parvus yang berarti kecil. Parvoviridae mempunyai virion ikosahedral dan genome ssDNA
(single stranded DNA). Perkembangbiakan virus ini sangat tergantung pada sel inang yang
sedangaktifmembelah(Mc.Carthy,1980).
Penyakit ini ditemukan pertama kali tahun 1977 di Texas, Amerika Serikat, kemudian menyebar
ke berbagai negara di dunia. Infeksi Canine parvivirus tidak hanya menyerang saluran
pencernaan tetapi juga menyerang jantung yang dapat berakibat kematian mendadak pada anak
Virus Canine Parvovirus (CPV) sangat stabil pada pH 3 sampai 9 dan pada suhu 60°C
selama 60 menit. Karena virus ini tidak beramplop maka virus ini sangat tahan terhadap pelarut
lemak, tetapi virus CPV menjadi inaktif dalam formalin 1%, beta-propiolakton, hidroksilamin,
larutan hipoklorit 3%, dan sinar ultraviolet (Johnson end Spradbrow, 1979).
Ada dua tipe Parvovirus yang menginfeksi anjing yaitu Canine parvovirus 1 (CPV 1) dan
Canine parvovirus 2 (CPV 2). Canine parvovirus-1 (CPV 1), juga dikenal sebagai “minute virus
of canine”, yang relatif dikenal sebagai virus nonpatogenik yang kadang dihubungkan dengan
Canine parvovirus-2 (CPV-2) lebih dikenal sebagai enteritis klasik dari parvovirus (Tabor,
2011).
antibodi, akibat dari kurangnya antibodi maternal atau tidak divaksin. Berat ringannya penyakit
ini tergantung umur, status imun/antibodi dari hewan penderita, juga tingkat stres dan penyakit
lain yang ada, termasuk infestasi parasit (Lane & Cooper, 2003).
Penelitian Mildbrand et al., (1984) menunjukkan bahwa kandungan virus CPV pada feses
dalam jumlah yang besar, cukup untuk menularkan penyakit CPV ke anjing lainnya. Dengan
demikian feses merupakan salah satu bahan spesimen yang paling baik sebagai sumber penularan
dan juga dapa tdigunakan untuk diagnosis CPV. CPV ditularkan secara alami melalui kontak
langsung dengan anjing yang terinfeksi CPV, atau makanan yang telah terkontaminasi virus CPV
(Appel et al., 1980). Virus CPV dapat diekresikan melalui feses, air seni, air liur dan
kemungkinanmelaluimuntah,transmisipenularanCPVdapatterjadimelaluimakanan,piring,tempatti
dur.Penularan secara vertikal diduga dapat terjadi pada anjing yang sedang bunting (Appel et al.,
1980). Virus yang menginvasi segera menghancurkan sel epitel selaput lendir maupun sumsum
Derajat keparahan manifestasi klinis infeksi CPV sangat tergantung pada umur anjing
yang terinfeksi. Makin muda umur anjing yang terinfeksi makin parah klinis yang dihasilkan.
Anjing berumur 3–4 minggu sel miosit pada jantung sedang aktif berkembang sehingga apabila
pada umur tersebut anak anjing terinfeksi virus CPV, umumnya menyerang jantung yang
berakibat kematian mendadak yang disebabkan oleh miokarditis, sehingga tipe yang ditimbulkan
umumny atipe miokarditis. Sedangkan apabila infeksi CPV terjadi pada umur yang lebih tua,
derajat pembelahan sel miosit mulai menurun tetapi derajat pembelahan sel mitotik pada kripta
usus meningkat, terutama pada umur lebih dari 6 minggu, sehingga akibat infeksi ini diare daN
muntah lebih banyak terlihat dibanding gangguan jantung dan tipe ini sering disebut tipe enteritis
Setelah virus masuk kedalam tubuh, virus kemudian bereplikasi dengan cepat didalam
Sehingga menyebabkan terjadinya viremia. Setelah terjadi viremia virus bereplikasi dengan
cepat didalam kelenjar getah bening, kripta usus dan sumsum tulang. Sehingga menyebabkan
terjadinya deplesi limfosit pada kelenjar getah bening, nekrosis dan kerusakan pada kripta usus.
Ketika infeksi telah menyebar, gejala sakit mulai muncul. Setelah 3-4 hari pasca infeksi, virus
akan dikeluarkan melalui kotoran sampai 3 minggu. Infeksi CPV pada anjing bisa menjadi lebih
REKAM MEDIK
Signalement
Telah diperiksa 1 (satu) ekor anjing mix, berjenis kelamin betina, berwarna cokelat putih.
Anjing tersebut bernama Boni, berumur 5 Bulan dengan berat badan 2,4 kg. Anjing tersebut
milik Ibu Sri yang beralamat di jalan Gambuk No. 11, Denpasar Barat.
Anamnesa
Menurut informasi pemilik, anjingnya pada pagi hari beraktifitas seperti biasa, nafsu
makan normal. Pada siang hari anjing tiba-tiba muntah, isi muntahan tidak terdapat parasit
maupun benda asing. Selanjutnya anjing tidak mampu untuk beraktifitas (lemas). Pada sore
harinya anjing langsung berak bercampur darah hebat, darah yang terlihat berupa darah matang
maupun segar dengan volume darah yang sangat banyak. Pakan yang diberikan untuk anjing
Anjing tersebut dipelihara dengan tidak dikandangkan atau dilepas secara bebas di
lingkungan rumah pemilik bersama 12 anjing lainnya dengan ras yang sama. Sebelum Boni jatuh
sakit, ada kejadian 3 anjing yang bernama Bruno, Osin dan Gary jatuh sakit dengan gejala klinis
yang sama yaitu muntah dan berak darah, namun ketiga anjing tersebut tidak dapat tertolong.
Setelah kejadian itu, pemilik berinisiatif untuk memisahkan pemeliharaan dengan menempatkan
anjing yang masih kecil di lantai 2, dan anjing yang sudah indukan atau dewasa di lantai 1.
Riwayat vaksin untuk Boni selama umur 5 Bulan ini, belum pernah divaksin tetapi untuk obat
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik hewan kasus, terlihat mukosa mata pucat, turgor kulit lambat dan
CRT lambat. sementara sistem pernafasan, otot, kelamin dan perkencingan, telinga, saraf, dan
Suhu tubuh anjing adalah 39,2°C dengan pulsus 152 x/menit dan frekuensi nafas 30
Uji Laboratorium
penurunan pada leukosit (2,2 x 10³) dan neutrofil (20%). Sedangkan hasil berbeda ditunjukkan
yaitu berupa kenaikan pada hemoglobin (22,8 g/dl), eritrosit (11,28 x106), limfosit (50%) dan
monosit (25%).
Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses dilakukan sebanyak 2 kali, yang pertama yaitu pada saat pertama
datang dan yang kedua setelah dilakukan perawatan selama 2 hari. Pada pemeriksaan didapatkan
hasil yang negatif, yaitu tidak ditemukan telur cacing, cacing maupun protozoa.
Diagnosis
Berdasarkan hasil anamnesis, hasil pemeriksaan fisik, gejala klinis, pemeriksaan darah,
dan pemeriksaan feses maka dapat disimpulkan anjing bernama Boni di diagnosa suspect Canine
parvovirus.
Prognosis
Berdasarkan diagnosa, hasil pemeriksaan dan gejala penyakit yang tampak, maka
Terapi
Berdasarkan diagnosis dan prognosis yang sudah ditetapkan, maka anjing mix ini diterapi
dengan pemberian cairan elektrloit berupa ringer’s lactated dan glukosa, yang bertujuan untuk
penanganan gejala muntah dan diare. Untuk pencegahan dari infeksi sekunder maupun
peningkatkan kondisi dan daya tahan tubuh maka diberikan terapi, berupa pemberian
penyakit yang disebabkkan oleh infeksi virus pada saat ini belum tersedia obat yang spesifik
(termasuk Canine parvovirus), maka penyakit yang didiagnosa disebabkan oleh virus
Pembahasan
Berdasarkan hasil anamnesis, hasil pemeriksaan fisik, gejala klinis, pemeriksaan darah,
dan pemeriksaan feses maka dapat disimpulkan anjing mix bernama Boni di diagnosa menderita
Gejala yang tampak pada anjing adalah muntah-muntah, tidak nafsu makan, lesu atau
dehidrasi dan diare berdarah yang sangat hebat. Diare berdarah pada anjing yang terinfeksi
Canine parvovirus disebabkan karena keluarnya darah dari perobekan pembuluh darah pada usus
akibat gesekan dengan feses yang ada di dalam usus (Honkins, 1995).
Infeksi Canine parvovirus pada anjing untuk mortalitasnya belum diketahui secara pasti.
Dikarenakan kebanyakan kasus infeksi Parvovirus diperparah dengan infeksi sekunder dari
bakteri-bakteri Gram negatif yang ada pada saluran cerna, yang menyebabkan sepsis atau
neutropenia, limfositosis dan monositosis. Polisitemia berarti peningkatan jumlah sel darah
(hemoglobin, eritrosit, trombosit) di dalam darah. Polisitemia bervariasi jenisnya, ada yang
merupakan suatu keadaan yang berhubungan dengan hipertensi, obesitas, stress, hipoksia
(kurangnya kadar oksigen dalam sel), ataupun memang karena adanya mutasi gen pada sel tunas
yang terdapat di sumsum tulang. Pada kasus ini polisitemia yang terjadi karena adanya
peningkatan pada jumlah hemoglobin dan eritrosit. Peningkatan ini terjadi karena dehidrasi,
diare dan pendarahan hebat. Umumnya kondisi polisitemia hanya sementara dan dapat kembali
Leukopenia adalah suatu gambaran darah berupa penurunan jumlah leukosit dan hitung jenis
neutrofil sampai mencapai nilai yang berada di bawah angka normal. Penyebab utama dari
leukopenia antara lain : degenerasi, depresi, deplesi dan destruksi sumsum tulang. Sedangkan
sebab-sebab khususnya seperti infeksi virus, kekurusan, agen fisik, agen kimiawi, gangguan
1. Infeksi virus : penyakit viral yang biasanya ditandai dengan neutropenia adalah feline dan
2. Tingginya kerusakan neutrofil pada aliran darah, hal ini mungkin disebabkan neutropenia
autoimun.
3. Berkurangnya produksi netrofil di sumsum tulang, kejadian ini terjadi akibat aplasia sumsum
tulang belakang, dan biasanya terjadi bersamaan dengan anemia dan trombositopenia.
Pada kasus Boni ini, leukopenia dan neutropenia yang terjadi diakibatkan adanya infeksi
dari canine parvovirus. Hal tersebut dapat dijelaskan dari gejala klinis yang cukup menciri pada
infeksi Canine parvovirus, yaitu diare cair bercampur darah, muntah terus menerus, anoreksia,
lemah, depresi, dehidrasi, shock, hipotermia dan melanjut kematian jika tidak ditangai dengan
Menurut Dharmawan (2002), peningkatan monosit dalam darah dapat terjadi bersamaan dengan
keadaan leukopenia dan juga pada saat anjing mengalami reaksi stres akut. Monosit berperan
dalam peradangan yang bersifat subakut sampai kronis. Monosit akan melakukan fagositosis
mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena fungsi dari limfosit adalah menyediakan zat kebal
untuk pertahanan tubuh. Peningkatan jumlah limfosit terjadi pada suatu individu yang terinfeksi
virus dan kondisi dimana suatu individu terinfeksi penyakit kronis. Limfosit berperan dalam
pertahanan humoral dengan membentuk antibodi, memproduksi enzym lipase dan protease,
menyimpan dan mentransportasikan nukleo-protein untuk keperluan sel pada daerah yang
megalami peradangan.
Terapi dengan cairan elektrolit (fluid electrolyte therapy) merupakan tindakan penting
dan terutama di klinik dalam menghadapi kasus infeksi Canine parvovirus. Terapi cairan
elektrolit ini harus diteruskan selama gejala muntah dan diare masih terjadi. Dalam keadaan yang
berat disertai dehidrasi, infus elektrolit per intra vena menjadi opsi pertama.
Muntah dan diare akan menguras natrium chloride, bicarbonat, dan kalium, sehingga
korban menderita acidosis. Dalam keadaan seperti ini larutan isotonik dengan elektrolit
seimbang seperti lactated ringer’s solution, menjadi pilihan utama dan dimana perlu
ditambahkan lagi larutan KCI karena unsur K banyak sekali hilang. Selain terapi infus lactated
ringer’s solution dan larutan KCI, infus Glukosa juga diperlukan. Karena selain muntah dan
Pemberian Biosalamin pada kejadian ini bertujuan untuk meningkatkan kondisi dan daya
tahan tubuh. Biosalamin mengandung beberapa zat, seperti magnesium asparat, cyanokobalamin
(vitamin B12), natrium selenit, adenosin trifosfat, asam deoksiribonukleat, dan kalium asparat.
Peningkatan daya tahan tubuh penting agar aktivitas dalam tubuh berfungsi secara normal.
Karena kelangsungan aktivitas tubuh tergantung pada energi, vitamin, garam-garam organik dan
beberapa oligo elemen. Selain itu, daya tahan tubuh dibutuhkan untuk pertumbuhan, mencegah
infeksi dan meluasnya penyakit serta menjadikan tubuh selalu dalam kondisi prima selama
proses penyembuhan.
pencernaan yang tidak normal, dan diare karena penyebab lain yang tidak diketahui secara pasti
atau mencegah infeksi sekunder. Guanistrep mengandung kaolin dan pektin. Kaolin adalah suatu
absorben yang menyerap toksin baik yang berupa gas atau bahan beracun lainnya yang
merangsang dari saluran usus, selanjutnya membentuk lapisan pelindung pada dinding usus.
Sedangkan Pektin sebagai bahan yang berfungsi untuk menghilangkan hasil pertumbuhan bakteri
yang bersifat racun, karena kemampuannya membentuk asam galakturonat dari kuman maka
Pemberian Tivomit syrup bertujuan untuk mengurangi gangguan saluran cerna seperti
mual dan muntah. Tivomit berisi metoclopramid HCI yang bekerja dari saluran cerna bagian atas
mirip dengan obat kolinergik, tetapi tidak seperti obat koliergik, metoklopramida tidak dapat
menstimulasi sekresi dari lambung, empedu atau pank.reas, dan tidak dapat mempengaruhi
konsentrasi gastrin serum. Cara kerja dari obat ini tidak jelas, kemungkinan bekerja pada
jaringan yang peka terhadap asetilkolin. Efek dari metoklopramida pada motilitas usus tidak
lambung (terutama pada bagian antrum), merelaksasi sfingter pilorus dan bulbus duodenum,
serta meningkatkan paristaltik dari duodenum dan jejunum sehingga dapat mempercepat
pengosongan lambung dan usus. Mekanisme yang pasti dari sifat antiemetik metoklopramida
tidak jelas, tapi mempengaruhi secara langsung CTZ (Chemoreceptor Trigger Zone) medulla
yaitu dengan menghambat reseptor dopamin pada CTZ. Metoklopramida meningkatkan ambang
rangsang CTZ dan menurunkan sensitivitas saraf visceral yang membawa impuls saraf aferen
bakterisida yang besar karena menghambat pada dua tahap sintesis asam nukleat dan protein
yang sangat esensial untuk mikroorganisme. Cotrimoxazole mempunyai spektrum aktivitas luas
Cotrimoxazole juga efektif terhadap bakteri yang resisten terhadap antibakteri lain seperti H.
Setelah dilakukan perawatan secara intensif, kondisi anjing bernama Boni mengalami
kemajuan yang ditandai dengan kembalinya nafsu makan dan kondisi fisik yang semakin baik.
Setelah diilakukan perawatan selama 4 hari di Rumah Sakit Hewan Udayana Sesetan, akhirnya
pada hari yang ke-5, Boni bisa dibawa pulang oleh pemilik.
Kesimpulan
Pada kasus infeksi suspect Canine parvovirus dapat dilakukan terapi dengan
menggunakan infuse ringer’s lactated, glukosa, dan ditambah dengan obat-obatan supportif dan
simptomatis, seperti vitamin, dan antibiotik. Antivirus Canine parvovirus hingga saat ini belum
ditemukan sehingga tindakan pencegahan berupa vaksinasi Parvovirus merupakan tindakan yang
paling efektif dilakukan sebagai pencegahan. Kandang, lingkungan tempat hewan, tempat makan
maupun pakaian pemilik dapat menjadi media kontaminasi penyebaran penyakit yang meluas.
Maka dari itu sebaiknya anjing dipelihara dengan cara dikandangkan, dirawat dan diperhatikan
Appel, M.J.G., P. Meunier, R. Pollock, H. Greisen And L.E. Carmichael. 1980. Canine viral enteritis. A
report to practisioners. Canine Pract. 7: 22–34.
Boah. 1999. Canine Parvovirus. Indiana Board of Animal Health. Tech Bullein CP-15.99. Indiana,
USA.
Carthy, G. 1980. Canine parvovirus infection: A review. Irish Vet. J. 34 (2): 15−19.
Crook, A., Hill, B., Dawson, S. 2004. Canine Inherited Disorders Database. Revised: Desember 29,
2004.
Dharmawan, N.S. 2002. Pengantar Patologi Klinik Veteriner. Universitas Udayana. Denpasar.
Eugster, A.K. 1980. Studien on canine parvovirus infections: development of an inactivated vaccine.
Am. J.Vet.Res. 41: pp 2020–2024.
Fenner, F.J. 1995. Virologi veteriner. Edisi ke-2. Acedemic Press. Inc
Honkins, J.D. 1995. Canine Parvo virus, The Evolving Syndrome. Infectous Disease Bulletin.
Johnson, R.H and P.B. Spradbrow. 1979. Isolation from dogs with severe enteritis of a parvovirus
related to feline panleucopenia virus. Aust. Vet. J., 55:151.
Kelly, W.R. 1979. Diffuse subacute myocarditis of possible viral etiology: a cause of sudden death in
pups. Aust. Vet. J. 55:366.
Goddard,A dan A.L. Leisewitz. 2010. Canine Parvo Virus. Vet Clin Small Anim 40 (2010) 1041–1053.
Mc. Carthy, G. 1980. Canine parvovirus infection: A review. Irish Vet. J. 34 (2):15-19
Meunier, P.C., B.J. Cooper, M.J.G. Appel, D.O. Slauson.1985. Pathogenesis of canine parvovirus
enteritis I. The important viraemia. Vet. Pathology. 22: pp60–71.
Robinson, W.F., C.R. Huxtable And D.A. Pass. 1980. Canine Parvoviral Myocarditis: A Morphological
Description Of The Natural Disease. Vet. Path. 17: 282– 293.
Sendow, I. 2003. Canine parvovirus pada anjing. Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor 16114.
Subronto. 2006. Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Wicaksono, A. 2009. Parvovirus dan Distemper. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor.
Widyastuti, S., Dewi, N. M. S., Utama, I. H. 2012. Kelainan Kulit Anjing Jalanan pada Beberapa
Lokasi di Bali. Buletin Veteriner Udayana. Vol. 4 No.2: 81-86.