Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH FARMASI

DIABETES MELLITUS

OLEH:
DESVIAN ADI NUGRAHA
G99151042

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDI

SURAKARTA

2016
BAB I

PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit atau kelainan metabolik
kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah (hiperglikemia) disertai
gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat insufisiensi
fungsi insulin. Secara klinis terdapat dua tipe DM yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2.
DM tipe 1 disebabkan kurangnya insulin secara absolut akibat proses autoimun,
sedangkan DM tipe 2 merupakan kasus terbanyak (90-95% dari seluruh kasus
diabetes) yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan diawali dengan
resistensi insulin (Ozougwu et al., 2013; Smeltzer & Bare, 2008).
Indonesia merupakan negara keempat yang memiliki jumlah penderita DM
terbanyak di dunia. Di Indonesia diperkirakan jumlah diabetisi mencapai 14 juta
orang pada tahun 2006, dimana hanya 50% yang menyadari mengidap DM dan 2
diantaranya sekitar 30% yang datang berobat secara teratur (WHO, 2008).
Menurut laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi DM
di Indonesia sebesar 1,5%. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh
DiabCare di Indonesia, diketahui bahwa 47,2% memiliki kendali yang buruk pada
glukosa darah plasma puasa >130 mg/dl pada penderita DM tipe 2 (Soewondo, et
al, 2010).
Dampak yang ditimbulkan oleh DM tidak hanya pada kematian, tetapi
sebagai penyakit yang diderita seumur hidup, sehingga memerlukan biaya besar
untuk perawatan kesehatan penderita DM. Oleh sebab itu sangat dipelukan
program pengendalian DM tipe 2. DM tipe 2 dapat dihindari, ditunda
kedatangannya atau dihilangkan dengan pengendalian faktor risiko (Kemenkes,
2010). Upaya yang dilakukan dalam pengendalian kadar gula darah untuk
mencegah atau menghambat terjadinya komplikasi perlu dilakukan. Salah satu
indikator pengendalian DM yang baik dengan menggunakan kadar gula darah
puasa (PERKENI, 2011).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Diabetes Melitus (DM) / kencing manis adalah suatu penyakit menahun yang ditandai
dengan kadar gula darah melebihi nilai normal.

B. PREVALENSI
Di dunia saat ini terdapat 347 juta penderita diabetes, dengan 80%
penderitanya berasal dari negara miskin dan berkembang. Pada tahun 2004
terjadi 3,4 juta kematian akibat diabetes (WHO, 2013).
C. FAKTOR PENYEBAB
DM dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu: pola makan, makan
secara berlebihan atau melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan tubuh
dapat memicu timbulnya penyakit.Kadar insulin oleh sel β pankreas memiliki
kapasitas maksimum, oleh karna itu mengonsumsi makanan yang berlebihan
dapat menyebabkan kadar gula darah meningkat dikarnakan ketidak
seimbangan insulin dan glukosa.Obesitas juga mempunyai kecenderungan
yang lebih besar untuk terserang DM dibanding individu yang tidak obesitas.
Faktor genetik menjadi salah satu faktor penyebab yang tidak dapat
dimodifikasi dari penyakit DM, bahan-bahan kimia dan obat-obatan dapat
mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang pancreas sehingga
menyebabkan pankreas tidak berfungsi secara optimal dalam mensekresikan
hormon, dan kerusakan sel-sel pankreas juga dapat disebabkan oleh penyakit
infeksi (IDF Atlas, 2013).

D. PATOFISIOLOGI

Pankreas adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak di belakang


lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau
pada peta, karena itu disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta
yang mengeluarkan hormon insulin yang sangt berperan dalam mengatur
kadar glukosa darah.
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak
kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk
kemudian di dalam sel glukosa tersebut dimetabolisasikan menjadi tenaga.
Bila isulin tidak ada maka glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam
sel dengan akibat kadar glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalams el
dengan akibat kadar glukosa dalam darah meningkat. Keadaan inilah yang
terjadi pada diabetes mellitus tipe 1.
Pada keadaan diabetes mellitus tipe 2 jumlah insulin bisa normal bahkan
lebih banyak tetapi jumlah reseptor (penangkap) insulin di permukaan sel
kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu
masuk ke dalam sel. Pada keadaan DM tipe 2, jumlah lubang kuncinya
kurang, sehingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena
lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk ke dalam sel
sedikit, sehingga sel kekurangan bahan bakar (glukosa) dan kadar glukosa
dalam darah meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama dengan keadaan
DM tipe 1 hanya bedanya adalah pada DM tipe 2 disamping kadar glukosa
tinggi dan kadar insulin juga tinggi atau normal. Pada DM tipe 2 juga bisa
ditemukan jumlah insulin cukup atau lebih tetapi kualitasnya kurang baik,
sehingga gagal membawa glukosa masuk ke dalam sel. Di samping penyebab
di atas DM juga bisa terjadi akibat gangguan transport glukosa di dalam sel
sehingga gagal digunakan sebagai bahan bakar untuk metabolisme energi.

E. KLASIFIKASI
Secara garis besar, klasifikasi diabetes melitus menurut American
Diabetes Association tahun 2015 adalah sebagai berikut:
1. Diabetes melitus tipe 1 (destruksi sel ß, umumnya menjurus ke defisiensi
insulin absolut)
2. Diabetes melitus tipe 2 (kcacatan progresif pada sekresi insulin
dilatarbelakangi oleh resistensi insulin)
3. Diabetes gestasional, diagnosis diabetes yang tidak jelas pada trimester
kedua atau ketiga pada kehamilan.
4. Diabetes melitus tipe spesifik karena penyebab lain seperti penyakit
eksokrin pankreas, diabetes yang diinduksi obat-obatan atau zat kimia,
diabetes neonatal dan maturity-onset diabetes of the young (MODY)
(American Diabetes Association, 2015).

F. MANIFESTASI KLINIS
Penderita DM umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini
meskipun tidak semua dialami oleh penderita:
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekuensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan
klasik DM sebagai berikut:
1. Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsi, polifagi, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata
kabur, dan disfungsi ereksi pada pria serta pruritus vulvae pada wanita
(Perkeni, 2011).
G. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko diabetes mellitus umumnya di bagi menjadi 2 golongan
besar yaitu faktor yang dapat dan dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat
dimodifikasi meliputi :
1. Umur
Manusia mengalami penurunan fisiologis setelah umur 40 tahun.
Diabetes mellitus sering muncul setelah manusia memasuki umur rawan
tersebut. Semakin bertambahnya umur, maka risiko menderita diabetes
mellitus akan meningkat terutama umur 45 tahun (kelompok risiko
tinggi).
2. Jenis kelamin
Distribusi penderita diabetes mellitus menurut jenis kelamin sangat
bervariasi. Di Amerika Serikat penderita diabetes mellitus lebih banyak
terjadi pada perempuan daripada lakilaki. Namun, mekanisme yang
menghubungkan jenis kelamin dengan kejadian diabetes mellitus belum
jelas.
3. Bangsa dan etnik
Berdasarkan penelitian terakhir di 10 negara menunjukkan bahwa
bangsa Asia lebih berisiko terserang diabetes mellitus dibandingkan
bangsa Barat. Hasil dari penelitian tersebut mengatakan bahwa secara
keseluruhan bangsa Asia kurang berolahraga dibandingkan bangsa-
bangsa di benua Barat. Selain itu, kelompok etnik tertentu juga
berpengaruh terutama Cina, India, dan Melayu lebih berisiko terkena
diabetes mellitus.
4. Faktor keturunan
Diabetes mellitus cenderung diturunkan, bukan ditularkan.
Adanya riwayat diabetes mellitus dalam keluarga terutama orang tua dan
saudara kandung memiliki risiko lebih besar terkena penyakit ini
dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita diabetes.
Ahli menyebutkan bahwa diabetes mellitus merupakan penyakit yang
terpaut kromosom seks atau kelamin. Umumnya laki-laki menjadi
penderita sesungguhnya, sedangkan perempuan sebagai pihak yang
membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya.
Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi :
1. Obesitas
Beberapa teori menyebutkan bahwa obesitas merupakan faktor
predisposisi terjadinya resistensi insulin. Semakin banyak jaringan lemak
pada tubuh, maka tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama
bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul didaerah sentral
atau perut (central obesity). Lemak dapat memblokir kerja insulin
sehingga glukosa tidak dapat diangkut kedalam sel dan menumpuk dalam
pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa darah.
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya diabetes mellitus tipe 2 di
mana sekitar 80- 90% penderita mengalami obesitas.
2. Aktifitas fisik yang kurang
Berdasarkan penelitian bahwa aktifitas fisik yang dilakukan secara
teratur dapat menambah sensitifitas insulin. Prevalensi diabetes mellitus
mencapai 2-4 kali lipat terjadi pada individu yang kurang aktif
dibandingkan dengan individu yang aktif. Semakin kurang aktifitas fisik,
maka semakin mudah seseorang terkena diabetes. Olahraga atau aktifitas
fisik dapat membantu mengontrol berat badan. Glukosa dalam darah
akan dibakar menjadi energi, sehingga sel-sel tubuh menjadi lebih
sensitif terhadap insulin. Selain itu, aktifitas fisik yang teratur
juga dapat melancarkan peredaran darah, dan menurunkan faktor risiko
terjadinya diabetes mellitus.
3. Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah sistole
140 mmHg atau tekanan darah diastole 90 mmHg. Hipertensi dapat
menimbulkan berbagai penyakit yaitu stroke, penyakit jantung koroner,
gangguan fungsi ginjal, gangguan penglihatan. Namun, hipertensi juga
dapat menimbulkan resistensi insulin dan merupakan salah satu faktor
risiko terjadinya diabetes mellitus. Akan tetapi, mekanisme yang
menghubungkan hipertensi dengan resistensi insulin masih belum jelas,
meskipun sudah jelas bahwa resistensi insulin merupakan penyebab
utama peningkatan kadar glukosa darah.
4. Stres
Kondisi stres kronik cenderung membuat seseorang mencari
makanan yang manis-manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan
kadar serotonin pada otak. Serotonin mempunyai efek penenang
sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi efek mengkonsumsi
makanan yang manismanis dan berlemak tinggi terlalu banyak berbahaya
bagi mereka yang berisiko terkena diabetes mellitus.
5. Pola makan
Pola makan yang salah dapat mengakibatkan kurang gizi atau
kelebihan berat badan. Kedua hal tersebut dapat meningkatkan risiko
terkena diabetes. Kurang gizi (malnutrisi) dapat menganggu fungsi
pankreas dan mengakibatkan gangguan sekresi insulin. Sedangkan
kelebihan berat badan dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin.

H. DIAGNOSIS
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa
darah. Diagnosa tidak bisa ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
Untuk menentukan diagnosa DM, pemeriksaan glukosa darah yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
darah plasma vena, sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan
dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler
dengan glumeter.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penderita DM. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti
polyuria, polifagia dan polydipsia juga penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya. Ditambahkan juga adanya keluhan lain seperti
lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada
pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Diagnosis DM dapat ditegakkan
melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma
sewaktu >200mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosa.
2. Pemeriksaa glukosa plasma puasa >126mg/dL dengan adanya
keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO), dengan cara pemberian glukosa
75g dan diperiksa setelah 2 jam, pemeriksaan ini lebih sensitif dan
spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa
(Perkeni, 2011).

Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa


Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosa DM (mg/dL)
Belum Pasti
Bukan DM DM
DM
Konsentrasi Plasma Vena <100 100-199 ≥200
Glukosa Darah
Sewaktu Darah Kapiler <9 90-199 ≥200
(mg/dL)
Konsentrasi Plasma Vena <100 100-125 ≥126
Glukosa Darah
Puasa (mg/dL) Darah Kapiler <90 90-99 ≥100
Sumber: Perkeni, 2011
Berikut ini adalah skema langkah-langkah untuk diagnosa DM:

Sumber: Konsensus Pengendalian dan Pencegahan DM Tipe 2, 2011

I. PILAR PENATALAKSANAAN DM
Konsensus pengendalian dan pencegahan Diabetes Mellitus 2011
membuat pilar penatalaksanaan DM sebagai berikut:
1. Edukasi
2. Terapi nutrisi medis
3. Latihan Jasmani
4. Intervensi Farmakologi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan baik. Pada pengolahan diabetes memerlukan
partisipasi aktif pasien, keluarga, dan tim kesehatan untuk mendampingi
pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan
perubahan perilaku dibutuhkannya edukasi yang komprehentif dan upaya
peningkatan motivasi pasien. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah
mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus
diberitahu kepada pasien, pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan
secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian penatalaksaan DM
secara total. Hal ini memerlukan keterlibatan secara menyeluruh dari anggota
tim (dokter, ahli gizi, dan petugas kesehatan yang lain, serta pasien juga
keluarganya). Setiap pasien DM harus mendapatkan TNM sesuai
kebutuhannya guna untuk mencapai sasaran terapi, pengaturan makan pada
pasien DM sama halnya dengan pengaturan makanan biasa untuk masyarakat
umum yaitu makanan yang seimbang sesuai dengan kebutuhan individu
masing-masing. Pada pasien DM pentingnya keteraturan dalam hal jadwal
makan, jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi terutama bagi yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Komposisi makanan
yang dianjurkan untuk penderita DM menurut Konsensus Pengendalian dan
Pencegahan DM Tipe2 (2011) adalah karbohidrat 45-65%, lemak 20-25%
kebutuhan kalori, lemak jenuh <7% kebutuhan kalori dan lemak tidak jenuh
ganda <10%, jenis makanan lemak yang perlu dihindari antara lain daging
berlemak dan susu penuh (whole milk), anjuran konsusmsi kolesterol<200
mg/hari, protein dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energi,dimana
sumber protein bisa didapat dari seafood (ikan, udang, cumi, dan lainnya),
daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-
kacangan, tahu, dan tempe. Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM
sama dengan dengan masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg, dan
untuk anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB (kg)/TB (m2).
Adapun klasifikasi IMT adalah sebagai berikut:
1. BB kurang:<18,5
2. BB normal: 18,5-22,
3. Dengan resiko: 23,0-24,9
4. Obes 1: 25,0-29,9
5. Obes II: >30
Latihan jasmani sehari-hari dan secara teratur (3-4 kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit) latihan jasmani selain menjaga kebugaran juga
dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga
dapat memperbaiki kendali glukosa darah.Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan sesuai umur dan status kesegaran jasmani (Perkeni, 2011).

J. FARMAKOTERAPI
Berdasarkan cara kerjanya obat anti hiperglikemi oral atau (OHO)
dibagi dalam 5 golongan, yaitu:
1. Pemicu sekresi insulin
2. Peningkat sensitivitas insulin
3. Penghambat glukoneogenesis
4. Penghambat absorbsi glukosa
5. DPP-4 inhibitor

1. Golongan Pemicu Sekresi Insulin


Golongan ini mempunyai efek hipoglikemik dengan cara stimulasi
sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
a. Sulfonilurea, terutama digunakan sebagai terapi farmakologis pada
awal dimulai terapi DM , terutama bila konsentrasi glukosa tinggi dan
sudah terjadi gangguan pada sekresi insulin. Efek hipoglikemia
sulfonilurea diperoleh dengan cara merangsang kanal K pada membran
sel β pankreas yang yang sensitif terhadap ATP sehingga terjadi
depolarisasi dan terjadi influks Ca++ ke sel β. Influks Ca++
menyebabkan sekresi insulin dari dalam granul. Ada 2 generasi
Sulfonilurea, generasi 1 (tolbutamid, tolazamid, asetoheksimid, dan
klorpropamid) dan generasi 2 (glibenklamid, glipizid, gliklazid, dan
glimepirid). Penggunaan jangka panjang dan dosis besar dapat
menyebabkan hipoglikemia (Departemen Farmakologi dan Terpeutik
FK UI, 2009; Stella, 2015).
A : saluran cerna
D : terikat protein plasma 90-99%
M : Metabolisme di hepar tidak lengkap
E : ekresi utuh di urin
b. Meglitinid, merupakan sekretagok insulin tipe baru yang cara kerjanya
sama dengan sulfonilurea tetapi struktur kimianya sangat berbeda.
Golongan ini merangsang insulin dengan menutup kanal K di sel β
pankreas. Efek sampingnya adalah hipoglikemia dan gangguan saluran
cerna serta alergi (Departemen Farmakologi dan Terpeutik FK UI,
2009; Stella, 2015).
A : saluran cerna
D : terikat protein plasma
M : hepar dan ginjal
E : ginjal
2. Golongan peningkat sensitivitas insulin: Thiazolidinediones (Glitazone)
Merupakan golongan obat dengan efek farmakologis untuk
meningkatkan sensitivitas insulin. Selain itu, obat ini juga dapat diberikan
secara oral dan secara kimiawi maupun fungsional tidak berhubungan
dengan obat lainnya. Mekanisme kerjanya yaitu sebagai agonis
peroxisomeproliferator activated receptor gamma (PPAR-g) yang sangat
poten. Reseptor PPAR gamma terdapat di jaringan target kerja insulin
seperti sel adipose, otot skeletal, dan hati, sedang reseptor pada organ
tersebut merupakan regulator homeostasis lipid, differensiasi adiposit, dan
kerja insulin. Golongan ini kontraindikasi untuk pasien gagal jantung
NYHA III-IV karena dapat memperberat edema dan juga gangguan faal
hati. Efek samping golongan ini adalah peningkatan berat badan, edema,
penambahan volume plasma dan perburukan pada CHF (Departemen
Farmakologi dan Terpeutik FK UI, 2009; Stella, 2015).
A : saluran cerna
D : terikat protein plasma
M : hepar
E : ginjal
3. Golongan Penghambat Glukoneogenesis: Biguanid (Metformin,
fenformin, buformin).
Cara kerjanya adalah dengan menurunkan produksi glukosa di hepar
dengan menghambat glukoneogenesis serta meningkatkan sensitivitas
jaringan otot dan adiposa terhadap insulin. Efek samping yang dapat
terjadi yaitu mual, asidosis laktat, oleh karena itu sebaiknya tidak
diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, atau pada gangguan
fungsi hati dan gagal jantung, serta harus diberikan hati hati pada orang
lanjut usia. Metformin dapat menurunkan glukosa darah, namun tidak
akan menyebabkan hipoglikemia, sehingga tidak dianggap sebagai obat
hipoglikemik, namun sebagai obat antihiperglikemik. Indikasi terapi
diabetes pada orang dewasa yang tidak bisa dikontrol dengan diet.
Kontraindikasi pada kehamilan, penyakit hepar berat, penyakit ginjal
dengan uremia, penyakit jantung kongestif dan penyakit paru dengan
hipoksia (Departemen Farmakologi dan Terpeutik FK UI, 2009; Stella,
2015).
A : usushalus
D : tidakterikatproteinplasma
M : hepar
E : urin
4. Golongan Penghambat Alfa Glukosidase (Acarbose)
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat enzim alfa
glukosidase, sehingga menyebabkan penurunan penyerapan glukosa dan
menurunkan hiperglikemia post-prandial. Obat ini bekerja di lumen usus
dan tidak menyebabkan hipoglikemia, juga tidak berpengaruh pada kadar
insulin. Efek samping yang biasa ditemukan antara lain kembung dan
flatulen, diare dan abdominal bloating (Departemen Farmakologi dan
Terpeutik FK UI, 2009; Stella, 2015).
5. Golongan DPP-4 Inhibitor
Glucagon-like-peptide 1 (GLP-1) merupakan hormon peptida yang
dihasilkan oleh sel L mukosa usus jika terdapat makanan yang masuk yang
bekerja merangsang sekresi insulin dan penghambat sekresi glukagon.
GLP-1 secara cepat akan diubah oleh enzim dipeptidyl peptidase 4
menjadi metabolit GLP-1(9,36)-amide yang tidak aktif. Pada DM tipe 2,
sekresi GLP-1 menurun, sehingga pemberian obat DPP-4 inhibitor mampu
menghambat kerja DPP-4 dan GLP-1 tetap dalam konsentrasi tinggi dan
aktif untuk merangsang pelepasan insulin serta menghambat pelepasan
glukagon (Departemen Farmakologi dan Terpeutik FK UI, 2009; Stella,
2015).

Algoritma Pengobatan DM Tipe 2 Tanpa Dekompensasi Metabolik

Tabel Obat Hipoglikemia Oral (Eko, 2011)


Lama
Dosis Frek Cara kerja
Golongan Generik mg/tab kerja Waktu
harian (mg) /hari utama
(jam)
Klorpropamid 100-250 100-500 24-36 1
Glibenklamid 2.5-5 2.5-15 12-24 1-2
Glipizid 5-10 5-20 10-16 1-2
Sulfonilurea
80 80-320 10-20 1-2 Sebelum Meningkatkan
Gliklazid
30 30-120 24 1 makan sekresi insulin
Glikuidon 30 30-120 6-8 2-3
Repaglinid 0.5, 1, 2 1.5-6 - 3
Glinid
Nateglinid 120 360 - 3

Rosiglifazon 4 4-8 24 1 Tidak Menambah


Tiazolidindi bergantung sensitivitas
on Pioglitazon 15,30 15-45 24 1 jadwal terhadap
makan insulin
Penghambat Bersama Menghambat
Acarbose 50-100 100-300 24 3
Glukosidase suapan absorpsi
pertama glukosa

500-850 250-3000 6-8 1-32 Menekan


Metformin
500 500-3000 6-8 2-3 produksi
glukosa hati
Bersama/
dan
Biguanid sesudah
menambah
Metformin XR 500 500-2000 24 1 makan
sensitivitas
terhadap
insulin
Total
Obat 250/1,25
Melformin + glibenclami
kombinasi 500/2,5 12-24 1-2
Glibenklamid d
oral 500/5
20 mg/hari
2mg/ 8mg/
Bersama/
Rosiglifazon + 600mg 2000mg
12 2 sesudah
Metformin 4mg/ (dosis
makan
500mg maksimal)
1mg/ 2mg/
Glimepirid + 250mg 500mg
- 2
Metformin 2mg/ 4mg/
500mg 1000mg
4mg/ 1mg 8mg/4mg Bersama/
Rosiglifazon +
4mg/ 2mg (dosis 24 1 sesudah
Glimepirid
4mg/ 4mg maksimal) makan pagi
K. TARGET TERAPI
Pemantauan kadar gula mandiri dianjurkan pada pasien DM yang
mendapat terapi. Tes ini dapat dilakukan lebih sering pada pasien yang
melakukan aktivitas tinggi atau pada pasien yang sulit mencapai target terapi
yakni
Parameter Kadar ideal yang diharapkan
Kadar glukosa darah puasa 80-120 mg /dl
Kadar glukosa plasma puasa 90-130 mg/dl
Kadar glukosa darah saat tidur 100-140 mg/dl
Kadar insulin 110-150 mg/dl
Kadar HbA1c < 7%
>55 mg/dl (wanita)
Kadar kolesterol HDL
> 45 mg/dl (pria)
Kadar trigliserida <200 mg/dl
Pemeriksaan ini merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek
perubahan terapi 8-12 minggu. Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai
hasil pengobatan jangka pendek (ADA, 2014).
BAB III
ILUSTRASI KASUS

A. SKENARIO KASUS
Ibu A (52 th) datang ke RS dengan keluhan mudah lapar. Keluhan
sudah berlangsung selama 1 bulan terakhir ini. Pasien biasanya makan 5 kali
sehari namun masih terasa cepat lapar. Selain itu juga selalu merasa haus.
Setiap harinya pasien minum lebih dari 12 gelas sehari. Pasien juga mengeluh
sering BAK sampai 10 kali sehari rata - rata. Ibu A juga mengeluhkan
badannya lemas. Lemas sedikit berkurang dengan makan dan minum manis.
Pasien juga mengeluhkan rasa kesemutan di kedua tangannya. Tidak
didapatkan gusi berdarah, mimisan dan sumber perdarahan lainnya juga tidak
ada luka yang tak kunjung sembuh. Ibu A mengaku belum pernah kontrol
kesehatan sebelumnya.

B. ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
Nama : Ibu A
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Alamat : Solo
2. Keluhan Utama
Mudah lapar
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat sakit gula : disangkal
b. Riwayat darah tinggi : disangkal
c. Riwayat sakit jantung : disangkal
d. Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
4. Riwayat Kebiasaan
a. Olahraga : disangkal
b. Merokok : disangkal
c. Istirahat : cukup 8 jam per hari
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat sakit jantung : disangkal
b. Riwayat sakit gula : disangkal
c. Riwayat asma bronkiale : disangkal
d. Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
e. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
6. Riwayat Lingkungan Sosial
Pasien adalah seorang perempuan berusia 52 tahun. Pasien adalah seorang
janda yang menggantungkan kebutuhan ekonominya pada anaknya.
7. Anamnesa Sistem
Keluhan utama: Mudah lapar
a. Kulit : normal
b. Kepala : normal
c. Mata : normal
d. Hidung : normal
e. Telinga : normal
f. Mulut : normal
g. Tenggorokan : normal
h. Sistem respirasi : normal
i. Sistem kardiovaskuler : normal
j. Sistem gastrointestinal : normal
k. Sistem muskuloskeletal: lemas di seluruh tubuh
l. Sistem genitouterina :sering buang air kecil
m. Ekstremitas : normal
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : kompos mentis, kesan sakit sedang
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 151 cm
2. Tanda vital
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup, simetris
Napas : 18 x/menit, kussmaul (-)
Suhu : 36,50C per axiller
3. Kulit : warna sawo matang
4. Kepala : bentuk mesocephal, rambut hitam sukar dicabut
5. Mata : conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), refleks cahaya
(+/+), pupil isokor (3 mm/3 mm), bulat, di tengah, mata
cekung (-/-)
6. Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
7. Mulut : bibir pucat (-), sianosis (-), mukosa basah (+)
8. Telinga : sekret (-), mastoid pain (-), tragus pain (-)
9. Tenggorok : uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1–T1
10. Leher : kelenjar getah bening tidak membesar
11. Thorax
Bentuk : normal
Cor : normal
Pulmo : normal
12. Abdomen :normal
13. Ekstremitas : normal

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

Glukosa Darah Sewaktu 300 mg/dl 60-140


HbA1c 7,7 % < 7%
E. DIAGNOSIS KERJA
Diabetes Mellitus
F. PENATALAKSANAAN
Non farmakologi:
 Edukasi kepada pasien tentang 4 pilar penatalaksanaan DM
Farmakologi:
 Akan dijelaskan di pembahasan
G. CONTOH RESEP

dr. Desvian
SIP: G99151042
Poli Klinik Interna
RS SEHAT SENTOSA
26 Februari 2016

R/ Metformin tab mg 500 No. XXX


∫ 3 dd tab I d.c
Pro : Ny. A (52 tahun)

Alamat: Solo
BAB IV
PEMBAHASAN OBAT DAN TERAPI

Intervensi pola hidup harus dilaksanakan sebagai langkah pertama


pengobatan pasien diabetes tipe 2 yang baru. Intervensi pola hidup juga untuk
memperbaiki tekanan darah, profil lipid, dan menurunkan berat badan atau
setidaknya mencegah peningkatan berat badan, harus selalu mendasari
pengelolaan pasien diabetes tipe 2., bahkan bila telah diberi obat-obatan.
Untuk pasien yang tidak obes ataupun berat badan berlebih, modifikasi
komposisi diet dan tingkat aktivitas fisik tetap berperan sebagai pendukung
pengobatan. Para ahli membuktikan bahwa intervensi pola hidup saja sering
gagal mencapai atau mempertahankan target metabolik karena kegagalan
menurunkan berat badan atau berat badan naik kembali dan sifat penyakit ini
yang progresif atau kombinasi faktor- faktor tersebut.
Oleh sebab itu terapi metformin harus dimulai bersamaan dengan
intervensi pola hidup pada saat diagnosis. Metformin direkomendasikan
sebagai terapi farmakologik awal, pada keadaan tidak ada kontraindikasi
spesifik, karena efek langsungnya terhadap glikemia, tanpa penambahan berat
badan dan hipoglikemia pada umumnya, efek samping yang sedikit, dapat
diterima oleh pasien dan harga yang relatif murah. Penambahan obat penurun
glukosa darah yang lain harus dipertimbangkan bila terdapat hiperglikemia
simtomatik persisten

A. METFORMIN
1. Metformin merupakan golongan Biguanid
2. Nama dagang:Benoformin, Bestab, Diabex, Eraphage, Forbetes, Formell,
Glucotika, Glucophage, Gludepatic, Glufor, Glumin, Methpica, Metphar,
Neodipar, Rodiamet, Tudiab, Zendiab, Zumame
3. Indikasi: DM pada orang dewasa yang tidak dapat dikontrol dengan diet.
4. Kontraindikasi: kehamilan, penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan
uremia, penyakit jantung kongestif, dan penyakit paru dengan hipoksia.
5. Cara kerja: menghambat glukoneogenesis serta meningkatkan sensitivitas
jaringan otot dan adiposa terhadap.
6. Sediaan: Tablet 500 mg dan 850 mg
7. Dosis : dosis awal 500 mg atau 850 mg 1-3 kali sehari, dosis maksimal 3
gr, direvisi dan disesuaikan dengan kadar gula darah setelah 10-15 hari.
8. Efek samping yang dapat terjadi yaitu mual, asidosis laktat.
9. Farmakokinetik
A : usus halus
D : tidak terikat protein plasma
M : hepar
E : urin (Stella, G. Magi; 2015)
Cara pemberian OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara
bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir
maksimal. Pemilihan obat juga berdasarkan algoritma tatalaksana DM. berikut ini
adalah petunjuk minum OHO:
 Sulfonilurea generasi I & II : 15 –30 menit sebelum makan
 Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan
 Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan
 Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
 Penghambat glukosidase α (Acarbose) : bersama makan suapan pertama
 Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 2015. Diagnosis and Classification of Diabetes


Mellitus. Diabetes Care Vol 38, Supplement 1.

Departemen Farmakologi dan Terpeutik FK UI. 2009. Farmakologi dan Terapi


edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Eko V.2011. Terapi Diabetes Mellitus. CDK Edisi 182

International Diabetes Foundation Diabetes Atlas, 6th Edition. 2013. International


Diabetes Foundation (IDF).
http://www.idf.org/sites/default/files/EN_6E_Atlas_Full_0.pdf

Ozougwu JC, Obimba KC, Belonwu CD, dan Unakalamba CB (2013). The
pathogenesis and pathophysiology of type 1 and type 2 diabetes mellitus.
Journal of Physiology and Pathophysiology. 4(4): 46-57.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). 2011. Konsensus


Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.

Smeltzer SC, Bare BG. 2008. Brunner & Suddart: Textbook of medical surgical
nursing. Philadelphia: Lippincott.

Suyono, S. 2006. Diabetes mellitus di indonesia. Buku ajar ilmu penyakit dalam
jilid III. Jakarta: Pusat penerbit Departemen Penyakit Dalam FK UI

Stella, G. Magi; Geetha, K; Ajitha, A; and Rao, V.U.M. 2015. An Overview On


Developed And Validated Methods For Metformin And Glibenclamide In
Bulk And Combined Dosage Forms.World JournalOf Pharmacy And
Pharmaceutical Sciences. 4(8): 424-443.

Anda mungkin juga menyukai