Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Umum Daerah Penelitian

Geologi regional daerah penelitian terdiri dari geologi lembar Poso,

Sulawesi oleh Simandjuntak, Surono dan Supandjono (1997), geologi regional

Lembar Palu, Sulawesi oleh Sukamto, Sumadirdja, Suptandar, Hardjorprawiro

dan Sudana (1973), dan geologi regional lembar Pasangkayu, Sulawesi oleh

Sukamto, Sumadirdja, Suptandar, Hardjoprawira dan Sudana (1973).

Secara umum geologi regional daerah penelitian menjelaskan mengenai

kondisi–kondisi geologi yang akan dijumpai langsung di daerah penelitian.

geologi regional daerah penelitian mencakup geomorfologi regional, stratigrafi

regional dan Struktur geologi.

2.1.1 Geomorfologi Regional

Secara umum morfologi daerah penelitian dapat dibagi menjadi tiga satuan

yaitu : dataran rendah, perbukitan dan pegunungan.

Dataran rendah menempati wilayah yang sempit di lembah Palu, antara

Bombaru dan Pakuli. Di bagian barat, satuan ini tersebar hampir di sepanjang

pesisir dan melebar di sekitar muara S. Lariang. Tingginya berkisar dari 0 sampai

50 meter diatas muka laut, dengan lereng sangat landaI hingga datar.

Wilayah perbukitan tersebar luas dibagian tengah Lembar, dengan arah

utara-selatan dan umumnya berlereng landai hingga curam. Ketinggiannya

5
berkisar dari 50 sampai 500 meter di atas muka laut. Di sekitar lembah Palu

satuan ini menempati daerah yang sempit diantaranya di sekitar Bora, Bombaru

hingga Bomba atau Kulawi.

Wilayah pegunungan menempati sebagian besar daerah pemetaan,

terutama di bagian timur Lembar; membujur dengan arah utara-selatan dan

melebar di bagian selatan. Satuan morfologi ini umumnya berlereng terjal

mempunyai ketinggaian lebih dari 500 meter di atas muka laut. Puncak-puncak

berketinggian antara 1500 dan 2250 meter diatas muka laut.

Pola aliran sungai umumnya meranting, setempat menyiku dan sejajar. Di

bagian hulu dan tengah aliran sungai erosi tegaknya lebih giat sehingga

lembahnya berbentuk V. di bagian muara sebagian sungainya berkelok-kelok dan

lembahnya yang berbentuk U. ini menunjukkan kalau daerah Lembar mempunyai

daur geologi muda.

2.1.2 Stratigrafi Regional

Satuan tertua di daerah ini adalah kompleks Wana TRw, terdiri dari sekis,

genes dan kuarsit; umurnya diduga Trias. Kompleks Gumbasa (TRJgg) yang

terdiri dari granit, genesan, diorite genesan, genes dan sekis; diduga mempunyai

hubungan menjemari dengan Kompleks Wana dan umurnya terduga Trias hingga

Jura. Kompleks ini tertindih tak selaras oleh Formasi Latimojong (Kls) yang

berumur Kapur Akhir. Formasi Latimojong terdiri dari peselingan batusabak, filit,

batupasir malih dan setempat bersisipan dengan batulempung malih. Batuan

gunungapi Lamasi (Toml) yang bersusunan Andesit-dasit dan berumur Oligosen-

6
Miosen Awal menindih takselaras Formasi Latimojong. Satuan ini tertindih

takselaras oleh Batuan Gunungapi Talaya (Tmtv) yang bersusunan andesit-Basal;

berumur Miosen Tengah. Batuan terobosan yang diduga berumur Miosen-Pliosen

(Tmpi) yang terdiri dari diorite-andesit (d), granit dan granodiorit (g). Formasi

Lariang (Tmpl) yang berumur Miosen Akhir hingga Pliosen Awalmerupakan

endapan Molasa; terdiri dari perulangan konglomerat, batupasir dan setempat

batulempung. Formasi Pasangkayu (TQp) yang berumur Pliosen Akhir hingga

Pliosen Awal menindih tak selaras satuan di bawahnya. Satuan ini terdiri dari

perulangan batupasir dan batulempung setempat batugamping. Formasi Pakuli

(Qp), yang terdiri dari konglomerat dan batupasir merupakan endapan kipas

Aluvium dan teras sungai. Umurnya diperkirakan Plistosen Akhir. Aluvium (Qa)

adalah endapan termuda , merupakan endapan sungai, pantai dan rawa.

2.1.3 Struktur Regional

Lembar Pasangkayu terletak pada Mandala Geologi Sulawesi Barat

(Sukamto 1973), yang perkembangan tektonik dan sejarah pengendapan

sedimennya mempunyai hubungan yang erat dengan tektonik Sulawesi secara

keseluruhan.

Struktur yang terdapat di daerah ini adalah sesar, lipatan, kekar. Sesar yang

dapat dikenali jenisnya adalah mendatar dan turun. Sesar Palu-Koro merupakan

sesar utama berarah Baratlaut-tenggara, sekitar N70W-N200W dan merupakan

sesar mendatar mengiri yang masih giat hingga kini (Tjia, 1973; Sudrajat, 1981

dalam Sukido dkk, 1993). Sesar ini menerus hingga Lembar Palu di Utaranya,

7
Lembar Poso di Timurnya dan Lembar Malili di Selatan. Di Lembar Malili Sesar

Palu Koro bersatu dengan sesar Matano (Simandjuntak, drr., 1997). sesar ini

diduga mulai terbentuk sejak Oligosen, bersambung dengan sesar sorong yang

merupakan sesar tukar (Simandjuntak, drr., 1991b). Di kedua belah sisi sesar Palu-

Koro berkembang sesar merencong (en echelon Fault). Lajur sesar ini melebar ke

Utara dan membentuk Lembah Palu.

Menurut Sudrajat (1981) dalam Sukido dkk, (1993), percepatan pergeseran

Sesar Palu-Koro berkisar antara 2 dan 3,5 mm setiap tahun. Semakin ke arah utara

disamping pergeseran mendatar juga terjadi pergeseran tegak. Sesar lain yang

ukurannya lebih kecil merupakan sesar ikutan yang terbentuk bersamaan atau

setelah sesar utama terbentuk. Pada batuan Mesozoikum banyak dijumpai sesar

kecil-kecil dengan arah hampir sama dengan sesar utama; dan ada juga yang

berlainan arah.

Lipatan yang ada di daerah ini berupa lipatan terbuka dan lipatan tertutup.

Lipatan terbuka mempunyai kemiringan sayap kurang dari 300 berarah hampir

utara-selatan dan berkembang pada batuan Neogen. Jenis lipatan tertutup

umumnya berkembang pada batuan Mesozoikum atau yang lebih tua arah

sumbunya sukar ditentukan. Lipatan ini diduga terbentuk sejak Oligosen atau lebih

tua, kemudian terlipat lagi oleh teriukkan pada Miosen dan Plistosen.

Kekar hampir terdapat pada semua jenis batuan terutama disekitar Lajur

sesar baik pada batuan malihan, sedimen maupun beku. Di beberapa tempat kekar

ini mempengaruhi pola aliran sehingga berpola lurus atau menyiku.

Perdaunan berkembang baik pada batuan malihan. Di kompleks Wana

8
perdaunan umumnya berarah 1050-1700 UT, dengan kemiringan berkisar antara

250-800. Menurut Sudrajat (1981), batuan tertua yang terdapat di daerah ini berasal

dari endapan depan atau belakang busur magmatik; yang mengalami pemalihan

jenis “dinamothermal” dan berkali-kali.

Pada zaman Kapur, jauh disebelah Timur terjadi gerakan lempeng

Samudera Banda Purba kearah barat yang kemudian pada Kapur Akhir menunjam

di bawah pinggiran kraton Sunda atau daerah Busur Gunungapi (Simandjuntak

drr., 1991 a,b).

Selama Kapur Akhir daerah pemetaan masih merupakan cekungan

rumpang parit, tempat terndapkannya sedimen jenis flysch yaitu Formasi

Latimojong. Pengendapan ini diikuti dengan pembentukan Formasi Toraja yang

berumur Eosen di Lembar Poso, Lembar Malili (Simandjuntak, drr., 1991a,b).

Pada Oligosen terjadi kegiatan gunungapi yang menghasilkan Batuan

gunungapi Lamasi yang berlangsung sampai Miosen, sebagian terjadi di bawah

laut yang menghasilkan batuan gunungapi Rampi dan Tineba. Di Lembar ini

terbentuk batuan gunungpapi Rampi dan Tineba. Di Lembar ini ini terbentuk

batuan gunungapi Lamasi yang sebagian merupakan kegiatan gunungapi bawah

laut, berumur Oligosen Akhir hingga Miosen Awal.

Pada Oligosen , terdapat benua mini Banggai Sula jauh di bagian timur

yang bergerak ke barat; diikuti dengan pembentukan Sesar mendatar Sorong yang

menerus ke Sesar Matano dan Palu-Koro di Lembar Malili (Simandjuntak, 1981

a). Kegiatan tektonik ini mengakibatkan periukkan yang menghasilkan perlipatan

dan persesaran pada batuan tua di ketiga mandala geologi. Di daerah pemetaan

9
kegiatan ini ditandai oleh terbentuknya perlipatan bidang perdaunan pada batuan

Malihan Kompleks Wana.

Daerah pemetaan, seperti halnya Mandala Geologi Sulawesi Barat lainnya,

pada pra-Kapur hingga Miosen Bawah letaknya diduga berimpit dengan

Kalimantan. Pada awal Miosen Tengah terjadi terjadi percelakan Selat Makassar

yang mengakibatkan Mandala Sulawesi barat bergerak ke timur (Katili, 1974;

Sudrajat, 1981).

Masih pada Miosen Tengah, di mandala Geologi Sulawesi Timur terjadi

penumpangan tindih (obduction) benua mini Banggai-Sula ke Barat

(Simandjuntak, drr. 1991).

Sedangkan di bagian barat lajur penunjaman dan parit tersesar sungkupkan

di atas rumpang parit busur dan busur gunungapi. Fase tektonik ini mengakibatkan

ketiga mandala geologi saling bersentuhan. Pada waktu itu pula di ketiga mandala

geologi terjadi periukkan yang kuat, menghasilkan perlipatan persesaran dan

pengangkatan fase berikutnya dan sesar Palu-Koro tergiatkan kembali.

Pada akhir Miosen Tengah hingga Pliosen hampir di seluruh Sulawesi

terjadi pengendapan klastika, baik di lingkungan darat maupun laut dangkal. Di

daerah pemetaan kegiatan ini menyebabkan terbentuknya Formasi Lariang yang

berumur Miosen Akhir sampai Pliosen Awal, menindih tak selaras batuan yang

lebih tua. Selama Miosen terjadi kegiatan magmatic di daerah pemetaan dan

mandala Geologi Sulawesi Barat lainnya, ditandai oleh adanya batuan yang

bersifat dioritan dan granitan dan menghasilkan pemineralan emas.

10
Pada Pliosen-Plistosen seluruh daerah Sulawesi mengalami periukkan lagi

(Simandjuntak, dkk., 1991a,b). Penunjaman diduga berhenti pada Plistosen Awal,

dimana sesar Matano mengambil alih gerakan dan berkembang ke sebelah barat

sebagai Sesar Palu-Koro (Katili, 1974;Sudrajat, 1981 dalam Sukido, 1993).

Setempat terjadi penyesaran bongkah sehingga terbentuk cekungan-cekungan

kecil dan dangkal, dibarengi dengan pengendapan klastika. Di daerah pemetaan

kegiatan ini menghasilkan Formasi Pasangkayu yang berumur Pliosen Akhir

hingga Plistosen. Di akhir fase ini seluruh daerah mengalami pengangkatan,

dibarengi dengan pengendapan darat yang berlangsung hingga sekarang.

2.2 Unsur Struktur Geologi

2.2.1 Struktur Sesar

Sesar adalah bidang rekahan atau zona rekahan pada batuan yang telah

mengalami pergeseran (Ragan, 1973) dalam Ragan (2009). Menurut Ragan (2009)

Ada dua hal yang terdapat pada slip batuan yakni slip sejajar dengan kemiringan

(dip) bidang patahan dan slip yang sejajar dengan jurus (strike) bidang patahan.

Berdasarkan atas hal tersbut, slip batuan diklasifikasikan atas :

1. Dip slip

a) Normal slip: blok hangingwall relatif bergerak ke bawah

b) Reverse slip: blok hangingwall relatif bergerak ke atas.

2. Strike slip

a) Right slip: blok sebelah bergerak relatif ke kanan.

b) Left slip: blok sebelah bergerak relatif ke kiri.

11
Dip slip fault biasa juga disebut normal fault atau reverse fault. Right slip

fault juga disebut right-lateral atau dextral faults dan left slip fault juga disebut

left lateral atau sinistral fault. Gabungan dari dip slip dan strike slip fault disebut

Oblique slip (tabel 2.1).

Tabel 2.1 Tipe translasi patahan.

Idealnya strike slip fault memiliki arah slip horisontal sedangkan normal

dan reverse fault memiliki arah slip searah dengan dip. Namun terdapat

penyimpangan dari arah dip slip sebenarnya dan strike slip sebenarnya dalam

artian bahwa arah slip (slip direction) memiliki nilai net slip dan rake sehingga

patahan tersebut dikatakan oblique (Fossen, 2010).

12
Gambar 2.1 Klasifikasi patahan (fault) berdasarkan dip pada fault plane dan pitch,
yakni sudut antara slip direction dan strike, dalam Fossen (2010).
Anderson (1951) dalam (Fossen, 2010), membuat klasifikasi sesar

berdasarkan pada pola tegasan dengan prinsip stress bahwa satu vertikal dan dua

lainnya horisontal. Berdasarkan hal tersebut sehingga sesar dibagi atas 3, yaitu

sesar naik (thrust fault), sesar normal (normal fault) dan sesar mendatar (strike

slip fault).

 Normal fault, jika tegasan utama atau tegasan maksimum (σ1) posisinya
vertikal.
 Strike slip fault, jika tegasan menengah atau intermediate (σ2) posisinya
vertikal.
 Thrust fault, jika tegasan minimum (σ3) posisinya vertikal.

13
Gambar 2.2 Hubungan antara orientasi principal stress (stress regime) dan tectonic
regimes (bidang kompresi “P” dan bidang tension “T”) menurut Anderson,
1951 dalam (Fossen, 2010)

2.2.2 Proyeksi Stereografi

Menurut Ragan, 1973 dalam Ragan, 2009 proyeksi stereografi merupakan

proyeksi yang didasarkan pada perpotongan suatu bidang/garis dalam suatu

bidang proyeksi yang berupa bidang permukaan (horizontal) yang melalui pusat

sebuah bola. Bidang proyeksi ini berbentuk suatu lingkaran yang kemudian

disebut sebagai lingkaran primitif. Lingkaran pimitif merupakan proyeksi struktur

bidang yang kedudukannya horizontal (dip = 0o), maka penentuan bidang-bidang

yang berkedudukan miring, pada Wulff Net dan scmhid Net, 0o dimulai dari

lingkaran primitif dan 90o terletak pada pusat lingkaran (Gambar 2.3).

Untuk struktur bidang miring yang dip-nya 0o-90o proyeksinya akan

berbentuk busur dari suatu lingkaran yang jari-jarinya selalu lebih besar dari jari-

jari lingkaran primitifnya. Busur lingkaran ini disebut lingkaran besar atau

stereogram dari bidang yang bersangkutan. Untuk struktur bidang yang

14
kedudukannya vertikal maka proyeksinya akan berupa garis lurus yang melalui

pusat lingkaran primitif. Selain lingkaran primitif dan lingkaran besar, pada

stereonet juga terdapat lingkaran kecil. Lingkaran kecil ini merupakan

perpotongan antara bidang permukaan bola (bidang proyeksi dengan bidang yang

tidak melalui pusat bola).

Bila arah Utara-Selatan merupakan tempat kedudukan pusat lingkaran

kecil dengan jari-jari yang berbeda dan lingkaran kecil bagian bawah bola

diproyeksikan ke titik zenith, maka akan menghasilkan garis-garis lengkung

(busur) lingkaran kecil. Lingkaran-lingkaran kecil ini pada titik-titik

perpotongannya dengan lingkaran primitif berfungsi untuk memplot arah jurus

suatu bidang atau “bearing” suatu garis, menentukan besar sudut pitch/rake suatu

struktur garis pada bidang tertentu.

Gambar 2.3 Proyeksi stereografis, (a) Unsur-unsur proyeksi stereografis, (b)Wulff Net
atau Equal Angle Net (Ragan,1973) dalam Ragan (2009).

15
Dalam Ragan (1968) dalam Ragan (2009) disebutkan bahwa patahan dan

lipatan selalu ditemukan bersamaan. Dispesifikkan hubungan antara patahan dan

lipatan bervariasi, terbagi atas dua yaitu:

1. Patahan dapat berupa hasil dari pembentukan lipatan, terjadi akibat

pergerakan deformasi batuan yang berlangsung terus menerus.

2. Yang kedua, dan biasanya dilapangan hal ini umum ditemukan yaitu

lipatan yang terbentuk akibat adanya patahan. Selama adanya pergeseran

satu blok batuan terhadap blok batuan lainnya akan menyebabkan efek

perubahan terhadap blok batuan itu sendiri.

Pembentukan sesar geser pada kenyataannya tidak merupakan suatu garis

lurus, tetapi akan terdapat beberapa lekukan pada zona sesar tersebut, pada daerah

inilah yang kemudian akan membentuk sesar naik (restraining) atau sesar turun

(releasing) sebagai struktur ikutan dari sesar geser tersebut (Robert & Eldridge,

1992) dalam (Frohlich, 2006). Gaya yang bekerja dalam satu titik akan

menghasilkan gaya kompresi,dimana gaya utama maksimum horizontal, gaya

utama minimum vertikal akan membentuk sesar naik, gaya utama maksimum

vertikal akan membentuk sesar turun, serta gaya utama maksimum horizontal,

gaya utama minimum horizontal akan membentuk sesar geser.

Parameter datum fault slip terdiri dari orientasi fault plane dan arah slip

pada hanging wall blok. Arah dip dan nilai dip (faz dan fpl) untuk dapat

mengetahui orientasinya bidang patahannya (gambar 2.10). Arah slip

diindikasikan oleh orientasi streasi slickenside dan sifat gerakan. Arah dan plunge

pada streasi disimbolkan “Saz dan Spl”. Setelahnya adalah berupa huruf (terdiri dari

16
satu huruf) merupakan simbol dari “Normal”, “Reverse”, “Dextral”, dan

“Sinistral”. Sudut dianggap berada dalam rentan 00 ≤ faz Saz < 3600 and 00 ≥ fpl Spl

< 000.

Gambar 2.4 Skema Ilustrasi memperlihatkan sudut untuk menunjukkan orientasi


fault plane dan arah slip pada patahan dalam Yamaji (2011).

Gambar 2.5 a) Contoh File Data b) Data Fault Slip yang Tergambar pada MIM
2010.

17
2.2.3 Focal Mechanism

Mekanisme terjadinya suatu gempabumi di dalam perut bumi sering

dikaitkan dengan kombinasi gaya atau stress yang bekerja pada suatu batuan.

Kombinasi stress, kompresi (tekanan) dan dilatasi (tarikan) yang menyebabkan

terjadinya suatu gempabumi dapat dimodel dengan mempelajari polarisasi

gelombang gempabumi yang terekam pada komponen vertikal. Model idealisasi

dari mekanisme terjadinya suatu gempabumi dalam seismologi disebut dengan

mekanisme fokus (focal mechanism).

Diagram focal mechanism adalah proyeksi stereografik setengah belahan

bumi yang memperlihatkan dua kuadran hitam dan dua kuadran putih dipisahkan

oleh great circle arcs orientasi 900 dari satu sama lain. Great circle arcs adalah

nodal plane, salah satunya bertepatan dengan bidang patahan yang menghasilkan

gempa. Strike patahan diindikasikan dengan sebuah garis yang terhubung pada

dua titik yang mana great circle menyesuaikan pada perpotongan patahan tepi luar

dari diagram focal mechanism (dimana patahan great circle memotong primitive

circle garis putus-putus pada ilustrasi yang tergambar). Arah dip 900 dari strke

dari arah yang ditunjukkan oleh panah tebal dari pusat plot ke tengah lengkungan

great circle.

18
Gambar 2.6 Bagian-bagian dari proyeksi stereografi focal mechanism (Cronin, 2004).

Strike slip fault pada diagram focal mechanism ditandai dengan pola silang

yang khas. Diagram focal mechanism memiliki bidang vertikal yang mengarah ke

utara dan timur-barat. Pada saat gempa terjadi, gerak gelombang P melalui

material di sekitar pusat menyebabkan bagian di kuadran hitam bergerak menjauhi

titik pusat, sementara kuadran putih tertarik dari titik pusat. Ini biasa berakibat

dari sisi kanan tergelincir sepanjang timur-barat atau bisa juga terjaadi slip pada

bagian kiri sepanjang utara-selatan. Data lapangan diperlukan untuk membedakan

antara dua mekanisme tersebut.

19
Gambar 2.7 Model strike slip pada diagram focal mechanism (Cronin, 2004)

Dip slip fault terdiri dari normal fault dan trhust fault. Hanya tiga dari

keempat kuadran yang dapat diamati dalam diagram focal mechanism untuk yang

murni dip slip fault, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.5 . Di pusat plot

adalah putih untuk mekanisme normal fault (a) dan di tengah adalah hitam untuk

mekanime reverse fault (b).

Gambar 2.8 Model normal fault (a) dan thrust fault pada diagram focal
mechanism (Cronin, 2004).

20
Oblique merupakan gabungan dari strike slip dan dip slip. Ke empat

kuadran diagram focal mechanism termasuk oblique slip, seperti yang ditunjukkan

pada gambar 2.7. Jika pada pusat diagram adalah kuadran putih (a) maka itu

memliki komponen normal pada slipnya sedangkan jika pusatnya adalah kuadran

hitam maka itu memiliki komponen reverse pada slipnya.

Gambar 2.9 Model oblique fault berupa normal-strike slip (a) dan thrust –strike slip (b)
(Cronin, 2004).

Focal mechanism memberikan tambahan informasi mengenai parameter

gempa bumi seperti jenis sesar gempabumi. Parameter sesar terdiri dari ukuran

sesar yang dinyatakan dalam km (kilometer) yaitu panjang dan lebar. Selain itu

terdapat jarak pergeseran, momen seismik, stress drop, serta source process atau

prose pecahnya batuan saat terjadi gempa atau rupture process.

Dalam keadaan yang sebenarnya permukaan sesar (patahan)

atau fault dapat mempunyai keadaan yang berbeda dan demikian pula dengan

gerakannya dapat mempunyai arah yang berlainan sepanjang permukaannya.

Dapat dibedakan atas tiga bentuk gerakan dasar dari sesar, yaitu : sesar mendatar,

turun, dan naik.

21
Gambar 2.10 Skema Diagram Focal Mechanism (Cronin, 2004).

2.2.4 Diagram Frohlich

Diagram Frohlich adalah sebuah grafik kuantitatif yang menggunakan

nilai dip pada sumbu T, B dan P dari focal mechanism, diagram triangle

digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik mekanisme gempa seperti thrust,

strike-slip, normal dan oblique berdasarkan nilai dip. Diklasifikasikan sebagai

patahan normal (NF) ketika sebesar P sebesar >600, sesar naik (TF) ketika sumbu

T sebesar >600, strike slip/ sesar geser (SS) ketika sebesar >600.

22
Strike-slip
sub-vertical 2

0 0
80 10

70 0 200

600 30 0

50 0 40
0
Oblique
no vertical axis
0
40 0 50

0
30 0 60

0 0
20 70

10 0 80
0

Compressional
0 0
40 0
Tensional
0 0 0 0
20
Compresional 80 70 60 50 30 10
Tensional
sub-vertikcal
sub-vertical σ13 sub-vertical
sub-vertical σ3
1

Gambar 2.11 Prinsip Diagram Triangle Frohlich (Frohlich, 1992)

23

Anda mungkin juga menyukai