Anda di halaman 1dari 15

C.

Tujuan penulisan makalah

1. untuk memahami apa itu pengertian percobaan

2. untuk mengetahui dasar hukum pemidanaan

3. untuk mengetahui syarat-syarat pidana dan

4. untuk mengetahui macam-macam percobaan menurut


doktrin

2
BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian percobaan (poeging) tindak pidana

Pengertian mengenai definisi percobaan, bersal dari


memorie van teolichting yaitu sebuah kalimat yang artinya
berbunyi “demikian, maka percobaan untuk melakukan
kejahatan itu adalah pelaksanaan untuk melakukan sesuatu
kejahatan yang telah dimulai akan tetapi tidak selesai, ataupun
suatu kehendak untuk melakukan sesuatu pemulai
pelaksanaan.

Tidak semua orang yang melakukan perbuatan terlarang


mencapai maksud, akan tetapi janganlah mengira bahwa oleh
karena orang itu tidak berhasil di dalam perbuatannya, tidak
sampai kepada apa yang di maksudnya maka selanjutnya akan
bebas dari pertanggungan jawaban pidana. Maksud jahat
walau tidak berhasil, harus di pertanggung jawabkan.
Menurut KUHP orang tersebut dapat dikenakan pidana karena
ia telah mencoba melakukan perbuatan yang bertentangan
hukum, dasar pemidanaan percobaan terdapat dalm pasal 53
dan 54 KUHP. 1

Pengertian percobaaan tindak pidana atau percobaan


melakukan tindak pidana juga telah di atur dalam pasal 53
KUHP yaitu; ‘mencoba melakukan kejahatan di pidana, jika
niat buruk itu telah ternyata dari adanya permulaan

1
R. Rosilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Bogaor:Politeia, 1991),hal 68

3
pelaksanaan, dan tidak selesainnya pelaksanaan itu, bukan
semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri”, Dapat
di piananya percobaan berarti perluasan dapat dipidananya
delik; perbuatan baru untuk sebagian dilaksanakan, seakan-
akan masih ada unsur-unsur yang tersisa, tetapi sudah dapat di
jatuhkan pidana meskipun dengan pengurangan 1/3 dari
pidana maksimum. Harga percobaan melakukan kejahatan
yang dapat di pidana. (pasal 53 KUHP).

Pasal 54 KUHP dengan tegas menetapkan bahwa


percobaan melakukan pelanggaran tindak pidana.agaknya
pembuat undang-undang yang dalam system perundangan-
undangan pidana sudah menentukan pelanggaran sebagai
delik yang lebih ringan, menganggap percobaan melakukan
pelanggaran terlampau ringan untuk di pidana. Disamping itu,
karena pasal 103 KUHP berlaku juga untuk pembuat undang-
undang rendahan, seperti provinsi, kota madiya dan
sebagainya, yang dalam praturan daerah masing-masing tidak
di perbolehkan meralang percobaan melakukan pelanggaran
secara umum karena ketentuan pidana demikian tidak
menmpunyai kekuatan mengikat.

Menetapkan dapat dipidanya percobaan bukan lah suatu


hal dengan sendirinya. Dapat di pikirkan adanya kodifikasi
tanpa ini. Namun kalua pembuat undang-undang hendak
memidana percobaan, maka penting untuk menetepkan
dengan syarat-syarat apa percobaan dapat di pidana. Karena

4
tanpa ini jumlah perbuatan pidana (pasal 1 KUHP) akan di
perluan tanpa batas.2

B.Dasar hukum pemidanaannya

Pemidanaan adalah pemberian sanksi pidana kepada


pelaku tidak pidana yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
Mengenai dasar pemidanaan terhadap percobaan ini, terdapat
beberapa teori sebagai berikut:

1. Teori subjektif
Menurut teori ini bahwa dasar patut di pidanakannya
percobaan terletak pada sikap batin atau watak yang
berbahaya dari si pembuat. Termaksud penganut teori ini
ialah van hamel
2. Teori objektif
Menurut teori di ini bahwa dasar patut dipidanakannya
percobaan terletak pada sifat berbahayanya perbuatan
yang di lakukan oleh si pembuat, teori objektif terbagi
menjadi 2 yaitu:
a. Teori objektif formal, yang menitik beratkan sifat
berbahayanya perbuatan itu terhadap tata hukum.
Menurut teori ini bahwa suatu delik merupakaan suatu
rangkaian darri perbuatan-perbuatan yang terlarang.
Penganut teori ini adalah Duynstee Zevenbergeen

2
Schaffmeister, D,dkk. Hukum pidana, (Yogyakarta : liberty, 1995) hal 214

5
b. Teori objektif material, yang menitik beratkkan pada
posisi sifat berbahayanya perbuatan terhadap
kepentingan hukum. Penganutnya antara lain. (Simons)

3. Teori campuran
Teori ini melihat dasar patut dipidanakan percobaan dari dua
segi, yaitu sikap batin pembuat yang berbahaya (segi
subjektif) dan juga sifat berbahayanya perbuatan (segi
objektif)3

Contohnya: andi di ketahui oleh warga ingin mecoba


membunuh kekasihnya, karna yang diketahui warga
kekasihnya ada hubungan gelap dengan teman si andi, andi
sempat memukuli kekasihnya tersebut namun andi tidak
sempat membunuh kekasihnya karena tindakannya diketahui
oleh seorang warga.

Sanksi yang di jatuhkan terhadap andi yaitu sanksi


percobaan yang di atur dalam pasal 53 ayat 2 dan ayat 3
KUHP yang berbunyi:

(2) maksimal hukuman pokok atas kejahatan itu di dalam hal


percobaan dikurangi dengan sepertiga (1/3)

(3) kalua kejahatan itu di ancam dengan hukuman mati atau


penjara seumur hidup maka di jatuhkan hukuman penjara
selama-lamanya lima belas tahun penjara.

3
Andi Sofyan dan Nur Azisa,Hukum Pidana, (Makassar:Pustak Pena,2016), hal 160

6
Demikian hukuman bagi percobaan sebagai mana di atur
dalam pasal 53 ayat 2 dan ayat 3 KUHP ditentukan bahwa
hukuman yang dapat dikenakan atas perbuatan pecobaan ialah
masimum hukuman pokok atas suatu kejahatan dikurangi
sepertiga (1/3) dan jika diancam hukuman mati atau
hukuman penjara seumur hidup maka terhadap perbuatan
percobaannya diancamkan hukuman maksimum lima belas
tahun penjara.

Dalam hal percobaan maksimum percobaan ancaman


hukuman (bukan yang dijatuhkan) pada kejahatan di kurangi
denger sepertiga (1/3), ancaman hukuman mati atau perjara
seumur hidup di gantidengan hukuman maksimum lima belas
tahun penjara, akan tetapi mengenai hukuman tambahan sama
halnya degan kejahatan yang selesai dilakuan.4

C. Syarat-syarat pidana

Pompe mengatakan bahwa mencoba adalah berusaha


tanpa hasil. Makna mencoba dapat ditemukan dalam Bahasa
sehari-hari. Kalua syarat-syarat tersebut ada, maka timbullah
perbuatan pidana baru meskipun dalam bentuk delik tida
selesai tetapi yang dapatt dipidana. Jadi dapat dimengerti
pemberian nama untuk percobaann oleh pompe, yaitu bentuk
perwujudan dari perbuatan pidana, sebabb deliknya timbul,
menampakan diri, tetapi dalam bentuk belum selesai.
Percobaan yang dapat dipidana mengandung arti perluassan

4
Ibid, hal 172

7
dapat di pidananya delik tampa jelas dalam tuntutan jaksa
yang menyebutkan rumusan pasal 53 KUHP.5

Pasal 53 KUHP tidak menyebutkn apa percobaan itu,


tetapi hanya menetapkan dalam keadaan apa percobaan dapat
di pidana, yaitu kalau si pelaku memenuhi syarat-syarat:

1.harus ada niat dari pelaku

Di dalam teks Bahasa belanda niat ini adalah “voornemen”


yang menurut doktrin tidak lain adalah dipersoalkan apakah
niat untuk mmelakukam kejahatan mempunyai kedudukan
yang sama pada percobaaan sebagai mana kedudukan
kesengajaan pada delik dolus yang selesai. Dalam
yurisprudensii niat sering disamakan dengan kesengajaan.

Niat merupakan suatu keinginan untuk melakukan suatu


perbuata, dan ia berada di alam batiniah seseorang. Sangat
sulit bagi seseorang untuk mengetahui apa niat yang ada
didalam hati orang lain. Namun niat itu juga dapat diketahui
dari tindakan (perbuatan) yang merupakan pemulaan dari
pelaksanaan niat. Didalam percobaan niat seseorang untuk
melakukan percobaan dihubungkan dengan pemulaan
pelaksanaan.6

2.harus ada pemulaan pelaksanaan (begin van uitvoering)

Untuk dapat dipidananya percobaan diisyaratkan adanya


permulaan pelaksanaan, dalam literual terdapat dua alirran

5
Schaffmeister,. Op.cit. hal 215
6
Ibid. hal 164

8
yang menggunakan ukuran yang berada dalam memisahkan
perbuatan persiapam dari perbuatan pelaksanaan. Dalam
praktek hasilnya tentu saja berbeda. Berhadapan ajaran
percobaan yang subjektif dan objektif:

a. Subjektif

Ajaran yang di tafsirkan di subjektif ialah permulaan


pelaksanaan dalam pasal 53 KUHP sebagai permulaan
pelasanaan dari niat dan karena itu bertolak dari sikap batin
yang berrbahaya dari pembuat dan menamakan perbuatan
pelaksanaan tiap pebuatan yang menujukkan bahwa pembuat
secara psikis sanggup melakukan.

Van dijck (guru besarr di Amsterdam, 1922-1927): “ada


perbuatan pelaksanaan kalua pembuatnya, dihadapkan
dengan waktu dan tempatt akann diakukannya kejahatan,
membuktikan dirinya sanggup melakukan perbuatan yang
dipelakukan untk menyelesaikannnya.”

b. Objektif

Ajaran objektif menafsirkan istilah permulaan


pelaksanaan dalam pasal pasal 53 KUHP lebih sebagai
pemulaan pelaksanaan dari kejahatan dank arena itu bertolak
dari berbahayanya perbuatan bagi tertib hukum menanamkan
perbuatan pelaksanaan tiap perbuatan yang membahayakan
kepentingan hukum.

Zevenbergen (guru besar di Amsterdam, 1920-1925) suatu


delik adalah perwujudttan peristiwa hukum. Percobaan adalah

9
sebagian dari itu, yang hanya daa kalua setidak-tidaknya
telah dimulai dengan salah satu dari unsur-unsur yang
tersebut dalam rumusan delik.

Simons (guru besar di Utrecht, 1897-1928) pada


kesejahteraan dengan rumusan formal ada percobaan yang
dapat dipidana kalua perbuatan yang dilarang dalam undang-
undang mulai dilakukan, pada kejahatan dengan rumusan
material kalau perbuatan mulai dilakukan yang menurut
sifatnya segera dapat menimbulkan akibat yang tidak
dikehendaki oleh undang-undang, yang tanpa dilakukannya
perbuatan lebih lanjut, dapat menimbulkan akibat itu.7

Maka untuk menyelesaikan kejahatan ada dua perbuatan


berurutan yang harus dilakukan yakni permulaan pelaksanaan
dan perbuatan pelaksanaan .ukuran pembuatan pelaksanaan
ialah berupa perbuatan satu-satunya untuk menyelesaikan
kejahatan itu karena hubungannya sangat erat dan langsung
dengan kejahatan. Ukuran ini sesuai dengan yang di anut
dalam pratikum hukum.8

Duduknyaa perkara:

A dan B bersepakatn untuk membakar rumah dengan


persetujuan pemiliknya yang sedang berpergian, dengann
maksud untuk membagi pembayaran asuransi yang akan
diperoleh di antara mereka bertiga. Mereka membuat sumbu
panjang dari pakaian bekas, mencelupkan dalam bensin dan

7
Ibid, hal 165
8
Andi sofyan dan nur azisa,op.cit. hal 167

10
menaruhnya diseluruh rumah.ujung sumbu diikat dengan
pistol gas dalam dapur ditrik melewati tembok luar, sehingga
semua peralatan itu dapat dipergunakan dari luar rumah.
Setelah menjadikan rumah siap bakar, mereka pergi dengan
maksud kembali pada waktu malam untuk menarik tali tadi.
Bau bensin menganggu hidung orang-orang lewat dan
terjadinya kerumunan orang di sekitar rumah tersebut. Mudah
dipahami bahwa waktu para calon penarik tadi kembali dan
melihat kerumunan itu mereka takut dan mengambil langkah
seribu.

Persoalan ialah: apakah disini hanya ada perbuatan


persiapan ataukah juga ada perbuatan pelaksanaan yang
bukan karena kehendak pelaku-pelakunya (takut karena
kerumunan orang yang mencium bau bensin) tadi
mengakibatkan delik pembakaran menjadikan selesai.9

Sebenarnya persoalan demikian tidak dapat


dpidanakan karena belum ada permulaan pelaksanaan dalam
arti pasal 53 KUHP atau dapat dipinakan berdasarkan
penalaran sebagai berikut: niat dari pembuat telh dilakukan
perbuatan yang:

a. Tidak hanya merupakan keharusan untuk pembakaran yang


dimaksudkan, tidak dapat ditunjukan pada perbuatan lain,
dan berhubungan langsung dengan kejahatan yang dituju.
b. Sifat-sifat juga ada pada banyak perbuatan persiapan

9
Schaffmeister,op.cit.hal 119

11
c. Tetapi yang menurut pengalaman memang dapat
menimbulkan kebakaran tanpa perbuatan lebih lanjut dari
pelaku.
d. Kecuali sekiranya terjadi sesuatu yang tidak terduga,
seperti pistol macet,sumbu yang tercelup bensin tidak
menyala, api yang tidak merambat sekalipun pistol sudah
bekerja, tangan yang akan menarik tetapi ditepiskan.

Dalam yurisprudensi lama HR menggunakan (a) sebagai


kriterium objektif tetapi dalam arrest ini, sambal membela
dirii dalam (b), menambahkan kriterium kedua dalam bentuk
rumusan simons. Yaitu (c) dalam (d) HR memberikan
beberapa contoh yang menurut pendapatnya termaksuk
daerah pelaksanaan, karena dalam kasus termaksud bila (c)
maupun (d) tidak terpenuhi, maka tidak ada percobaan yang
dapat dipidana.10

3. pengunduran diri yang tidak suka rela

Dalam tahun 1924 HR menetapkan bahwa syarat untuk


percobaan yang dapat dipidana yaitu bahwa kejahatan tidak
selesai semata-mata disebabkan oleh keadaan yang tidak
bergantung dari kehendak pembuat, mengakibatkan
pembuatan tersebut tindak pidana kalau pengunduran dirinya
secara suka rela telah membantu tidak selesai kejahatan itu,

10
Ibid. hal 220

12
dalam hal demikian tidak dapat dikatakan lagi bahwa
kejahatan dihalangi oleh keadaan-keadaan objektif belaka.11

Pengunduran diri suka rela yang dapat dilakukan karena


takut dosa, rasa kasihan terhadap korban, takut masuk penjara
dan lain-lain. Oleh karena itu tidak selesainya perbuatan
kahendak sendiri secara teori di bedakan nya antara lain:

a. Pengunduran diri secara suka rela (Rucktritt) yaitu tidak


menyelesaikan perbuatan pelaksanaan yang di perlukan untuk
delik yang bersangkutan.
b. Tindakan penyesalan (Tetiger Reue) yaitu meskipun
perbuatan pelaksanan sudah diselesaikan, akan tetapi dengan
suka rela menghalau timbulnya akibat mutlak untuk delik
tersebut misalnya orang memberi racun pada minuman si
korban, tetapi setelah si korban meminumnya si pelaku
memberikan obat penawarnya sehingga si korban pun tidak
meninggal.12

Kalau hakim menganggap pengunduran diri yang


tidak suka rela tidak terbukti, maka terdakwa harus
dibebaskan. Sulit untuk membuktikan unsur ketiga itu karena
redaksinya yang negatif.13

D. Macam-macam percobaan menurut doktrin

Antara lain adalah sebagai berikut ;

11
Ibid, hal 220
12
Andi sofyan dan nur azisa , op.cit. hal 167
13
Schaffmeister,op.cit. hal 222

13
a. Percobaan yg Sempurna : Voleindigde Poging -->
apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan,
ia telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan
bagi selesainya kejahatan, tetapi kejahatan tidak
selesai karena suatu hal
b. Percobaan yg Tertangguh : Geschorte Poging -->
apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan,
ia telah melakukan beberapa perbuatan yg diperlukan
bagi tercapainya kejahatan, tetapi kurang satu
perbuatan ia terhalang oleh suatu hal
c. Percobaan yg Tidak Sempurna : Ondeugdelijke Poging
--> apabila seseorang berkehendak melakukan suatu
kejahatan, dimana ia telah melakukan semua
perbuatan yg diperlukan bagi selesainya kejahatan,
namun tidak berhasil disebabkan alat (sarana) tidak
sempurna atau obyek (sasaran) tidak sempurna.14

14
http://sendhynugraha.blogspot.com/2013/04/percobaan-poging-dalam-tindak-pidana-di.html

14
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. percobaan kejahatan adalah pelaksanaan untuk melakukan sesuatu


kejahatan yang telah dimulai akan tetapi tidak selesai, ataupun suatu
kehendak untuk melakukan sesuatu pemulai pelaksanaan.

2. Pemidanaan adalah pemberian sanksi pidana kepada pelaku tidak


pidana yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Mengenai dasar
pemidanaan terhadap percobaan ini, terdapat beberapa teori yaitu:

a. Teori subjektif
b. Teori objektif
c. Teori campuran

3. syarat-syarat percobaan untuk dapat di pidana menurut pasal 53


ayat 1:
a. harus adanya niat
b. harus ada pemulaan pelaksanaan (begin van uitvoering)
c. pengunduran diri yang tidak suka rela

4. macam-macam percobaan menurut doktrin

• Percobaan yang Sempurna

• Percobaan yang Tertangguh

• Percobaan yang Tidak Sempurna

15
DAFTAR PUSTAKA

Soesilo, R. 1991. Kitab undang-undang hukum pidana, Bogor: POLITE

Schaffmeister, D,dkk. 1995. Hukum pidana, Yogyakarta, liberty

Andi sofyan dan nur azisa, 2016 hukum pidana, makasar

Pdf. http:// media.neliti.com>publications

16

Anda mungkin juga menyukai