang keresahan klien dengan berdasar tujuan yang telah ditetapkan yang
dilakukan secara berkesinambungan dengan kolaborasi tim kesehatan
lainnya (Padila, 2012).
S (Subjektif) : berupa informasi yang diucapkan pasien atau keluarga
mengenai kondisi setelah dilakukan tindakan.
O (Objektif) : berupa informasi yang didapatkan berdasarkan hasil
pemeriksaan atau pengamatan setelah tindakan
dilakukan.
A (Analisis) : hasil olahan dari membandingkan antara data subjektif
dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil yang
nantinya dapat disimpulkan bahwa masalah sudah
teratasi, teratasi sebagian, atau belum teratasi.
P (Planning) : rencana keperawatan lanjutan yang nantinya akan
dilakukan berdasarkan hasil analisa.
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H & Abdul, M. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Air
Langga University.
Burke, D. Healthline (2016). Mediastinal Tumors (Neoplasms).
Blackwell, Wiley.2017. Nursing Diagnosis Definition and Classification 2015-

2017. Tenth edition. NANDA International Inc.

Bulecheck, G. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC. 6th Edition.


Missouri: Elsevier Mosby.
Gersten, T. NIH US National Library of Medicine. MedlinePlus (2016).
Mediastinal tumor. Cleveland Clinic. Mediastinal Tumor.
Moohead, S. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC): Measurement of
Health Outcomes. 5th Edition. Missouri: Elsevier Mosby.
Muttaqin A, 2007 , Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan, Jakarta, Salemba Medika.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2017. Tumor mediastinum (tumor


mediastinum non limfoma) pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta. Diakses
Soomor head, marions J.dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification ( NOC ).
Edition 5. Elsevier.

Syahruddin E, 2011, Sindroma Vena Cava Superior,Departemen Pulmonologi dan


Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran universitas Indonesia– RS
Persahabatan, Jakarta,
http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Okto09JRI/SVCS%20Elisna_5_.pdf

Anda mungkin juga menyukai