PENDAHULUAN
1
Anak-anak yang mengalami kurang gizi berat berada pada resiko yang
tinggi dari perkembangan kebutaan sehubungan dengan defisiensi vitamin A.
Selain anak-anak, kelompok yang juga rentan terhadap defisiensi gizi adalah
wanita hamil yang selanjutnya akan membahayakan janin yang dikandungnya.
Hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena generasi-generasi baru yang
akan lahir sangat ditentukan sejak dalam kandungan.
1.2. Tujuan
1.2.3. Manfaat
2
BAB II
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata
dibagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga
terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda Mata mempunyai reseptor
khusus untuk mengenali perubahan sinar dan warna. Secara keseluruhan struktur
mata terdiri dari bola mata, termasuk otot-otot penggerak bola mata, rongga
tempat mata berada, kelopak, dan bulu mata. Bola mata di bungkus oleh tiga
lapis jaringan, yaitu (Vaughan, 2000):
3
2.1.1. Kornea
1. Epitel
a. Tebalnya 50µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih, yaitu sel basal, sel poligonal, sel gepeng.
b. Sel basal sering terlihat mitosis sel.
c. Sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel
polygonal didepannya melalui dermosom dan makula okluden,
4
ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang
merupakan barrier.
d. Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat. Bila
terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
e. Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
2. Membran Bowman
3. Stroma
4. Membrane Descemet
5. Endotel
5
Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnyayang seragam, avaskularitasnya
dan deturgensinya.
2.1.2. Uvea
Uvea terdiri dari iris, korpus silier dan khoroid. Bagian ini adalah lapisan
vascular . tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sclera (Vaughan,
2000);
1. Iris
Merupakan lanjutan dari badan siliar kedepan dan merupakan
diafagma yang membagi bola mata menjadi dua segmen anterior dan
segmen posterior. Berbentuk sirkular yang ditengah- tengahnya
berlubang yang disebut pupil. Secara histologi iris terdiri dari stroma
yang jarang dan diantaranya terdapat lekukan-lekukan yang berjalan
radier yang disebut kripta. Di dalam stroma terdapat sel pigmen yang
bercabang, banyak pembulluh darah dan serat saraf . dipermukaan
anterior ditutup oleh endotel terkecuali kripta, dimana pembuluh
darah dalam stroma dapat berhubungan langsung dengan cairan
coa,yang memungkinkan cepatnya terjadi pengaliran makanan kecoa
dan sebaliknya.
Di bagian posterior dilapisi oleh dua epitel yang mrupakan
lanjutan dari epitel pigmen retina. Permukaan depan iris warnanya
sangat bervariasi tergantung pada sel pigmen yang bercabang yang
terdapat didalam stroma.Jaringan otot iris tersusun longgar dengan
otot polos yang melingkar pupil (m. Sfingter pupil) terletak di dalam
stroma dekat pupil dan di atur oleh saraf parasimpatis (N. III) dan
yang berjalan radial dari akar iris ke pupil (m. dilatator pupillae)
terletak di bagian posterior stroma dan diatur oleh saraf simpatis
(Vaughan, 2000).
menipis didekat perlekatannya di badan siliar dan menebal
didekat pupil. Pembuluh darah disekitar pupil disebut sirkulus minor
dan yang berada dekat badan siliar disebut sirkulus mayor. Iris
dipersarafi oleh nervus nasosiliar cabang dari saraf cranial III yang
bersifat simpatis untuk midriasis dan parasimpatis untuk miosis.
6
Pupil bekerja sebagai apertura di dalam kamera. Dalam
keadaan radang, didapatkan iris menebal dan pupil mengecil. Dalam
keadaan normal pupil sentral bulat, isokor (sama kanan dan kiri),
reaksi cahaya langsung dan tidak langsung positif. Reaksi pupil ada
tiga, yaitu reaksi cahaya langsung dan tidak langsung, reaksi
terhadap titik dekat, dan terhadap obat-obatan.
2. Badan Siliar
c) Koroid
7
serata sampai ke papil saraf optik. Koroid terdri dari beberapa
lapisan, yaitu;
i. Lapisan epitel pigmen
ii. Membran Bruch (lamina vitrea)
iii. Koriokapiler
iv. Pembuluh darah sedang dan pembuluh darah besar
v. Suprakoroid
Lapisan suprakoroid terdiri dari lapisan protropoblas
yang mengandung nukleus. Membran bruch merupakan
membran yang tidak berstruktur. Pembuluh darah besar
kebanyakan terdiri dari pembuluh balik yhang kemudian
bergabung menjadi empat vena vortikosa,yang keluar dari tiap
kuadran posterior bola mata yang menembus sclera (Sidarta
dan Ilyas, 2005).
Pembuluh darah arteri berasal dari arteri siliais brevis
yang mengandung serat elastis dan khromatofor. Koroid
melekat erat pada pinggir N.II dan berakhir di oraserata.
2.1.3. Lensa
8
b. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan
c. Terletak ditempatnya.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :
a. Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopi.
b. Keruh atau apa yang disebut katarak
c. Tidak berada ditempat atau subluksasi dan dislokasi.
2.1.4. Retina
Retina adalah selapis lembar tipis jaringan saraf yang semi
transparan. Retina merupakan reseptor yang menerima rangsangan
cahaya. Retina berbatas dengan koroid dan sel pigmen epitel retina, dan
terdiri atas lapisan (Sidarta dan Ilyas, 2005);
a. Membrana limitans interna
b. Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang
berjalan menuju kenervus optikus.
c. Lapisan sel ganglion
d. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan-
sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar
e. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
f. Lapisan pleskiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan
sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor
g. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
h. Membran limitans eksterna
i. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
j. Epitelium pigmen retina
Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada
anemia dan iskemia dan merah pada hiperemia.
Pembuluh darah di dalam retina merupakan percabangan arteri
oftalmika, arteri retina sentral masuk retina melalui papil saraf optik
yang akan memberikan nutrisi pada retina dalam. Lapisan luar retina
atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid.
9
2.2. Definisi
2.3. Etiologi
10
a. Konsumsi makanan yang tidak mengandung cukup vitamin A atau pro-
vitamin A untuk jangka waktu yang lama.
b. Bayi tidak diberikan ASI Eksklusif
c. Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, seng/Zn atau zat gizi
lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan penggunaan vitamin A
dalam tubuh
d. Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada penyakit-
penyakit antara lain penyakit pancreas, diare kronik, KEP dan lain-lain sehingga
kebutuhan vitamin A meningkat.
e. Adanya kerusakan hati, seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronik,
menyebabkan gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan pre-
albumin yang penting untuk penyerapan vitamin A.
f. Tingginya angka infeksi pada anak (gastroenteritis/diare)
2.4. Patofisiologi
Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus)
dan sel batang (sel basilus). Sel konus berisi pigmen lembayung dan sel batang
berisi pigmen ungu. Kedua macam pigmen akan terurai bila terkena sinar,
terutama pigmen ungu yang terdapat pada sel batang. Oleh karena itu, pigmen
11
pada sel basilus berfungsi untuk situasi kurang terang, sedangkan pigmen dari
sel konus berfungsi lebih pada suasana terang yaitu untuk membedakan warna,
makin ke tengah maka jumlah sel batang makin berkurang sehingga di daerah
bintik kuning hanya ada sel konus saja.
Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu
suatu senyawa protein dan vitamin A. Apabila terkena sinar, misalnya sinar
matahari, maka rodopsin akan terurai menjadi protein dan vitamin A.
Pembentukan kembali pigmen terjadi dalam keadaan gelap. Untuk
pembentukan kembali memerlukan waktu yang disebut adaptasi gelap (disebut
juga adaptasi rodopsin). Pada waktu adaptasi, mata sulit untuk melihat.
Pigmen lembayung dari sel konus merupakan senyawa iodopsin yang
merupakan gabungan antara retinin dan opsin. Ada tiga macam sel konus,
yaitu sel yang peka terhadap warna merah, hijau, dan biru. Dengan ketiga
macam sel konus tersebut mata dapat menangkap spektrum warna. Kerusakan
salah satu sel konus akan menyebabkan buta warna.
12
Disebut juga rabun senja. Fungsi fotoreseptor menurun. Tidak
terjadi kelainan pada mata (mata terlihat normal), namun penglihatan
menjadi menurun saat senja tiba, atau tidak dapat melihat di dalam
lingkungan yang kurang cahaya. Untuk mengetahui keadaan ini, penderita
sering membentur atau menabrak benda yang berada di depannya. Jika
penderita adalah anak yang belum dapat berjalan, agak susah
mendeteksinya. Biasanya anak akan diam memojok dan tidak melihat
benda di depannya. Dengan pemberian kapsul vitamin A maka
pengelihatan akan dapat membaik selama 2 hingga 4 hari. Namun jika
dibiarkan, maka akan berkembang ke tahap selanjutnya.
2. Xerosis konjungtiva (X1A)
Selaput lendir atau bagian putih bola mata tampak kering, keriput,
dan berpigmentasi pada permukaan sehingga terlihat kasar dan kusam.
Mata akan tampak kering atau berubah menjadi kecoklatan.
13
kornea. Tahap X3B bila kelainan mengenai sama atau lebih dari 1/3
permukaan kornea. Keadaan umum penderita sangatlah buruk. Pada tahap
ini dapat terjadi perforasi kornea (pecahnya kornea). Bila penderita telah
ditemukan pada tahap ini maka akan terjadi kebutaan yang tidak dapat
disembuhkan.
6. Xeroftalmia Scars (XS)
Disebut juga jaringan kornea. Kornea mata tampak memutih atau
bola mata tampak mengempis. Jika penderita ditemukan pada tahap ini,
maka kebutaan tidak dapat disembuhkan.
14
detik. Selang waktu akan memendek pada mata dengan defisiensi lipid
pada air mata.
3. Tes Ferning Mata
Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti komponen musin air
mata ; dilakukan dengan mengeringkan kerokan lapisan air mata di
atas kaca obyek bersih.
4. Sitologi Impresi
Adalah cara menghitung densitas sel Goblet pada permukaan
konjungtiva. Pada orang normal, populasi sel Goblet paling tinggi di
kuadran infra nasal.
5. Pemulasan Fluorescein
Dilakukan dengan secarik kertas kering fluorescein untuk melihat
derajat basahnya air mata dan melihat meniskus air mata. Fluorescein
akan memulas daerah yang tidak tertutup oleh epitel selain defek
mikroskopik pada epitel kornea.
6. Pemulasan Rose Bengal
Rose Bengal lebih sensitif daripada fluorescein. Pewarna ini akan
memulas semua sel epitel yang tidak tertutup oleh lapisan musin yang
mengering dari kornea dan konjungtiva.
7. Pengujian kadar lisozim air mata
Air mata ditampung pada kertas Schirmer dan diuji kadarnya dengan
cara spektrofotometri.
8. Osmolalitas air mata
Hiperosmolalitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis
sicca dan pemakai lensa kontak; diduga sebagai akibat berkurangnya
sensitifitas kornea. Laporan-laporan penelitian menyebutkan bahwa
hiperosmolalitas adalah tes yang paling spesifik bagi kerato-
konjungtivitis sicca, karena dapat ditemukan pada pasien dengan tes
Schirmer normal dan pemulasan Rose Bengal normal.
9. Laktoferin
Laktoferin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan
hiposekresi kelenjar lakrimal.
15
2.5. Pathway
Devisit
Devisitvitamin
vitaminAA
Kekeringan
Kekeringanpada
padaretina
retina
Ancaman Gangguan
kehidupan adaptasi gelap
16
XIB : xerosis konjungtiva disertai bercak bitot
X2 : xerosis kornea
X3A : keratomalasia atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea.
X3B : keratomalasia atau ulserasi sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea
XS : jaringan parut kornea (sikatriks/scar)
XF : fundus xeroftalmia, dengan gambaran seperti ÒcendolÓ.
XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan
pengobatan yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang
harus segera diobati karena dalam beberapa hari bias berubah menjadi X3.
X3A dan X3B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan
cacat yang bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan) pada
kornea cukup luas sehingga menutupi seluruh kornea (optic zone cornea).
1. Buta senja = Rabun Senja = Rabun Ayam= XN
(Istilah lokal dapat dilihat di lampiran 8)
Tanda-tanda :
Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina.
Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang
remang-remang setelah lama berada di cahaya terang
Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak dapat melihat
di lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut buta senja.
Untuk mendeteksi apakah anak menderita buta senja dengan cara :
a) Bila anak sudah dapat berjalan, anak tersebut akan membentur/ menabrak
benda didepannya, karena tidak dapat melihat.
b) Bila anak belum dapat berjalan, agak sulit untuk mengatakan anak
tersebut buta senja. Dalam keadaan ini biasanya anak diam memojok bila
di dudukkan ditempat kurang cahaya karena tidak dapat melihat benda
atau makanan didepannya.
2. Xerosis konjungtiva = XIA
Tanda-tanda :
Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit
kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan
kusam.
17
Orang tua sering mengeluh mata anak tampak kering atau berubah warna
kecoklatan.
3. Xerosis konjungtiva dan bercak bitot = X1B.
Tanda-tanda :
Tanda-tanda xerosis kojungtiva (X1A) ditambah bercak bitot yaitu
bercak putih seperti busa sabun atau keju terutama di daerah celah mata
sisi luar.
Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan sel epitel yang
merupakan tanda khas pada penderita xeroftalmia, sehingga dipakai
sebagai kriteria penentuan prevalensi kurang vitamin A dalam
masyarakat.
Dalam keadaan berat :
Tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva.
Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut.
Orang tua mengeluh mata anaknya tampak bersisik
4. Xerosis kornea = X2
Tanda-tanda :
Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampai kornea.
Kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar.
Keadaan umum anak biasanya buruk (gizi buruk dan menderita, penyakit
infeksi dan sistemik lain)
5. Keratomalasia dan ulcus kornea = X3A, X3B
Tanda-tanda :
Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus.
Tahap X3A : bila kelainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan kornea.
Tahap X3B : Bila kelainan mengenai semua atau lebih dari 1/3
permukaan kornea.
Keadaan umum penderita sangat buruk.
Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah)
Keratomalasia dan tukak kornea dapat berakhir dengan perforasi dan
prolaps jaringan isi bola mata dan membentuk cacat tetap yang dapat
menyebabkan kebutaan. Keadaan umum yang cepat memburuk dapat
18
mengakibatkan keratomalasia dan ulkus kornea tanpa harus melalui
tahap-tahap awal xeroftalmia.
6. Xeroftalmia scar (XS) = sikatriks (jaringan parut) kornea
Kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak mengecil.
Bila luka pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa
sikatrik atau jaringan parut.
Penderita menjadi buta yang sudah tidak dapat disembuhkan
walaupun dengan operasi cangkok kornea.
7. Xeroftalmia Fundus (XF)
Dengan opthalmoscope pada fundus tampak gambar seperti cendol
2.7. Factor yang Mempengaruhi Terjadinya Xeroftalmia
2.7.1. Faktor Sosial budaya dan lingkungan dan pelayanan kesehatan
a. Ketersediaan pangan sumber vitamin A
b. Pola makan dan cara makan
c. Adanya paceklik atau rawan pangan
d. Adanya tabu atau pantangan terhadap makanan tertentu terutama yang
merupakan sumber Vit A.
e. Cakupan imunisasi, angka kesakitan dan angka kematian karena
penyakit campak dan diare
f. Sarana pelayanan kesehatan yang sulit dijangkau
g. Kurang tersedianya air bersih dan sanitasi lingkungan yang kurang
sehat
h. Keadaan darurat antara lain bencana alam, perang dan kerusuhan
2.7.2. Faktor Keluarga
a. Pendidikan :
Pendidikan orang tua yang rendah akan berisiko lebih tinggi
kemungkinan anaknya menderita KVA karena pendidikan yang rendah
biasanya disertai dengan keadaan sosial ekonomi dan pengetahuan gizi
yang kurang.
b. Penghasilan :
Penghasilan keluarga yang rendah akan lebih berisiko mengalami
KVA Walaupun demikian besarnya penghasilan keluarga tidak
menjamin anaknya tidak mengalami KVA, karena harus diimbangi
19
dengan pengetahuan gizi yang cukup sehingga dapat memberikan
makanan kaya vitamin A.
c. Jumlah anak dalam keluarga
Semakin banyak anak semakin kurang perhatian orang tua dalam
mengasuh anaknya.
d. Pola asuh anak.
Kurangnya perhatian keluarga terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak seperti pasangan suami istri (pasutri) yang bekerja
dan perceraian.
2.7.3. Faktor individu
a. Anak dengan Berat Badan Lahir Rendah (BB < 2,5 kg).
b. Anak yang tidak mendapat ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI sampai
usia 2 tahun.
c. Anak yang tidak mendapat MP-ASI yang cukup baik kualitas maupun
kuantitas
d. Anak kurang gizi atau dibawah garis merah (BGM) dalam KMS.
e. Anak yang menderita penyakit infeksi (campak, diare, Tuberkulosis
(TBC), Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), pneumonia dan
kecacingan.
f. Frekuensi kunjungan ke posyandu, puskesmas/pelayanan kesehatan
(untuk mendapatkan kapsul vitamin A dan imunisasi).
2.8. Penatalaksaan
2.8.1. Pencegahan Keratomelasia
2.8.2. Pengobatan
21
Pemeriksaan mata untuk melihat tanda Keratomelasia dengan menggunakan
senter yang terang. (Bila ada, menggunakan loop.)
Apakah ada tanda kekeringan pada konjungtiva (X1A)
Apakah ada bercak bitot (X1B)
Apakah ada tanda-tanda xerosis kornea (X2)
Apakah ada tanda-tanda ulkus kornea dan keratomalasia (X3A/X3B)
Apakah ada tanda-tanda sikatriks akibat xeroftalmia (XS)
Apakah ada gambaran seperti cendol pada fundus oculi dengan
opthalmoscope (XF).
2.10. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendukung diagnose
kekurangan vitamin A, bila secara klinis tidak ditemukan tanda-tanda khas
KVA, namun hasil pemeriksaan lain menunjukkan bahwa anak tersebut
risiko tinggi untuk menderita KVA.
Peneriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan serum retinol. Bila
ditemukan serum retinol < 20 ug/dl, berarti anak tersebut menderita KVA
sub klinis.
Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan untuk mengetahui penyakit
lain yang dapat memperparah seperti pada :
pemeriksaan darah malaria
pemeriksaan darah lengkap
pemeriksaan fungsi hati
pemeriksaan radiologi untuk mengetahui apakah ada pneumonia atau
TBC
pemeriksaan tinja untuk mengetahui apakah ada infeksi cacing serta
pemeriksaan darah yang diperlukan untuk diagnosa penyakit penyerta.
Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan di Puskesmas, Rumah
Sakit/Labkesda atau BKMM, sesuai dengan ketersediaan sarana
laboratorium.
22
23
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
a. Identitas Pasien
24
Kebutuhan kalori 4-6 tahun yaitu 90 kalori/kg/hari.Pembatasan
kalori untuk umur 1-6 tahun 900-1300 kalori/hari. Untuk pertambahan
berat badan ideal menggunakan rumus 8 + 2n.
Status Gizi
Klasifikasinya sebagai berikut :
Gizi buruk kurang dari 60%
Gizi kurang 60 % - <80 %
Gizi baik 80 % - 110 %
Obesitas lebih dari 120 %
Perasaan kesepian
26
Cemas,marah, defresi, ketakutan dan ragu-ragu
Perasaan kesepian
Ketidak amanan dal;am situasi social
3.3. Analisa Data
Data Penyebab Masalah
DS:
Defisiensi vit.A Ganggguan sensori-
-perubahan respon
persepsi penglihatan
biasanya terhadap
Kekeringan pada retina
rangsang
DS:
Influs yang masuk tidak
-menurunnya
dapat ditangkap dengazn
ketajaman/gangguan
baik oleh retina dan di
pengelihatan
teruskan ke saraf optic
Gangguan adaptasi
gelap
DS:
-mata hitam menjadi Devisit vit.A Resiko tinggi terhadap
kering, kusam, keriput dan cedera
timbul brcak yang Perubahan penglihatan
mengganggu penglihatan pada senja hari
DO:
-keluhan perubahan
penglihatan pada senja
hari
DS:
-ketakutan
Devisit vit.A Ansietas
-ragi-ragu
DO:
-menyatakan masalah
Imflus yang masuk tidak
tentang perubahan hidup
dapat di tangkap dengan
baik oleh retina dan
diteruskan ke saraf optic
27
Perubahan penglihatan
pada senja hari
Ancaman kehidupan
28
Contoh: kurangikekacauan, atur perabot,perbaiki sinar yang suram dan
masalah penglihatan malam.
Rasional: menurunkan bahaya keamanan sehubungan dengan perubahan
lapang pandang atau kehilangan penglihatan dan akomodasi pupil
terhadap sinar lingkungan.
4. Kolaborasi
a. Test adaptasi gelap
Rasional : untuik mengetahui adanya kelainan atau abnormalitas dari
ffungsi penglihatan klien.
b. Pemeriksaan kadar vitamin A dalam darah.
Rasional: untuk mengetahui keadaan defisiensi keadaan vitamin A
dalama darah sebagai pemicu terjadinya penyakit xeroftalmia.
c. Pemberian obat sesuai indikasi :
Pemberian vitamin A dalam dosis terapeutik yaitu vitamin A oral
50.000 – 75.000 IU/kg BB tidak lebih dari 400.000 -500.000 IU.
Rasional : pemberian vitamin A dosis terapeutok dapat mengatasi
gangguan penglihatan tahap dini. Dengan memlberikan dosis
vitamin secara teratur dapat mengembalikan perubahan
penglihatan pada mata.
Pengobatan kelaina pada mata
o stadium I : tanpa pengobatan
o stadium II : berikan AB
o stadium III : berikan sulfa atropine 0,5% ,tetes mata pada
anak atau SA 4% pada orang dewasa.
- mata hitam menjadi kering,kusam, keruh, keriput, dan timbul bercak yang
mengganggu penglihatan.
- keluhan PA penglihatan pada senja hari
29
Planning
Tujuan: cedera tidak terjadi
Dengan criteria:
-klien dapat mengidentifikasi potensial bahaya dalam
lingkungan.
Intervensi/tindakan
1. Orientasi klien dengan lingkungan sekitarnya
Rasional: meningkatkan pengenalan terhadap lingkungannya.
2. Anjurkan keluarga untuk tidak memberikan mainan kepada klien yang
yang mudah pecah seperti kaca dan benda-benda tajam.
Rasional: menghindari pecahnya alat mainan yang dapat mencedera
klien atas benda tajam yang dapat melukai klien.
3. Arahkan semua alat mainan yang dibutuhkan klien pada tempat yang
sentral dari pandangan klien.
Rational: memfakuskan lapang pandang dan menghindari cedera.
3. Ansietas berhubungan dengan:
- Factor fisiologis
- Perubahan status kesehatan: kemungkinan/kenyataan
- Kehilangan penglihatan
Planning
Tujuan: klien akan mengungkapkan bahwa kecemasan sudah
berkurang/hilang
Dengan criteria:
- Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat
diatasi
- Menunjukkan keterampilan pemecahan masalah
- Menggunakan sumber secara efektif
Intervensi/Tindakan
1. Kaji tingkat ansietas, timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan
kondisi saat ini.
30
Rasional: factor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman
diri, potensial siklus ansietas dan dapat mempengaruhi upaya medic
untuk mengontrol terapi yang diberikan.
2. Berikan informaasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan
bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan
penglihatan tambahan
Rasional: menurunkan ansietas sehubungan dengan
ketidaktahuan/harapan yang akan dating dan berikan dasar fakta untuk
membuat pilihan informasi tentang pengobatan.
3. Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
Rasional: memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi
nyata, mengkelarifikasi salah konsepsi dan pemecahan masalah.
4. Identifikasi sumber/orang yang menolong.
Rasional: meberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam
menghadapi maslah.
3.5. Implementasi Keperawatan
31
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Keratomalasia Gangguan kekurangan vitamin A pada mata yang
mengakibatkan kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi retina yang
berakibat kebutaan.
4.2. Saran
Untuk menjaga kesehatan dan keseimbangan metabolisme dalam tubuh
seseorang sebaiknya mengkonsumsi zat-zat gizi sesuai dengan kecukupannya.
Karena vitamin A mempunyai efek yang kurang baik bagi keseimbangan di
dalam tubuh, baik jika dikonsumsi dalam jumlah yang kurang maupun
berlebihan maka sangat penting untuk dipertimbangkan kembali untuk
mengkonsumsinya dalam jumlah yang berlebih (misalnya dengan suplemen).
32
DAFTAR PUSTAKA
Hasan,R.2005. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Universitas Indonesia.
Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba
Medika.
Ranuh, I.G.N,Dkk. 2001. Buku Imunisasi Di Indonesia. Jakarta: Satgas Imunisasi
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC.
Staf pengajar ilmu kesehatan anak fakultas kedokteran UI. 1985. Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika
http://duta4diagnosa.blogspot.com/2010/06/asuhan-keperawatan-xeropthalmia.html
http://Blog pada WordPress.com/2010/xeroftalmia.html
http://www.healthnewflash.com/2009/05/xeroftalmia.
http://www.eyemdlink.com/.
http://www.eyescenters.com/.
33