Anda di halaman 1dari 17

MATA KULIAH SISTEM PEMBIAYAAN BERBASIS DIAGNOSIS

(TUGAS TENTANG BILLING PROCESS DAN PROCEDURES)

DISUSUN OLEH:
M RIZQI PUTRA MAHENDRA
G41150492
B

PROGRAM STUDI D-IV REKAM MEDIK


JURUSAN KESEHATAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2018
DAFTAR ISI

BAB 1. PENDAHULUAN....................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 3
1.3 Tujuan Makalah................................................................................................... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 4
2.1 Pengertian Rumah Sakit ...................................................................................... 4
2.2 Rekam Medis....................................................................................................... 4
2.2.1 Tujuan Rekam Medis................................................................................... 4
2.2.2 Jenis dan Isi Rekam Medis........................................................................... 6
2.3 Pengertian Diagnosis-Related Group (DRG) ....................................................... 8
2.4 Pengertian Indonesian Case Base Groups (INA-CBG's) ....................................... 8
2.5 Billing System ...................................................................................................... 9
BAB 3. PEMBAHASAN....................................................................................................... 11
3.1 Kebijakan Tentang Implementasi Billing Process and Procedures di Rumah Sakit
13
3.2 Pihak yang bertanggung jawab terkait Implementasi Billing Process and
Procedures di Rumah Sakit .................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 15
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembiayaan kesehatan merupakan bagian yang penting dalam implementasi
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Menurut Miller (2007) tujuan dari pembiayaan
kesehatan adalah mendorong peningkatan mutu, mendorong layanan berorientasi
pasien, mendorong efisiensi tidak memberikan reward terhadap provider yang melakukan
over treatment, under treatment maupun melakukan adverse event dan mendorong
pelayanan tim. Dengan sistem pembiayaan yang tepat diharapkan tujuan diatas bisa
tercapai. Terdapat dua metode pembayaran rumah sakit yang digunakan yaitu metode
pembayaran retrospektif dan metode pembayaran prospektif. Metode pembayaran
retrospektif adalah metode pembayaran yang dilakukan atas layanan kesehatan yang
diberikan kepada pasien berdasar pada setiap aktifitas layanan yang diberikan, semakin
banyak layanan kesehatan yang diberikan semakin besar biaya yang harus dibayarkan.
Contoh pola pembayaran retrospektif adalah Fee For Services (FFS). Metode pembayaran
prospektif adalah metode pembayaran yang dilakukan atas layanan kesehatan yang
besarannya sudah diketahui sebelum pelayanan kesehatan diberikan. Contoh
pembayaran prospektif adalah global budget, Perdiem, Kapitasi dan case based payment.
Tidak ada satupun sistem pembiayaan yang sempurna, setiap sistem pembiayaan
memiliki kelebihan dan kekurangan. Pilihan sistem pembiayaan tergantung pada
kebutuhan dan tujuan dari implementasi pembayaran kesehatan tersebut. Di Indonesia,
metode pembayaran prospektif dikenal dengan Casemix (case based payment) dan sudah
diterapkan sejak Tahun 2008 sebagai metode pembayaran pada program Jaminan
Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Sistem casemix adalah pengelompokan diagnosis
dan prosedur dengan mengacu pada ciri klinis yang mirip/sama dan penggunaan sumber
daya/biaya perawatan yang mirip/sama, pengelompokan

1
2

dilakukan dengan menggunakan software grouper. Sistem casemix saat ini banyak
digunakan sebagai dasar sistem pembayaran kesehatan di negara-negara maju dan
sedang dikembangkan di negara-negara berkembang. Dalam implementasi Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) telah diatur pola pembayaran kepada fasilitas kesehatan tingkat
lanjutan adalah dengan INA-CBGs sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun
2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden
Nomor 111 Tahun 2013. Untuk tarif yang berlaku pada 1 Januari 2014, telah dilakukan
penyesuaian dari tarif INA-CBG Jamkesmas dan telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan pada
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam
penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.
Salah satu penerapan Hospital Information System (HIS) adalah Billing system.
Billing system merupakan suatu sistem yang sangat penting dalam kehidupan dan
pertumbuhan suatu rumah sakit, khususnya dalam hal kelancaran dan stabilisasi
keuangan dalam sebuah rumah sakit. Billing system merupakan salah satu sistem
penagihan berbasis eletronik yang dikembangkan dengan tujuan agar dapat
mempermudah dan mempercepat sistem penagihan biaya perawatan yang telah
dilakukan kepada pasien mulai dari pendaftaran, pelayanan kesehatan hingga pasien
pulang. Dengan adanya billing sistem ini rumah sakit juga dapat memperoleh informasi
mengenai jumlah kunjungan pasien dan jumlah pendapatan yang diperoleh rumah sakit
dari pelayanan yang telah dilakukan oleh rumah sakit. Billing system ini di design
sedemikian rupa sehingga dapat mengakomodasi dan menghitung biaya yang harus
dibayar oleh pasien secara otomatis.

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dalam bidang kesehatan,


RSUD dr. T. C. Hillers Maumere juga mengembangkan dan menerapakan sistem informasi
rumah sakit yaitu billing system. Pada awalnya kenyataan yang dihadapi dirumah sakit
adalah penagihan biaya perawatan yang dilakukan dirumah sakit bersifat manual. Pasien
diharuskan untuk meninggalkan klinik perawatan, menuju ke kasir, mengambil tiket
antrian, dan kemudian harus dalam antrian panjang dan memakan waktu yang lama
mengunggu petugas untuk menghitung semua total biaya pelayanan kesehatan selama
pasien di rumah sakit secara manual. Selain itu terjadi ketidaklengkapan data dan
3

keterlambatan pelaporan data dan informasi billing system baik kepada pasien maupun
kepada lingkup rumah sakit, khususnya bagian keuangan. Hal ini menunjukan
ketidakefektifan pemberian layanan rumah sakit kepada pasien. Sebagai institusi
kesehatan pemerintah, RSUD dr. T. C. Hillers menerapkan penggunaan billing system
dengan tujuan agar data dan informasi mengenai pendapatan dan biaya pelayanan rumah
sakit kepada pasien dapat diproses secara cepat, tepat dan akurat sehingga dapat
memberikan kinerja pelayanan kesehatan yang efektif dan efisisen baik untuk rumah sakit
maupun kepada pasien. Namun dalam penerapannya manfaat yang diperoleh tidak sesuai
dengan yang diharapkan oleh rumah sakit. Pihak rumah sakit mengemukakan bahwa
penerapan billing system di RSUD dr. T. C. Hillers Maumere belum efektif dan sesuai
dengan tujuan rumah sakit yaitu meningkatkan kualitas layanan karena dalam prakteknya
informasi yang dihasilkan oleh sistem ini belum akurat. Selain itu masih terjadi
keterlambatan pelaporan informasi rumah sakit. Masalah lain yang sering dihadapi
selama penerapan billing system juga terletak pada keterlambatan dalam sistem
pelaporan rangkaian data administrasi, keterlambatan pengambilan keputusan oleh
petinggi rumah sakit, serta kerugian yang dialami oleh rumah sakit akibat kesalahan dalam
claim asuransi. Penerapan billing system di RSUD dr. T. C. Hillers Maumere belum efektif
karena baru diterapkan untuk bagian rawat inap dan rawat jalan, jadi billing system yang
diterapkan di RSUD dr. T. C. Hillers ini belum terintegrasi dengan semua unit-unit
penunjang layanan di RSUD dr. T. C. Hillers Maumere.

1.2 Rumusan Masalah


Di tinjau dari permasalahan diatas maka penulisan makalah ini bertujuan untuk
mengetahui dan menganalisa apa itu billing process and procedures dan mengeatahui
implementasinya di rumah sakit.
1.3 Tujuan Makalah
a) Mengetahui pengertian billing process and procedures di rumah sakit
b) Mengetahui implementasi billing process and procedures di rumah sakit
4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Rumah Sakit


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun
2014, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang
memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu
berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya.

2.2 Rekam Medis


Rekam medis merupakan kumpulan berkas yang berisikan segala catatan
tindakan medis yang meliputin perawatan pasien, diagnosis penyakit, anamnesis, uji
laboratorium dan tindakan tindakan lainnya. Rekam medis juga merupakan bukti
tertulis yang dimiliki pasien dan memiliki nilai kekuatan hukum apabila di
smenyakngkut rekam medis sendiri (Depkes, 2008)

2.2.1 Tujuan Rekam Medis


Tujuan Rekam Medis pada Permenkes No 269 tahun 2008 Bab V pasal 13
menyebutkan bahwa rekam medis bermanfaat sebagai alat untuk:

a. Pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien;


b. Alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran gigi
dan penegakan etika kedokteran dan dokter gigi;
c. Keperluan pendidikan dan penelitian;
d. Dasar pembiayaan biaya pelayanan kesehatan;
e. Data statistik kesehatan.
1) Aspek Administrasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi, karena isinya menyangkut
tindakan berdasarkan wawenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan
paramedis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan
2) Aspek Medis
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai medis, karena catatan tersebut
dipergunakan sabagai dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan yang diberikan
kepada seorang pasien dan dalam rangka mempertahankan serta meningkatkan mutu
pelayanan melalui kagiatan audit medis, manajemen risiko klinis serta
keamanan/keselamatan pasien dan kendali biaya.
3) Aspek Hukum
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum, karena isinya menyangkut
masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan, dalam rangka usaha
menegakkan hukum serta penyediaan bahan sebagai tanda bukti untuk menegakkan
keadilan, rekam medis adalah milik dokter dan rumah sakit sedangkan isinya yang terdiri
dari identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan Iain yang telah
diberikan kepada pasien adalah sebagai informasi yang dapat dimiliki oleh pasien sesuai
dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku (UU Praktik Kedokteran RI
No.29 Tahun 2004 Pasal 46 ayat (1).
4) Aspek Keuangan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai uang, karena isinya mengandung
data atau informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek keuangan. Kaitannya
rekam medis dengan aspek keuangan sangat erat sekali dalam hal pangobatan, terapi
serta tindakan-tindakan apa saja yang diberikan kepada seorang pasien salama
manjalani perawatan di rumah sakit, oleh karena itu penggunaan system teknologi
komputer didalam proses penyelenggaraan rekam medis sangat diharapkan sekali
untuk diterapkan pada setiap instansi pelayanan kesehatan

5) Aspek Penelitian
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian karena isinya menyangkut
data dan informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek pendukung penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan
6) Aspek Pendidikan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan, karena isinya
menyangkut data atau informasi tentang perkembangan kronologis dan kegiatan
pelayanan medis yang diberikan kepada pasien, informasi tersebut dapat
dipergunakan sebagai bahan/referensi pengajaran dibidang profesi pendidikan
kesehatan.

7) Aspek Dokumentasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi, karena isinya
menyangkut sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan
pertanggung jawaban dan Iaporan rumah sakit. Perkembangan ilmu pangetahuan dan
teknologi informasi dapat diaplikasikan penerapannya didalam penyelenggaraan dan
pengelolaan rekam medis yang cukup efektif dan efisien. Pendokumentasian data
medis seorang pasien dapat diiaksanakan dengan mudah dan efektif sesuai aturan
serta prosedur yang telah ditetapkan (Depkes, 2008).

2.2.2 Jenis dan Isi Rekam Medis


Peraturan Menteri Kesehatan RI No 269/MENKES PER/III/2008/Bab II,rekam
medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelasa atau secara elektronik.
Penyelenggaraan rekam medis dengan teknologi informasi elektronik diatur lebih
lanjut dengan peraturan sendiri (Depkes, 2008)

Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan pada sarana pelayanan kesehatan
sekurang – kurangnya meliputi:

a. Identitas pasien;
b. Tanggal dan waktu;
c. Hasil anamnesis, mencakup sekurang – kurangnya keluhan dan riwayat penyakit;
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis;
e. Diagnosis;
f. Rencana Penatalaksanaan;
g. Pengobatan dan atau tindakan;
h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien;
i. Untuk pasien kasus gigi di lengkapi dengan odontogram klinik;
j. Persetujuan tindakan bila diperlukan.
Isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari sekurang –
kurangnya memuat:

a. Identitas pasien;
b. Tanggal dan waktu;
c. Hasil anamnesis, mencakup sekurang – kurangnya keluha dan riwayat penyakit;
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis;
e. Diagnosis;
f. Rencana Penatalaksana;
g. Pengobatan dan atau tindakan;
h. Persetujuan tindakan bila diperlukan;
i. Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan;
j. Ringkasan Pulang (discharge summary);
k. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu
yang memberikan pelayanan kesehatan;
l. Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu;
m. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik.
Selanjutnya isi rekam medis untuk pasien gawat darurat, sekurang – kurangnya
memuat:

a. Identittas pasien;
b. Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan;
c. Identitas pengantar pasien;
d. Tanggal dan Waktu;
e. Hasil anamnesis, mencakup sekurang – kurangnya keluha dan riwayat penyakit;
f. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis;
g. Diagnosis;
h. Pengobatan dan atau tindakan;
i. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat
dan rencanan tindak lanjut;
j. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu
yang memberikan pelayanan kesehatan;
k. Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke
sarana pelayanan kesehatan lain;
l. Pelayanan lain yag telah diberikan kepada pasien

2.3 Pengertian Diagnosis-Related Group (DRG)


INA-DRG didefinisikan sebagai suatu sistem klasifikasi kombinasi beberapa jenis
penyakit dan prosedur/tindakan pelayanan disuatu Rumah Sakit denga pembiayaan yang
dikaitkan dengan mutu dan efektivitas pelayanan terhadap terhadap pasien. Sistem INA-
DRG ini juga dapat digunakan sebagai salah satu standar penggunaan sumberdaya dalam
memberikan pelayanan kseshatan di Rumah Sakit, dengan kata lain INA-DRG adalah sisem
pemertaan, jangkauan yang berhubungan dengan mutu pelayanan kesehatan yang
menjadi salah satu unsur dalam pembiayaan kesehatan atau mekanisme pembayaran
untuk pasien berbasis kasus campuran.

2.4 Pengertian Indonesian Case Base Groups (INA-CBG's)


INA CBGs merupakan kelanjutan dari aplikasi Indonesia Diagnosis Related Groups
(INA DRGs). Aplikasi INA CBGs menggantikan fungsi dari aplikasi INA DRG yang saat itu
digunakan pada Tahun 2008. Dalam persiapan penggunaan INA CBG dilakukan
pembuatan software entry data dan migrasi data, serta membuat surat edaran mengenai
implementasi INA-CBGs. Sistem yang baru ini dijalankan dengan menggunakan grouper
dari United Nation University Internasional Institute for Global Health (UNU – IIGH).
Universal Grouper artinya sudah mencakup seluruh jenis perawatan pasien. Sistem ini
bersifat dinamis yang artinya total jumlah CBGs bisa disesuaikan berdasarkan kebutuhan
sebuah negara. Selain itu, sistem ini bisa digunakan jika terdapat perubahan dalam
pengkodean diagnosa dan prosedur dengan sistem klasifikasi penyakit baru.

Pengelompokan ini dilakukan dengan menggunakan kode-kode tertentu yang


terdiri dari 14.500 kode diagnosa (ICD – 10) dan 7.500 kode prosedur/tindakan (ICD – 9
CM ). Mengombinasikan ribuan kode diagnosa dan prosedur tersebut, tidak mungkin
dilakukan secara manual. Untuk itu diperlukan sebuah perangkat lunak yang disebut
grouper. Grouper ini menggabungkan sekitar 23.000 kode ke dalam banyak kelompok
atau group yang terdiri dari 23 MDC (Major Diagnostic Category), terdiri pula dari 1077
kode INA DRG yang terbagi menjadi 789 kode untuk rawat inap dan 288 kode untuk rawat
jalan. Kode daripada INA CBGs inilah yang dijadikan standard tarif Rumah Sakit bagi
pengelolaan tarif JAMKESMAS, JAMSOSTEK, dll. Untuk mulai tahun 2014, semua dilebur
menjadi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). Semua pengelolaan tarif tersebut
dipergunakan dalam rangka JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) yang diterapkan mulai
tahun 2014. Intinya sebenarnya mengarah kepada standarisasi tarif bagi seluruh Rumah
Sakit di Indonesia, menggunakan sistem peng-kode-an INA CBGs

2.5 Billing System


Billing system merupakan sebuah aplikasi yang digunakan dan dimanfaatkan oleh orang
maupun organisasi untuk menjalankan proses penagihan biaya pelayanan kesehatan
sehingga proses kerja menjadi lebih efisien. Menurut Au & Kauffman, (2001) electronic
billing system merupakan sebuah teknologi yang memungkinkan penagih menyajikan
tagihan biaya pelayanan kepada konsumen serta memungkinkan konsumen untuk
membayar tagihan secara elektronik. Industri kesehatan memiliki kompleksitas yang
sangat tinggi sehingga keberhasilan finansial suatu organisasi tergatung pada keakuratan
dan ketepatan waktu penagihan biaya kesehatan (Mitchell, Anderson, & Braun, 2003).
Menurut Fan et al. (2013) salah satu faktor yang penting dalam kelancaran sistem
penagihan juga terletak pada kelengkapan data administrasi dan ketepatan penentuan
kode diagnosis. B. K. Potter et al. (2005) juga menyebutkan bahwa masalah yang sering
dihadapi dalam implementasi billing system adalah masalah kualitas data. Berikut ini
merupakan langkah-langkah yang tepat untuk menjalankan proses coding dan billing
menurut (Steps & Correct, 2010):
1. Kelayakan Pasien

a. Arahan
Verivikasi bahwa pasien yang mendapatkan pelayanan kesehatan memiliki jasa
asuransi kesehatan.
b. Otorisasi Pembayar
Untuk beberapa pelayanan kesehatan harus memerlukan beberapa persetujuan pra
persetujan tes

2. Kunjungan Pasien
Laporan berfungsi sebagai dokumnetasi untuk kunjungan pasien
3. Persyaratan Penagihan atau Billing requirements

a. Klasifikasi internasional mengenai pengendalian penyakit yang valid berdasarkan pada


kode ICD-9

b. Kesesuaian dalam prosedur kode terminologi penyakit

c. Pengubahan yang tepat

d. Pelaporan yang tepat waktu

e. Pengajuan yang tepat waktu


Menurut Kalies et al. (2008), hal-hal yang sangat penting dalam penerapan billing system
adalah kesesuaian data penagihan biaya pelayanan kesehatan, selain itu salah satu hal
yang sangat berpengaruh dalam sistem dan kesesuaian pangihan adalah terletak pada
identitas pengguna jasa asuransi kesehatan. Salah satu faktor penting yang juga harus
diperhatikan dalam efektifitas pelayanan billing system adalah terletak pada
keseimbangan dan kesesuaian biaya tagihan pelayanan kesehatan kepada pasien yang
tidak memiliki asuransi dengan standar pendapatan yang berbeda-beda, penelitian ini
menunjukan bahwa sistem penagihan biaya pelayanan kesehatan kepada masyarakat
yang tidak memiliki asuransi juga harus ditentukan berdasarkan pada tingkat pendapatan
dari pasien (Lynk & Alcain, 2008).
BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 pengertian Billing Process and prosedure
Billing system merupakan sebuah aplikasi yang digunakan dan dimanfaatkan oleh
orang maupun organisasi untuk menjalankan proses penagihan biaya pelayanan
kesehatan sehingga proses kerja menjadi lebih efisien. Menurut Au & Kauffman, (2001)
electronic billing system merupakan sebuah teknologi yang memungkinkan penagih
menyajikan tagihan biaya pelayanan kepada konsumen serta memungkinkan konsumen
untuk membayar tagihan secara elektronik. Industri kesehatan memiliki kompleksitas
yang sangat tinggi sehingga keberhasilan finansial suatu organisasi tergatung pada
keakuratan dan ketepatan waktu penagihan biaya kesehatan (Mitchell, Anderson, &
Braun, 2003). Menurut Fan et al. (2013) salah satu faktor yang penting dalam kelancaran
sistem penagihan juga terletak pada kelengkapan data administrasi dan ketepatan
penentuan kode diagnosis. B. K. Potter et al. (2005) juga menyebutkan bahwa masalah
yang sering dihadapi dalam implementasi billing system adalah masalah kualitas data.
Berikut ini merupakan langkah-langkah yang tepat untuk menjalankan proses coding dan
billing menurut (Steps & Correct, 2010):
1. Kelayakan Pasien

a. Arahan
Verivikasi bahwa pasien yang mendapatkan pelayanan kesehatan memiliki jasa
asuransi kesehatan.
b. Otorisasi Pembayar
Untuk beberapa pelayanan kesehatan harus memerlukan beberapa persetujuan pra
persetujan tes

2. Kunjungan Pasien
Laporan berfungsi sebagai dokumnetasi untuk kunjungan pasien
3. Persyaratan Penagihan atau Billing requirements

a. Klasifikasi internasional mengenai pengendalian penyakit yang valid berdasarkan pada


kode ICD-9

b. Kesesuaian dalam prosedur kode terminologi penyakit


c. Pengubahan yang tepat

d. Pelaporan yang tepat waktu

e. Pengajuan yang tepat waktu


Menurut Kalies et al. (2008), hal-hal yang sangat penting dalam penerapan billing system
adalah kesesuaian data penagihan biaya pelayanan kesehatan, selain itu salah satu hal
yang sangat berpengaruh dalam sistem dan kesesuaian pangihan adalah terletak pada
identitas pengguna jasa asuransi kesehatan. Salah satu faktor penting yang juga harus
diperhatikan dalam efektifitas pelayanan billing system adalah terletak pada
keseimbangan dan kesesuaian biaya tagihan pelayanan kesehatan kepada pasien yang
tidak memiliki asuransi dengan standar pendapatan yang berbeda-beda, penelitian ini
menunjukan bahwa sistem penagihan biaya pelayanan kesehatan kepada masyarakat
yang tidak memiliki asuransi juga harus ditentukan berdasarkan pada tingkat pendapatan
dari pasien (Lynk & Alcain, 2008).

Pada saat bagian keuangan mendapatakan informasi bahwa pasien rawat inap
akan keluar rumah sakit atau meninggal, maka pembuatan rekening pasien segera
dimulai. Lebih cepat pihak yang bertanggung jawab atas biaya pasien mengetahui
jumlah yang harus dibayar, lebih besar kemungkinan pembayaran yang akan diterima.
Jadi penting sekali penataan rekening pasien secara tepat dan akurat. Selama pasien
masih menerima pelyanan, rekeningnya hars selalu di perbahaurui dengan pembebanan
biayanya. Apabila psaien tersebut sudah diijinkan untuk pulang, maka rekening pasien
tesebut harus disiapkan untuk di tagihkan.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan tagihan pada saat pasien
akkan meninggalkan rumah sakit adalah sebagai berikut:

a) Pengecekan pada saat perawatan dan keluar rumah sakit


Informasikan mengenai adanya pasien yang akan pulang oleh petugas
pengantar perawatan ke bagian keuangan. Sebelum pasien benar benar
meninggalkan rumah sakit, petugas pengantar pasien sebaiknya
mengantarkan pasien ke bagian keuangan terlebuh dahulu
b) Meneliti dan perkiraan pasien
Pada saat pasien telah di ijinkan untuk pulang rawat, perkiraan tagihan
sering kali belum siap untuk di tutuo. Beberapa pembebanan biaya
mungkin sedang dalam proses, jadi di perlukan seuatu tenggang waktu
selama perkirannya di tutup dan rekeningnya selesai di buat. Rekening
yang baik harus dapat menampilkan semua tagihan secara terperinci. Selai
itu, harus dapat pula menunjukkan lamanya pasien di rawat

3.2 Kebijakan Tentang Implementasi Billing Process and Procedures di


Rumah Sakit
Efektifitas merupakan hubungan antara output suatu pusat
pertanggungjawaban yang dihasilkan dengan saran output yang diiginkan.
Semakin besar kontribusi output yang dihasilkan terhadap nilai pencapaian
sasaran, maka dapat dikatakan semakin efktif pula unit tersebut. Sedangkan dalam
konteks rumah sakit, efektifitas berarti seberapa jauh keefektifan sistem billing
dalam memberikan laporan. Baik laporan jumlah pasien, tindakan penunjang
medis, hasil tindakan penunjang medis pendapatan cash perharian, dan laporan
piutang yang cepat, tepat, valid dan dapat dipertanggungjawabkan.

Setelah penulis melihat bahwa penerapan sistem billing pasien yang


diterapkan di Rumah Sakit PMI Bogor menggunakan Fully Integrated Bill System,
yaitu billing system yang terintegrasi dengan seluruh sistem rumah sakit
(khususnya yang berkaitan dengan masalah keuangan). Pada billing system jenis
ini semua proses yang menghasilkan charging (berbiaya). Semua proses mulai dari
pendaftaran, tindakan di poliklinik, penunjang, farmasi, dll akan langsung tercatat,
bahkan back office (finance & accounting) akan memperoleh laporan dan data
yang bisa dengan mudah dan cepat tersaji.

Tabel 1 memberikan gambaran mengenai sistem dan prosedur rawat jalan


manual dibandingkan dengan menggunakan sistem billing rawat jalan. Sistem
billing pasien rawat jalan sangat membantu guna pencapaian tujuan yang
diinginkan pihak rumah sakit yaitu berkaitan dengan keefektivannya dan
kecepatan di dalam operasional rawat jalan. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan penulis mengenai sistem billing rawat jalan yang dikaitkan dengan
meningkatkan efektivitas opersional rawat jalan khususnya mengenai pelaporan
baik pendapatan harian maupun laporan piutang harian meskipun pada dasarnya
rumah sakit PMI belum sepenuh nya menggunakan sistem billing rawat jalan
dengan sebaik mungkin karena data yang dihasilkan sistem billing rawat jalan
masih kurang akurat dibandingkan dengan sistem dan prosedur manual.

Dari uraian perbandingan diatas Dalam kegiatan operasinya Rumah Sakit


PMI Bogor sangat memperhatikan prinsip efektifitas yang nantinya dapat
melayani semua pasien adapun yang dilaksanakan rumah sakit PMI Bogor yaitu
pemisahan Billing dengan laporan, hal ini dimaksudkan untuk dapat lebih cepat
mendapatkan laporan yang diinginkan dengan cepat, tetapi dengan pemisahan ini
sering terjadi timbul kesalahan-kesalahan terhadap laporan terutama laporan
piutang kita bisa lihat dari data sebelumnnya telah dijelaskan, bisa dilihat jumlah
rekapan piutang dengan laporan billing sistem. Oleh sebab itu laporan rekapan
lebih dijadikan sebagai laporan piutang yang dijadikan bukti-bukti laporan
dibandingkan dengan laporan sistem billing rawat jalan. Dari proses pelaporan
manual dan pemisahan dari sistem billing yang ada sering kali terjadi kecurangan-
kecurangan contoh manipulasi data rekap laporan, baik secara disengaja maupun
tidak disengaja baik menguntungkan pihak rumah sakit maupun merugikan pihak
rumah sakit hal ini disebabkan karena tidak adanya kontrol dari pihak keuangan
terhadap laporan yang di dapat dari data yang ada dilapangan. Hal ini perlu
mendapatkan perhatian khusus dari pihak manajemen guna lebih meningkatkan
kwalitas dan kwantitas rumah sakit, juga agar dapat menjamin data dan laporan
yang diiginkan dapat dipertanggung- jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA

Atik Dwi Noviyanti dKK. Mahasiswa Apikes Mitra Husada Karanganyar, RSUD dr Soeroto
Ngawi. Ngawi

Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1161/Menkes/SK/X/2007

Permenkes nomor 27 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Sistem Indonesian Case
Base Groups (INA-CBGs)
.
Thabrany, Hasbullah.2014. Jaminan Kesehatan Nasional.Jakarta : Rajawali Pers
Yulita M, Purwaningsih Diah, Setiawan H. Diagnosis-Related Group (Drg)
Pengaruhnya Terhadap Mutu Layanan Keperawatan. Universitas Diponegoro
Semarang. Semarang. 2015

Walgito (2010). Pengantar Psikologi Umum. Andi. Yogyakarta.

WHO (2007) Diagnosis Related Graup diambil tanggal 14 Oktobet 2018


http://www.icn.ch/matters.drg.htm

Yusmainita. INA-DRG (Indonesian Diagnostic Related Group). RSUP Hj. Adam


Malik. Medan

Anda mungkin juga menyukai