Lapsus Persalinan Normal Aurum
Lapsus Persalinan Normal Aurum
PENDAHULUAN
Persalinan adalah proses di mana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar
dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan
cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai penyulit. Persalinan dimulai (inpartu)
sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan
menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap.1
Kehamilan secara umum ditandai dengan aktivitas umum otot polos
miometrium yang relatif tenang yang memungkinkan pertumbuhan dan
perkembangan janin intrauterin sampai dengan kehamilan aterm. Menjelang
persalinan, otot polos uterus mulai menunjukkan aktivitas kontraksi secara
terkoordinasi, diselingi suatu periode relaksasi, dan mencapai puncaknya menjelang
persalinan, serta secara berangsur menghilang pada periode postpartum.2
Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahir. Lama kehamilan normal
40 minggu dihitung dari hari pertama haid terahir (HPHT). Untuk menghindari
terjadinya komplikasi pada kehamilan dan persalinan, maka setiap ibu hamil
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan secara rutin minimal 4 kali kunjungan
selama masa kehamilan.3
Diperkirakan sebesar 529.000 kematian maternal terjadi di seluruh dunia
setiap tahunnya, 48% di antaranya terjadi di Afrika. WHO South-East Asia Region
menyumbangkan sepertiga dari seluruh kematian maternal dan neonatal di seluruh
dunia. Kurangnya keterampilan tenaga medis dan paramedis masih merupakan
rintangan utama dalam menurunkan angka kematian maternal dan neonatal.4
Kematian ibu menurut definisi WHO adalah kematian selama kehamilan atau
dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua sebab yang terkait
dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan
oleh kecelakaan/cedera.5
1
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
rasio kematian maternal angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi sebesar 359
kematian maternal per 100.000 kelahiran hidup untuk periode 2008-2012. Analisis tren
rasio kematian maternal menunjukkan penurunan dari SDKI 1994 sampai dengan
SDKI 2007. Namun, gambaran ini meningkat pada SDKI 2012. Sedangkan angka
kematian bayi untuk periode 2008-2012 adalah 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup.
Tampak ada perbedaan yang cukup besar pada kematian bayi dan kematian anak antara
perkotaan dan pedesaan. Secara umum, perbedaan kematian antara daerah perkotaan
dan pedesaan adalah dua per tiga untuk semua jenis kematian. Pendidikan ibu
mempunyai hubungan yang terbalik dengan risiko kematian anak. Pendidikan yang
lebih tinggi umumnya berhubungan dengan risiko kematian yang rendah. Risiko
kematian anak juga berhubungan dengan status ekonomi dari rumah tangga. Pada
umumnya perilaku fertilitas dengan risiko tinggi terkait dengan umur ibu yang tua (di
atas 34 tahun) atau umur ibu yang muda (lebih muda dari 18 tahun), jarak kelahiran
kurang dari dua tahun, dan urutan kelahiran ketiga dan lebih tinggi.5,6
2
BAB II
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nomor RM : 090609
Nama : Ny. A
Umur : 34 tahun
Pendidikan : DIII
Pekerjaan : IRT
Suku : Bugis
Golongan darah : O+
Agama : Islam
Alamat : Jalan Cempaka No. 66 Maros
Riwayat pernikahan : Pernikahan yang pertama
Tanggal Masuk : 04 Maret 2019
3. ANAMNESIS
(Autoanamnesis pada hari Senin, 04 Maret 2019 Pkl 23.00 WITA)
3
Keluhan Utama
Nyeri perut tembus belakang.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien G4P2A1 Hamil 37 minggu 5 hari, HPHT 13 Juni 2018, TP 20 Maret 2019.
Pasien masuk IGD RSIA St Khadijah I dengan pengantar dari Dr. dr. Nasrudin A.M,
SpOG (k), MARS. Keluhan saat ini nyeri perut tembus belakang yang dialami sejak 7
jam SMRS. Pelepasan lendir (+), darah (+), air (-). Riwayat di USG tiga hari yang lalu,
dengan hasil plasenta letak rendah.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit hipertensi, DM, alergi, penyakit paru dan penyakit jantung disangkal.
Riwayat operasi disangkal pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi, DM, penyakit paru, penyakit jantung, alergi obat dan makanan
pada keluarga disangkal.
Riwayat Menstruasi
Pasien menarche saat usia 13 tahun, siklus teratur 28 hari, lama menstruasi 5-7 hari,
nyeri haid (-).
Riwayat Pernikahan
Menikah 1x, usia pernikahan 6 tahun. Saat menikah pasien berusia 28 tahun.
Riwayat KB
Pasien memakai kb suntik 3 bulan selama 4 tahun (2014-2018), lalu berhenti karena
ingin hamil anak ketiga dan belum memakai lagi sampai saat ini.
Riwayat Obstetri :
4
4. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
o Keadaan umum : Baik
o Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)
o Tinggi Badan : 160 cm
o Berat Badan : 66 kg
o Tekanan Darah : 110/80 mmHg
o Nadi : 88x/menit, teratur
o Pernapasan : 20x/menit, teratur
o Suhu : 36,7 °C
o Mata : Konjungtiva Anemis (-/-) , Sklera Ikterik (-/-)
o Jantung : BJ I-II Regular, Murmur (-), Gallop (-)
o Paru : Suara Napas Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-
o Abdomen : cembung, supel, nyeri tekan (-)
o Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), CRT <2”
5
Pportio : Lunak, sedang
Pembukaan : 8 cm
Ketuban : (+)
Bagian terdepan : Kepala
UUK : Sulit dinilai
Penurunan : Hodge I
Panggul : Kesan cukup
Pelepasan : Lendir (+), darah (+), air (-).
Hematologi
Hematokrit 34,1 % 37 – 48
MCV 81,3 Fl 80 – 96
MCH 26,1 pg 27 – 32
6
PDW 15,3 10,0 – 16,0
IMUNOSERULOGI
Rencana Diagnostik
Observasi Tanda vital, His, DJJ / 30 menit, dan kompresi tali pusat
7
Rencana Terapi
Terminasi pervaginam
Pantau kemaujan persalinan sesuai partograf
8. Laporan Persalinan dan Follow Up
8
A: G4P2A1 Gravid aterm Inpartu kala II
Pkl: 23.30 S : Ibu ingin meneran PPN
O : Dengan HIS adequat dan kekuatan Bersihkan jalan
ibumeneran lahir bayi laki-laki, BBL: 3250 napas.
gr, PBL: 50 cm, AS : 8/10 Cek TFU
A: Kala II Inj. Oxytocin 10
IU/ im.
Jepit, potong,
rawat tali pusat.
Pkl: 23.35 S : Semburan darah PTT
O : Plasenta, kotiledon, selaput lahir kesan Lahirkan plasenta
lengkap. Tali pusat putih, licin, terpilin, secara Brand
panjang kurang lebih 50 cm. Andrew.
Perdarahan kurang lebih 100 CC Masase uterus.
Rupture perineum tingkat II Cek laserasi jalan
A : Kala III lahir dan control
perdarahan.
Hecting
perineum.
05/03/2019 S : Tidak ada keluhan Asam Mefenama
Pkl: 01.35 O : Ku: Baik 3x500 mg.
Kes: CM (E4V5M6) Cefadroxil 2x500
TD: 120/80 mmHg mg.
N: 84 x/m Biosanbe 1x1.
P: 18 x/m
S: 36,7 0C
TFU : 1 jari dibawah pusat
9
Ketuban : baik
Perdarahan : Minimal
BAK : lancar
BAB : Belum
A : Kala IV
05/03/2019 S : Tidak ada keluhan Cefadroxil 2x500
Pkl: 07.30 O : KU : Baik, sadar mg
T : 120/80 mmHg Asam mefenamat
N : 84 x/m 3x500 mg
P : 20 x/m Biosanbe 1x1 tab
S : 36,7 0C
Mammae : tak/ tak
Asi : (+) / (+)
TFU : 1 Jari dibawah pusat
Kontraksi : Baik
Luka perineum : terjahit baik
Lochia : rubra
BAK : lancar
BAB : belum
A : PPH I
06/03/2019 S : Tidak ada keluhan Cefadroxil 2 x 500
Pkl: 07.30 O : Ku : Baik, sadar mg
T : 120/70 mmHg Asam mefenamat
N : 76 x/m 3 x 500 mg
P : 20 x/m Biosanbe 1 x 1 tab
S : 36,7 C
Mammae : Tak / tak
Asi : (+) / (+)
10
TFU : 2 jari dibawah pusat
Kontraksi : baik
Luka Perineum : terjahit baik
Lochia : Kruenta
BAK : Baik, lancar, jernih
BAB : (+), kesan normal
A : PPH II
11
PARTOGRAF
12
Kala 1
□ Partograf melewati garis waspada : Tidak
□ Masalah lain, sebutkan :-
□ Penatalaksanaan masalah tsb :-
□ Hasilnya :-
Kala II
Episiotomi : ■ Tidak □ Ya
Pendamping saat persalinan: □ Suami ■ Keluarga □ Teman □ Dukun □ Tidak ada
Gawat janin: □ Ya, Tindakan yang dilakukan ■ Tidak
Distosia bahu: □ Ya, tindakan yang dilakukan ■ Tidak
□ Masalah lain, sebutkan :-
□ Penatalaksanaan masalah tsb :-
□ Hasilnya :-
Kala III
Lama kala III: 5 menit
Pemberian oksitosin 10 U IM? ■ Ya, waktu □ Tidak, alasan...
Pemberian ulang oksitosin (2x)? □ Ya alasan...
Peregangan tali pusat terkendali? ■ Ya □ Tidak alasan...
Masase fundus uteri? ■ Ya □ Tidak alasan...
Plasenta lahir lengkap (intact) : ■ Ya □ Tidak
Plasenta tidak lahir dalam 30 menit? □ Ya ■ Tidak
Laserasi : ■ Ya, dimana: Perineum □ Tidak
Jika laserasi perineum, derajat: 2
Jumlah pendarahan ±100ml
□ Masalah lain, sebutkan :-
□ Penatalaksanaan masalah tsb :-
□ Hasilnya :-
13
BAYI BARU LAHIR
BB 3250 gram, PB 50 cm, Jenis kelamin : ■ Laki-laki □ Perempuan
Penilaian bayi baru lahir baik / ada penyulit
Bayi lahir: ■ Normal, tindakan: Mengeringkan, menghangatkan, rangsang taktil,
bungkus bayi dan tempatkan di sisi Ibu
□ Masalah lain, sebutkan :-
□ Penatalaksanaan masalah tsb :-
□ Hasilnya :-
Pemantauan kala IV
Nadi
Tekana Tinggi
Jam Wakt per Suh Kontra Kandung Perdarah
n darah fundu
ke u meni u ˚C ksi kemih an
mmHg s uteri
t
Seting
120/80
I 23.50 80 36,5 gi Baik 150CC 30
mmHg
pusat
Seting
120/70
I 00.05 76 36,5 gi Baik Kosong 30
mmHg
pusat
1 jari
di
120/80
I 00.20 80 36,5 bawah Baik Kosong 20
mmHg
umbili
kus
1 jari
110/80
I 00.35 80 36,5 di Baik Kosong 10
mmHg
bawah
14
umbili
cus
1 jari
di
120/70
II 01.05 80 36,5 bawah Baik Kosong 10
mmHg
umbili
kus
1 jari
di
120/70
II 01.35 80 36,5 bawah Baik Kosong 10
mmHg
umbili
kus
Masalah kala IV
Penatalaksanaan yang dilakukan untuk masalah tersebut : Tidak ada
Bagaimana hasilnya? -
15
BAB III
ANALISA KASUS
1. Anamnesis
Pasien mengaku adanya tanda gerak janin, gerak janin dapat dirasakan saat
kehamilan menunjukkan usia 16-20 minggu. Terabanya bagian dan
terdengarnya DJJ dapat dirasakan saat melakukan leopold dan menggunakan
fetoskop saat usia kehamilan 20 minggu, atau dengan menggunakan teknik
ultrasound atau Doppler dapat dikenali lebih awal saat usia 12-20 minggu.
Riwayat telah melakukan pemeriksaan USG sebelumnya.
b. Pastikan Usia kehamilan pasien :
Usia kehamilan dapat dihitung dengan menggunakan metode kalender
berdasarkan HPHT rumus Neagele
Tanggal + 7, Bulan + 9 : Januari – April
Tanggal + 7, Bulan – 3, Tahun + 1 : Mei- Desember
Usia kehamilan juga dapat ditentukan dengan menggunakan USG dengan
panjang CRL pada trimester I
c. Pasien datang ke IRD RSIA St Khadijah I, dari hasil USG oleh dr. Sp.OG
didapatkan usia kehamilan 37 minggu 5 hari dengan air ketuban (+), dengan
16
keluhan nyeri perut tembus belakang, pelepasan lendir (+), darah (+), air (-),
gerak janin aktif.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Status generalis dalam batas normal
b. Status obstetric
17
o Pemeriksaan status obstetric tinggi fundus uteri 35 cm sesuai dengan umur
kehamilannya. Mengukur tinggi fundus uteri dalam cm, menurut Mc Donald
yaitu Jarak Fundus Uteri hingga symphisis / 3.5 cm = tuanya kehamilan dalam
bulan. Pada fundus teraba bagian yang lunak, tidak melenting dan kurang
bundar yang merupakan presentasi bokong.
o Pada perut bagian kiri teraba lebar dan memanjang yang berarti punggung.
Pada bagian kanan teraba bagian kecil-kecil berarti ekstermitas.
o Pada bagian terendah janin teraba bagian bulat dan keras yang berarti kepala.
o Kepala tidak dapat digoyangkan, sudah masuk pintu PAP 4/5 bagian.
o His 3x 10’(20-25)
o DJJ 136x/menit, gerak janin dirasakan ibu, menandakan janin dalam keadaan
baik. TBJ dengan rumu Johnson Toshack = (TFU-N) x155 = (35-12) x 155 =
3565 gram
o Inspekulo vagina didapatkan vulva tidak ada kelainan, portio lunak,
pembukaan 8 cm, ketuban (+), bagian terdepan kepala, UUK sulit dinilai,
penurunan Hodge I, panggul dalam kesan cukup, pelepasan lendir (+), darah
(+), air (+).
18
3. Pemeriksaan Penunjang
Hasil USG
o Gravid tunggal hidup intrauterine, presentase kepala, punggung kiri, FHR (+)
136 x/m, plasenta letak Corpus anterior grade II, SDP = 3 cm, EFW = 3020gr.
Hasil Laboratorium
o Dalam batas normal
Induksi Persalinan
o Merupakan suatu persalinan tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu,
baik secara operatif maupun medicinal untuk merangsang timbulnya kontraksi
rahim sehingga terjadi persalinan.
o Tujuan tindakan tersebut ialah mencapai his 3 kali dalam 10 menit, lamanya
40 detik. Untuk menimbulkan aktifitas uterus yang cukup untuk perubahan
serviks dan penurunan janin tanpa menyebabkan hiperstimulasi uterus atau
komplikasi janin.
o Sebelum melakukan induksi penting untuk melakukan bishop score, induksi
boleh dilakukan jika score lebih dari 5.
Skor 0 1 2 3
Konsistensi serviks Keras Sedang Lunak
Posisi serviks Posterior Axial Anterior
Pembukaan serviks 0 1-2 3-4 5-6
Pendataran serviks 0-30% 40-50% 60-70% 80%
Station -3 -2 -1, 0 +1, +2
19
o Kala I dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur hingga serviks
membuka lengkap. Tanda dan gejala adalah penipisan dan pembukaan
serviks, kontraksi uterus min 2x/10 menit, dan bloddy show vagina.
Partograf
o Pada pukul 23.00
o DJJ : 136 dpm
o Air ketuban jernih
o Pembukaan serviks 8 cm
o PAP 4/5
o His 4x10’ (40-45)
o TD 110/80 mmHg
o Suhu 36,50C
o Protein negative
o Pada pukul 23.30
o DJJ : 150 dpm
o Air ketuban jernih
o Pembukaan serviks 10 cm
o His 4x10’ (40-45)
o TD 110/80 mmHg
20
o Suhu 36,5 0C
o Protein negatif
o Pada kala II dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap dan berakhir
dengan lahirnya bayi, yang harus dilakukan adalah memimpin ibu untuk
meneran sesuai kontraksi ibu, hingga proses kelahiran berakhir. Tanda dan
gejala kala II diantaranya dorongan meneran bersamaan dengan terjadinya
kontraksi, vulva membuka, tekanan pada anus, perineum yang menonjol, dan
peningkatan pengeluaran lendir bercampur darah.
o Langkah asuhan persalinan, melihat tanda dan gejala kala II
o Menyiapkan pertolongan persalinan
Partus set
Obat-obatan
Pencegahan infeksi : mengenakan apron, cuci tangan, menggunakan sarung
tangan steril.
Menyiapkan oksitoksin
o Memastikan pembukaan lengkap dengan janin baik
o Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses persalinan
Jika bayi belum lahir dalam 60 menit segera rujuk untuk dilakukan SC
o Menolong kelahiran bayi
Lahirnya kepala, lindungi perineum dengan 1 tangan yang dilapisi kain.
Letakan tangan lain dikepala bayi untuk menghambat pengeluaran, biarkan
keluar perlahan.
Saat kepala lahir seka muka, mulut, dan hidung
Cek lilitan tali pusat
Lilitan longgar lepaskan melewati atas kepala bayi
Lilitan kencang klem kedua sisi dan potong tali pusat secara hati hati
Tunggu bayi melakukan putaran paksi luar
21
Bantu kelahiran bahu
Bayi lahir tanggal 04/03/2019 pkl 23.30 WITA secara spontan dengan jenis
kelamin laki-laki, BBL 3250 gr, PBL 50 cm, AS 8/10.
o Penanganan bayi baru lahir
Menilai bayi dengan cepat, resusitasi bila diperlukan
Letakan bayi pada perut ibu atau tempat yang memungkinkan dan selimuti
bayi dengan kain.
Jepit tali pusat bayi 3-4 cm dari pusat dengan mengurut tali pusat kearah
ibu (klem I) lalu jepit tali pusat 2 cm dari klem pertama kearah ibu (klem
II) lakukan pemotongan dengan gunting diantara kedua klem.
Keringkan bayi, selimuti dan lakukan inisiasi menyusu dini
o Pemberian oksitosin
Penyuntikan dilakukan segera setelah kelahiran bayi, sekitar 2 menit setelah
bayi lahir, 10 UI IM gluteus atau 1/3 atas paha kanan
Sebelum pemberian oksitosin lakukan palpasi abdomen untuk
menghilangkan kemungkinan bayi kedua.
o Pada pukul 23.30 WITA, bayi lahir spontan jenis kelamin laki-laki , APGAR
score 8/10, BBL 3250gram, PBL 50 cm, anus (+), cacat (-). Bayi dalam keadaan
sehat, keadaan umum baik.
o Setelah kelahiran bayi persiapan masuk kala III yang dimulai saat lahirnya bayi
dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban.
o Penegangan tali pusat terkendali
Memindahkan klem pada tali pusat
Meletakan satu tangan diatas kain yang ada diperut ibu, tepat diatas tulang
pubis dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan
menstabilkan uterus. Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang
lain.
Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan penegangan ke
arah bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan tekanan yang
22
berlawanan arah pada bagian bawah uterus dengan cara menekan uterus
kearah atas dan belakang (dorso kranial) dengan hati-hati untuk membantu
mencegah terjadinya inversio uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40
detik, menghentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi
berikut mulai.
Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau suami melakukan
rangsangan puting susu.
Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk mengejan sambil menarik tali
pusat kearah bawah dan kebawah mengikuti kurve jalan lahir sambil
memeriksan tekanan berlawanan arah pada uterus.
Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak
sekitar 5-10 cm dari vulva
Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat
selama 15 menit
o Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit IM
o Menilai kandung kemih dan mengkateterisasi kandung kemih
dengan menggunakan teknik aseptic jika perlu
o Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan
o Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya
o Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit sejak kelahiran
bayi
Jika plasenta terlihat di introitus vagina melanjutkan kelahiran plasenta
dengan menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta dengan dua
tangan dan dengan hati-hati memutar plasenta hingga selaput ketuban
terpilin. Dengan lembut perlahan melahirkan selaput ketuban.
Jika selaput ketuban robek, pakailah sarung tangan steril periksa vagina dan
serviks ibu dengan seksama. Menggunakan jari-jari tangan atau klem atau
forceps steril untuk melepaskan bagian selaput tertinggal.
23
o Pemijatan uterus segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan
massage uterus dengan meletakan telapak tangan di fundus, lakukan gerakan
melingkar lembut hingga berkontraksi (fundus menjadi keras), plasenta normal
lahir sekitar 15 menit setelah bayi lahir secara spontan dan lengkap.
o Menilai perdarahan dengan memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel
ke ibu maupun janin dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa selaput
ketuban lengkap dan utuh. Meletakan plasenta didalam kantung plastik atau
tempat khusus.
o Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum segera jahit yang
mengalami perdarahan aktif.
o Dari pemeriksaan pada jalan lahir ibu terdapat robekan perineum grade II, yaitu
melibatkan kerusakan pada otot-otot perineum tetapi tidak melibatkan
kerusakan sfingter ani.
o Pada tanggal 04/03/2019 pukul 23.35 WITA pasien masuk kala IV, dimulai
saaat lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah itu, selama 2 jam pasien perlu
diobservasi. Hal-hal yang perlu diobservasi adalah
24
o Melakukan massase uterus untuk merangsang uterus berkontraksi
dengan baik dan kuat.
o Mengevaluasi keadaan umum ibu selama 2 jam meliputi tanda tanda
vital, evaluasi tinggi fundus uteri. Perkirakan kehilangan darah, menilai
perdarahan dan mengecek temperatur setiap 1 jam dalam 2 jam
postpartum.
o Observasi 2 jam post partum pasien menunjukkan keadaan yang baik.
o Hemodinamik pasien stabil, tinggi fundus uteri 2 jari dibawah pusat
sesuai dengan table involusi. Kontraksi uterus baik, tidak terdapat
perdarahan aktif dengan lochia rubra (+).
o Antibiotic cefadroxil diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi,
analgesic berupa asam mefenamat diberikan untuk mengontrol nyeri
akibat perlukaan jalan lahir.
o Observasi pasien hingga hari nifas pertama menunjukkan keadaan
umum pasien yang baik. Tekanan darah pasien 120/80 mmHg. Tidak
ditemukan tanda-tanda infeksi post operasi. Kontraksi uterus baik dan
tidak ditemukan adanya perdarahan aktif.
o ASI pasien sudah bisa keluar dan bayi pun dalam keadaan umum yang
baik. Pasien sudah mampu untuk berjalan dan BAB tidak ada gangguan.
Pasien hanya mengeluhkan nyeri di daerah luka jalan lahir tapi tidak
begitu menggangu.
o Bayi dalam keadaan umum baik, tidak menunjukkan gejala infeksi.
Hasil tersebut menandakan persalinan telah teratasi setelah tindakan
kehamilan diakhiri yang menunjukkan tindakan yang dilakukan telah
berhasil mengatasi masalah pasien. Kemudian diputuskan pasien dapat
pulang dan berobat jalan.
o Kesimpulan dalam sebuah asuhan persalinan terdapat beberapa aspek
penting dan saling terkait diantaranya
Membuat keputusan klinik
25
Pengumpulan data
o Data subjektif
o Data objektif
Diagnosis
Penatalaksanan asuhan persalinan
Evaluasi
Asuhan sayang ibu dan sayang bayi
Pencegahan infeksi
Pencatatan dokumentasi
Rujukan
26
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Persalinan
Partus (persalinan = labor) adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi
yang dapat hidup dari dalam uterus melalui melalui vagina ke dunia luar. Menurut
sumber lain, dikatakan bahwa persalinan ialah serangkaian kontraksi uterus yang
menyebabkan dilatasi dan penipisan serviks serta usaha ibu secara sadar yang berakhir
dengan pengeluaran hasil konsepsi melalui vagina.7,8
Gravida adalah seorang wanita yang sedang hamil. Primigravida adalah
seorang wanita yang hamil untuk pertama kali. Para adalah seorang wanita yang pernah
melahirkan bayi yang dapat hidup (viable). Nullipara adalah seorang wanita yang
belum pernah melahirkan bayi yang viable. Multipara atau pleuripara adalah seorang
wanita yang pernah melahirkan bayi yang viable untuk beberapa kali.7
Inpartu adalah seorang wanita yang sedang dalam keadaan persalinan. Partus
biasa atau partus normal atau partus spontan adalah bila bayi lahir dengan letak
belakang kepala tanpa memakai alat-alat atau pertolongan istimewa serta tidak melukai
ibu dan bayi dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam. Sedangkan,
partus luar biasa atau partus abnormal ialah bila bayi dilahirkan per vaginam dengan
cunam, atau ekstraktor vakum, versi dan ekstraksi, dekapitasi, embriotomi, dan
sebagainya.7
Kehamilan dianggap normal apabila memenuhi kriteria keadaan umum baik,
tekanan darah <140/90 mmHg, pertambahan berat badan sesuai minimal 8 kg selama
kehamilan (1 kg perbulan) atau sesuai Indeks Masa Tubuh (IMT) ibu, edema hanya
pada ekstremitas, BJJ = 120-160 x/menit, gerakan janin dapat dirasakan setelah usia
18-20 minggu hingga melahirkan, ukuran uterus sesuai umur kehamilan, pemeriksaan
fisik dan laboratorium dalam batas normal, dan tidak ada riwayat kelainan obstetrik.3
27
2. Teori Persalinan
Partus normal pada manusia terdiri dari hubungan kompleks antara beberapa
parameter dinamik, termasuk kontraksi uterus, dilatasi servikal, penurunan fetus, dan
waktu yang dibutuhkan. Awitan persalunan terjadi pada usai kehamilan 28 hari, atau
40 minmggu, dihitung sejak hari pertama hadi terakhir (HPHT).9
Sebab terjadinya partus sampai kini masih merupakan teori-teori yang
kompleks. Faktor-faktor humoral, struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh syaraf dan
nutrisi disebut sebagai faktor-faktor yang mengakibatkan partus mulai. Perubahan-
perubahan dalam biokimia dan biofisika telah banyak mengungkapkan mulai dan
berlangsungnya partus, antara lain penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron.
Seperti diketahui progesteron merupakan penenang bagi otot-otot uterus. Menurunnya
kadar kedua hormon ini terjadi kira-kira 1-2 minggu sebelum partus dimulai. Seperti
telah dikemukakan, “plasenta menjadi tua” dengan tuanya kehamilan. Villi koriales
mengalami perubahan-perubahan, sehingga kadar estrogen dan progesteron menurun.7
Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan
iskemia otot-otot uterus. Hal ini mungkin merupakan faktor yang dapat mengganggu
sirkulasi uteroplasenter sehingga plasenta mengalami degenerasi. Teori berkurangnya
nutrisi pada janin dikemukakan oleh Hippocrates untuk pertama kalinya. Bila nutrisi
pada janin berkurang maka hasil konsepsi akan segera dikeluarkan. Faktor yang lain
yang dikemukakan ialah tekanan pada ganglion servikale dari pleksus Frakenhauser
yang terletak di belakang serviks. Bila ganglion ini tertekan, kontraksi uterus dapat
dibangkitkan.7
Uraian tersebut di atas adalah hanya sebagian dari banyak faktor-faktor
kompleks sehingga dapat dibangkitkan. Selanjutnya, dengan berbagai tindakan
persalinan dapat pula dimulai (induction of labour) misalnya 1) merangsang pleksus
Frakenhauser dengan memasukkan beberapa gagang laminaria dalam kanalis
servikalis, 2) pemecahan ketuban, 3) penyuntikan oksitosin (sebaiknya dengan jalan
infus intravena), dan sebagainya. Dalam hal ini mengadakan induksi persalinan perlu
28
diperhatikan bahwa serviks sudah matang (serviks sudah pendek dan lembek), dan
kanalis servikalis terbuka untuk satu jari.7
29
3. Letak, Presentasi, Sikap, dan Posisi Janin Terhadap Persalinan
Letak janin pada saat persalinan sangat mempengaruhi metode persalinan
yang akan dilakukan, oleh sebab itu posisi janin dalam kavum uteri harus diketahui
pada saat persalinan.11
3.1 Letak Janin
Letak adalah hubungan sumbu panjang janin dengan sumbu panjang
ibu. Letak janin dapat dibedakan menjadi letak longitudinal (memanjang) dan
letak transversal (melintang). Kadang kala terdapat letak oblik, di mana akibat
sumbu janin dan ibu bersilangan pada sudut 45°. Letak oblik bersifat tidak stabil
dan dapat berubah posisi menjadi letak memanjang atau melintang selama
proses persalinan. Letak memanjang terjadi pada lebih dari 99% persalinan
aterm. Faktor predisposisi untuk letak melintang adalah multiparitas, plasenta
previa, hidramnion, dan anomali uterus. 11
30
Karena itu, pada letak memanjang, bagian terbawah janin adalah kepala janin
atau bokong, masing-masing membentuk presentasi kepala atau bokong. Jika
janin terletak pada sumbu melintang, bahu merupakan bagian terbawahnya. 11
Gambar 2 Letak memanjang. Presentasi kepala. Perbedaan sikap tubuh janin pada
presentasi (A) vertex, (B) sinsiput, (C) dahi, (D) wajah. 11
31
tertentu sehingga menyebabkan punggung menjadi konveks; kepala fleksi
tajam sehingga dagu hampir menyentuh dada; paha menyilang abdomen; dan
kedua tungkai tertekuk pada lutut. Pada semua presentasi kepala, kedua lengan
biasanya menyilang di depan dada atau paralel di sisi tubuh. Tali pusat terletak
di ruangan antara persilangan lengan dan tungkai. Karakteristik postur ini
diakibatkan oleh pola pertumbuhan janin dan akomodasinya terhadap kavum
uteri.11
3.4 Posisi Janin
Posisi janin mengacu pada hubungan antara titik yang ditentukan
sebagai acuan pada bagian terbawah janin dengan sisi kanan atau kiri jalan lahir
ibu. Karena itu, pada setiap presentasi terdapat dua posisi—kanan atau kiri.
Oksiput, dagu (mentum), dan sakrum janin masing-masing merupakan titik
penentu pada presentasi verteks, muka, dan bokong. Karena bagian terbawah
janin selalu terletak pada salah satu posisi, maka dikenal posisi oksiput kanan
atau kiri, dagu kanan atau kiri, dan sakrum kanan atau kiri.11
32
4.1 Pemeriksaan Leopold 1
Pemeriksaan Leopold 1 bertujuan untuk mengidentifikasi bagian janin
yang menempati fundus. Bokong akan memberikan sensasi massa yang besar
dan nodular, sedangkan kepala akan memberikan sensasi keras, bulat, dan lebih
mudah digerakkan.11
4.2 Pemeriksaan Leopold 2
Setelah letak janin ditentukan, pemeriksaan Leopold 2 dilakukan
dengan cara menempatkan kedua telapak tangan pada kedua sisi abdomen
maternal dan dilakukan penekanan yang lembut tapi dalam. Pada satu sisi,
teraba struktur yang kasar dan resisten (punggung), sedangkan pada sisi satunya
teraba sejumlah bagian kecil, iregular, dan dapat digerakkan (ekstremitas).11
4.3 Pemeriksaan Leopold 3
Pemeriksaan Leopold 3 dilakukan dengan cara memegang bagian
bawah abdomen ibu tepat di atas simfisis pubis dengan menggunakan ibu jari
dan keempat jari lainnya pada tangan yang sama. Apabila bagian terbawah
janin belum mengalami penurunan, maka massa yang teraba dapat digerakkan
biasanya adalah kepala. Perbedaan antara presentasi kepala dan bokong sama
halnya dengan pemeriksaan Leopold 1.11
4.4 Pemeriksaan Leopolod 4
Pemeriksa menghadap kaki pasien dan, dengan menggunakan ujung-
ujung ketiga jari pertama pada kedua tangan, posisikan tangan ke arah inlet
pelvis. Apabila kepala telah masuk ke dalam panggul ibu, maka bahu anterior
mungkin dapat dirasakan pada pemeriksaan Leopold 3.11
33
Gambar 4 Pemeriksaan Leopold11
34
berlangsung. Bagian bawah, relatif pasif dibanding dengan segmen atas, dan bagian ini
berkembang menjadi jalan lahir yang berdinding jauh lebih tipis. Segmen bawah uterus
analaog dengan ismus uterus yang melebar dan menipis pada perempuan yang tidak
hamil. Segmen bawah secara bertahap terbentuk ketika kehamilan bertambah tua dan
kemudian menipis sekali pada saat persalinan. Dengan palpasi abdomen, kedua
segmen dapat dibedakan ketika terjadi kontraksi, sekalipun selaput ketuban belum
pecah. Segmen atas uterus cukup kencang atau keras, sedangkan konsistensi segmen
bawah uterus jauh kurang kencang. Segmen atas uterus merupakan bagian uterus yang
berkontraksi aktif, bagian bawah adalah bagian yang diregangkan, normalnya jauh
lebih pasif.2
Seandainya seluruh dinding otot uterus, termasuk segmen bawah uterus dan
serviks berkontraksi secara bersamaan dan dengan intensitas yang sama, maka
daya dorong persalinan akan jelas menurun. Di sinilah letak pentingnya pembagian
uterus menjadi segmena atsa yang aktif berkontraksi dan segmen bawah yang lebih
pasif yang berbeda bukan hanya secara anatomik melainkan juga secara fisiologik.
Segmen atas berkontraksi mengalami retraksi dan mendorong janin keluar sebagai
respons terhadap daya dodrong kontraksi segmen atas; sedangkan segmen bawah
uterus dan serviks akan semakin lunak berdilatasi; dan dengan cara demikian
membentuk suatu saluran muskular dan fibromuskular yang menipis sehingga janin
dapat menonjol keluar.2
Miometrium pada segmen atas uterus tidak berelaksasi sampai kembali ke
panjang aslinya setelah kontraksi; tetapi menjadi relatif menetap pada panjang yang
lebih pendek. Namun, tegangannya tetap sama seperti sebelum kontaksi. Bagian atas
uterus, atau segmen aktif berkontaksi ke bawah meski pada saat isinya berkurang,
sehingga tekanan miometrium tetap konatan. Efek akhirnya adalah mengencangkan
yang kendur, dengan mempertahankan kondisi menguntungkan yang diperoleh dari
ekspulsi janin dan mempertahankan otot uterus tetap menempel erat pada isi uterus.2
35
Gambar 5 Urutan perkembangan segmen-segmen dan cincin di uterus pada
perempuan hamil10
36
janin dipaksa langsung mendesak serviks dan segmen bawah uterus. Sebagai akibat
kegiatan daya dorong ini, terjadi dua perubahan mendasar-pendataran dan dilatasi-pada
serviks yang sudah melunak.2
Untuk lewatnya rata-rata kepala janin aterm melalui serviks, saluran
serviks harus dilebarkan sampai berdiameter sekitar 10 cm; pada saat ini serviks
dikatakan telah membuka lengkap. Mungkin tidak terdapat penurunan janin selama
pendataran serviks, tapi paling sering bagian terbawah janin mulai turun sedikit ketika
sampai pada kala dua persalinan. Penurunan bagian terbawah janin terjadi secara khas
agak lambat pada nulipara. Namun pada multipara, khususnya yang paritasnya tinggi,
penurunan biasanya berlangsung sangat cepat.2
7.1 Pendataran Serviks
Obliterasi atau pendataran serviks adalah pemendekan saluran serviks
dari sepanjang sekitar 2 cm menjadi hanya berupa muara melingkar dengan tepi
hampir setipis kertas. Proses ini disebut sebagai pendataran (effacement) dan
terjadi dari atas ke bawah. Serabut-serabut otot setinggi os serviks internum
ditarik ke atas, atau dipendekkan, menuju segmen bawah uterus, sementara
kondisi os eksternum untuk sementara tetap tidak berubah. Pinggir os internum
ditarik ke atas beberapa sentimeter sampai menjadi bagian (baik secara
anatomik maupun fungsional) dari segmen bawah uterus. Pemendekan dapat
dibandingkan sengan suatu proses pembentukan terowongan yang mengubah
seluruh panjang sebuah tabung yang sempit menjadi corong yang sangat tumpul
dan mengembang dengan lubang keluar melingkar kecil. Sebagai hasil dari
aktivitas miometrium yang meningkat sepanjang persiapan uterus untuk
persalinan, pendataran sempurna pada serviks yang lunak kadangkala telah
selesai sebelum persalinan aktif mulai. Pendataran menyebabkan ekspulsi
sumbat mukus ketika saluran serviks memendek.2
7.2 Dilatasi Serviks
Jika dibandingkan dengan korpus uteri, segmen bawah uterus dan
serviks merupakan daerah yang resistensinya lebih kecil. Oleh karena itu,
37
selama terjadi kontraksi struktur-struktur ini mengalami peregangan yang
dalam prosesnya serviks mengalami tarikan sentrifugal. Kontraksi uterus
menimbulkan tekanan pada selaput ketuban, tekanan hidrostatik kantong
amnion akan melebarkan saluran serviks. Bila selaput ketuban sudah pecah,
tekanan pada bagian bawah janin terhadap serviks dan segmen bawah uterus
juga sama efektifnya. Selaput ketuban yang pecah dini tidak mengurangi
dilatasi serviks selama bagian terbawah janin berada pada posisi meneruskan
tekanan terhadap serviks dan segmen bawah uterus. Proses pendataran dan
dilatasi serviks ini menyebabkan pembentukan kantong cairan amnion di depan
kepala.2
38
terjadi fleksi dan penurunan kepala. Gerakan-gerakan tersebut tidak mungkin
diselesaikan bila bagian terbawah janin tidak turun secara bersamaan. Seiring dengan
itu, kontraksi uterus menghasilkan modifikasi penting pada sikap atau habitus janin,
terutama setelah kepala turun ke dalam panggul. Gerakan-gerakan pokok persalinan
adalah engagement, descent (penurunan kepala), fleksi, rotasi interna (putaran paksi
dalam), ekstensi, rotasi ekstrena (putaran paksi luar), dan ekspulsi.9
8.1 Engagement
Engagement adalah proses masuknya bagian terbawah janin dengan
diameter terbesar kedalam pintu atas panggul ibu. Pada presentasi kepala,
diameter transversal terbesar adalah diameter biparietal (9,5 cm). pada
presentasi panggul, diameter terbesar adalah diameter bitrocantheric.
Penurunan kepala kedalam pintu atas panggul diukur dengan menggunakan
metode perlimaan, jika lima jari dibutuhkan untuk menutupi kepala diatas
simfisis pubis maka penurunan 5/5 dan jika tidak ada lagi kepala yang teraba
maka penurunan 0/5.12
Pada kebanyakan wanita multipara dan beberapa wanita nulipara.
Kepala janin dapat digerakkan secara bebas diatas pintu atas panggul ibu
sebelum terjadi proses engagement, kondisi ini sering disebut sebagai
floating.12
Gambar 7 Engagement12
39
8.2 Descens (penurunan kepala)
Descens adalah penurunan bagian terbawah janin melewati rongga
pelvis. Pada wanita multipara, desensus biasanya mulai bersamaan dengan
engagement. Descens terjadi akibat satu atau lebih dari empat gaya berikut:11,12
1. Tekanan cairan amnion
2. Tekanan langsung fundus pada bokong saat kontraksi
3. Usaha mengejan yang menggunakan otot-otot abdomen
4. Ekstensi dan pelurusan badan janin11
8.3 Fleksi
Ketika gerakan desens mengalami tahanan, baik dari serviks, dinding
panggul, atau dasar panggul, gerakan fleksi kepala akan terjadi secara pasif.
Pada gerakan ini, dagu mendekat ke dada janin dan diameter
suboksipitobregmatika yang lebih pendek menggantikan diameter
oksipitofrontal yang lebih panjang.12
8.4 Rotasi Interna ( Putaran Paksi Dalam)
Rotasi internal mengacu pada rotasi bagian terbawah janin dari posisi
asalnya ketika bagian tersebut melewati pintu atas panggul menjadi posisi
anterior - posterior ketika melewati rongga panggul. Seperti gerakan fleksi,
putaran paksi dalam merupakan gerakan pasif yang disebabkan bentuk rongga
pelvis dan pergerakan otot - otot dinding pelvis.12
8.5 Ekstensi
Ekstensi terjadi ketika janin telah mengalami penurunan hingga
mencapai introitus vagina. Penurunan janin menyebabkan dasar oksiput
mengalami kontak dengan margin inferior simfisis pubis. Kepala janin
dilahirkan dengan ekstensi dan berputar di sekitar simfisis pubis. Gaya yang
berperan dalam gerakan ini adalah gaya dorong ke bawah pada fetus oleh
kontrasi uterus dan gaya dorong ke atas oleh otot - otot dinding panggul.12
40
8.6 Rotasi eksternal
Rotasi eksternal juga dikenal sebagai restitusi, mengacu pada
kembalinya kepala janin ke posisi anatomi yang benar sesuai dengan posisi
badan janin. Putaran dapat terjadi pada kedua sisi tergantung pada orientasi
janin. Gerakan ini merupakan gerakan pasif yang dihasilkan dari gaya yang
diberikan kepada kepala janin oleh tulang dan otot-otot panggul ibu.12
8.7 Ekspulsi
Ekspulsi mengacu pada kelahiran bagian janin lainnya. Setelah kepala
dilahirkan dan terjadi rotasi eksternal, terjadi penurunan bahu anterior setinggi
simfisis pubis. Bahu anterior dilahirkan dengan cara yang sama seperti kepala,
Setelah bahu anterior dan posterior, bagian tubuh lainnya umumnya dapat
dilahirkan tanpa kesulitan.12
41
Gambar 8 Gerakan-gerakan kardinal dalam persalinan12
9. Kala Persalinan
Persalinan aktif terdiri atas tiga kala persalinan. Kala satu persalinan dimulai
sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan
kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). Kala satu persalinan selesai
ketika serviks sudah membuka lengkap (10 cm) sehingga memungkinkan kepala janin
lewat. Oleh Karena itu , kala satu persalinan disebut sebagai stadium pendataran dan
dilatasi serviks. Kala dua persalinan dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap dan
42
berakhir ketika janin sudah lahir. Kala tiga persalinan dimulai segera setelah janin lahir
dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban janin. Kala empat persalinan
merupakan kala pengawasan ibu.1
9.1 Kala I
Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang
teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka
lengkap (10cm). Kala satu persalinan terdiri atas dua fase, yaitu fase laten dan
fase aktif.1
9.1.1 Fase laten
Fase laten pada kala satu persalinan dimulai sejak awal
berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks
secara bertahap berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.
Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.1
9.1.2 Fase aktif
Frekuensi dan lama kontraksi uterus pada fase aktif akan
meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap adekuat/memadai jika
terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung
selama 40 detik atau lebih). Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai
pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata-rata
1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2
cm (multipara). Pada fase ini mulai terjadi penurunan bagian terbawah
janin.1
43
Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida
kala I berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada multipara kira-kira 7 jam.2
44
berat uterus dan isinya akan meekan vena cava inferior ibu sehingga
mengurangi pasokan oksigen melalui sirkulasi uretroplasenter.2
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala
dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan
terlalu cepat dan tidak terkendali. Di masa lalu dianjurkan untuk melakukan
episiotomyisecara rutin untuk mencegah robekan berlebihan pada perineum,
membuat tepi luka rata sehingga mudah dilakukan penjahitan, hal tersebut
ternyata tidak didukung oleh bukti – bukti ilmiah yang cukup sehingga tidak
dianjurkan apabila tidak terdapat indikasi seperti gawat janin dan bayi akan
segera dilahirkan, ada penyulit kelahiran pervaginam atau ada jaringan parut
pada perineum atau vagina yang akan memperlambat kemajuan persalinan.2
45
Gambar 9 Melahirkan kepala2
46
9.2.3 Melahirkan bahu anterior dan posterior
Setelah menyeka mulut dan hidung bayi dan memeriksa tali pusat,
tunggu kontraksi berhenti sehingga terjadi putaran paksi luar secara spontan.
letakkan tangan pada sisi kiri dan kanan kepala bayi, minta ibu meneran sambil
menekan kepala ke arah bawah dan lateral tubuh bayi hingga bahu depan
melewati simfisis.2
Setelah bahu depan lahir, gerakkan kepala keatas dan lateral tubuh bayi
sehingga bahu bawah dan seluruh dada dapat dilahirkan. Saat bahu posterior
lahir, geser tangan bawah (posterior) ke arah perineum dan sanggah bahu dan
lengan atas bayi pada tangan tersebut. Gunakan tangan yang sama untuk
menopang lahirnya siku dan tangan posterior saat melewati perineum, tangan
bawah (posterior) menopang samping lateral tubuh bayi saat lahir secara
simultan, tangan atas (anterior) untuk menelusuri dan memegang bahu, siku dan
lengan bayi anterior lanjutkan penelusuran dan memegang tubuh bayi ke bagian
punggung, bokong, dan kaki dari arah belakang, sisipkan jari telunjuk tangan
atas di antara kedua kaki bayi yang kemudian dipegang dengan ibu jari dan
ketiga jari tangan lainnya.2
47
9.2.4 Melahirkan tubuh bayi
Letakkan bayi diatas kain atau handuk yang telah disiapkan pada perut
bawah ibu dan posisikan kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya. Segera
keringkan sambil memberikan rangsangan taktil pada tubuh bayi dengan kain
atau selimut di atas perut ibu. Pastikan bahwa kepala bayi tertutup dengan baik.2
48
Gambar 12 Melahirkan plasenta dengan
melakukan peregangan tali pusat2
49
Sebelum meninggalkan ibu, pastikan bahwa ia dapat berkemih sendiri
dan mengetahui bagaimana menilai kontraksi dan jumlah darah yang keluar.
Ajarkan ibu untuk mencari pertolongan bila terdapat tanda – tanda bahaya
seperti demam, perdarahan aktif, keluar banyak bekuan darah, bau busuk dari
vagina, pusing, lemas luar biasa, nyeri panggul atau abdomen yang lebih hebat
dari nyeri kontraksi biasa.2
50
4 Merencanakan persiapan dan melakukan rujukan tepat waktu dan optimal bagi ibu
di setiap tahapan persalinan dan tahapan baru bagi bayi baru lahir.
5 Menghindar berbagai tindakan yang tidak perlu dan atau berbahaya seperti
misalnya kateterisasi urin atau episiotomi secara rutin, amniotomi sebelum terjadi
pembukaan lengkap, meminta ibu untuk meneran secara terus-menerus,
penghisapan lendir secara rutin pada bayi baru lahir.
6 Melaksanakan penatalaksanaan aktif kala tiga untuk mencegah perdarahan pasca
persalinan.
7 Memberikan asuhan segera pada bayi baru lahir termasuk mengeringkan dan
menghangatkan bayi, pemberian ASI sedini mungkin dan eksklusif, mengenali
tanda-tanda komplikasi dan mengambil tindakan-tindakan yang sesuai untuk
menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.
8 Memberikan asuhan dan pemantauan pada masa awal nifas untuk memastikan
kesehatan, keamanan dan kenyamanan ibu dan bayi baru lahir, mengenali secara
dini gejala dan tanda bahaya komplikasi pasca persalinan/bayi baru lahir dan
mengambil tindakan yang sesuai.
9 Mengajarkan pada ibu dan keluarganya untuk mengenali gejala dan tanda bahaya
pada masa nifas pada ibu dan bayi baru lahir.
10 Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan.
51
• Klem, gunting, benang tali pusat, penghisap lendir steril/DTT siap dalam wadahnya
• Semua pakaian, handuk, selimut dan kain untuk bayi dalam kondisi bersih dan
hangat
• Timbangan, pita ukur, stetoskop bayi, dan termometer dalam kondisi baik dan
bersih
• Patahkan ampul oksitosin 10 unit dan tempatkan spuit steril sekali pakai di
dalam partus set/wadah DTT
• Untuk resusitasi: tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat, 3 handuk atau kain
bersih dan kering, alat penghisap lendir, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm
diatas tubuh bayi.
• Persiapan bila terjadi kegawatdaruratan pada ibu: cairan kristaloid, set infus
3. Kenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih, sepatu tertutup kedap air,
tutup kepala, masker, dan kacamata.
4. Lepas semua perhiasan pada lengan dan tangan lalu cuci kedua tangan dengan sabun
dan air bersih kemudian keringkan dengan handuk atau tisu bersih.
5. Pakai sarung tangan steril/DTT untuk pemeriksaan dalam.
6. Ambil spuit dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin 10 unit dan
letakkan kembali spuit tersebut di partus set/ wadah DTT atau steril tanpa
mengontaminasi spuit.
52
sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, kemudian lepaskan sarung tangan
dalam keadaan terbalik dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
Cuci kedua tangan setelahnya.
10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) segera setelah kontraksi berakhir untuk
memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120 – 160 kali/ menit). Ambil
tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
IV. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses bimbingan meneran
11. Beritahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.
12. Minta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran.
• Bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan dia merasa nyaman.
• Anjurkan ibu untuk cukup minum
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan
yang kuat untuk meneran.
• Perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai.
• Nilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika
ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
53
menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya
kepala.
• Anjurkan ibu meneran sambil bernapas cepat dan dangkal.
20. Periksa lilitan tali pusat dan lakukan tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi.
• Jika lilitan tali pusat di leher bayi masih longgar, selipkan tali pusat lewat kepala
bayi.
• Jika lilitan tali pusat terlalu ketat, klem tali pusat di dua titik lalu gunting di
antaranya. Jangan lupa untuk tetap lindungi leher bayi.
21. Tunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
54
IX. Penanganan Bayi Baru Lahir
25. Lakukan penilaian selintas dan jawablah tiga pertanyaan berikut untuk menilai
apakah ada asfiksia bayi:
• Apakah kehamilan cukup bulan?
• Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap-megap?
• Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?
26. Bila tidak ada tanda asfiksia, lanjutkan manajemen bayi baru lahir normal.
Keringkan dan posisikan tubuh bayi di atas perut ibu
• Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali
bagian tangan tanpa membersihkan verniks.
• Ganti handuk basah dengan handuk yang kering
• Pastikan bayi dalam kondisi mantap di atas dada atau perut ibu
27. Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi lain dalam uterus (hamil
tunggal).
55
• Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi kemudian lingkarkan
kembali benang ke sisi berlawanan dan lakukan ikatan kedua menggunakan
simpul kunci.
• Lepaskan klem dan masukkan dalam larutan klorin 0,5%.
32. Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan bayi
dengan posisi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel
dengan baik di dinding dada-perut ibu. Usahakan kepala bayi berada diantara
payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.
33. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan kering dan pasang topi pada kepala
bayi.
34. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva
35. Letakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat di tepi atas simfisis
dan tegangkan tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.
36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan
yang lain mendorong uterus ke arah dorso-kranial secara hati-hati, seperti gambar
berikut, untuk mencegah terjadinya inversio uteri.
• Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota keluarga
untuk menstimulasi puting susu.
37. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, lalu
minta ibu meneran sambil menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan
kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir dengan tetap melakukan
tekanan dorso-kranial.
• Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-
10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
• Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat:
- Beri dosis ulangan oksitosin 10 unitIM
- Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
- Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
- Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
56
- Segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir
- Bila terjadi perdarahan, lakukan plasenta manual.
38. Saat plasenta terlihat di introitus vagina, lanjutkan kelahiran plasenta dengan
menggunakan kedua tangan.
• Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk
melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari- jari tangan atau
klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus dengan
meletakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan
melingkar secara lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).
• Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15
detik melakukan rangsangan taktil/ masase.
57
• Tunda semua asuhan bayi baru lahir normal lainnya dan biarkan bayi berada di
dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu.
• Bila bayi harus dipindah dari kamar bersalin sebelum 1 jam atau sebelum bayi
menyusu, usahakan ibu dan bayi dipindah bersama dengan mempertahankan
kontak kulit ibu dan bayi.
• Jika bayi belum menemukan puting ibu - IMD dalam waktu 1 jam, posisikan
bayi lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama
30-60 menit berikutnya.
• Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam, pindahkan ibu ke
ruang pemulihan dengan bayi tetap di dada ibu. Lanjutkan asuhan perawatan
neonatal esensial lainnya (menimbang, pemberian vitamin K1, salep mata) dan
kemudian kembalikan bayi kepada ibu untuk menyusu.
• Kenakan pakaian pada bayi atau tetap diselimuti untuk menjaga kehangatannya.
• Tetap tutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari pertama. Bila suatu
saat kaki bayi terasa dingin saat disentuh, buka pakaiannya kemudian
telungkupkan kembali di dada ibu dan selimuti keduanya sampai bayi hangat
kembali.
• Tempatkan ibu dan bayi di ruangan yang sama. Bayi harus selalu dalajangkauan
ibu 24 jam dalam sehari sehingga bayi bisa menyusu sesering keinginannya.
44. Setelah kontak kulit ibu-bayi dan IMD selesai:
• Timbang dan ukur bayi.
• Beri bayi salep atau tetes mata antibiotika profilaksis (tetrasiklin 1% atau
antibiotika lain).
• Suntikkan vitamin K1 1 mg (0,5 mL untuk sediaan 2 mg/mL) IM di paha kiri
anterolateral bayi.
• Pastikan suhu tubuh bayi normal (36,5 – 37,5oC).
• Berikan gelang pengenal pada bayi yang berisi informasi nama ayah, ibu,
waktu lahir, jenis kelamin, dan tanda lahir jika ada.
58
• Lakukan pemeriksaan untuk melihat adanya cacat bawaan (bibir
sumbing/langitan sumbing, atresia ani, defek dinding perut) dan tanda-tanda
bahaya pada bayi.
Bila menemukan tanda bahaya, hubungi dokter spesialis anak. Bila dokter
spesialis anak tidak ada, segera persiapkan rujukan
45. Satu jam setelah pemberian vitamin K1, berikan suntikan imunisasi hepatitis B di
paha kanan anterolateral bayi.
• Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan.
• Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu di dalam
satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.
46. Lanjutkan pemantauan kontraksi dan pecegahan perdarahan pervaginam:
• Setiap 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascasalin.
• Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascasalin.
• Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascasalin.
• Lakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri jika uterus
tidak berkontraksi dengan baik.
47. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi,
mewaspadai tanda bahaya pada ibu, serta kapan harus memanggil bantuan medis.
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
49. Periksa tekanan darah, nadi, dan keadaan kandung kemih ibu setiap 15 menit
selama 1 jam pertama pascasalin dan setiap 30 menit selama jam kedua
pascasalin.
• Periksa temperatur ibu sekali setiap jam selama 2 jam pertama pascasalin.
• Lakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal
50. Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik
(40-60 kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5 – 37,50C).
• Tunda proses memandikan bayi yang baru saja lahir hingga minimal 24
jam setelah suhu stabil.
59
51. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi.
52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Bersihkan badan ibu menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir
dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
54. Pastikan ibu merasa nyaman.
• Bantu ibu memberikan ASI.
• Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang
diinginkannya.
55. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
56. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian dalam
keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama10 menit.
57. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan
dengan tisu atau handuk yang kering dan bersih.
58. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan asuhan
kala IV.
60
BAB V
61
baik (beneficence), tidak merugikan (non-maleficence), menghargai otonomi
pasien (autonomy), dan berlaku adil (justice).
1. Autonomy
yaitu prinsip yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak
otonomi pasien dan merupakan kekuatan yang dimiliki pasien untuk
memutuskan suatu prosedur medis. Prinsip moral inilah yang kemudian
melahirkan doktrin informed consent. Pasien harus dihormati secara etik,
akan tetapi perlu diperhatikan bahwa dibutuhkan pasien yang dapat
berkomunikasi dan pasien yang sudah dewasa untuk dapat menyetujui atau
menolak tindakan medis. 13
Pada pasien ini, melalui informed consent, pasien menyetujui suatu
tindakan medis secara tertulis dalam hal ini dilakukannya pengangkatan
tumor dan Rahim dengan prosedur operasi Histerektomi. Informed
consent dapat dicapai setelah diberikan penjelasan mengenai keadaan
pasien dengan berterus terang bahwa saat ini pasien anemia dikarenakan
perdarahan terus menerus dari jalan lahir oleh karena Mioma Uteri
sehingga harus dilakukan tindakan medis berupa pengangkatan tumor dan
rahim dengan prosedur operasi Histrektomi total dan manfaat
dilakukannya Histrektomi Total adalah mengangkat tumor dan rahim agar
mencegah terjadinya pertumbuhan tumor berulang
Autonomy menyaratkan bahwa pasien harus terlebih dahulu
menerima dan memahami informasi yang akurat tentang kondisi mereka,
jenis tindakan medik yang diusulkan, risiko, dan juga manfaat dari tindakan
medis tersebut.
2. Beneficence (murah hati)
yaitu prinsip moral mengutamakan tindakan yang ditujukan ke
kebaikan pada pasien atau penyediaan keuntungan dan menyeimbangkan
keuntungan tersebut dengan risiko dan biaya. Dalam beneficence tidak
hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan
62
yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya (mudharat).
Dan memandang pasien tidak saja menguntungkan dokternya, serta
meminimalisasikan akibat buruk. Point utama dari
prinsip beneficence sebenarnya lebih menegaskan bahwa seorang dokter
harus mengambil langkah atau tindakan yang lebih bayak dampak baiknya
daripada buruknya sehingga pasien memperoleh kepuasan tertinggi.
Dalam hal ini dokter telah melakukan yang terbaik kepada pasien
dalam upaya pengobatan. Dimana pasien telah diberikan penatalaksanaan
awal berupa transfuse PRC 2 bag untuk menangani keadaan anemia pasien.
Untuk menghentikan perdarahan dari jalan lahir pasien diberikan asam
traneksamat, namun untuk tindakan yang lebih lanjut untuk menghindari
komplikasi dan mengurangi resiko rekurensi maka dilakukan prosedur
operasi histerektomi total pada pasien ini dengan memikirkan manfaat
yang didapat pasien lebih besar dibandingkan dengan resiko kalau tidak
dilakukan prosedur operasi histerektomi total
3. Non-maleficence (tidak merugikan)
63
4. Justice atau keadilan
adalah prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan
dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya atau
pendistribusian dari keuntungan, biaya dan risiko secara adil dimana
seorang dokter wajib memberikan perlakuan sama rata serta adil untuk
kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan tingkat ekonomi,
pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial, dan
kewarganegaraan tidak boleh mengubah sikap dan pelayanan dokter
terhadap pasiennya. Dalam hal ini, dokter dilarang membeda-bedakan
pasiennya berdasarkan tingkat ekonomi, agama, suku, kedudukan sosial,
dsb.
Pada kasus ini, dokter memberlakukan segala sesuatu secara
universal artinya dokter memberikan penanganan yang sama pada semua
pasien yang menderita penyakit yang sama dalam hal ini pasien mioma uteri
dengan pemberian obat-obatan dan pemilihan tindakan medik yaitu
histerektomi total sesuai dengan indikasi penyakit yang diderita tanpa
membedakan SARA, status sosial, dan sebagainya. 13
b. Etika klinik Jonsen – Slegler W
Pembuatan keputusan etik, terutama dalam situasi klinik dapat juga
dilakukan dengan pendekatan yang berbeda yang dikemukakan Jonsen, Siegler,
dan Winslade mereka mengembangkan teori etik yang menggunakan 4 topik 15
64
1. Medical Indication
Merupakan indikasi medis berupa diagnosis, perjalanan penyakit,
komdisi pasien, prognosis, dan pilihan terapi penialaian aspek indikasi
medis ini ditinjau dari sisi etiknya, dan terutama menggunakan kaidah dasar
bioetik beneficence dan non-malificence. Adapun beberapa jawaban
pertanyaan etik yang selayaknya disampaikan kepada pasien ini pada
informed consent.
Perdarahan dari jalan lahir yang terjadi selama terus menerus yang
dialami pasien dan pada pemeriksaaan USG ditemukan adanya massa
mixechoic pada uterus yang menandakan adanya mioma uteri.
Tujuan pengobatan untuk memperbaiki keadaan pasien, mencegah
komplikasi buruk yang dapat muncul
Jika terapi konservatif berupa transfusi darah dan obat-obat
antiperdarahan diberikan tidak memberikan hasil yang maksimal maka
akan dilakukan prosedur operasi hiterektomi total dengan harapan dapat
menghentikan perdarahan yang terjadi dan mencegah rekurensi dari
mioma uteri.
65
2. Patient Preference
kita memperhatikan nilai (value) dan penilaian tentang manfaat dan beban
yang akan diterimanya, yang berarti cerminan kaidah autonomy. Secara
rinci jawaban pertanyaan etikanya adalah :
Pasien secara mental mampu dan kompeten secara legal dalam
menyadari dan memahami kondisi klinis yang saat ini dialaminya
Pasien menyetujui tindakan histerektomi total yang terbaik menurutnya
dengan menigisi lembar persetujuan berdasarkan informed consent
yang telah diberikan
Tentunya pasien telah mengetahui keuntungan serta kerugian dari
tindakan yang akan dilakukan serta efek samping yang dapat timbul
melalui komunikasi yang baik antar petugas medis dan pasien
3. Quality of life
merupakan aktualisasi salah satu tujuan kedokteran, yaitu memperbaiki,
menjaga atau meningkatkan kualitas hidup insani. Apa, siapa, dan
bagaimana melakukan penilaian kualitas hidup merupakan pertanyaan etik
sekitar prognosis, yang berkaitan dengan salah satu kaidah dasar bioetik
yaitu Beneficence, Non-malificence, & Autonomy. Secara rinci :
66
Kondisi pasien pasca histerektomi total diharapkan akan membaik
dikarenakan tindakan ini mengurangi keluhan pasien yang dirasakan
sekarang walaupun ada beberapa efek samping yang tidak dapat
dipungkiri
4. Contextual Features
Prinsip dalam bagian ini adalah loyalty and fairness. Disini dibahas
pertanyaan etik seputar aspek non medis yang mempengaruhi keputusan.
Sesuai dengan kasus ini, jawaban dari pertanyaan etikanya adalah : 13
Dalam hal ini, tidak ada kendala dari luar yang didapatkan berupa
masalah penolakan dari keluarga dan lingkungan pasien yang dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan pasien
Untuk masalah finansial juga tidak ditemukan masalah karena pada
pasien menggunakan jaminan kesehatan nasional dimana seluruh biaya
perawatan dan operasi ditanggung oleh pemerintah
Tidak ada faktor religius, budaya, dan kepercayaan pada pasien dimana
pasien pun menganut agama Islam yang mengajarkan setiap umatnya
untuk terus berusaha dan tidak mudah menyerah karena segala penyakit
diturunkan bersama dengan obatnya.
67
1. Kaidah Niat (Qaidah Niyyat).
Prinsip ini meminta dokter agar berkonsultasi dengan hati
nuraninya. Terdapat banyak masalah mengenai prosedur dan keputusan
medis yang tidak diketahui orang awam. Seorang dokter dapat saja
melakukan suatu prosedur dengan alasan yang mungkin masuk akal dari
sudut pandang luar, namun sesungguhnya memiliki niatan berbeda dan
tersembunyi. Pada kasus ini dokter telah menentukan diagnosis berdasarkan
klinis medis yang tampak pada pasien sehingga dokter telah memiliki
keputusan untuk memberikan tindakan pada pasien. Pemberian penjelasan
tentang kondisi yang dihadapi oleh pasien, berupa anemia dikarenakan
adanya perdarahan dari jalan lahir yang terus menerus, dan pada USG
didapatkan gambaran mixechoic yang menandakan adanya mioma uteri
sehingga memerlukan tindakan operasi histerektomi total sehingga pasien
mengerti segala kemungkinan yang terjadi dengan tindakan medis yang
diambil semata-mata sebagai suatu tindakan untuk menyelamatkan pasien
2. Kaidah Kepastian (Qaidah al yaqiin).
Tidak ada yang benar-benar pasti (yaqiin) dalam ilmu kedokteran,
artinya tingkat kepastian (yaqiin) dalam ilmu kedokteran tidak mencapai
standar yaqiin yang diminta oleh hukum. Meskipun demikian diharapkan
dokter dalam mengambil keputusan medis, mengambil keputusan dengan
tingkat probabilitas terbaik dari yang ada (evidencebased medicine).
Termasuk pula dalam hal diagnosis, perawatan medis didasarkan dari
diagnosis yang paling mungkin. Pastinya dalam hal pengambilan tindakan
medis dokter spesialis telah melihat segala kemungkinan yang terjadi
sebelum melakukan tindakan medis. Begitupun dalam kasus ini, dokter
mengambil kesimpulan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang dirujuk berbasis evidence based medicine. 13
68
3. Kaidah Kerugian (Qaidah al dharar)
a. Intervensi medis untuk menghilangkan al dharar (luka, kerugian,
kehilangan hari-hari sehat) pasien.
b. Tidak boleh menghilangkan al dharar dengan al dharar yang sebanding
(al dharar la yuzaal bi mitslihi)
c. Keseimbangan antara kerugian vs keuntungan. Pada situasi intervensi
medis yang diusulkan memiliki efek samping, diikuti prinsip bahwa
pencegahan penyakit memiliki prioritas yang lebih tinggi ketimbang
keuntungan dengan nilai yang sama, dar’an mafasid awla min jalbi al
mashaalih. Jika keuntungan memiliki kepentingan yang jauh lebih
tinggi daripada kerugian, maka mendapatkan keuntungan memiliki
prioritas yang lebih tinggi. Dalam kasus ini, petugas medis telah
memaksimalkan keuntungan yang dapat diperoleh pasien dibanding
kerugiannya yaitu dengan memberikan penanganan berupa histerektomi
total.
d. Keseimbangan antara yang dilarang vs. diperbolehkan. Dokter kadang
dihadapkan dengan intervensi medis yang memiliki efek yang dilarang
namun juga memiliki efek yang diperbolehkan. Petunjuk hukum adalah
bahwa yang dilarang memiliki prioritas lebih tinggi untuk dikenali jika
keduanya muncul bersamaan dan sebuah keputusan harus diambil, idza
ijtima’a al halaal wa al haram ghalaba al haraam al halaal.
e. Pilihan antara dua keburukan. Jika dihadapkan dengan dua situasi medis
yang keduanya akan menyebabkan kerugian dan tidak ada pilihan selain
memilih salah satu dari keduanya, dipilih yang kurang merugikan,
ikhtiyaar ahwan al syarrain. Suatu hal yang merugikan dilakukan untuk
mencegah munculnya kerugian yang lebih besar, al dharar al asyadd
yuzaalu bi al dharar al akhaff . Dengan cara yang sama, intervensi medis
yang memiliki kepentingan umum diutamakan di atas kepentingan
individu, al mashlahat al aamah muqoddamat ala al mashlahat al
69
khassat. Individu mungkin harus mendapatkan kerugian untuk
melindungi kepentingan umum, yatahammalu al dharar al khaas il dafi
u al dharar al aam.
70
pasien telah menerima upaya yang proporsional dalam tindakan medis dan
telah sesuai dengan SOP/Protap yang telah ada. 13
71
BAB VI
KAJIAN KEISLAMAN
Allah SWT sebagai pencipta makhluk, telah menjelaskan proses demi proses
penciptaan manusia di dalam rahim seorang perempuan. Proses perubahan janin dari
setetes mani hingga menjadi manusia yang sempurna. Sebelum teknologi berkembang,
hal itu merupakan perkara ghaib yang tidak diketahui oleh manusia, karena letaknya
yang sangat dalam. Belum ada alat yang dapat menjangkau hingga ke dalam rahim
tersebut.
Walaupun begitu, Al-Quran telah berbicara tentang proses penciptaan manusia
di dalam rahim tahap demi tahap. Menakjubkan, sejak 14 abad yang lalu dan ternyata
sekarang terbukti, semua kandungan Al-Quran tersebut benar dan tidak salah
sedikitpun
Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu sari pati
(berasal dari tanah). Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan)
dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal
darah. Lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging. Dan segumpal daging
kami jadikan tulang belulang. Lalu tulang belulan itu kami bungkus dengan daging.
72
Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka maha suci Allah,
pencipta yang paling baik.”(QS.Al-Mu’minun:12-14).
dari Abu Abdirrahman Abdullah bin Mas’ud –semoga Allah meridlainya- beliau
berkata: Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam menceritakan kepada kami dan
beliau adalah orang yang jujur dan harus dipercaya: Sesungguhnya (fase) penciptaan
kalian dikumpulkan dalam perut ibunya selama 40 hari (dalam bentuk) nutfah
(sperma), kemudian selama itu (40 hari) menjadi segumpal darah kemudian selama
itu (40 hari) menjadi segumpal daging, kemudian diutuslah Malaikat, ditiupkan ruh
dan dicatat 4 hal: rezekinya, ajalnya, amalannya, apakah ia beruntung atau celaka.
Demi Allah Yang Tidak Ada Sesembahan yang Haq Kecuali Dia, sungguh di antara
kalian ada yang beramal dengan amalan penduduk jannah (surga) hingga antara dia
dengan jannah sejarak satu hasta kemudian ia didahului dengan catatan (taqdir)
sehingga beramal dengan amalan penduduk anNaar (neraka), sehingga masuk ke
dalamnya (anNaar). Sesungguhnya ada di antara kalian yang beramal dengan amalan
penduduk anNaar, hingga antara dia dengan anNaar sejarak satu hasta kemudian ia
didahului dengan catatan (taqdir) sehingga beramal dengan amalan penduduk jannah
sehingga masuk ke dalamnya (jannah) (H.R alBukhari dan Muslim).
73
BAB VII
KESIMPULAN
Saat ini telah terjadi perubahan paradigma dalam menyikapi suatu persalinan,
paradigma menunggu dan menangani komplikasi saat ini sudah bergeser menjadi
upaya mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.
Asuhan persalinan normal adalah asuhan yang sangat penting untuk dilakukan
pada setiap persalinan fisiologis yang kita hadapi. Asuhan persalinan yang dilakukan
harus merupakan suatu asuhan yang bersih dan aman selama persalinan dan setelah
bayi lahir, serta upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pasca salin,
hipotermia dan asfiksia bayi baru lahir.
Asuhan persalinan normal terdiri atas 58 langkah, didalamnya mencakup
mengenali gejala dan tanda kala dua, menyiapkan pertolongan persalinan, memastikan
pembukaan lengkap & keadaan janin baik, menyiapkan ibu dan keluarga untuk
membantu proses bimbingan meneran, persiapan pertolongan kelahiran bayi,
penanganan bayi baru lahir, penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga, menilai
perdarahan dan melakukan prosedur pasca persalinan.
Al-qur’an dan Hadist merupakan gudang ilmu yang sangat komplit karena
sebelum ilmu kedokteran mengungkapkan semua yang berkaitan tentang kehamilan
dan persalinan. Islam sudah terlebih dahulu mengabarkan kita tentang hal tersebut.
74
DAFTAR PUSTAKA
75
13 Mappaware, Nasrudin Andi. 2007. Konsep Dasar Bioetika-Hukum
Kedokteran dalam Penerapan Masa Kini dan Kesehatan sebagai Hak
Asasi Manusia. Makassar.
76