Agama
Agama
Sumber pembiayaan pembangunan yang sebagian diharapkan dari sektor pajak. Sebagai salah
satu sumber penerimaan negara, sektor pajak merupakan pilihan yang sangat tepat, karena
disamping jumlahnya yang relatif stabil, juga dari sektor tersebut diharapkan partisipasi aktif
masyarakat sebagai wujud pertanggung jawaban terhadap kelangsungan hidup negara,
sehingga volume penerimaan dalam negeri utamanya dari sektor pajak ini senantiasa
diupayakan untuk terus meningkat.
Pajak berperan dalam pengumpulan dana melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
setiap tahunnya dan sebagai sarana regulasi bagi peningkatan kemampuan ekonomi nasional.
Perkembangan perpajakan nasional dan agar peraturan perpajakan dapat berjalan dengan baik,
tentu harus didukung pemahaman akan arti dan fungsi perpajakan oleh masyarakat pada
umumnya dan wajib pajak pada khususnya. Pemungutan pajak di Indonesia diatur dalam pasal
23 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945, bahwa pengenaan dan pemungutan pajak untuk
keperluan negara berdasarkan undang-undang. Atas dasar Undang-Undang dimaksudkan
bahwa pajak merupakan peralihan kekayaan dari masyarakat ke pemerintah untuk membiayai
pengeluaran negara dengan tidak mendapatkan kontra prestasi yang langsung.
Adanya 5 (lima) tahap kegiatan tersebut memerlukan penyesuaian, teknik dan sarana yang
digunakan sehingga benar-benar akan mampu mencapai sasaran khalayak untuk berpartisipasi
dalam pengembangan, antara lain melalui kesadaran membayar pajak dan keikhlasan di dalam
membayar zakat. Sasaran untuk mencapai tujuan tersebut adalah sejalan pula dengan kegiatan
operasional penerangan yang memerlukan ketepatan sistem pendekatan, antara lain
mencakup:
Tugas mulia para ulama dan pemuka agama selanjutnya adalah bagaimana memberi
arah agar nilai-nilai agama dapat memberi semangat, menjiwai dan mewarnai gerak
pembangunan di segala aspek kehidupan masyarakat kita. Hal tersebut penting karena nilai-
nilai agama dapat memberi inspirasi dan motivasi, etik, moral dan spiritual bagi masyarakat kita
dalam melaksanakan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila. Nilai-nilai agama membuat
kita kuat menghadapi berbagai tantangan dan cobaan serta tetap tangguh dalam menghadapi
berbagai perubahan dan tidak goyah dalam menghadapi berbagai godaan. Di sinilah terlihat
pentingnya pendalaman dan penghayatan agama dalam kehidupan kita, termasuk dalam
melaksanakan zakat dan kepatuhan masyarakat untuk melaksanakan kewajiban di bidang
perpajakkan.
Dengan pola pendekatan tersebut, maka usaha-usaha positif yang dirintis oleh Majelis
Ulama Indonesia untuk memasyarakatkan pelaksanaan pajak dan zakat, sekaligus juga
akanmerupakan upaya untuk memantapkan kesadaran kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegarayang berprientasi pada pembangunan nasional.
Peranan dan tekan Majelis Ulama Indonesia guna memasyarakatkan pelaksanaan zakat
dan pajak seperti halnya melalui kegiatan dakwah, paling sedikit akan mencapai dua sasaran
pokok dalam memberikan penerangan, penyuluhan dan pendidikan, yaitu :
1. Makin mantapnya kondisi dan kesadaran masyarakat sebagai wajib pajak, maupun
sebagai umat beragama yang secara tulus dan ikhlas dapat menunaikan zakat yang perlu
diberikan kepada sesama umat yang berhak menerimanya.
2. Tumbuhnya gairah dan dorongan yang kuat pada masyarakat Indonesia untuk ikut serta
secara aktif dalam pembangunan nasional di berbagai bidang.
Banyak ayat ayat Al-Qur’an yang berisi perintah mengerjakan shalat diiringi dengan perintah
membayar zakat. Diantaranya ialah :
َ ٱلركع
ٰ َّ ۟ ُ َ ْ َ َ َ َّ ۟ ُ َ َ َ َ َّ ۟ ُ َ َ
َ وا َم
( ٤٣ : ي) البقرة ِ ِ ع وأ ِقيموا ٱلصل ٰو ة وءاتوا ٱلزك ٰو ة وٱركع
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'. (Al
Baqarah : 43)
Zakat adalah ibadah yang berkaitan dengan harta benda. Pertumbuhan dan
perkembangan usaha manusia yang mendatangkan hasil dan keuntungan membawa pengaruh
pula terhadap pertumbuhan dan perkembangan zakat. Seseorang yang memenuhi syarat-
syaratnya, yaitu setiap muslim yang mempunyai kekayaan tertentu dan telah sampai syarat-
syaratnya, seperti kekayaan itu sampai nisabnya dan haul, wajib mengeluarkan zakat.
Para pengusaha yang sukses apakah melalui usaha pertanian, perkebunan, peternakan,
perikanan, perhutanan, pertambangan, perindustrian, perdagangan dan jasa atau usaha-usaha
lainnya harus menyadari bahwa di dalam kekayaan itu ada sebagian milik orang lain yang harus
diberikan kepada yang berhak menerimanya melalui zakat bila telah sampai nisabnya. Dan jika
belum sampai nisabnya, mengamalkan sebagian hartanya melalui infaq dan shadaq. Allah
berfirman :
ُ ْ َ ْ َ َّ ٌّ َ ْ َ ْ َ َ
( ١٩ : وم) الذاريات
ِ و ِ يف أمو ِال ِهم حق ِللس ِائ ِل والمحر
”Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin
yang tidak mendapat bagian”. (Ad Dzaariyah : 19)
Esensi yang paling mendasar dari ibadah zakat , yaitu selain membersihkan diri dan
harta seperti tersebut dalam Al-Qur’an surat At Taubah ayat 103, juga pertama dan paling
utama ialah sarana untuk memerangi kefakiran, kemiskinan dan kedhu’afaan. Sebab kekafiran
itu membawa manusia cenderung kepada kekafiran. Atsar Sahabat mengatakan :
Zakat mempunyai kekhususan, yaitu dari umat Islam, oleh umat Islam, dan untuk umat
Islam dengan sasaran khusus seperti tersebut dalam Al-Qur’an surat At Taubat ayat 60, bahwa
yang berhak menerima zakat harta (mustahik) adalah fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim,
fii sabilillah dan ibnu sabil.
Betapa pentingnya zakat bagi kesejahteraan umat, ibadah yang bersifat individual tetapi
mempunyai dambak sosial. Di samping itu, agar zakat lebih berdaya guna dan berhasil guna,
perlu pengelolaan sebaik-baiknya.
Dari mana dana penyelenggaraan pemerintah itu diperoleh? Tentunya dari masyarakat, dari
warga negara yang lazim disebut pajak.
Ali bin Abi Thalib mengatakan bahwa negara itu ibarat sebuah taman. “Pagar yang
menjaga keselamatan taman itu adalah undang-undang, yaitu kekuasaan yang wajib ditaati.
Taat dan kepatuhan rakyat terhadap undang-undang itulah yang menjadi sebab teguhnya
pemerintahan. Pemerintah itu adalah ibarat pengembala dan pengawal keselamatan negara
yang didukung oleh tentara yang kuat. Tentara itu adalah alat negara yang harus ditanggung
semua keperluannya oleh negara yang harus ditanggung semua keperluannya oleh kas
negara dan kas negara itu dikumpulkan oleh rakyat ......”
Pajak mempunyai ruang lingkup dan jangkauan yang lebih luas , baik sumber maupun
manfaatnya. Wajib pajak berlaku terhadap semua anggota masyarakat baik yang beragama
Islam maupun yang bukan Islam.
Oleh karena itu, bisa dimengerti mengenai pendapat sebagian besar ulama baha zakat
tidak bisa dipajakkan dan sebaliknya, zakat tidak bisa dipajakkan. Ini berarti setiap pribadi
muslim dalam statusnya sebagai warga negara, baik kaya ataupun miskin terkena wajib pajak
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan membayar zakat
tidaklah berlaku terhadap semua muslim, melainkan hanya berlaku terhadap muslim yang
memenuhi syarat-syaratnya sebagaimana yang telah dikemukakan tadi.
Sebenarnya zakat dan pajak, keduanya merupakan kewajiban namun mempunyai dasar
berpijak yang berlainan. Zakat berpijak pada hukum Allah dan segala hal ihwalnya, termasuk
orang yang berzakat (muzakki), jenis-jenis an syarat-syaratnya yang wajib dizakati serta sasaran
yang berhak menerima zakat (mustahik). Sedangkan pajak berpijak pada peraturan perundang-
undangan yang ditentukan oleh Pemerintah baik dalam pemungutan maupun dalam
pemnggunaannya. Pada umumnya, hasil pajak digunakan untuk kepentingan pengaturan
jalannya pemerintahan, dalam arti yang berkaitan dengan kepentingan rakyat. Jadi jelaslah,
bahwa zakat untuk kesejahteraan umat dan pajak untuk pembangunan bangsa dan negara.
PENUTUP
Zakat dalam kaitannya dengan pajak dalam hal ini pajak penghasilan pasal 21 penulis
menyimpulkan bahwa tidaklah mungkin menggantikan kedudukan zakat dengan pajak atau
sebaliknya, yang mungkin adalah memadukannya atau menggabungkan, sehingga dianggap
sahsah saja adanya dua kewajiban bagi kaum muslimin di Indonesia, yaitu kewajiban
menunaikan zakat dan pajak sekaligus, adanya kewajiban yang sama dari dua kepentingan,
yaitu yang pertama kepentingan umat atas pemenuhan kewajiban terhadap agama, dan yang
kedua adalah kepentingan warga negara atas pemenuhan kewajiban terhadap negaranya,
namun dalam hal ini penulis menilai bahwa penggabungan ini belum diterapkan oleh semua
wajib pajak baik yang melakukan perhitungan sendiri maupun pelaksana atau pelaku yang
bertugas dalam hal pemotongan pajak penghasilan, meskipun dalam penggabungan ada
pengurangan yang secara nyata dapat megurangi pembayaran pajak sebagaimana dinyatakan
dalam perubahan terakhir undang-undang nomor 17 tahun 2000, Dalam perhitungan juga jelas
bahwa keutamaan membayar zakat sebelum membayar pajak.