“ IBADAH PUASA “
Di susun untuk melengkapi mata kuliah fiqih ibadah
Oleh :
REFI PANGESTI ( 2016.01.00.02.012 ) farmasi
AINIL FITRI HAMBALI (2016.01.00.012)ADM RS
Dosen :
YULIYUS , M.Ag
Prodi S1 Farmasi
UNIVERSITAS MOHAMMAD NATSIR
BUKITTINGGI
2016/2017
Jl. Tan Malaka Belakang Balok Bukittinggi
E-mail : umn.yarsi@yahoo.com
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Ibadah Puasa”. Penulisan makalah
adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
FIQIH IBADAH.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penulis dalam penyelesaian makalah ini, terutama kepada bapak Yuliyus,
M.Ag selaku dosen serta teman-teman semua.
Penyusun menyadari keterbatasan sebagai manusia. Makalah ini jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu penyusun berharap kritik dan saran yang sifatnya membangun
guna perbaikan makalah ini. Akhir kata semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Pembahasan mengenai ibadah puasa menarik untuk dikaji, mengingat ajaran ibadah
puasa terdapat dalam agama islam dan berlaku pada umat-umat terdahulu hingga sekarang.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan seputar
ibadah puasa.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Puasa
“saumu” (Puasa), menurut bahasa arab adalah “menahan dari segala sesuatu”, seperti
makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya. Menurut
istilah agama islam yaitu “Menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari
lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat”.
Firman Allah Swt:
َض ِمنَ اْل َخي ِْط اْأل َ ْس َو ِد ِمن
ُ ط اْأل َ ْب َي
ُ َو ُكلُ ْوا َوا ْش َربُ ْوا َحتّٰى َيتَ َبيَّنَ لَ ُك ُم اْل َخ ْي
﴾٢:١٨٧:﴿البقرة..... ،ج ِر ْ َاْلف
“makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam; yaitu
fajar”……… [Al-Baqarah 2:187].
Muhammad ibn Ismail al-kahlani mendefinisikan puasa dengan menahan diri dari
makan minum dan hubungan seksual dan lain-lain yang telah diperintahkan menahan diri dari
padanya sepanjang menurut cara yang telah ditentukan oleh syara’. Wahbah al-Zuhaili
mendefinisikannya dengan menahan diri disiang hari dari segala yang membatalkannya sejak
terbit fajar sampai terbenamnya matahari.[2]
Dari beberapa definisi diatas ditarik pengertian umum puasa yaitu suatu ibadah yang
diperintahkan Allah kepada hamba-Nya yang beriman dengan cara mengendalikan diri dari
syahwat makan, minum dan hubungan seksual serta perbuatan-perbuatan yang merusak nilai
puasa pada waktu siang hari sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari.
Hukum Puasa
Ditinjau dari hukumnya puasa terbagi menjadi puasa wajib dan puasa sunnah. Puasa
wajib adalah puasa yang dilaksanakan pada bulan ramadhan. Yang merupakan salah satu
dari rukun islam dan salah satu fardhu dari sekian banyak fardhu.
Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
َب الَّذِينَ ِمن قَب ِل ُكم لَعَلَّ ُكم تَتَّقُون
َ الصيَا ُم َك َما َعلَى ُك ِت َ ِيَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ُكت
ِّ ِ ب َعلَي ُك ُم
“Hai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
telah diwajibkan atas orang – orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” ( QS Al Baqarah
183).
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan ramadhan yang di dalamnya
diturunkan Al Qur’an sebaga’i petunjuk bagi manusia dan penjelasan mengenai petunjuk itu
dan pembeda ( antara yang haq dan yang bathil). Karena itu barang siapa diantara kamu
ada di bulan itu , maka berpuasalah. Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (dia
tidak berpuasa ) maka (wajib menggantinya, sebanyak hari yang di tinggalkannya itu, pada
hari – hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangan dan mengagungkan Allah atas
petunjuk-Nya yang di berikan kepadamu, agar kamu bersyukur.” ( QS Al Baqarah 184-185).
Hal ini juga dijelaskan oleh hadist berikut, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda:
Ulama madzhab Maliki, Syafi’i dan hambali sepakat bahwasanya puasa itu terbagi menjadi
empat macam, yaitu :
1. Puasa wajib, yaitu puasa bulan ramadhan, puasa kifarat, puasa nazar.
2. Puasa sunnah (mandub)
3. Puasa makruh
4. Puasa haram
Telah kita ketahui bahwasanya puasa fardhu ialah puasa ramadhan yang dilakukan secara
tepat waktu artinya pada bulan Ramadhan secara ada’ dan demikian pula yang dikerjakan
secara qadha’. Termasuk puasa fardhu lagi ialah puasa kifarat dan puasa yang dinazarkan.
Ketentuan ini telah disepakati menurut para imam-imam madzhab, meskipun sebagian ulama
hanafiyah berbeda pendapat dalam hal puasa yang dinazarkan. Mereka ini mengatakan bahwa
puasa nazar itu puasa wajib bukan puasa fardhu.
Puasa ramadhan adalah fardhu ‘ain bagi setiap orang mukllaf yang mampu berpuasa. Puasa
ramdhan tersebut mulai diwajibkan pada tanggal 10 sya’ban satu setengah tahun setelah
hijrah. Tentang dalil dasarnya yang menyatakan kewajiban puasa ramadhan ialah Al-qur’an,
hadits dan ijma’. Dalil dari Al-qur’an iala firma Allah swt :
Artinya : (bulan yang diwajibkan berpuasa didalamnya) ialah bu;lan ramdhan, yang
didlamanya diturunkan (permulaan) Al-qur’an.(Al-baqarah 185)
2. Puasa Sunnah
Adapun macam macam puasa yang disunnahkan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi
wa Sallam berdasarkan dalil yang shahih adalah sebagai berikut:
1. Puasa Hari Arafah
Puasa arafah di sunnahkan bagi selain orang yang berhaji yang dilaksanakan tanggal 9
Dzulhijjah, karena Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Puasa hari arafah itu menghapus dosa dua tahun, setahun yang silam dan setahun
yang akan datang. Dan puasa asyura itu menghapus dosa setahun sebelumnya.” (HR
Muslim).
2. Puasa Tasu’a dan Puasa Asyura
Yaitu puasa yang di laksanakan pada tanggal 9 & 10 muharram. Berdasarkan hadits:
“… jika sampai pada tahun depan Insya Allah kita puasa Tasu’a
3. Puasa 6 Hari di Bulan Syawal
Berdasarkan Sabda Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam:
“Barangsiapa berpuasa di bulan ramadhan dan meneruskannya dengan (puasa)
enam hari di bulan syawal, maka ia seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR Muslim)
Puasa hari jum’at secara tersendiri, puasa awal tahun Qibthi, puasa hari perayaan besar yang
keduanya disendirikan tanpa ada puasa sebelumnya atau sesudahnya selama hal itu tidak
bertepatan dengan kebiasaan, maka puasa itu dimakruhkan menurut tiga kelompok imam
madzhab. Namun ulama madzhab syafi’I mengatakan : tidak dimakruhkan berpuasa pada
kedua hari itu secara mutlaq.
4. puasa haram
Maksudnya ialah seluruh ummat islam memang diharamkan puasa pada saat itu, jika kita
berpuasa maka kita akan mendapatkan dosa, dan jika kita tidak berpuasa maka sebaliknya
yaitu mendapatkan pahala. Allah telah menentukan hukum agama telah mengharamkan puasa
dalam beberapa keadaan, diantaranya ialah :
1. Puasa pada dua hari raya, yakni Hari Raya Fitrah (Idul Fitri) dan hari raya kurban
(idul adha)
2. Tiga hari setelah hari raya kurban. Banyak ulama berbeda pendapat tentang hal
ini(fiqih empat madzhab hal 385)
3. Puasa seorang wanita tanpa izin suaminya dengan melakukan puasa sunnat, atau
dengan tanpa kerelaan sang suami bila ia tidak memberikan izin secara terang-
terangan. Kecuali jika sang suami memang tidak memerlukan istrinya, misalnya
suami sedang pergi, atau sedang ihram, atau sedang beri’tikaf.
Dalam islam tidak ada ibadah yang diperintahkan Allah SWT yang tidak mengandung
hikmah. Puasa sebagai ibadah menahan makan dan minum serta hubungan seksual dan
bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, mengandung hikmah bagi yang
melaksanakannya.
Ibadah puasa, menurut Zakiyah Daradjat, mengandung hikmah terhadap rohani dan
jasmani manusia. Hikmah terhadap rohani antara lain aialah melatih rohani agar disiplin
mengendalikan dan mengontrol hawa nafsu agar tidak semena-mena memunculkan
keinginannya. Puasa mengekang hawa nafsu dengan dengan mengharamkan memakan dan
meminum harta miliknya yang tersedia serta melarang menggauli istrinya yang sah disiang
hari meskipun nafsunya sudah bergelora untuk menikmatinya. Sebab, bila nafsu dibebaskan
tanpa kendali manusia akan menjadi budak hawa nafsu iti sendiri, bila hal itu terjadi maka
rohani manusia akan hancur. Allah SWT berfirman dala surat yusuf ayat 53:
ُ س ِإنَّ نَ ْفسِ ي أُبَ ِر
ئ َو َما َ وء أل َ َّم
َ ارةٌ النَّ ْف ِ س َ َر ِح َم
ٌ ُغف
ُّ ور َربِ َي إِنَّ َربِي َّر ِحي ٌم َما إِالَّ بِال
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya
Tuhan Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang”
Yang selanjutnya yaitu hikmah jasmani, ialah bahwa puasa dengan menahan makan dan
minum, disamping membangun kekuatan dan ketahanan rohani juga mempertinggi kekuatan
dan ketahan jasmani, karena umumnya penyakit yang menghinggapi tubuh manusia itu
bersumber dari perut yang menampung semua apa yang dimakan dan diminum.
Hikmah puasa yang lainya adalah sebagai berikut:
1. Tanda terima kasih kepada Allah, karena semua ibadah mengandung arti terimakasih atas
nikmat pemberian-Nya yang tidak terbatas banyaknya
2. Didikan kepercayaan.
3. Didikan belas kasihan terhadap fakir miskin.
Para ahli fiqih telah menetapkan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang agar dia
a. Beragama islam.
Persayaratan islam dapat dipahami dari ayat Al-Qur’an yang memerintahkan berpuasa kepada
orang-orang yang beriman kepada Allah SWT sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an (QS 2:
183). Berdasarkan ayat itu, orang-orang kafir tidak dituntut untuk melakukan puasa
Hal ini mengandung arti bahwa anak-anak kecil tidak diwajibkan untuk berpuasa, sedangkan
persyaratan berakal mengandung arti bahwa orang gila tidak diwajibkan berpuasa
c. Kuat berpuasa. Hal ini mengandung arti bahwa orang yang sakit yang mengakibatkan
a. Niat,
b. Tidak ada hal yang menafikan puasa, baik karena haid maupun nifas, dan
c. Islam, dan
d. Waktu yang layak untuk berpuasa, puasa tidak sah dilakukan pada hari raya
Sedangkan Mazhab Syafi’I juga berpendapat bahwa syarat sah puasa ada 4, yaitu:
a. Islam,
b. Berakal,
d. Berniat.
a. Islam,
b. Berniat, serta
Dari uraian diatas, tampaklah bahwa para ulama mazhab sepakat atas pensyaratan niat serta
Rukun Puasa
Mayoritas ahli fiqh menetapkan dua macam yang menjadi rukun puasa, yaitu:
a. Menahan diri dari segala yang membatalkan sejak terbit fajar sampai terbenamnya
َب َما َوابتَغُوا َبا ِش ُرو ُه َّن فَاْلن َّ لَ ُك ُم َيت َ َبيَّنَ َحت َّ ٰى َواش َربُوا َو ُكلُوا لَ ُكم..
َ َ َّللاُ َكت
ُ ام أَتِ ُّموا ث ُ َّم الفَج ِر ِمنَ اْلَس َو ِد الخَي ِط ِمنَ اْلَب َي
.ض الخَيط ِّ ِ اللَّي ِل إِلَى ال
َ َصي
….maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu,
dan makan minumlah hingga terang bagian benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.
Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam….(QS.2: 187).
b. Niat. Yang dimaksud dengan niat adalah kehendak atau berkeinginan untuk mengerjakan
puasa pada esok harinya, dengan sadar dan sengaja yang dilakukan sebelum terbit fajar.
Dalam ajaran islam kedudukan niat didalam setiap perbuatan amatlah penting.
Puasa menjadi wajib kwrena salah satu dari tiga hal berikut:
a. Nazar, misalnya seseorang bernazar untuk berpuasa satu hari atau satu bulan dengan
maksud mendekatkan diri kepada Allah swt. Puasa tersebut menjadi wajib, karena dia telah
mewajibkan puasa atas dirinya. Penyebab diwajibkan puasa adlah nazar itu sendiri
b. Kafarat, yakni tebusan atas maksiat yang telah dilakukan oleh seseorang. Misalnya
pendapat yang kuat menurut mazhab hanafi. Dengan demikian, penyebab diwajibkannya
Puasa ramadhan menjadi wajib, baik seseorang melihat hilal-jika langit dalam keadaan cerah-
maupun menyempurnakan bulan syakban selama 30 hari-jika langit dalam keadaan mendung.
Mahzab Maliki berpendapat bahwa hilal bulan Ramadhan ditetapkan denga rukyat melalui 3
kesaksian:
a. Kesaksian yang dilakukan sekelompok orang banyak, meskipun mereka bukan bukan
b. Kesaksian yang dilakukan oleh dua orang yang adil atau lebih. Dengan kesaksian ke
duanya, puasa dan berbuka pada bulan ramadhan menjadi sah adanya, baik langit mendung
ataupun cerah. Yang dimaksud dengan orang adil adalah laki-laki yang merdeka, baligh,
berakal, tidak melakukan dosa-dosa besar, tidak sering melakukan dosa-dosa kecil dan tidak
c. Kesaksian dilakukan oleh seorang yang adil. Dengan kesaksian ini, puasa dan berbuka
pada bulan ramadhan wajib bagi orang yang melihat hilal atau bagi orang yang menerima
pemberitahuan darinya.
Ahli fiqh membagi hal-hal yang membatalkan puasa kepada dua bentuk, yaitu: sesuatu yang
membatalkan dan wajib meng-qadha dan sesuatu yang membatalkan dan wajib meng-qadha
dan kaffarat.
Adapun hal-hal yang membatalkan puasa dan wjib meng-qadha nya adalah:
Seseorang yang sengaja makan dan minum pada siang hari Ramadhan puasanya dinyatakan
Seseorang yang dalam keadaan puasa kemudian dengan sengaja memuntahkan sesuatu dari
nifasnya keluar, karena suci dari darah haid dan nifas telah disepakati sebagai salah satu
syarat syah puasa. Jika syarat ini tidak terpenuhi maka puasanya tidak sah.
d. Keluar mani dengan sengaja (Karena bersentuhan dengan perempuan dan lainnya).
Karena keluar mani itu adalah puncak yang dituju orang pada persetubuhan, maka hukumnya
disamakan dengan bersetubuh. Oleh karena itu puasanya akan batal, tetapi jika keluar mani
e. Gila.
Sedangkan yang termasuk hal-hal yang membatalkan puasa dan mewajibkan qadha dan
kafarat menurut jumhur fukaha hanyalah melakukan hubungan seksual disiang hari
ramadhan.
Orang-orang yang diperbolehkan berbuka pada bulan ramadhan adalah sebagai berikut:
a. Orang yang sakit apabila tidak kuat berpuasa, atau bila berpuasa sakitnya akan
bertambah parah atau akan melambatkan sembuhnya penyakit tersebut. Maka orang tersebut
boleh berbuka, dan ia wajib mengganti apabila sudah sembuh, sedangkan waktunya adalah
b. Orang dalam perjalanan jauh (80,640 km) boleh berbuka dan wajib mengqadha puasa
[QS.Albaqoroh:185].
c. Orang tua yang sudah lemah, tidak kuat lagi karena tuanya, atau karena lemah fisiknya.
Maka ia boleh berbuka dan wajib membayar fidyah (bersedekah) tiap hari ¾ liter beras atau
d. Orang yang hamil dan orang yang menyusui anak, kedua perempuan tersebut, kalau takut
akan menjadi mudarat kepada dirinya sendiri atau beserta anaknya, boleh berbuka dan
Sunat Puasa
a. Menyelam ke dalam air, mandi dan membasahhkan kepala dengan syarat tidak sampai ke
dalam perut, jika air sampai masuk ke dalam perut, maka puasanya akan batal
kerongkongan, ataupun tidak, karena mata itu bukan lobang ke dalam perut.
d. Dibolehkan bagi orang-orang yang berpuasa memasuki waktu subuh dalam keadaan
berjunub
e. Orang yang berhaid dan benifas, apabila berhenti darahnya dimalam hari, boleh ia
BAB III
PENUTUP
1. Puasa yaitu suatu ibadah yang diperintahkan Allah kepada hamba-Nya yang beriman
dengan cara mengendalikan diri dari syahwat makan, minum dan hubungan seksual serta
perbuatan-perbuatan yang merusak nilai puasa pada waktu siang hari sejak terbit fajar sampai
terbenamnya matahari.
2. Puasa pada bulan ramadhan adalah hukumnya wajib dan merupakan bagian dari rukun
islam.
3. Hikmah puasa ramadhan: Mendidik jiwa agar dapat menguasai diri, mendidik nafsu agar
tidak senantiasa dimanjakan dan dituruti, dan mendidik jiwa untuk dapat memegang amanat
dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Zuhayly,Wahbah.2005.Al-Fiqihal-Islamwa-Adillatuh.Remaja Rosdakarya.Bandung