Abstract
This study aimed to analyze the effect of Financial Performance, Political Dynasty,
and the Local Government Performance Against Local Government Financial
Reporting Accountability in Indonesia. Financial Performance expressed in the
ratio of fiscal decentralization and the ratio of dependence on central government.
The object of this study is all districts / cities in Indonesia. This research was
conducted by the method of documentation. The data used is secondary data,
sourced from the Audit Board of the Republic of Indonesia and the Ministry of
Interior. This study uses regression analysis of the data with the help of computer
software for statistical SPSS version 16. Results from this study showed that the
Financial Performance stated in the ratio of fiscal desentalisasi no significant
effect on the accountability of financial reporting area and the ratio of dependence
on central government significant negative effect on the accountability of local
government financial reporting. Political dynasty no significant effect on the
accountability of local government financial reporting while the performance of
local governments significant positive effect on the accountability of local
government financial reporting.
Keywords: Fiscal Desentalisation Ratio, Ratio of Dependence In Central Government,
Political Dynasty, Performane of Local Government, Accountability Local Government
Financial Reporting
PENDAHULUAN
Pasca runtuhnya pemerintahan Presiden Soeharto yang selama hampir 32 tahun
memerintah Indonesia, pada tahun 1998 Indonesia memasuki fase baru dalam pemerintahan
dan demokrasi. Pemerintahan orde baru berakhir dan orde reformasi dimulai. Pemerintahan
orde baru memiliki kecenderungan sentralistik, pada era reformasi diubah menjadi
desentralistik. Reformasi birokrasi dan otonomi daerah menjadi salah satu isu utama era
reformasi ini. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Implementasi otonomi daerah ini menimbulkan berbagai permasalahan karena daerah
memiliki kapasitas dan kemampuan yang berbeda-beda baik dari sisi keuangan, ketersediaan
infrastruktur maupun kapasitas sumberdaya manusia (Syahrudin, 2006). Pelaksanaan otonomi
daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan
pemerintah pusat ke daerah mengharuskan reformasi pengelolaan pemerintah pada berbagai
aspek termasuk pengelolaan keuangan daerah (Carnegie, 2005). Reformasi birokrasi dilakukan
untuk dapat mewujudkan good governance dan clean government sebagai perwujudan dari
penerapan konsep New Public Management (NPM).
Akuntabilitas diharapkan mampu mengubah kondisi pemerintahan yang masih kurang dalam
memberikan pelayanan publik dan pemerintahan yang korup menuju suatu tatanan
pemerintahan yang demokratis. Dengan penyelenggaraan pemerintahan yang akuntabel akan
mendapat dukungan dari publik. Karena Akuntabilitas dapat menjadi cerminan komitmen
pemerintah dalam melayani publik. Hal tersebut akan mampu membangun kepercayaan
masyarakat atas apa yang diselenggarakan, direncanakan, dan dilaksanakan oleh program yang
berorientasi kepada publik.
Penyempurnaan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun
2004 telah mengubah akuntabilitas atau pertanggungjawaban pemerintah daerah dari
pertanggungjawaban vertikal (kepada pemerintah pusat) ke pertanggungjawaban horisontal
(kepada masyarakat melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah). Akuntabilitas merupakan
bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi
organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu
media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2006).
Dalam konteks demokrasi, masyarakat sebagai pihak yang memberikan kekuasaan kepada
pemerintah daerah berhak memperoleh informasi atas kinerja pemerintah. Dengan adanya
akuntabilitas pemerintah daerah, masyarakat dapat berperan dalam pengawasan atas kinerja
pemerintah daerah, sehingga jalannya pemerintahan dapat berlangsung dengan baik. Dengan
demikian sejauh mana tingkat pengungkapan kinerja pemerintah daerah melalui akuntabilitas
pemerintah menjadi hal yang penting bagi keberlangsungan pemerintahan daerah.
Sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban dalam penyelenggaraan pemerintahan yang
diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah adalah dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.
Pemerintah daerah harus mengelola dan melaporkan keuangannya secara akuntabel dan
transparan. Laporan keuangan ini kemudian akan diperiksa oleh auditor eksternal pemerintah
yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara berkala. Penyusunan dan pemeriksaan laporan
keuangan pemerintah daerah merupakan langkah untuk mewujudkan akuntabilitas dalam
pelaporan keuangan pemerintah.
Tujuan utama penerapan Good Governance dalam sektor pemerintahan adalah
meningkatkan akuntabilitas, partisipasi, transparansi dan kinerja publik dalam urusan
pemerintahan (Kapucu, 2009). Menurut Crawford dan Hermawan (2009) di Indonesia,
implementasi tata kelola dengan pilar transparansi, akuntabilitas, efektifitas, efisiensi telah
melalui berbagai tahapan. Salah satu mekanisme evaluasi implementasi tata kelola
dipemerintahan adalah melalui Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (EPPD) (PP No.
6 Tahun 2008) yang menggunakan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD)
sebagai sumber utama. Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah memuat informasi
tentang seluruh pelaksanaan tugas pemerintah baik urusan desentralisasi, tugas pembantuan
maupun tugas umum pemerintahan (PP No.3 tahun 2007). LPPD harus disusun dengan prinsip
akuntabilitas dan transparansi sehingga dapat dijadikan sebagai mekanisme evaluasi tata kelola
pemerintahan (PP No.3 tahun 2007).
Akuntabilitas dipengaruhi oleh desentralisasi fiskal, desentralisasi fiskal menyebabkan
terjadinya aliran dana yang cukup besar dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah
(Syahrudin, 2006). Dengan desentralisasi fiskal mampu meningkatkan efisiensi, efektifitas,
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dan pelaporan keuangan pemerintah (Moisiu, 2013)
Namun pada beberapa negara justru ditemukan tingkat korupsi yang semakin tinggi pasca
2
implementasi desentralisasi fiskal (Moisiu, 2013). Di Indonesia, desentralisasi fiskal justru
meningkatkan kecenderungan korupsi di daerah (Rinaldi, et al, 2007). Temuan senada juga
disampaikan oleh Liu (2007) bahwa efek negatif desentralisasi fiskal adalah justru
meningkatkan korupsi, bukan menghasilkan perbaikan kualitas pelayanan publik.
Salah satu prinsip desentralisasi fiskal yaitu money folow functions, yaitu dimana
pemerintah daerah mendapat kewenangan dan kepercayaan dalam melaksanakan fungsi
pelayanan dan pembangunan di daerahnya. Pemerintah pusat memberikan dukungan dengan
menyerahkan dan memebri kewenangan sumber- sumber penerimaan kepada daerah untuk
dikelola secara optimal agar mampu membiayai daerahnya dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya. Selain itu, pemerintah pusat juga memberikan dana transfer yang dapat dikelola
daerah dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Tujuannya adalah untuk
mengatasi ketimpangan fiskal dengan pemerintah pusat dan antar pemerintah daerah lainnya.
Untuk meminimilaisir ketergantungan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat melalui
dana transfer tersebut, daerah dituntut dapat mengoptimalkan kemampuannya dalam menggali
potensi pendapatannya.
Dalam sebuah negara, desentralisasi merupakan salah satu proses penting dalam
perkembangan demokrasi. Agar demokrasi berjalan dengan baik, negara memerlukan strategi
desentralisasi (Mimba, 2007). Desentralisasi dan demokrasi lahir sebagai upaya untuk
membongkar sentralisme kekuasaan. Dengan kata lain, demokrasi dan desentralisasi tidak
menghendaki adanya pemusatan kekuasaan karena kekuasaan yang terpusat akan cenderung
disalahgunakan (Carnegie, 2005).
Tujuan dari desentralisasi fiskal dan kekuasaan ini tampaknya tidak berjalan sempurna.
Pemilihan yang dilakukan secara langsung oleh rakyat yang diharapkan memajukan daerah
tidak sepenuhnya berhasil. Politik patrimonial yang kuat dalam politik telah menempatkan
lembaga-lembaga demokrasi dalam posisi yang rapuh (Choi, 2009). Masalah lainnya yang
muncul adalah meningkatnya kecenderungan eksekutif yang lebih kuat dari legislatif
(Nuritomo dan Rossieta, 2014). Hal ini berdampak pada checks and balances kurang efektif.
Sesuai dengan UU No 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah. Kepala daerah saat ini tidak lagi bertanggung jawab kepada DPRD karena mereka
dipilih secara langsung oleh rakyat, bukan oleh legislatif.
Pemilihan kepala daerah secara langsung menjadi salah satu penyebab munculnya politik
dinasti. Asako et al. (2010) mendefinisikan politik dinasti sebagai mereka yang mewarisi
jabatan publik yang sama dari anggota keluarga mereka yang memegangnya sebelum mereka.
Politik dinasti secara sederhana dapat diartikan sejumlah kecil keluarga mendominasi distribusi
kekuasaan (Querrubin, 2010).
Nuritomo dan Rossieta (2014) mengatakan bahwa sebagai negara yang penduduknya
memiliki rata-rata tingkat pendidikan rendah dan kemiskinan tinggi, proses demokrasi sangat
rentan terhadap tumbuhnya politik dinasti. Praktik politik dinasti di Indonesia semakin
meningkat, terpapar jelas dari barat Indonesia sampai Indonesia bagian timur. Bukan hanya
Provinsi Banten, praktik politik dinasti tampaknya juga terjadi di Lampung, Riau, Belitung,
Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Kalimantan, Bali, Sulawesi, dan daerah
lainnya dengan sebaran yang semakin merata diseluruh Indonesia.
Meskipun politik dinasti menjadi perhatian yang besar dalam pembuatan peraturan pada
Pasal 7 huruf (r) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Undang-undang
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah. Namun Mahkamah Konstitusi
3
(MK) melalui sidang putusan perkara nomor 33/PUU-XIII/2015, menganulir larangan seorang
calon kepala daerah berkonflik kepentingan dengan petahana (Kepala Daerah yang sedang
menjabat), yang disematkan dalam UU Nomor 8 Tahun 2015. Peraturan tersebut pun batal
sebelum sempat diterapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam Pilkada serentak tahun
2015 ini. Penelitian berkaitan tentang dinasti politik masih jarang dilakukan. Berbagai pendapat
negatif mengenai politik dinasti masih memerlukan pembuktian empiris. Penelitian tentang
hubungan antara politik dinasti dengan akuntabilitas dan kinerja keuangan pemerintah daerah
masih sangat jarang di lakukan.
Berdasarkan uraian di atas peneliti memilih menambah variabel politik dinasti, sehingga
penulis tertarik untuk melakukan penelitian selanjutnya mengenai politik dinasti. Penelitian ini
diberi judul “Pengaruh Kinerja Keuangan , Politik Dinasti, Kinerja Pemerintah Daerah
Terhadap Akuntabilitas Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2013 - 2014”
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Amy Fontanella dan Hilda Rossieta
(2014), Variabel yang dipilih adalah akuntabilitas pelaporan keuangan daerah sedangkan
variabel desentralisasi fiskal diganti menjadi kierja keuangan. Untuk Variabel Politik Dinasti
dan Kinerja Pemerintah Daerah diambil dari penelitian Nuritomo dan Hilda Rossieta (2014)
dengan pengukuran kinerja diganti menggunakan Skor Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri.
Tujuan dari penelitian adalah untuk memperoleh bukti empiris tentang pengaruh
Kinerja Keuangan, Politik Dinasti dan Kinerja Pemerintah Daerah terhadap Akuntabilitas
Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah.
Manfaat untuk teoritis dari penelitan ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dengan memberikan bukti empiris tentang pengaruh kinerja
keuangan, politik dinasti dan kinerja pemerintah daerah terhadap akuntabilitas pelaporan
keuangan pemerintah daerah yang selama ini masih relatif terbatas pembahasannya dalam
literatur. Untuk aspek praktis yang dapat diambil, hasil penelitian ini diharapkan dapat
meningkatkan pemahaman serta prediksi tentang perkembangan tata kelola publik di indonesia
khususnya terkait akuntabilitas dana publik yang dikelola oleh Pemerintah Daerah. Diharapkan
dapat menjadi tambahan informasi bagi pemerintah untuk melakukan kajian tas peraturan
tentang pemerintah daerah di Indonesia serta dalam upaya membangun akuntabilitas yang lebih
baik bagi keuangan daerah.
TINJAUAN LITERATUR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
Agency Teory
Teori keagenan adalah hubungan antara dua belah pihak atau lebih, dimana satu pihak
(agent) setuju bertindak dengan persetujuan pihak lain (principal). Teori keagenan telah
digunakan untuk menjelaskan hubungan yang kompleks antara berbagai instansi pemerintah.
Tujuan dari teori keagenan adalah pertama, untuk meningkatkan kemampuan individu (baik
principal maupun agent) dalam mengevaluasi lingkungan dimana keputusan harus diambil (The
belief revision role). Kedua, untuk mengevaluasi hasil dari keputusan yang telah diambil guna
mempermudah pengalokasian hasil antara prinsipal dan agen sesuai dengan kontrak kerja (The
performance evaluation role).
Hubungan antara principal dan agent dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan
informasi (asymmetrical information) karena agen berada pada posisi yang memiliki informasi
4
yang lebih banyak dibandingkan dengan principal. Dengan adanya asimetri maka akan
mendorong agent untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal.
Dalam kondisi asimetri, agent dapat mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan
dalam laporan keuangan.
Adanya asimetri informasi ini menyebabkan kemungkinan munculnya konflik antara pihak
principal dan agent. Dalam teori agensi terdapat tiga asumsi sifat dasar manusia yaitu: (1)
Manusia pada umunya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) Manusia memiliki daya
pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu
menghindari resiko (risk adverse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut
menyebabkan bahwa informasi yang dihasilkan manusia untuk manusia lain selalu
dipertanyakan reliabilitasnya dan dapat dipercaya tidaknya informasi yang disampaikan
Masalah keagenan juga terjadi dalam pemerintahan yang mana adanya kontrak antara agen
(pemerintah) dengan prinsipal (rakyat). Dalam UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah dinyatakan bahwa bupati dan walikota dipilih oleh rakyat dan bertanggung jawab atas
perencanaan, pelaksanaan dan petanggungjawaban program pemerintah. DPRD yang dipilih
oleh rakyat menjadi perwakilan rakyat, sama halnya dengan dewan komisaris yang dipilih oleh
para pemegang saham untuk mewakili mereka. Proses pemilihan agen bersifat demokratis
sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja
agen dalam meningkatkan kesejahteraan prinsipal masih menyisakan masalah, salah satunya
adalah masalah politik dinasti (Nuritomo dan Rossieta, 2014).
Teori Stewardship
Teori stewardship atau pengabdian beranggapan bahwa manusia pada hakikatnya mampu
bertindak dengan penuh tanggung jawab, dapat dipercaya, berintegritas tinggi dan memiliki
kejujuran. Teori stewardship adalah teori yang menggambarkan situasi dimana para manajer
tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu tetapi lebih ditujukan pada sasaran hasil utama
mereka untuk kepentingan organisasi, sehingga teori ini mempunyai dasar psikologi dan
sosiologi yang telah dirancang dimana para eksekutif sebagai steward termotivasi untuk
bertindak sesuai keinginan prinsipal, selain itu perilaku steward tidak akan meninggalkan
organisasinya sebab steward berusaha mencapai sasaran organisasinya.
Teori stewardship juga dapat diterapkan dalam organisasi sektor publik. Pada
Stewardship Theory, model of man ini didasarkan pada pelayan yang memiliki perilaku dimana
dia dapat dibentuk agar selalu dapat diajak bekerjasama dalam organisasi (pemerintah) ,
memiliki perilaku kolektif atau berkelompok dengan utilitas tinggi daripada individunya dan
selalu bersedia untuk melayani. Pada teori stewardship terdapat suatu pilihan antara perilaku
self serving dan pro-organisational, perilaku pelayan tidak akan dipisahkan dari kepentingan
organisasi (pemerintah) adalah bahwa perilaku eksekutif disejajarkan dengan kepentingan
5
principal dimana para steward berada. Steward akan menggantikan atau mengalihkan self
serving untuk berperilaku kooperatif. Sehingga meskipun kepentingan antara steward dan
principal tidak sama, steward tetap akan menjunjung tinggi nilai kebersamaan. Sebab steward
berpedoman bahwa terdapat utilitas yang lebih besar pada perilaku kooperatif, dan perilaku
tersebut dianggap perilaku rasional yang dapat diterima.
Politik Dinasti
Politik dinasti dalam dunia politik modern dikenal sebagai elit politik yang berbasiskan
pertalian darah atau perkawinan sehingga sebagian pengamat politik menyebutnya sebagai
oligarkhi politik. Menurut Pareto dalam Varma (2007) yang disebut dengan kelompok elit
adalah sekelompok kecil individu yang memiliki kualitas-kualitas terbaik, yang dapat
menjangkau pusat kekuasaan sosial politik. Menurut Nuritomo dan Rossieta (2014) dalam
penelitiannya mengartikan politik dinasti sebagai perpindahan maupun perluasaan kekuasaan
dalam level eksekutif (kepala daerah) yang dilakukan dalam suatu keluarga (baik sedarah
maupun semenda). Pemilihan kepala daerah langsung juga menjadi salah satu sebab munculnya
masalah politik dinasti.
Bastian (2006) mendefinisikan kinerja sebagai prestasi yang dicapai dan diperoleh
organisasi dalam periode tertentu. Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah kemampuan
suatu daerah untuk menggali dan mengelola sumber keuangan asli daerah dalam memenuhi
kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan, pelayanan kepada
masyarakat dan pembangunan daerah (Nuritomo dan Rossieta, 2014).
Pengukuran kinerja dalam pemerintah daerah sangat penting, munurut Mandell (1997)
dalam Sumarjo (2010) mengungkapkan bahwa dengan melakukan pengukuran kinerja,
pemerintah daerah memperoleh informasi yang dapat meningkatkan kualitas pengambilan
keputusan sehingga akan meningkatkan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Evaluasi
perlu dilakukan dalam tata kelolan pemerintah di Indonesia, untuk menilai kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam upaya peningkatan kinerja untuk mendukung
pencapaian tujuan penyelenggaran otonomi daerah berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola yang
baik.
Desentralisasi Fiskal
Hipotesis
Penelitian yang dilakukan oleh Hadi (2009) menjelaskan bahwa di Indonesia, desentralisasi
fiskal meningkatkan efisiensi pelayanan publik dan pertumbuhan ekonomi.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rinaldi (2007) menemukan desentralisasi fiskal
justru meningkatkan korupsi, bukan meningkatkan pelayanan publik.
Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa kemungkinan peningkatan pertumbuhan
ekonomi tersebut disebabkan desentralisasi fiskal yang memberikan kesempatan kepada daerah
untuk membangun kemandirian dalam memeproleh pendanaan. Beberapa literatur
mengungkapkan desentralisasi fiskal mengingkatkan efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas
pelayanan publik dan mengurangi tingkat korupsi. Sehingga dapat disimpulakan bahwa
kemadirian pendaan melalui desentralisasi fiskal berdampak positif terhadap akuntabilitas
keuangan
Berdasarkan berbagai argumen serta bukti empiris terkait desentralisasi fiskal dan
akuntabilitas pelaporan keuangan, maka Hipotesis pertama yang diajukan adalah:
H1: Tingkat kemandirian daerah berpengaruh positif terhadap tingkat akuntabilitas
pelaporan keuangan
Penelitian yang dilakukan oleh Fontanella dan Rossieta (2014) menemukan bahwa
ketergantungan pada pemerintah pusat tidak berpengaruhh signifikan terhadap akuntabilitas
pelaporan keuangan pemerintah daerah.
Halim (2001) menjelaskan ciri utama sebuah daerah telah melaksanakan desentralisasi
secara baik adalah daerah tersebut memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali
sumber keuangan, mengelola dan menggunakannya untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan dan mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat. Desentralisasi fiskal
7
yang dilengkapi dengan seperangkat aturan pengelolaan dan pemeriksaan keuangan daerah
yang memadai maka kemandirian pendanaan daerah melalui desentralisasi fiskal dapat
meningkatkan kualitas pengelolaan dan pelaporan keuangan pemerintah daerah.
Dengan demikian, Hipotesis kedua yang diajukan adalah :
H2 : Tingkat ketergantungan daerah pada pemerintah pusat berpengaruh negatif terhadap
tingkat akuntabilitas pelaporan keuangan
Penelitian yang dilakukan oleh Asako et al., (2010) menyatakan bahwa politik dinasti
berpotensi menghambat pembangunan ekonomi dan melemahkan daya saing pemilu. Mereka
menemukan bahwa daerah-daerah di bawah kendali politisi dinasti kurang efektif dalam
membawa pembangunan ekonomi kepada masyarakat, meskipun mereka menerima alokasi
anggaran yang lebih dari pemerintah pusat. Sedangkan Mendoza et.al (2012) menemukan
bahwa prevalensi politik dinasti tidak selalu berkorelasi dengan kemiskinan yang tinggi,
standar hidup yang rendah atau pembangunan manusia.
Keberadaan politik dinasti juga mempersulit munculnya calon alternatif bagi rakyat karena
politisi dinasti memiliki kesempatan yang lebih baik untuk memenangkan pemilihan umum
(Quetrubin, 2010). Hal tersebut menyebabkan rendahnya kualitas dari calon kepala dareah
sehingga dapat mempengaruhi pengelolaan dana publik, bagaimana menghasilkan
pembangunan ekonomi dan mempengaruhi akuntabilitas pelaporan keuangan daerah.
Berdasarkan penelitian diatas maka disusun hipotesis:
H3: Praktik Politik Dinasti Berpengaruh Negatif Terhadap tingkat Akuntabilitas Keuangan
Pemerintah Daerah
METODE PENELITIAN
Objek Penelitian
Objek penelitian ini dilakukan pada kabupaten dan kota diseluruh Indonesia untuk tahun
2012-2013. Sampel pada penelitian ini adalah kabupaten/kota yang kepemimpinan daerahnya
menjalankan praktik politik dinasti di Indonesia
Jenis Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD Pemda) yang diaudit oleh Badan pemeriksa Keuangan
Republik Inonesia (BPK RI) tahun anggaran 2012-2013. Data tentang daerah yang terindikasi
politik dinasti bersumber dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Data kinerja pemda
bersumber dari Skor Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD) yang
dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sedangkan Data opini audit
8
diperoleh melalui ikhtisar hasil pemeriksaan semester (IHPS) semester 2 tahun 2014 Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI).
9
Kinerja adalah prestasi yang telah diperoleh daerah dalam menjalankan pemerintahannya.
Variable ini dikuru menggunakan Menggunakan Skor kinerja penyelenggaraan pemerintah
daerah ( skor EKPPD).
Bagian ini menggambarkan data yang digunakan dalam penelitian yang terdiri dari nilai
minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata (mean) dan nilai standar deviasi data.
Tabel 2 menyajikan ringkasan statistik deskriptif untuk setiap variabel yang digunakan
dalam penelitian. Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah sampel (N) berjumlah
114. Rata-rata dari data variabel desentralisasi fiskal diketahui adalah 1,0104 dengan standar
deviasi sebesar 1,0626. Pada data variabel ketergantungan pada pemerintah pusat rata-ratanya
sebesar 5,8401 dengan standar deviasi 19,1399. Pada variabel politik dinasti rata-ratanya
sebesar 0,5000 dengan standar deviasi 0,5022, pada variabel kinerja pemerintah daerah rata-
ratanya sebesar 2,4770 dengan standar deviasi 0,5289, selanjutnya adalah data pada
akuntabilitas diketahui rata-rata 3,2719 dan standar deviasinya adalah 1,07493.
10
a. Uji Normalitas Data
Uji normalitas data dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel
pengganggu atau residual berdistribusi normal atau tidak. Data penelitian yang baik adalah data
yang memiliki distribusi nilai residual nirmal atau mendekati normal.
Dalam penelitian ini, alat uji normal yang digunakan adalah kolmogorov-Smirnov terhadap
data residual regresi. Pengujian ini dilakukan dengan melihat perbandingan probabilitas (p-
value) yang diperoleh dengan tingkat signifikasi sebesar 5%. Jika nilai sig dari probabilitas
yang diperoleh lebih besar dari 5% atau 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa residual data
menyebar normal, dan jika nilai sig lebih kecil dari 5% atau 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa residual data tidak menyebar normal.
Berdasarkan tabel 3, dapat dilihat bahwa nilai Sig, dalam pengujian Kolmogorov-Smirnov
dari seluruh nilai residual data yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 0,073, yang berarti
lebih besar dari 5% atau 0,05. Hal ini menunjukan bahwa keseluruhan data penelitian yang
digunakan sebagai sampel telah terdistribusikan dengan normal.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk melihat apakah model regresi ditemukan adanya
hubungan antar variabel independen. Model regresi yang baik adalah model yang tidak
terdapat hubungan atau terdapat hubungan rendah antar variabel independennya.
Berdasarkan tabel 4, dapat dilihat niali VIF pada seluruh variabel < 10. Hal ini
menunnjukan bahwa tidak terdapat multikolinearitas atau terdapat hubungan antara variabel
independen.
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi
klasik autokorelasi atau korelasi yang terjadi antara residual pada saat pengamatan lain pada
model regresi. Penelitian ini menggunakan alat uji autokorelasi yaitu uji Durbin-Watson (Uji
DW).
Pada uji Durbin-Watson terdapat beberapa ketentuan untuk menentukan korelasi yang
terjadi antara residual yaitu (1) jika d lebih kecil dari dL atau lebih besar dari (4 – dL) maka
hipotesis nol ditolak, yang berarti terdapat autokorelasi. (2) jika d terletak antara dU dan (4 –
dU), maka hipotesis nol diterima, yang berarti tidak ada autokorelasi. (3) jika d terletak antara
dL dan dU atau diantara (4-dU) dan (4-dL), maka tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti.
11
Data tabel 5 menunjukkan bahwa nilai Durbin Watson yaitu sebesar 2,054, sedangkan nilai
tabel pembanding bedasarkan data akunabilitas yaitu sebesar dU=1,7677, nilai dU<dW<4 maka
1,7677 < 2,054< 4, sehingga dapat disimpulkan bahwa residual tidak mengandung autokorelasi.
d. Uji Heteroskedastisitas
Dalam penelitian ini uji heteroskedastisitas yang digunakan adalah uji Glejser. Uji Glejser
dilakukan dengan cara meregresi nilai absolute residual terhadap variabel independen. Jika
variabel independen secara signifikan memengaruhi variabel dependen dengan tingkat
kepercayan dibawah 5%, berarti ada indikasi terjadinya heteroskedastisitas.
Tabel 6 menunjukan bahwa setiap variabel dalam model regresi penelitian memiliki nilai sig
diatas 5% atau 0,05. Hal ini menunjukan bahwa varriabel yang dipakai dalam model regresi
atas penelitian ini tidak terindikasi gejala heteroskedastisitas.
3. Pengujian Hipotesis
a. Uji Nilai-F
Uji nilai-F digunakan untuk menentukan goodnes of fit atau uji kelayakan model regresi
yang digunakan dalam melakukan analisis hipotesis dalam penelitian. Pada pengujian ini
kriteria yang digunakan adalah dengan melihat probability value (sig), jika nilai sig lebih kecil
dari 5% atau 0,05, maka dapat dinyatakan bahwa model regresi yang digunakan layak untuk
digunakan sebagai model regresi dalam penelitian. Sebaliknya, jika nilai sig lebih besar dari
5% atau 0,05 maka model tidak layak untuk digunakan sebagai model regresi dalam penelitian.
Berdasarkan tabel 7, hasil uji signifikan variabel indipenden (x) dapat mempengaruhi
variabel dependenden secara sinifikan. Dari uji ANOVA atau Ftest didapat nilai Ftest sebesar
8,814 dan nilai sigignifikansi sebesar 0,000 (0%) lebih kecil dari 5% atau 0,05 yang berarti
variabel kinerja keuangan yang digambarkan dengan deseentralisasi fiskal dan ketergantungan
pada pemerintah pusat, politik dinasti dan kinerja pemerintah daerah secara simultan
memengaruhi variabel akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah. Hasil ini
menggambarkan bahwa model regresi yang digunakan dalam penelitian ini layak untuk
digunakan layak untuk digunakan sebagai model regresi pengujian hipotesis.
b. Uji Nilai-t.
Uji nilai-t bertujuan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen di dalam penelitian seperti yang dinyatakan dalam hipotesis yang dipakai dalam
penelitian ini. Selain itu untuk menguji pengaruh tersebut, uji nilai-t juga digunakan untuk
menunjukan arah pengaruh masing-masing variabel yang dilihat dari tanda koefisien regresi
masing-masing variabel independen.
12
Kriteria dari pengujian ini adalah dengan melihat probability value (sig)-t, maka jika sig-t
lebih kecil dari 5% atau 0,05, maka dapat dinyatakan bahwa variabel independen berpengaruh
terhadap variabel dependen sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian dapat diterima
atau didukung. Sebaliknya jika nilai sig-t lebih besar dari 5% atau 0,05 maka dapat dinyatakan
bahwa variabel independen tidak memiliki pengaruh terhadap variabel dependen, sehingga
hipotesis yang diajukan tidak diterima.
Tabel 8 menunjukan hasil pengujian regresi berganda untuk model yang digunakan dalam
penelitian ini. hasil pengujian hipotesis antara lain:
Pengujian hipotesis 1.
Berdasarkan tabel 8, variabel desentralisasi fiskal memiliki nilai koefisien regresi sebesar -
2,729 dengan signifikansi 0,743 > α 0,05 sehingga variabel desentralisasi fiskal tidak terbukti
berpengaruh signifikan terhadap variabel akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah.
Jadi, hipotesis 1 ditolak.
Pengujian hipotesis 2.
Pengujian hipotesis 3.
Berdasarkan pada tabel 8, variabel politik dinasti memiliki koefisiensi sebesar -0,321
dengan signifikansi sebesar 0,079 > α 0,05 sehingga variabel politik dinasti tidak terbukti
berpengaruh signifikan terhadap variabel akuntabilita pelaporan keuangan daerah. Jadi,
hipotesis 3 ditolak.
Pengujian hipotesis 4.
Berdasarkan pada tabel 8, variabel kinerja pemerintah daerah memiliki koefisien sebesar
0,554 dengan signifikansi 0,002 < α 0,05 sehingga variabel kinerja pemerintah daerah terbukti
berpengaruh positif dan sinifikan terhadap variabel akuntabilitas pelaporan keuangan
pemerintah daerah. Jadi, hipotesis 4 diterima.
Hasil pengujian nilai-t diatas juga mendasari penyusunan model penelitian yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Uji koefisien determinasi adalah penujian untuk melihat seberapa besar kemampuan semua
variabel independen dalam menjelaskan varians dari variabel dependennya. Untuk model
13
regresi dengan dua atau lebih variabel dependenn, koefisien determinasi ditunjukan oleh nilai
adjusted R square (adj R2), seperti yang digunakan dalam penelitian ini.
Hasil pengujian koefisien determinasi pada tabel 4.9 menunjukan bahwa nilai adj R square
untuk model regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 0,217 yang
mengindikasikan bahwa variabel akuntabilitas pelaporan keuangan daerah mampu dijelaskan
oleh variabel independen yaitu kinerja keuangan yang diproksikan dengan desenralisasi fiskal
dan ketergantungan pada pemerintah pusat, politik dinasti dan kinerja pemerintah daerah,
sebesar 21,7%, sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model penelitian ini.
Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kinerja keuangan yang digambarkan
dengan desentralisasi fiskal dan ketergantungan pada pemerintah pusat, politik dinasti dan
kinerja pemerintah daerah terhadap akuntabilitas pelaporan keuangan daerah. Berdasarkan
pengujian empiris yang telah dilakukan terhadap beberapa hipotesis dalam penelitian, hasilnya
menunjukkan bahwa tidak semua variabel independen diatas berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen. Faktor-faktor yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas
pelaporan keuangan daerah adalah kinerja pemerintah daerah sedangkan ketergantungan pada
pemerintah pusat berpengaruh negatif.
Berdasarkan pada tabel 4.8 hasil analisis kemandirian daerah dengan menggunakan regresi
linear berganda menunjukkan kemandirian daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap
akuntabilitas pelaporan keuangan daerah. Hasil ini konsisten dengan penelitian Rinaldi (2007),
tetapi bertentangan dengan penelitian Hadi (2009) yang menjelaskan bahwa di Indonesia,
desentralisasi fiskal meningkatkan efisiensi pelayanan publik dan pertumbuhan ekonomi.
Hasil ini berlawanan dengan logika peneliti bahwa dengan desetralisasi fiskal dapat
meningkatkan kemandirian daerah karena daerah diberikan kebebasan dalam mengelola
pendanaan, dengan tanggungjawab tersebut maka daerah akan transparan dan akuntabilitas
terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah.
14
Berdasarkan pada tabel 4.8 hasil analisis ketergantungan pada pemerintah pusat dengan
menggunakan regresi linear berganda menunjukan bahwa ketergantungan pada pemerintah
daerah berpengaruh negatif terhadap akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah.
Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan fontanella ddan rossieta bahwa
ketergantungan pada pemerintah pusat tidak berpengaruh terhadap akuntabilitas pelaporan
keuangan pemerintah daerah.
Jika suatu daerah telah melakukan desentralisasi fiskal secara baik, maka daerah tersebut
memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber keuangan, mengelola dan
menggunakannya untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah dan mengurangi
ketergantungan pada pemerintah pusat (Halim, 2001). Idealnya suatu desentralisasi fiskal
dilengkapi dengan seperangkat aturan untuk mengelola keuangan daerah masing-masing,
sehingga jika ketergantungan pada pemerintah daerah rendah bisa dikatakan daerah tersebut
sudah mandiri dalam mengelola keuangan maka daerah tersebut memiliki akuntabilitas
pelaporan keuangan yang tinggi kepada publik.
Berdasarkan pada tabel 4.8 hasil analisis politik dinasti dengan menggunakan regresi linear
berganda menunjukan bahwa politik dinasti tidak berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas
pelaporan keuangan daerah. Hasil ini bertentangan dengan Penelitian yang dilakukan oleh
Asako et al., (2010) yang menyatakan bahwa dinasti politik berpotensi menghambat
pembangunan ekonomi dan melemahkan daya saing pemilu. Mereka menemukan bahwa
daerah-daerah di bawah kendali politisi dinasti kurang efektif dalam membawa pembangunan
ekonomi kepada masyarakat, meskipun mereka menerima alokasi anggaran yang lebih dari
pemerintah pusat. Hal tersebut dapat memengaruhi rendahmya tingkat akuntabilitas pelaporan
keuangan pemerintah .
Namun seperti yang ditemukan oleh Mendoza et. Al (2012) bahwa prevalensi politik
dinasti tidak selalu berkorelasi dengan kemiskinan yang tinggi, standar hidup yang rendah atau
pembangunan manusia. Meskipun politik dinasti memiliki kesempatan lebih besar untuk
memenangkan pemilu dibandingkan calon lain, namun tidak semua calon yang berlatar
belakang politik dinasti berkulitas rendah dan tidak kompeten karena calon dari keluarga yang
berlatar belakang politik dinasti sudah mengikuti dan memenuhi persyaratan sehingga layak
untuk menjadi kepala daerah yang terpilih. sehingga politik dinasti tidak berpengaruh terhadap
akuntabilitas pelaporan keuangan daerah.
Berdasarkan pada tabel 4.8 hasil analisis kinerja dengan menggunakan regresi linear
berganda menunjukan bahwa kinerja berpengaruh positif signifikan terhadap akuntabilitas
pelaporan keuangan pemerintah daerah. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Fontanella dan Rossieta (2014) yang menyatakan bahwa ditemukan pengaruh positif
kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah kemungkinan daerah tersebut memiliki
akuntabilitas pelaporan keuangan..
15
Kinerja merupakan suatu capaian yang telah peroleh pemerintah daerah sehingga kinerja
perlu dilakukan pengukuran. Pengukuran kinerja akan memberikan umpan balik sehingga
terjadi upaya perbaikan yang berkelanjutan untuk mencapai tujuan dimasa mendatang (bastian,
2006). Akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah meningkat apabila kinerja
keuangan yang diperoleh pemerintah daerah juga meningkat. Hal tersebut menunjukan bahwa
kinerja pemerintah daerah meningkat dalam hal pelayanan kepada masyarakat.
SIMPULAN
Hasil pengujian data dalam penelitian mendasari pengambilan simpulan dalam penelitian
terkait pengaruhkinerja keuangan, politik dinasti dan kinerja pemerintah daerah terhadap
akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah. Hasil pengujian menyatakan bahwa
akuntabilitas pelaporan keuangan daerah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang didalam
penelitian ini menggunakan faktor kinerja keuangan yang diproksikan dengan Rasio
desentralisasi fiskal dan Rasio ketergantungan pada pemerintah pusat, politik dinati dan kinerja
pemerintah daerah
Hasil pengujian data menjelaskan bahwa:
1. Desentralisasi fiskal tidak berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas pelaporan
keuangan pemerintah daerah.
2. Ketergantungan pada pemerintah pusat memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap
akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah.
3. Variabel kinerja pemerintah daerah, dari hasil pengujian memiliki pengaruh positif
signifikan terhadap akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah.
4. Variabel politik dinasi tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pelaporan keuangan
pemerintah daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Asako, et.a. 2010. Dynastic Legislators: Theory And Evidence From Japan, Working Papers.
Waseda University Organization for Japan-US Studies.
Bastian, Indra. 2006. Sistem Akuntansi Sektor Publik. Edisi 2, Jakarta: Salemba Empat.
Carnegie dan West . 2005. Making Accounting Accountable in the Public Sector.
Critical Perspective on Accounting (vol.16), pp.905-928.
Choi, Nankyung. 2009. Democracy And Patrimonial Politics In Local Indonesia.
Indonesia Vol 88 (October 2009): pp 131-164.
Crawford, Gordon. Hermawan, P.Yulius . 2002. “Whose Agenda? Partnership and International
Assistance to Democratization and Governance Reform in Indonesia”. Contemporaru
Southeast Asia.
Dal Bo, et.al .2009. Political Dynasties. Review of Economic Studies 76(1): pp 115-142.
16
Fontanella, Amy. Rossieta, Helda. 2014. Pengaruh Desentralisasi Fiskal Dan Kinerja
Terhadap Akuntabilitas Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah Di Indonesia. Simposium
XVII Lombok.
Halim, Abdul. 2001. Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta. UPP AMP YKPN.
Hamzah, Ardi. 2008. Pengaruh Belanja dan Pendapatan terhadap Pertumbuhan Ekonomi,
Kemiskinan dan Pengangguran. Konferensi Penelitian. Jatim.
Liu, Chih hung . 2007. What Type of Fiscal Decentralization System has better
Performance. School of Public Policy.
Mandell, Lee M. 1997. Performance Measurement And Management Tools In Nort Carolina
Local Governance. Public Administration Quarterly. Spring 1997, Vol.21:96.
Mahmudi. 2007. Manajemen Kinerja Sektor Publik. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.
McCoy, A. 2009. An Anarchy of Families: The Historiography of State and Family in the
Philippines, in An Anarchy of Families: State and Family in the Philippines, ed. By A.
McCoy: pp. 1–32. University of Wisconsin Press. Madison, WI.
Mimba, N.S.H, et al. 2007. Public Sector Performance Measurement in Developing Countries.
Journal Of Accounting and Organizational Change Vol3.No.3p.192-198
Nuritomo. Rossieta, Helda. 2014. Politik Dinasti, Akuntabilitas, Dan Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah Di Indonesia, Simposium XVII Lombok.
Pemerintah Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang tentang
Laporan Penyelenggaraan Pemerintah daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan
PertanggungjawabanKepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan
Informasi LaporanPenyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat.
Pemerintah Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman
Evaluasi penyelenggaraan Pemerintah Daerah
17
Querrubin, P. 2010. Family and Politics: Dynastic Persistence in the Philippines.
Working Paper. Massachusetts Institute of Technology.
Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta:
Republik Indonesia.
Rinaldi, Taufik, dkk. 2007. Memerangi Korupsi di Indonesia yang Terdesentralisasi : Studi
Kasus Penanganan Korupsi Pemerintahan Daerah. Bank Dunia L Justice for the poor
Project
Rossi, M. 2009. “The causes of political dynasties in democratic countries”. Working Papers.
Universidad de los Andes.
18
TABEL 1
RINGKASAN PENGAMBILAN SAMPEL
TABEL 2
DESKRIPSI STATISTIK DATA PENELITIAN
N Minimu Maximum Mean Std.
m Deviation
19
Valid N (listwise) 114
TABEL 3
UJI NORMALITAS DATA
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Statistic df Sig.
Unstandardized Residual .080 114 .073
Sumber: hasil pengelolaan data
TABEL 4
UJI MULTIKOLINEARITAS
Collinearity Statistics
Model Tolerance VIF
1 (Constant)
Desentralisasi_Fiskal .981 1.019
Ketergantungan .940 1.064
Politik_Dinasty .967 1.035
Kinerja_Pemda .941 1.062
Sumber: hasil pengolahan data
20
TABEL 5
UJI HETEROSKEDASTISITAS
Coefficientsa
Standardiz
ed
Unstandardized Coefficien
Coefficients ts
Std.
Model B Error Beta t Sig.
1 (Constant) 1.269 .352 3.603 .000
Desentralis
-5.328E-6 .000 -.096 -1.013 .313
asi_Fiskal
Ketergantu
-.003 .003 -.109 -1.129 .261
ngan
Politik_Din
-.085 .112 -.073 -.762 .447
asty
Kinerja_Pe
-.124 .108 -.112 -1.153 .251
mda
a. Dependent Variable: ABS_RES
Sumber: hasil pengolahan data
TABEL 6
UJI NILAI-F
ANOVAb
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 31.911 4 7.978 8.814 .000a
Residual 98.660 109 .905
Total 130.570 113
a. Predictors: (Constant), Kinerja_Pemda, Desentralisasi_Fiskal,
Politik_Dinasty, Ketergantungan
21
ANOVAb
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 31.911 4 7.978 8.814 .000a
Residual 98.660 109 .905
Total 130.570 113
a. Predictors: (Constant), Kinerja_Pemda, Desentralisasi_Fiskal,
Politik_Dinasty, Ketergantungan
b. Dependent Variable:Akuntabilitas
Sumber: hasil pengolahan data
TABEL 7
UJI NILAI-T
Standardize
Unstandardized d
Coefficients Coefficients
Std.
Model B Error Beta t Sig.
1 (Constant) 3.207 .570 5.629 .000
Desentralisasi_ -2.792E-
.000 -.028 -.328 .743
Fiskal 6
Ketergantungan -.020 .005 -.360 -4.189 .000
Politik_Dinasty -.321 .181 -.150 -1.771 .079
Kinerja_Pemda .554 .174 .273 3.177 .002
a. Dependent Variable:
Akuntabilitas
Sumber: hasil pengolahan data
TABEL 8
UJI KOEFISIEN DETERMINASI
22
Model Summaryb
R Adjusted R Std. Error of Durbin-
Model R Square Square the Estimate Watson
1 .494a .244 .217 .9513852 2.054
a. Predictors: (Constant), Kinerja_Pemda, Desentralisasi_Fiskal,
Politik_Dinasty, Ketergantungan
a. Dependent Variable: Akuntabilitas
Sumber: hasil pengolahan data
23