BIO IN Keju Fadli3
BIO IN Keju Fadli3
TEKNOLOGI BIOINDUSTRI
(Pembuatam Keju)
Oleh :
2019
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Tujuan pada praktikum kali ini adalah bertujuan untuk mempelajari cara
pembuatan keju dan dangke dengan variasi bahan penggumpal beserta
karakteristiknya.
METODOLOGI
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 27 Februari 2019 pukul
08.00 WITA sampai selesai di Laboratorium Kimia dan Lingkungan Industri
Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah susu UHT dan starternya.
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah panci, sendok, cup pudding
dan kompor.
Prosedur Kerja
Hasil
2. Pembuatan keju
Disiapkan susu sebanyak 200ml dan dipasteurisasi pada suhu 80oC selama
10 menit, kemudian dinginkan sampai suhu 40oC
A
A
Disaring curd dengan kain saring, dipress sampai whey nya keluar.
Kemudian gumpalan curd dipanaskan suhu 40oC selama 30menit agar
whey keluar.
Hasil
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Uji Hedonik
c. Hasil Rendemen
Pembahasan
Menurut Nurani (2005), dangke merupakan produk olahan berasal dari susu
yang merupakan olahan khas masyarakat Enrekang, susu yang digunakan sebagai
bahan baku yaitu berasal dari susu kerbau atau susu sapi. Dalam sehari susu yang
digunakan untuk satu buah dangke dari 1,25-1,5 liter susu segar, dangke
dikonsumsi dengan cara digoreng, dimasak, dan bakar ata kombinasi dairi
ketiganya. Dengan pengolahan dari susu menjadi dangke bahan baku yang berasal
dari susu dapat di perpanjang masa simpan, meningkatkan daya tahan dan
meningkatkan harga jual.
Pada praktikum kali ini praktikan dibagi empat kelompok, setiap kelompok
mempunyai starter yang berbeda-beda untuk pembuatan dangke pada kelompok 1
dan kelompok 2. Berbagai macam starter yang digunakan adalah yakult (dangke)
“kelompok 1”, getah papaya atau enzim papain (dangke) “kelompok 2”. Dari kedua
starter tersebut digunakan sebagai bahan campuran untuk pembuatan dangke yang
diinokulasikan sebanyak 1% dari berat masing-masing sampel, sampel pertama
yang diolah yaitu dangke dengan cara susu dicampur dengan bahan penggumpal
atau starter yang sudah disebutkan sebelumnya hingga homogen kemudian
dipanaskan hingga suhu 100oC. Setelah itu sampel disaring dan dibungkus
aluminium foil, disimpan didalam refrigerator selama kurang lebih satu hari.
Kemudian dangke dilakukan pengujian kualitas organoleptic yaitu rasa, tekstur,
aroma dan warna dengan skala panelis 10 orang.
Pada hasil uji organoleptic dangke kelompok 1 yang menggunakan starter
yakult, diperoleh hasil rata-rata yang paling banyak diambil pada faktor aroma yaitu
aroma susu, pada faktor rasa rata-rata penelis memberikan rasa hambar, sedangkan
pada faktor teksture rata-rata panelis berpendapat bahwa lembut, dan pada faktor
warna rata-ratar panelis menjawab dengan warna kekuningan.
Pada hasil uji organoleptic dangke kelompok 2 yang menggunakan starter
getah pepaya atau enzim papain untuk pembuatan dangke, hasil rata-rata yang
diperoleh dari faktor teksture yaitu lembut, pada faktor aroma panelis rata-rata
berpendapat bahwa aroma yang dihasilkan adalah susu, sedangkan faktor warna
rata-rata yaitu kekuningan dan kream, dan faktor rasa rata-rata panelis yaitu rasa
hambar yaitu. Hal ini disebabkan karena rasa yang dihasilkan dari dangke yang
menggunakan starter getah pepaya rasanya agak pahit, karena menurut Wahid
(2011), yang menyatakan bahwa getah dari buah papaya mengandung enzim papain
yang dimana enzim papain itulah yang dapat memisahkan air dan protein dalam
susu kerbau. Setelah susu kerbau itu terlihat menggumpal, pemberian enzim papain
dihentikan. Jika terlalu banyak campuran enzim papain dalam rebusan susu, rasa
dangke menjadi pahit. Malaka (2007), yang menyatakan bahwa penambahan getah
pepaya yang berlebihan dapat menyebabkan produk menjadi pahit.
Menurut Nurani (2005), Dangke merupakan bahan pangan dengan nilai gizi
yang tinggi. Dangke dari susu kerbau terdiri dari air 47,75%, abu 2,32%; lemak
32,81%, protein 17,20%, mineral 2,32% serta komponen-komponen lainnya dalam
jumlah kecil yakni vitamin.
Diketahui bahwa warna pada dangke berwarna agak kekuningan, hal ini
disebabkan oleh pengaruh dari warna kandungan lemak yang terdapat dalam susu.
Hal ini sesuai dengan pendapat Muchtadi (1992), bahwa warna susu sapi segar putih
kebiruan sampai putih kekuniangan. Warna air susu dapat berubah dari satu warna
ke warna yang lain tergantung dari bangsa ternak, jenis pakan, jumlah lemak, bahan
padat dan bahan pembentuk warna. Warna air susu berkisar dari putih kebiruan
hingga putih keemasan.
Setelah pengolahan dangke, praktikan melanjutkan lagi prosedur kerja yang
kedua yaitu pembuatan keju. Keju adalah sebuah makanan yang dihasilkan dengan
memisahkan zat-zat padat dalam susu melalui proses pengentalan atau koagulasi.
Proses pengentalan ini dilakukan dengan bantuan bakteri atau enzim tertentu yang
disebut rennet. Produk-produk keju bervariasi ditentukan dari tipe susu, metode
pengentalan, temperatur, metode pemotongan, pengeringan, pemanasan, juga
proses pematangan keju dan pengawetan. Umumnya, hewan yang dijadikan sumber
air susu adalah sapi, unta, kambing, domba, kuda, atau kerbau digunakan pada
beberapa tipe keju lokal. Keju memiliki hampir semua kandungan nutrisi pada susu,
seperti protein, vitamin, mineral, kalsium, dan fosfor namun juga lemak dan
kolesterol yang dapat menyebabkan masalah kesehatan apabila dikonsumsi secara
berlebihan.
Keju sangat bermanfaat karena kaya akan protein, terutama bagi anak kecil
karena mereka membutuhkan protein yang lebih banyak dibandingkan orang
dewasa. Di dunia ini ada berbagai jenis keju, diantaranya ada beberapa yang
terkenal yaitu keju Cheddar, keju Edam, keju Mozzarella, dan keju Parmesan. Keju
Cheddar adalah yang paling sering kita temui di Indonesia. Dalam pembuatan keju
digunakan bakteri asam laktat, yaitu Lactobacillus dan Streptococcus. Bakteri
tersebut berfungsi memfermentasikan laktosa dalam susu menjadi asam laktat yang
terdapat dalam cuka makan.
Pada praktikum pembuatan keju setiap kelompok mempunyai starter yang
berbeda-beda untuk pembuatan yakult dan enzim papain (keju) “kelompok 3”,
yakult dan jeruk nipis (keju) “kelompok 4”. Dari kedua starter pada pembuatan keju
tersebut digunakan sebagai bahan campuran untuk pembuatan keju yang
ditambahkan sebanyak 1%, sampel pertama yang diolah yaitu keju dengan cara
susu dipasteurisasi pada suhu 80oC selama 10 menit kemudian didinginkan hingga
suhu 40oC. Setelah itu ditambahkan yoghurt sebanyak 5% dan diukur pH susu
sebelum dan sesudah ditambahkan starter, yang kemudian diinkubasi selama 8 jam
dan ditambahkan dengan bahan penggumpal atau starter yang sudah disebutkan
sebelumnya hingga menggumpal (curd). Apabila curd sudah menggumpal, curd
disaring menggunakan kain saring untuk memisahkan bagian cairannya (whey).
Kemudian dipanaskan hingga suhu 40oC selama 30 menit, agar whey lebih
cepat keluar dan setelah itu curd ditambahkan dengan garam sebanyak 3% dari
berat curd. Penambahan garam dilakukan setelah keju dibentuk agar keju tidak
terasa tawar atau mengurangi rasa asam, dan terdapat empat cara yang berbeda
untuk mengasinkan keju. Bagi beberapa keju, garam ditambahkan langsung ke
dalam dadih. Selain mengurangi rasa asam, penggaraman akan memperlambat
aktivitas biang dan proses-proses bakteri yang berkaitan dengan pematangan keju.
Pemberian garam juga mengeluarkan kelembaban, baik melalui efek osmotik dan
efek penggaraman pada protein. Setelah itu sampel disaring dan dibungkus
aluminium foil, disimpan didalam refrigerator pada suhu 16oC atau 4-5oC selama
kurang lebih satu hari. Kemudian keju dilakukan pengujian kualitas organoleptic
yaitu rasa, tekstur, aroma dan warna dengan skala panelis 10 orang. Tujuan
penyimpanan adalah membentuk kondisi eksternal yang penting untuk mengontrol
siklus pematangan keju sepanjang mungkin. Dalam percobaan ini, keju mentah
yang telah digarami ditempatkan dalam wadah dan disimpan dalam lemari es
selama ± 2 bulan.
Pada hasil uji organoleptic keju kelompok 3 yang menggunakan starter
yakult dan enzim papain diperoleh hasil rata-rata dari faktor teksture yaitu lembut,
pada faktor aroma panelis rata-rata berpendapat bahwa aroma yang dihasilkan
adalah asam, sedangkan faktor warna rata-rata yaitu putih, dan faktor rasa rata-rata
panelis yaitu rasa asin. Kelompok terakhir yaitu kelompok 4 yang menggunakan
starter yakult dan jeruk nipis hasil rata-rata yang diperoleh dari faktor teksture yaitu
lembut, pada faktor aroma panelis rata-rata berpendapat bahwa aroma yang
dihasilkan adalah asm, sedangkan faktor warna rata-rata yaitu putih kream, dan
faktor rasa rata-rata panelis yaitu rasa asin.
Menurut Cahyadi (2008), susu dapat digumpalkan oleh enzim rennet untuk
bisa menjadi keju. Susu dapat pula digumpalkan atau dikoagulasikan dengan
bantuan asam. Koagulan dari asam yang biasanya digunakan adalah asam asetat,
asam cuka, asam sitrat, jeruk nipis, asam laktat, dan asam klorida. Menurut Tutik,
2003), koagulan yang biasanya digunakan adalah ekstrak jeruk nipis. Karena
ekstrak jeruk nipis terdapat asam sitrat sebagai pengganti enzim rennet sebagai
penggumpal susu serta memiliki kelebihan mudah didapat, tersedia dalam jumlah
banyak, lebih tahan dalam kondisi asam dan basa, suhu tinggi dan harga relatif
murah.
Winarno (1982), menyatakan bahwa kekenyalan tahu susu terlihat bahwa
semakin tinggi dosis enzim yang digunakan maka akan dihasilkan tahu susu yang
semakin kenyal. Salah satu sifat dari enzim papain adalah mempunyai keaktifan
sintetik yaitu kemampuan membentuk protein baru yang disebut palestin yang akan
mempengaruhi kekenyalan sehingga semakin tinggi level pemberian enzim papain
dalam pembuatan tahu susu akan meningkatkan pembentukkan palestin dengan
demikian meningkatnya palestin maka tahu susu yang dihasilkan akan semakin
kenyal. Menurut penelitian Yuniwati et. al., (2008). banyaknya produk yang
dihasilkan disebabkan karena hasil yang diperoleh banyak mengandung air yang
sulit dipisahkan dari produk padatan karena proses penggumpalan yang kurang
sempurna, maka produk yang dihasilkan mempunyai tekstur yang tidak bagus
(lembek), selain itu apabila penambahan enzim papain optimal, maka produk yang
dihasilakan tidak begitu besar tetapi kadar airnya kecil karena pengendapan lebih
sempurna sehingga air mudah dipisahkan dari padatan yang diinginkan maka
tekstur lebih bagus (kenyal).
Pada proses pembuatan dangke dan keju, perbedaan jenis susu ternyata
mempengaruhi rasa keju mentah. Keju mentah yang berasal dari susu segar
mempunyai rasa asam khas susu, sedangkan keju yang berasal dari susu ultra dan
susu bantal memiliki rasa asam dan agak pahit. Adanya rasa pahit ini mungkin
disebabkan oleh bahan-bahan lain, yang ditambahkan ke dalam susu selama proses
pengawetan dan pasteurisasi di pabrik. Bahan-bahan yang ditambahkan bisa berupa
bahan pengawet, aroma atau perasa, atau tambahan lain seperti vitamin. Susu segar
tidak mengalami proses pengawetan dan penambahan bahan lain sehingga masih
murni.
Cita rasa yang di dapatkan dari uji organoleptik adalah cita rasa sedikit
berasa susu karena hal ini disebabkan oleh konsentrasi pemberian papain yang
diberikan kedalam susu saat pemanasan, hal ini di dukung oleh pendapat Puspitasari
(2013), bahwa Interaksi lama pemanasan dan level pemberian enzim papain
berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kesukaan tahu susu karena pemberian
enzim papain yang semakin tinggi dengan lama pemanasan yang relatif singkat
diduga memperlambat proses penggumpalan kasein dalam susu dan rasa yang
semakin pahit pada tahu susu akibat level terlalu tinggi.
KESIMPULAN
Buckle, K.A., R. A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan.
Penerbit Univrsitas Indoneesia. Jakarta.
Cahyadi. 2008. Perbandingan susu sapi dengan susu kedelai: Tinjauan kandungan
dan biokimia absorbsi. Pusat Penelitian dan Pengembangan. Bogor.
Fennema, O.W., 1985. Principle of Food Science, Food Chemistry, 2nd (ed).
Marcel Dekker Inc. New York.
Hadiwiyoto, S. 1983. Tehnik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Liberty.
Yogyakarta.
Malaka. 2007. Ilmu dan Teknologi Pengolahan Susu. Yayasan Citra Emulsi.
Makassar.
Muchtadi, T. R., dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. IPB.
Bogor.
Wahid. 2011. Agribisnis Sapi Perah, Bisnis Spi Perah Dari Hulu Sampai Hilir.
Penerbit Widya Padjadjaran. Bandung.
Yuniwati, M., Yusran dan Rahmadany. 2008. Pemanfaatan enzim papain sebagai
penggumpal dalam pembuatan dangke. Seminar Nasional Aplikasi Sains dan
Teknologi. Yogyakarta.